Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Definisi
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk
dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus
peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal,
tergantung pada lokasinya. (Bruner and Suddart, 2001).
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap
sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus
peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah
asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada
mukosa, submukosa dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari
traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang
cukup mengandung HCL. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat
pada bagian bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum bagian atas (first
portion of the duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum, yaitu
penderita yang mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).
Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak
ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa
sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung. Ulkus
gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang lengkung atas
lambung.
Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus
marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke
usus.
Ulkus peptikum adalah suatu penyakit dengan adanya lubang yang
terbentuk pada dinding mukosa lambung, pilorus, duodenum atau esophagus.
B. Etiologi
Bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor
penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI
yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Faktor predisposisinya
menurut beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak
diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang
yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi, masih
tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor
predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada
individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan
golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga
dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat
antiinflamasi non steroid(NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan
dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini
meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang
berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas- sindrom zolinger-
ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan
kondisi penuh stress. (Bruner and Suddart, 2001)
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara
selresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa
gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum. (Arif
Mutaqqin,2011)
Penyebab khususnya diantaranya :
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien
ulkus peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa
lambung, dan bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali
pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali
bila kuman diberantas dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi,
bakteri mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik dengan
kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan
melepaskan enzim – enzim pencernaan yang mencairkan sawar.
Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung
dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan mencernakan epitel,
bahkan juga jaringan – jaringan di sekitarnya. Keadaai ini menuju kepada
kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian
awal duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal,
bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari
peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan
pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum
mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik
seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti
indometasin, ibuprofen, asam salisilat mempunyai efek penghambatan
siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel lambung dan duodenum.
Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga
memperlemah perlindungan mukosa (Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat
ini adalah merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel
mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga
akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stres fisik
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat
(Lewis, 2000). Bila kondisi stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel
akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebh parah.
5. Refluks usus lambung
Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim
pancreas yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi
predisposisi kerusakan epitel mukosa.
C. PATWAYS
Penghancuran sel
mukosa,iritasi mukosa
Peningkatan Peningkatan
Peningkatan asam
pepsinogen menjadi histamin
pepsin
Nyeri
Perangsangan kolinergik
Tindakan tdk
Penghancuran kapiler dan vena kecil adekuat
Kerusakan
jaringan
Tukak
Luka,laserasi
Cemas
Kurang pengetahuan
Perdarahan
D. Patofisiologi
Getah lambung murni mampu mencernakan semua jaringan hidup. Dua
faktor yang melindungi lambung dari autodigesti adalah mukus lambung dan sawar
epitel.
Menurut teori dua-komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus
lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap autodigesti.
Lapisan tersebut memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan kimia. Obat
antiradang (NSAID), termasuk aspirin, menyebabkan perubahan kualitatif mukus
lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin
terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam mukus gastrik dan berperan penting
dalam pertahanan mukosa lambung.
Sebenarnya sifat dari sawar ini tidak diketahui, namun agaknya melibatkan
peran lapisan mukus, lumen sel epitel toraks, dan persambungan pada apeks dari sel-
sel ini. Dalam keadaan normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi balik
H+ dari lumen kedalam darah, walaupun terdapat selisih konsentrasi yang besar (pH
asam lambung 1 vesus pH darah 7,4).
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam
klorida dengan akibat kerusakan jaringan, khususnya pembuluh darah. Histamin
dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan
permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan sejumlah besar
plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragia
interstisial dan perdarahan. Sawar mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan
vagus atau atropin, tetapi difusi balik dipengaruhi oleh gastrin.
Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih peka difusi balik dari fundus
sehingga tukak lambung sering terjadi pada daerah ini. Diduga kadar asam yang
rendah pada analisis lambung pada penderita tukak lambung adalah akibat
meningkatnya difusi balik, bukan karena berkurangnya produksi.
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap tukak peptik diduga merupakan
fungsi kelenjar Brunner (terletak pada dinding usus). Kelenjar ini menghasilkan
sekret mukoid yang sangat alkali (pH 8) dan kental, untuk menetralkan kimus yang
asam. Penderita tukak duodenum sering mengalami sekresi asam berlebihan.
