Вы находитесь на странице: 1из 27

Paper

Pasien Skizofrenia Terlibat Dengan Masalah Pidana

Oleh :
Vita
17014101
Masa KKM : 21 Januari 2019 – 17 Februari 2019

Pembimbing :
dr.

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Paper yang berjudul

“Pasien Skizofrenia Terlibat Dengan Masalah Pidana”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Februari 2019

Oleh:

Vita
17014101
Masa KKM : 21 Januari 2019 – 17 Februari 2019

Pembimbing :

dr.
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4

A. Skizofrenia .......................................................................................... 4

1. Definisi ......................................................................................... 4

2. Etiologi ......................................................................................... 4

3. Jenis-Jenis Skizofrenia ................................................................. 5

4. Tanda dan Gejala .......................................................................... 7

5. Patofisiologi .................................................................................. 8

6. Diagnosis ...................................................................................... 9

7. Penatalaksanaan ............................................................................ 13

B. Skizofrenia dan Masalah Pidana......................................................... 13

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23

i
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa atau juga disebut skizofrenia yaitu kumpulan dari beberapa

sindrom klinik, yang bersifat menggangu, gangguan proses berpikir, gangguan

perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi. Gangguan jiwa adalah suatu

kondisi dimana mental dan fisiologiknya tidak berfungsi dengan baik sehingga

menghambat kegiatan aktivitas sehari-hari.1,2

Hasil survei data World Health Organization tahun 2012 (WHO) sekitar 450

juta penduduk di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa dan sebanyak 8 dari

10 penderita gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan secara intensif. Maka

dari data tersebut dapat dianggap menjadi masalah yang serius. 1,2

Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris yakni Policy atau dalam bahasa

Belanda Politiek yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum

yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula

aparat penegak hukum dalam mengelola, mengatur, atau menyelesaikan urusan-

urusan publik, masalah- masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan

peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan

tujuan (umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau

kemakmuran masyarakat (warga negara). 1,2

Perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan yang bertentangan

dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum atau dengan kata lain

perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut merugikan masyarakat, dalam arti

menghambat terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang baik dan adil.

1
Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan pidana itu bersifat merugikan

masyarakat. 2,3

Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) merupakan dasar bagi terselenggaranya proses peradilan

pidana yang benar-benar bekerja dengan baik serta benar-benar memberikan

perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat tersangka, terdakwa atau

terpidana sebagai manusia. Sistem Peradilan Pidana yang dianut oleh KUHAP

terdiri dari sub-sistem yang merupakan tahapan proses jalannya penyelesaian

perkara, subsistem Penyidikan dilaksanakan oleh Kepolisian, sub-sistem

penuntutan dilaksanakan oleh Kejaksaan, sub-sistem pemeriksaan di Sidang

Pengadilan dilaksanakan oleh Pengadilan dan sub-sistem pelaksanaan putusan

pengadilan dilaksanakan oleh Kejaksaan dan Lembaga Pemasyarakatan. 2,3

Masalah tindak pidana khususnya penganiayaan mengakibatkan mati sering

menimbulkan keresahan dan perasaan tidak nyaman dalam masyarakat sehingga

timbul usaha-usaha untuk menentukan faktor penyebab terjadinya perbuatan

tindak pidana tersebut. 2,3

Saat ini dapat kita lihat semakin maraknya kasus-kasus yang melibatkan

orang-orang yang dianggap memiliki gangguan jiwa. Adapun tindak pidana yang

dilakukan oleh seorang yang mengalami gangguan jiwa, seperti penderita

gangguan jiwa skizofrenia paranoid kronik. Sehingga terlahir suatu bentuk

penanganan yang tepat bagi para pelaku tindak pidana yang memiliki gangguan

jiwa.3,4

Skizofrenia adalah gangguan psikotik berat yang ditandai distorsi berat atas

realitas, menarik diri dari interaksi sosial, disorganisasi dan fragmentasi persepsi,

2
pikiran dan emosi.1 Skizofrenia tipe paranoid mempunyai ciri-ciri seperti,

memiliki riwayat sikap curiga yang semakin meningkat dan mengalami kesulitan

serius menjalin hubungan antar pribadi. Tipe ini mengalami delusi- delusi yang

absurd atau tidak logis, khususnya delusi persekusi yakni sangat curiga terhadap

orang lain, merasa selalu diawasi, diikuti, dibicarakan, akan dicelakakan, dan

sebagainya. Kadang-kadang juga muncul delusi grandeur atau kebesaran yakni

merasa diri hebat, reinkarnasi dari tokoh-tokoh besar sejarah, atau keturunan dari

tokoh-tokoh besar teersebut. Ia mengalami halusinasihalusinasi misalnya merasa

mendengar perintah langsung dari tuhan, akibat dari delusi dan halusinasinya,

penderita dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan dirinya

sendiri maupun orang lain, namun penderita tipe ini tidak terlalu menarik diri

seperti penderita skizofrenia jenis lain. 3,4

Sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1966 tentang

Kesehatan Jiwa menyatakan bahwa “pasien dengan gangguan jiwa yang terlantar

harus mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan.”

Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan gangguan kejiwaan,

serta minimnya pelayanan kesehatan jiwa yang dapat diakses dan terjangkau

menyebabkan hak ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ (Orang

Dengan Gangguan Jiwa) sering terabaikan secara sosial. Konflik didalam keluarga

itu sendiri, adanya diskriminasi yang dialaminya ketika berada didalam lingkup

keluarganya juga dapat memicu seseorang mengalami gangguan jiwa. 3,4

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia

1. Definisi

Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi

atau terpecah dan phrenia yang berarti pikiran. Skizofrenia merupakan suatu

penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,

emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. 1,2

Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang

mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif,

mempengaruhi emosional dan tingkah laku. Gangguan jiwa skizofrenia sifatnya

adalah ganguan yang lebih kronis dan melemahkan dibandingkan dengan

gangguan mental lain. 1,2

Skizofrenia dapat mempengaruhi pola pikir, emosional dan juga tingkah

laku pada penderitanya. Hal ini dikarenakan pada bagian otak pasien skizofrenia

terganggu, rangsangan yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil

mencapai sambungan sel yang dituju. 1,2

2. Etiologi

Skizofrenia dianggap sebagai gangguan yang penyebabnya multipel dan

saling berinteraksi. Diantara faktor multipel itu dapat disebut : 3,4

1) Keturunan Penelitian pada keluarga penderita skizofrenia terutama anak

kembar satu telur angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8%, bagi saudara

kandung 7- 15%, anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia 7-

4
16%. Apabila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-60%, kembar dua

telur 2-15%. Kembar satu telur 61-68%. Menurut hukum Mendel

skizofrenia diturunkan melalui genetik yang resesif. 3,4

2) Gangguan Anatomik Dicurigai ada beberapa bangunan anatomi di otak

berperan, yaitu : Lobus temporal, system limbic dan reticular activating

system. Ventrikel penderita skizofrenia lebih besar daripada kontrol.

Pemeriksaan MRI menunjukkan hilangnya atau 9 kemungkinan budaya atau

adat yang dianggap terlalu berat bagi seseorang dapat menyebabkan

seseorang menjadi gangguan jiwa. 3,4

3) Faktor Presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul

gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,

perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu

terhadap stressor dan koping dapat mengindikasikan kemungkinan

kekambuhan. Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : 3,4

a) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu

masuk yang ada di dalam otak, yang dapat mengakibatkan

b) Stress Lingkungan

c) Sumber Koping

3. Jenis-jenis Skizofrenia

a. Skizofrenia simpleks: Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada

masa pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan

5
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada

permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau

menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan

atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada

orang yang menolongnya ia akan mungkin akan menjadi “pengemis”,

“pelacur” atau “penjahat”.5,6

b. Skizofrenia hebefrenik: Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia,

menurut Maramis permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada

masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah

gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.

Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat

pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak sekali. 5,6

c. Skizofrenia katatonik: Menurut Maramis skizofrenia katatonik atau disebut

juga katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan

biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi

gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. 5,6

a. Stupor katatonik Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan

perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat

dangkal. Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari

keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.

b. Gaduh gelisah katatonik Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat

hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi yang

semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.

6
d. Skizofrenia Paranoid Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam

perjalanan penyakit. Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan

menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran

hebefrenia dan katatonia. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia

paranoid yang jalannya agak konstan. 5,6

e. Episode skizofrenia akut Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan

pasien seperti keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam

keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri

berubah. Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya.

Prognosisnya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari

enam bulan penderita sudah baik. 5,6

f. Skizofrenia residual Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia

dengan gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-

gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan

skizofrenia. 5,6

g. Skizofrenia skizoafektif, Pada skizofrenia skizoafektif, di samping

gejalagejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-

gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi

sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan. 5,6

4. Tanda dan Gejala

Menurut Bleuler dalam Maramis gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu : 7,8

7
1) Gejala primer. Gejala primer terdiri dari gangguan proses berpikir,

gangguan emosi, gangguan kemauan serta autisme.

2) Gejala sekunder. Gangguan sekunder terdiri dari waham, halusinasi, dan

gejala katatonik maupun gangguan psikomotor yang lain.

Menurut Stuart & Laraia, gejala skizofrenia memiliki dua kategori yaitu: 7,8

1) Gejala positif (gejala nyata) meliputi waham, halusinasi, dan gangguan

perilaku aneh, gangguan pikiran bicara kacau, ekopraksia (peniruan

gerakan orang lain yang diamati klien) asosiasi longgar (pikiran atau

gagasan yang terpecah-pecah dan ambivalensi (mempertahankan

keyakinan yang tampak kontradiktif tentang individu).

2) Gejala negatif (gejala samar) seperti afek datar, avolisi (malas melakukan

sesuatu, defisit perhatian, apatis, anhedonia (ketidakmampuan merasakan

kesenangan yang normal), asosial, katatonia (imobilisasi karena faktor

psikologis)

5. Patofisiologi

Berikut merupakan patofisiologi Skizofrenia: Hipotesis dopamine pada

skizofrenia adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan

merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan

bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.

Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu: (1) kebanyakan obat-obat

antipsikosis menyekat reseptor D2 pasca sinaps di dalam sistem saraf pusat,

terutama di sistem mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas

dopaminergik, seperti evodopa (suatu precursor), amphetamine (perilis

8
dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamine langsung), baik

yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien; (3)

densitas reseptor dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien

skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron

emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor

dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat

dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita

skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti

mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan

serebrospinal, plasma, danurine. Namun teori dasar tidak menyebutkan

hiperaktivitas dopaminergik apakah karena terlalu banyaknya pelepasan

dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor dopaminergik atau kombinasi

mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan

mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di

sistem limbik dan korteks serebral. Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi

dua kelompok , yaitu primer dan sekunder.5,6

6. Diagnosis

Kriteria Diagnosis Skizofreniform menurut DSM V adalah:7

a. Terdapat dua atau lebih gejala berikut ini, dimana masing-masing gejala terjadi

dalam porsi waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika

berhasil diobati). Setidaknya ada satu gejala nomor (1), (2), (3) :

1. Delusi.

2. Halusinasi.

9
3 Bicara tidak teratur (inkoheren).

4. Sangat tidak teratur atau terdapat perilaku katatonik.

5. Gejala negatif (yaitu, ekspresi emosional berkurang atau kurang motivasi).

b. Episode terakhir gangguan berlangsung setidaknya selama 1 bulan namun

kurang dari 6 bulan. Diagnosis harus dibuat tanpa menunggu pemulihan,

diagnosis tersebut harus dikelompokan sebagai diagnosis sementara.

c. Gangguan schizoafektif dan gangguan depresi atau bipolar dengan ciri psikotik

telah disingkirkan. Baik 1) Tidak ada depresi atau episode manik yang terjadi

secara bersamaan dengan gejala fase aktif, atau 2) Jika episode gangguan

mood terjadi selama gejala fase aktif, episode tersebut telah muncul pada

sebagian kecil dari total durasi dari periode fase aktif dan residual dari

penyakit.

d. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (misalnya,

penyalahgunaan obat, dalam pengobatan medis) atau dalam kondisi medis

lainnya.

Tentukan jika :

Dengan prognosis yang baik : kelompok ini membutuhkan setidaknya dua

dari gejala berikut: timbulnya gejala psikotik yang menonjol dalam 4 minggu

dengan perubahan nyata yang pertama kali terlihat pada perubahan perilaku

sehari - hari atau fungsi, perilaku kebingungan: fungsi sosial dan pekerjaan

yang baik; dan tidak adanya afek tumpul atau datar.

Tanpa prognosis yang baik : kelompok ini diterapkan jika dua atau lebih dari

gejala di atas tidak ada.

Tentukan jika :

10
Dengan katatonia (lihat kriteria katatonia terkait dengan gangguan mental lain,

hal 119 - 120, untuk definisi).

Catatan coding : Gunakan kode tambahan 293,89 (F06.1) katatonia terkait

dengan gangguan schizophreniform untuk menunjukkan terjadinya komorbid

katatonia.

Tentukan keparahan saat ini :

Tingkat keparahan dinilai secara kuantitatif dari gejala utama psikosis, termasuk

delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, perilaku psikomotor yang abnormal, dan

gejala negatif. Masing - masing gejala ini dapat dinilai untuk keparahan saat ini

(yang paling parah dalam 7 hari terakhir) dari 5 poin skala mulai dari 0 (tidak ada)

sampai 4 (saat ini masih bergejala dan berat). (Lihat Bagian Dimensi Derajat

Klinis Gejala Keparahan Psikosis Dalam Bab "Langkah – Langkah Penilaian").

Catatan: Diagnosis gangguan schizophreniform dapat dibuat tanpa menggunakan

penentuan keparahan ini.

Catatan : Untuk informasi tambahan mengenai hubungan gejala pendukung

diagnosa, perkembangan dan perjalanan penyakit yang berkaitan dengan faktor

usia, diagnosis terkait masalah budaya, diagnosis terkait kelamin, diagnosis

banding, dan komorbiditas, lihat bagian yang sesuai pada bab skizofrenia.