Mekanisme pertahanan mukosa normal menjadi terkalahkan. Faktor penurunan daya
tahan jaringan juga diimplikasikan baik pada tukak duodenum, walaupun lebih
penting pada tukak lambung. Selain sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan
juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel-sel epitel.
Kegagalan mekanisme ini juga memegang peranan dalam patogenesis tukak peptik.
Diduga bahwa obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol, indometasin,
fenilbutazon, dan kortikosteroid mempunyai efek langsung terhadap mukosa
lambung dan menimbulkan tukak yang diakibatkan rusaknya salah satu sawar
pelindung lambung. Obat-obatan lain, seperti kafein, akan meningkatkan
pembentukan asam.
Teori psikosomatis mengemukakan bahwa konflik jiwa dan kecemasan yang
lama dapat meningkatkan sekresi lambung atau merusak mekanisme homeostasis
mukosa sebagai akibat perangsangan vagus.
Terdapat bukti yang cukup besar bahwa sanak keluarga pasien ulkus
lambung mempunyai peningkatan prevalensi tiga kali lipat untuk ulkus lambung
tetapi tidak untuk ulkus lambung. Demikian pula sanak keluarga pasien ulkus
duodenum mempunyai peningkatan tiga kali lipat untuk timbulnya ulkus duodenum
tetapi tidak untuk ulkus lambung.
Individu dengan golongan darah O, 35% lebih peka terhadap tukak
duodenum. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik ikut memegang peranan.
Ulkus lambung secara bermakna lebih sering pada orang-orang dengan golongan
darah A.
Ada beberapa penyakit disertai dengan pembentukan tukak peptik, yaitu
sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronik,
hiperparatiroidisme, dan sindrom Zollinger-Ellison.
Fungsi sfingter yang abnormal mengakibatkan refluks empedu dan dianggap
merupakan mekanisme patogenetik timbulnya tukak lambung. Empedu mengganggu
sawar mukosa lambung, menyebabkan gastritis dan peningkatan kepekaan terhadap
pembentukan tukak. Mukosa yang rusak akhirnya mengalami erosi dan dicernakan
oleh asam dan pepsin.
Belakangan ini bukti-bukti menunjukkan bahwa bakteri Helicobacter pylori
(dahulu disebut Campylobacter pylori), merupakan agen penyebab dari tukak peptik.
Kolonisasi bakteri ini ditemukan pada sejumlah besar penderita yang mengalami
tukak duodenum atau lambung, serta gastritis akut maupun kronik. Organisme ini
melekat pada epitel lambung dan merusak lapisan mukosa pelindung dan
meninggalkan daerah-daerah epitel yang rusak, (McGuigan, 1991; Rathbone, 1986).
Kebanyakan tukak peptik terjadi menghilir dari sumber sekresi asam. Lebih
dari 90% tukak duodenum terletak pada dinding anterior atau posterior bagian
pertama duodenum, 2 cm dari cincin pilorus. Walaupun tukak lambung dapat terjadi
disembarang tempat, namun 90% terletak sepanjang kurvatura minor dan daerah
kelenjar pilorus.
Tukak stres dibagi dalam dua kelompok berdasarkan kemungkinan
mekanismenya. Tukak cushing dihubungkan dengan cedera otak yang berat ditandai
oleh hiperasiditas yang nyata, yang mungkin diperantarai oleh perangsangan vagus
(cedera otak → stimulasi vagus → hiperasiditas → tukak peptik akut). Sebaliknya
tukak stres yang dihubungkan dengan stres syok, sepsis, luka bakar, dan obat-obatan
tidak ditandai oleh hipersekresi lambung. Penelitian Silen dan Skillman (1974)
mengarah pada gangguan fungsi sawar mukosa lambung, khususnya dengan adanya
iskemia akibat perfusi vaskular yang jelek.