Diagnosis

Gejala karakteristik gangguan schizophreniform identik dengan skizofrenia

(Kriteria A). Gangguan schizophreniform dibedakan oleh perbedaan durasinya :

total durasi penyakit, termasuk prodromal, fase aktif, dan residual, setidaknya 1

bulan tapi kurang dari 6 bulan (Kriteria B). Syarat durasi gangguan

schizophreniform adalah antara gangguan psikotik singkat, yang berlangsung

11
lebih dari 1 hari dan sembuh dalam 1 bulan, dan skizofrenia yang berlangsung

selama minimal 6 bulan. Diagnosis gangguan schizophreniform dibuat dalam dua

kondisi. 1) Ketika episode penyakit berlangsung antara 1 sampai 6 bulan dan

individu telah pulih, dan 2) Ketika seorang individu dengan gejala kurang dari 6

bulan tetapi belum pulih. Dalam hal ini, diagnosis harus dicatat sebagai

"Gangguan schizophreniform sementara" karena tidak pasti apakah individu ini

akan pulih dari gangguan dalam waktu 6 bulan. Jika gangguan menetap lebih dari

6 bulan, diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.1,2,7

Gejala lain yang membedakan gangguan schizophreniform adalah

kurangnya kriteria yang menunjukkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.

Sementara gangguan tersebut berpotensi hadir, namun gangguan tersebut tidak

diperlukan untuk diagnosis gangguan schizophreniform.1,2,7

Selain lima gejala utama yang diidentifikasi dalam kriteria diagnostik,

penilaian kognisi, depresi, dan gejala mania, gejala utama tersebut sangat penting

untuk membuat perbedaan penting antara berbagai skizofrenia spektrum dan

gangguan psikotik lainnya.1,2,7

Hubungan Gejala Yang Mendukung Diagnosis

Seperti halnya dengan skizofrenia, saat ini tidak ada laboratorium atau tes

psikometri yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis gangguan

schizophreniform. Ada beberapa daerah otak dimana neuroimaging,

neuropathological, dan penelitian neurofisiologis telah mengindikasikan kelainan

di beberapa bagian otak, namun tidak satupun dari pemeriksaan tersebut dapat

menegakkan diagnosis.7,8

12
7. Penatalaksanaan

Ada berbagai macam terapi yang bisa kita berikan pada skizofrenia. Hal ini

diberikan dengan kombinasi satu sama lain dan dengan jangka waktu yang relatif

cukup lama. Terapi skizofrenia terdiri dari pemberian obat-obatan, psikoterapi,

dan rehabilitasi. Terapi psikososial pada skizofrenia meliputi: terapi individu,

terapi kelompok, terapi keluarga, rehabilitasi psikiatri, latihan ketrampilan sosial

dan manajemen kasus. 7,8

WHO merekomendasikan sistem 4 level untuk penanganan masalah

gangguan jiwa, baik berbasis masyarakat maupun pada tatanan kebijakan seperti

puskesmas dan rumah sakit.9,10

a) Level keempat adalah penanganan kesehatan jiwa di keluarga

b) Level ketiga adalah dukungan dan penanganan kesehatan jiwa di

masyarakat

c) Level kedua adalah penanganan kesehatan jiwa melalui puskesmas

d) Level pertama adalah pelayanan kesehatan jiwa komunitas

B. Skizofrenia Dan Masalah Pidana

Penderita gangguan jiwa seringkali mendapat stigma dari lingkungan

sekitarnya. Stigma tersebut melekat pada penderita sendiri maupun keluarganya.

Hal ini karena menderita gangguan jiwa sendiri sudah dinamakan secara berbeda

dari penderita penyakit fisik lainnya. Beberapa orang percaya bahwa gangguan

jiwa merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang buruk, dalam penelitian Tyas,

Wardhani dkk dan Colucci disebutkan bahwa gangguan jiwa terjadi akibat sebab

supranatural dan ada pula yang mempercayai akibat keturunan dari orang tua atau

13
kerabat terdekatnya. Selain itu, orang dengan gangguan jiwa dipercaya sebagai

orang yang berbahaya dan tidak bisa diprediksi, kurang kompeten, tidak dapat

bekerja, harus dirawat di RSJ, dan tidak akan pernah sembuh. Stigma terhadap

penderita gangguan jiwa akan semakin kompleks apabila penanganannya tidak

berlanjutan. Sikap pasrah keluarga penderita gangguan jiwa, yang membiarkan

penderita gangguan jiwa untuk dipasung karena tidak ada biaya untuk pengobatan

lebih lanjut. 9,10

Selain itu rasa malu yang ditanggung oleh keluarga merupakan stigma yang

dibuat sendiri oleh keluarga terhadap anggota keluarga yang menderita gangguan

jiwa. Sehingga bantuan dari lingkungan sekitar untuk mengobati penderita tidak

diperhatikan lagi. Rasa malu tersebut menyebabkan keluarga penderita gangguan

jiwa menutup diri dari lingkungan. Stigma pada penderita gangguan jiwa berat

menyangkut pengabaian, prasangka dan diskriminasi. Pengabaian merupakan

masalah pengetahuan dari masyarakat terkait gangguan jiwa itu sendiri. Prasangka

merupakan masalah dari sikap, baik itu dari penderita yang mengarah pada stigma

diri maupun dari masyarakat yang menimbulkan stigma terhadap penderita

gangguan jiwa. Sedangkan diskriminasi merupakan masalah dari perilaku, baik itu

dari penyedia layanan penanganan kesehatan jiwa maupun dari masyarakat

terhadap penderita gangguan jiwa berat. 9,10

UU No.3 Tahun 1966 menyebutkan bahwa “Gangguan jiwa merupakan

bentuk dari penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga

ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku yang diakibatkan oleh

menurunnya semua fungsi kejiwaan, yang meliputi proses berfikir, emosi,

kemauan, dan perilaku psikomotorik, termasuk bicara. Ada beberapa faktor umum

14
yang membuat seseorang mengalami gangguan jiwa, diantaranya pertama, faktor

ekonomi yang biasanya terjadi karena adanya kesulitan dalam perekonomian

keluarga maupun dirinya sendiri. Kedua, faktor budaya, dengan adanya aturan-

aturan dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan pola pikirnya. Ketiga, faktor

keturunan, hal ini berawal dari adanya faktor genetik dari keluarganya yang akan

menjadi pemicu terbentuknya gangguan jiwa. Keempat, faktor keluarga, yakni

adanya fenomena gangguan jiwa berat seperti penyandang skizofrenia semakin

mendapatkan perhatian berbagai pihak, terutama menyangkut permasalahan

pemenuhan hak atas kesehatan sebagaimana diamanatkan Konstitusi Indonesia

bahwa setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh pelayanan

kesehatan. 9,10

Dalam hal ini sebenarnya pelaku atau terdakwa sudah memenuhi semua

unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam peraturan hukum pidana, akan tetapi

ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan pelaku tidak dipidana, atau

dikecualikan dari penjatuhan sanksi pidana. Dengan demikian alasan-alasan

penghapus pidana ini adalah alasan-alasan yang memungkinkan orang yang

melakukan perbuatan yang sebenarnya telah memenuhi rumusan delik, untuk

tidak dipidana, dan ini merupakan kewenangan yang diberikan undang-undang

kepada hakim. Berbeda halnya dengan alasan yang dapat menghapuskan tentang

penuntutan, alasan penghapus pidana itu diputuskan oleh hakim dengan

menyatakan bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan hapus atau kesalahan

pembuat tersebut hapus, karena ada ketentuan undang-undang dan hukum yang

membenarkan peraturan atau yang memaafkan pembuat. 11,12

15
Pembentuk undang-undang telah menetapkan sejumlah alasan penghapus

pidana umum dalam Buku I Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

KUHP sendiri tidak memberikan pengertian yang jelas tentang makna dari alasan

penghapus pidana itu. Di dalam KUHP, pada buku kesatu bab III terdapat

beberapa pasal yang mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan pemidanaan

terhadap seorang terdakwa. 11,12

Menurut sejarahnya yaitu melalui M.v.T (Memorie van Toelichting)

mengenai alasan penghapus pidana, menyebutkan apa yang disebut dengan

alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atau alasan-alasan

tidak dapat dipidananya seseorang. Hal ini berdasarkan dua alasan sebagai

berikut: 11,12

1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada

diri orang tersebut.

2. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak

diluar dari diri orang tersebut. Dari kedua alasan yang ada dalam MvT

(Memorie van Toelichting) tersebut, menimbulkan kesan bahwa pembuat

undang-undang dengan tegas merujuk pada penekanan tidak dapat

dipertanggungjawabkannya orang, tidak dapat dipidananya pelaku atau

pembuat, bukan tidak dapat dipidananya tindakan atau perbuatan.

Hal ini dipertegas lagi dalam Pasal 58 KUHP yang menyatakan bahwa

“keadaan diri yang menyebabkan penghapusan, pengurangan, atau penambahan

hukumannya hanya boleh dipertimbangkan terhadap yang mengenai diri orang

yang melakukan perbuatan itu atau diri si pelaku saja.” 11,12

16
Alasan penghapus pidana dapat dilihat dari sudut unsur-unsur delik delik,

yaitu unsur-unsur subjektif dan unsur objektif. Dari unsur subjektif, yaitu dari

dalam diri pribadi si pelaku itu sendiri, karena alasan penghapus pidana yang

merupakan alasan pemaaf adalah merupakan alasan yang menghapuskan

kesalahan dari si pelaku. Oleh karena hal ini menyangkut dari dalam diri pribadi

atau pelaku, maka alasan penghapus pidana ini termasuk alasan penghapus pidana

sebagai unsur subjektif. Sedangkan dari sudut unsur objektif, yaitu unsur yang

berada di luar diri pribadi pelaku yang menyangkut tentang perbuatan, yang

merupakan alasan pembenar. Dalam hal ini sifat melawan hukum perbuatan

pelaku yang dihapuskan. Oleh karena hal ini menyangkut keadaan di luar diri

pribadi pelaku, maka alasan penghapus pidana ini termasuk alasan penghapus

pidana sebagai unsur objektif. 11,12

Pembagian alasan penghapus pidana dengan cara memisahkan antara alasan

pemaaf dengan alasan pembenar ini juga dapat dilihat dari pandangan atau aliran

dualistis dalam hukum pidana yang berbeda dengan aliran atau pandangan

monistis. Menurut pandangan dualistis untuk adanya syarat-syarat penjatuhan

pidana terhadap pelaku diperlukan lebih dahulu pembuktian adanya perbuatan

pidana (sebagai unsur objektif), lalu sesudahnya itu dibuktikan kesalahan pelaku

(sebagai unsur subjektif). Kedua hal ini sama pentingnya untuk dijadikan hakim

sebagai dasar dalam menjatuhkan pidana.13,14

Penerapan alasan penghapus pidana dapat dilihat pada Putusan Mahkamah

Agung No.103 K/Pid/2012 dan Putusan Mahkamah Agung No. 1850 K/Pid/2006.