Walaupun tukak duodenum hampir tidak pernah ganas, sekitar 7% tukak lambung
dapat berubah menjadi karsinoma lambung. Umumnya tukak ganas mempunyai
dasar tukak nekrotik dan tidak beraturan, sedangkan tukak jinak mempunyai dasar
yang halus, bersih dengan batas-batas yang jelas.
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering
tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala
ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya
manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti
tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal
ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan
duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf
yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan
menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung
telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri
tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan
lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah.
Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar
pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai
eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien
kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran
mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah
dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat
yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga
datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi
mereka menunjukkan gejala setelahnya. (Bruner and Suddart, 2001)
F. Penatalaksanaan dan Pencegahan
Sasaran penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi
keasaman lambung. Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman
lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan intervensi
pembedahan.
Penurunan Stres dan Istirahat. Pasien memerlukan bantuan dalam
mengidentifikasi situasi yang penuh stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-
buru dan jadwa tidak teratur dapat memperberat gejala dan mempengaruhi
keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam lingkungan yang rileks. Selain
itu dalam upaya mengurangi stres, pasien juga mendapat keuntungan dari periode
istirahat teratur selama sehari, sedikitnya selama fase akut penyakit.
Penghentian Merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok
menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya,
keasaman duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok. Penelitian
menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat menghabat secara bermakna
perbaikan ulkus. Oleh karena itu, pasien sangat dianjurkan untuk berhenti
merokok.
Modifikasi Diet. Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk
menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini
dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrem dan stimulasi
berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu, upaya dibuat untuk
menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
Obat-obatan. Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam
pengobatan ulkus mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H₂),
yang menurunkan sekresi asam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga
menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa dari
asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau kombinasi
antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.
Intervensi Bedah. Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan
ulkus yang tidak sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu
pengobatan medis), hemoragi yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi.
Prosedur pembedahan mencakup vagotomi, vagotomi dengan piloroplasti, atau
Biilroth I atau II.
Pencegahan :
1. Primer
Pola hidup sehat dan istirahat yang cukup, menghindari stres berlebihan
2. Sekunder
a. Penurunan stres dan istirahat
b. Berhenti merokok
c. Modifikasi diet
d. Obat-obatan antagonis reseptor histamin untuk menurunkan sekresi
asam dalam lambung; inhibitor pompa proton, agen sitoprotektif, yang
melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID; antasida;
antikolinergis, yang menghambat sekresi asam; kombinasi
antibiotikdengan garam bismut yang menekan bakteri H. Pylori.
3. Tersier
Pasien dianjurkan untuk mematuhi program medikasi untuk menjamin
penyembuhan ulkus dengan sempurna.
G. Pemeriksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus.
Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker
lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.
1. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada
pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk
keperluan biopsy.
Keuntungan dari endoskopi:
a. Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam
duodenum dan dinding belakang lambung dibandingkan dengan
pemeriksaan rontgen.
b. Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan
lambung.
c. Bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga
disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika
ulkus tidak dapat ditemukan dengan endoskopi.
Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung
dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah
asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau
sebelum dilakukannya pembedahan.
Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis
darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan
darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
H. Komplikasi
1. Kadang-kadang suatu ulkus menembus seluruh lapisan mukosa sehingga
terjadi perforasi usus, karena isi usus tidak steril, hal ini dapat
menyebabkan infeksi rongga abdomen. Nyeri pada perforasi sangat hebat
dan menyebar. Nyeri ini tidak hilang dengan makan atau antasida.
2. Obstruksi lumen saluran GI dapat terjadi akibat episode cidera,
peradangan dan pembentukan jaringan perut yang berulang-ulang.
Obstruksi paling sering terjadi di saluran sempit antara lambung dan usus
halus ada di pylorus (Sfingter di lokasi ini).
3. Dapat terjadi perdarahan apabila ulkus menyebabkan erosi suatu arteri
atau vena di usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah
darah) atau melena (keluarnya darah saluran GI atas melalui tinja).
Apabila perdarahannya hebat dan mendadak, maka dapat timbul gejala-
gejala syok. Apabila perdarahannya lambat dan samar maka dapat terjadi
anemia hipokronik mikrosisik.