Pada Putusan Mahkamah Agung No. 103 K/Pid/2012 Benboy Ilala Bin

Usmanudin warga Dusun I Desa Pagar Dewa Kecamatan Lubai, Kabupaten

17
Muara Enim, didakwa melakukan pembunuhan sesuai dengan dakwaan Pasal 338

KUHP subsider Pasal 351 ayat (1) dan Pasal 351 ayat (2) KUHP. Pada kasus ini

Benboy Ilala Bin Usmanudin telah menghilangkan nyawa Yudi Efran Bin Man

Yuhardi dikarenakan berupaya menyelamatkan dirinya yang akan dibunuh korban

dengan menggunakan pedang. 13,14

Pada kasus ini Terdakwa Benboy Ilala dituntut JPU dengan 12 (dua belas)

tahun penjara karena telah melakukan pembunuhan terhadap Yudi Efran.7 Tidak

hanya itu Benboy Ilala didakwa telah melakukan penganiayaan terhadap Zahrobi

Marta. Dalam amar putusannya berbeda jauh dengan tuntutan yang diajukan JPU.

Hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana merampas nyawa orang lain. Akan tetapi perbuatan

tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa adanya alasan

pemaaf (noodweer exces). 13,14

Menurut doktrin hukum pidana, penyebab tidak dipidananya si pembuat

tersebut dibedakan dan dikelompokan menjadi dua dasar yaitu pertama alasan

pemaaf (schuiduitsluitingsgronden), yang bersifat subjektif dan melekat pada diri

orangnya, khususnya mengenal sikap batin sebelum atau pada saat akan berbuat,

dan kedua dasar pembenar (rechtsvaardingingsgronden), yang bersifat objektif

dan melekat pada perbuatannya atau hal-hal lain diluar batin si pembuat.15,16

Pada umumnya, pakar hukum memasukkan kedalam dasar pemaaf yaitu

sebagai berikut : 15,16

a. Ketidakmampuan bertanggungjawab

b. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas

c. Hal menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik.

18
Sementara itu, yang selebihnya masuk ke dalam dasar pembenar yaitu

sebagai berikut : 15,16

a. Adanya daya paksa

b. Adanya pembelaan terpaksa

c. Sebab menjalankan perintah undang-undang

d. Sebab menjalankan perintah jabatan yang sah.

Tidak dipidananya si pembuat karena alasan pemaaf walaupun perbuatannya

terbukti melanggar undang-undang, yang artinya perbuatannya itu tetap bersifat

melawan hukum, namun karena hilang atau hapusnya kesalahan pada diri si

pembuat, perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.

Contohnya orang gila memukul orang lain sampai luka berat, dia dimaafkan atas

perbuatannya itu. Berlainan dengan alasan pembenar, tidak dipidananya si

pembuat, karena perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan hukumnya

perbutan. Walaupun dalam kenyataannya perbuatan si pembuat telah memenuhi

unsur tidak pidana, tetapi karena hapusnya sifat melawan hukum pada perbuatan

itu, si pembuat tidak dapat dipidana. 15,16

Berkaitan dengan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf ini, maka

meskipun perbuatan seseorang itu telah memenuhi isi rumusan undang-undang

mengenai suatu perbuatan yang dapat dihukum, akan tetapi yang bersangkutan

tidak dihukum (dipidana). Alasan pembenar dan alasan pemaaf ini adalah

merupakan pembelaan dari pelaku terhadap tuntutan dari perbuatan pidana yang

telah dilakukannya. Sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung bagi terdakwa

dari ancaman hukuman.17,18

19
Putusan Mahkamah Agung No. 1850 K/Pid/2006, Terdakwa RICI

LUSIYANI Binti SUKRI pada hari Jumat tanggal 18 November sekitar pukul

24.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktulain dalam tahun 2005

bertempat di Perumahan Griya Yasa Blok D1/04 DesaPasirgadung, Kecamatan

Cikupa, Kabupaten Tangerang atau setidak-tidaknyadi tempat lain yang masih

termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tangerang, melakukan

penganiayaan terhadap korban Erlin Harliati yang mengakibatkan mati. Akan

tetapi perbuatan tersebut tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidananya

kepada terdakwa, dikarenakan Terdakwa terdapat gangguan jiwa berat yang

diistilahkan dalam kedokteran sebagai gangguan Psikotik Polimorfik Akut. 17,18

Menentukan pertanggungjawaban kriminal adalah wewenang hakim,

dengan memperhatikan pendapat ahli. Apabila selama persidangan terdakwa bisa

berkomunikasi dengan baik, maka hakim berpendapat bahwa mereka berada

dalam kondisi sehat jasmani dan rohani. Orang yang sehat jasmani dan rohani,

bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. 17,18

Menurut hemat peneliti akan lebih tepat jika hakim memasukkan unsur

terapi dalam hukumannya. Mereka tetap dijatuhi hukuman pidana, namun di

dalam tahap eksekusi harus disediakan fasilitas khusus, misalnya pengobatan

kejiwaan. Sebaliknya hukuman bermanfaat bagi Mungsri untuk memberikan efek

jera. Hukuman ini diharapkan efektif untuk Mungsri, sehingga di kemudian hari ia

mau mengubah cara berpikirnya dan mau mempertimbangkan dengan seksama

konsekuensi tindakannya. Demikian juga hukuman bermanfaat bagi Raga Bayu

agar ia bisa mendapatkan pendidikan dan pola asuh yang lebih baik. 17,18

20
Fletcher mengemukakan teori Pointless Punishment. Dalam teori ini ia

mengemukakan pendapatnya bahwa dalam hal pelakunya sakit jiwa, tidak ada

manfaatnya sama sekali untuk menghukum dan menjatuhkan pidana terhadap

pelaku yang tidak menyadari dan tidak dapat mencegah perbuatan yang

dilakukannya. 17,18

Saat ini mulai berkembang kesadaran mengenai hak-hak pasien, integrasi

ODGJ ke dalam masyarakat, pengurangan durasi hospitalisasi, pengurangan

jumlah tempat tidur rumah sakit jiwa, dan lebih banyak pelayanan rawat jalan. 25

ODGJ mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa sesuai

dengan standar pelayanan kesehatan jiwa dan mendapatkan lingkungan yang

kondusif bagi perkembangan jiwa. 17,18

Dalam peradilan di Indonesia tidak pernah ada standar yang seragam dalam

menentukan kompetensi bertanggung jawab ODGJ. Demikian juga dalam sistem

common law, tidak ada standar yang sama untuk menentukan kompetensi mental

seseorang. 17,18

21
BAB III

KESIMPULAN

Hampir semua gangguan jiwa dapat berhubungan dengan perilaku kriminal,

karena gangguan jiwa mengganggu fungsi pertimbangan (judgement) dan

menyebabkan penderitanya melanggar norma sosial;

Menentukan pertanggungjawaban kriminal adalah wewenang hakim,

dengan memperhatikan saran dari ahli. Hukum di Indonesia tampaknya memiliki

aturan dikotomi mengenai pertanggungjawaban ODGJ, yakni bertanggung jawab

penuh atau tidak bertanggung jawab sama sekali.Dalam hal ini tidak bisa dibuat

satu formulasi pertanggungjawaban yang sama untuk semua kasus, melainkan

harus dilakukan telaah per kasus;

Dalam memutus perkara kriminal yang dilakukan oleh ODGJ terdapat

kecenderungan bahwa pertama, hakim tidak mengganggap gangguan jiwa sebagai

hal yang meringankan, sebagaimana penyakit fisik dianggap sebagai hal yang

meringankan. Kedua, hakim tidak memasukkan unsur terapi dalam putusan

perkara kriminal ODGJ.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B, Sadock V. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of

Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2017

2. Allen, Michael J, 1991, Criminal Law, Blackstone press, London.

3. Amir, Nurmiati, 2010, Gangguan Bipolar, dalam Buku Ajar Psikiatri, FKUI,

Jakarta.

4. Atkinson, Rita L, Richard C. Atkinson, & Ernest R. Hilgard, 2003,

Pengantar Psikologi jilid I, Erlangga, Jakarta

5. Bartol, Curt R & Anne M Bartol, 2008, Criminal Behavior: A Psychosocial

Approach, Pearson Education Inc, New Jersey, United State.

6. Christopher, Paul P, Patrick J. McCabe, & William H. Fisher, 2012,

Prevalence of Involvement In The Criminal Justice System During Severe

Mania and Associated Symptomatology, Psychiatric Service, 63 (1),

7. Constanzo, Mark, 2008, Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

8. Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

9. Hamdan, 2012, Alasan Penghapus Pidana (Teori dan Studi Kasus), Refika

Aditama, Bandung.

10. Lumbantobing, S.M, 2006, Anak dengan Mental Terbelakang, FKUI,

Jakarta.

11. Mangindaan, Lukas, 2010, Diagnosis Psikiatri, dalam Buku Ajar Psikiatri,

FKUI, Jakarta. Maramis, WF dan AA

23
12. Maramis, 2009, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,

Surabaya.

13. Melamed, Yuval, 2010, Mentally Ill Persons Who Commit Crimes:

Punishment or Treatment?, The Journal of the American Academy of

Psychiatry and the Law, 38 (1).

14. Merckelbach, Harald, Grant J. Devilly, Eric Rassin, 2002, Alters in

Dissociative Identity Disorder Metaphores ot genuine entities?, Clinical

Psychology Review 22.

15. Meynen, Gerben, 2010, Free Will and Mental Disorder: Exploring the

Relationship, Theor Med Bioeth, Vol 31.

16. Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

17. Rigio, Silvanna, 2009, Behavioral Manifestations of Frontal Lobe Seizures,

CNS Spectrum 4 : 2.

18. Simon, Robert L, 2005, Clinical-Legal Issues in Psychiatry, dalam Kaplan

and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, Lippincolt Williams

& Wilkins, USA

24

Вам также может понравиться

  • Kumpulan Jurnal - Referat
    Kumpulan Jurnal - Referat
    Документ2 страницы
    Kumpulan Jurnal - Referat
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Kumpulan Jurnal - Referat
    Kumpulan Jurnal - Referat
    Документ2 страницы
    Kumpulan Jurnal - Referat
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Referat - Evan
    Referat - Evan
    Документ27 страниц
    Referat - Evan
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Paper - Evan
    Paper - Evan
    Документ20 страниц
    Paper - Evan
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Dfsfs
    Dfsfs
    Документ31 страница
    Dfsfs
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Paper - Nizra
    Paper - Nizra
    Документ25 страниц
    Paper - Nizra
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Kumpulan Jurnal - Evelin
    Kumpulan Jurnal - Evelin
    Документ2 страницы
    Kumpulan Jurnal - Evelin
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Gangguan Somatisasi: Kumpulan Jurnal Referat
    Gangguan Somatisasi: Kumpulan Jurnal Referat
    Документ2 страницы
    Gangguan Somatisasi: Kumpulan Jurnal Referat
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Sdad
    Sdad
    Документ28 страниц
    Sdad
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Dental anxiety in patients with intellectual disabilities
    Dental anxiety in patients with intellectual disabilities
    Документ11 страниц
    Dental anxiety in patients with intellectual disabilities
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Translate Kaplan 2113-2122 - Evan
    Translate Kaplan 2113-2122 - Evan
    Документ33 страницы
    Translate Kaplan 2113-2122 - Evan
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Kumpulan Jurnal - Evan
    Kumpulan Jurnal - Evan
    Документ2 страницы
    Kumpulan Jurnal - Evan
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Paper - Novel
    Paper - Novel
    Документ7 страниц
    Paper - Novel
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Kumpulan Jurnal - Rivan
    Kumpulan Jurnal - Rivan
    Документ2 страницы
    Kumpulan Jurnal - Rivan
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Journal Reading - Kevin
    Journal Reading - Kevin
    Документ9 страниц
    Journal Reading - Kevin
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Kumpulan Jurnal - Stefhany
    Kumpulan Jurnal - Stefhany
    Документ2 страницы
    Kumpulan Jurnal - Stefhany
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Kumpulan Jurnal - Raend
    Kumpulan Jurnal - Raend
    Документ2 страницы
    Kumpulan Jurnal - Raend
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Paper - Ivan
    Paper - Ivan
    Документ7 страниц
    Paper - Ivan
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Journal Reading - Raendq
    Journal Reading - Raendq
    Документ10 страниц
    Journal Reading - Raendq
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • GANGGUAN DISMORFIK TUBUH
    GANGGUAN DISMORFIK TUBUH
    Документ27 страниц
    GANGGUAN DISMORFIK TUBUH
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Tanggal Topik/Kasus
    Tanggal Topik/Kasus
    Документ1 страница
    Tanggal Topik/Kasus
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Translate Kaplan 2223-2232
    Translate Kaplan 2223-2232
    Документ34 страницы
    Translate Kaplan 2223-2232
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • 272 16416 1 PBNKJKJK
    272 16416 1 PBNKJKJK
    Документ13 страниц
    272 16416 1 PBNKJKJK
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Menurut Hassan
    Menurut Hassan
    Документ1 страница
    Menurut Hassan
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Laporan Tutorial Skenario 1
    Laporan Tutorial Skenario 1
    Документ9 страниц
    Laporan Tutorial Skenario 1
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Paper - Ibu Single Parent
    Paper - Ibu Single Parent
    Документ28 страниц
    Paper - Ibu Single Parent
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Laporan Tutorial Skenario 1lkl
    Laporan Tutorial Skenario 1lkl
    Документ2 страницы
    Laporan Tutorial Skenario 1lkl
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • Journal Reading - Marshall
    Journal Reading - Marshall
    Документ9 страниц
    Journal Reading - Marshall
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет
  • WAWANCARA PSIKIATRI - LAPKASjj
    WAWANCARA PSIKIATRI - LAPKASjj
    Документ11 страниц
    WAWANCARA PSIKIATRI - LAPKASjj
    yeremias setyawan
    Оценок пока нет