Вы находитесь на странице: 1из 8

1.

KROMIUM
a. Definisi
Kromium atau dikenal dengan logam Cr merupakan salah satu logam
mineral yang keberadaannya terkandung dalam lapisan bumi. Kromium adalah
elemen yang secara alamiah ditemukan dalam konsentrasi yang rendah di batuan,
hewan, tanaman, tanah, debu vulkanik dan juga gas. Logam Cr sering ditemukan
dalam bentuk persenyawaan padat/mineral dengan unsur-unsur yang lain. Kata
kromium berasal dari kata Yunani “Chroma” yang berarti warna. Kromium
ditemukan pertama kali oleh Vagueline pada tahun 1997.
Krom (Cr) di alam berada pada valensi 3 (Cr3+) dan valensi 6 (Cr6+). Cr6+
lebih toksik dibandingkan dengan Cr3+, karena sifatnya yang berdaya larut dan
mobilitas tinggi di lingkungan (Rahman et al., 2007). Melalui rantai makanan
Kromium dapat terdeposit pada bagian tubuh makhluk hidup yang pada suatu
ukuran tertentu dapat menyebabkan racun (Mulyani, 2004).
Kromium tidak larut dalam air dan asam nitrat, tetapi larut dalam asam
sulfat encer dan asam klorida. Kromium juga tidak dapat bercampur dengan basa,
halogen, peroksida, dan logam. Kromium harus dihindarkan dari panas api,
percikan api dan sumber-sumber yang dapat menyebabkan kebakaran (Vogel,
1985).
b. Gejala
Banyak sekali gejala dan tanda tanda keracunan yang mirip dengan gejala
atau tanda dari suatu penyakit, seperti kejang, stroke dan reaksi insulin. Seseorang
yang telah mengalami keracunan kadang dapat diketahui dengan adanya gejala
keracunan. Gejala keracunan tersebut secara umum dapat berupa gejala non
spesipik dan spesipik, namun kadang-kadang sulit untuk menentukan adanya
keracunan hanya dengan melihat gejala-gejala saja. Perlu dilakukan tindakan
untuk memastikan telah terjadi keracunan dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium. Pemerikasaan laboratorium ini dapat dilakukan melalui
pemeriksaan periodik urin, tinja, darah, kuku, rambut dan lain lain. Bila dicurigai
telah terjadi keracunan maka perlu diidentifikasi tanda dan gejala yang muncul
seperti tersebut dibawah ini :
a. Luka bakar atau kemerahan di sekitar mulut dan bibir yang mungkin
akibat menelan bahan kimia korosif.
b. Bau napas seperti bau bahan kimia, contoh bensin, minyak tanah dan cat.
c. Adanya bercak atau bau bahan pada tubuh korban, baik pada pakaian atau
pada furnitur, pada lantai atau objek disekitar korban.
d. Tempat obat yang telah kosong atau adanya tablet/pil yang berserakan
e. Muntah, mulut berbuih, sulit bernapas, rasa kantuk yang berat,
kebingungan atau gejala lain yang tidak diharapkan.
Bahaya kesehatan yang berkaitan dengan kromium bergantung pada
keadaan oksidasi. Bentuk logam (krom sebagaimana yang ada dalam produk ini)
adalah toksisitas rendah. Bentuky ang hexavalent beracun. Efek samping dari
bentuk hexavalent pada kulit mungkin termasuk dermatitis, dan reaksi alergi kulit.
Gejala pernafasan termasuk batuk, sesak napas, dan hidung gatal.
c. Industri
Kromium digunakan untuk pada industri :
1. Industri metaluragi
2. Industri bahan kimia
3. Industri bahan penahan panas
4. Industri tekstil dimulai dari industri pembuatan benang, peintalan
industri pembuatan kain (pertenunan dan perajutan), industri
penyempurnaan (finishing) hingga industri pakaian jadi
Pekerjaan yang berisiko terpajan Cr antara lain Pekerja pembuatan pewarna
chromium, Pekerja penyamak kulit, Pekerja pelapis chromium (perhiasan, velg
dan meubelair,dll) Pekerja Bengkel mobil dan motor, Tukang cat semprot dengan
pewarna chromium, Pekerja yang menggunakan semen Teknisi fotografi, Pekerja
laundry bagian cuci, Penggunaan tinta pada percetakan, dll.
d. Dosis Toksik
Efek keracunan terendah pada pemberian kromium dengan dosis 1500
mg/kg melalui oral (mulut), keracunan tingkat menengah terjadi pada dosis
sebesar 200–300 mg/kg melalui injeksi pada kulit, dan keracunan tertinggi terjadi
pada dosis sebesar 10–50 mg/kg melalui pemberian langkung pada sub kulit.
e. Pencegahan
Untuk mengurangi pencemaran Cr, lakukan beberapa hal berikut :
1. Maksimalkan ekstraksi secara efisien, Cr dari Kromit dan
meminimalisi limbah Cr
2. Menerapkan tekonologi hemat penggunaan bahan baku Cr
3. Mengurangi limbah cr serta tidak mendaur ulang limbah Cr sehingga
pencegahan pencemaran Cr akan memberikan keuntungan, antara
lain meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya produksi dan
keamanan pekerja serta meningkatkan perlindungan lingkungan
(State of Ohio Environmental protection Agency ; 2002).
4. Menghindarkan anak-anak bermain tanah yang tercemar limbah
5. Mengurangi konsumsi suplemen Cr secara berlebihan
6. Mengetahui kada Cr pada rambut, urin dan darah guna mengetahui
apakah kadar Cr telah melampaui batas aman atau telah
mengontaminasi
7. Menghindari makan yang kotor dan tidak higienis dan mencuci
tangan sebelum makan.
Pencegahan dan penanggulangan pencemaran Cr untuk industri bisa
dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu :
1. Substitusi bahan baku Cr
2. Pengembangan proses industri dengan mengurangi penggunaan
bahan baku Cr dan mengurangi limbah Cr.
3. Manajemen program pengendalian sumber bahaya yang berupa
perencanaan, organisasi, kontrol, peralatan.
4. Penggunaan alat pelindung diri seperti masker, kaca mata pengaman,
pakaian khusus, krim kulit, sepatu kerja, dan sebagainya.
5. Ventilasi yang baik.
6. Maintenance, yaitu pemeliharaan yang baik dalam proses produksi,
control.
7. Membuat label dan tanda peringatan terhadap sumber bahaya.
8. Penyempurnaan produksi :
9. Mengeleminasi sumber bahaya dalam proses produksi.
10. Mendesain produksi berdasarkan keselamatan dan kesehatan kerja.
11. Pengendalian / peniadaan debu, dengan memasang alat penyerap
debu disetiap tahap produksi yang menghasilkan debu.
12. Ruang isolasi, yaitu proses kerja yang berbahaya harus terpisah dari
ruangan lainnya.
13. Operasional praktis :
14. Inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja
15. Evaluasi dan analisis keselamatan dan kesehatan kerja
16. Kontrol administrasi, berupa administrasi kerja yang sehat,
pengurangan jam pamaparan pada pekerja industri.
17. Pendidikan, yaitu pendidikan kesehatan atau job training masalah
penanganan bahan kimia beracun.
18. Monitoring lingkungan kerja.
19. Pemeriksaan kesehatan awal, periodik, khusus dan screening serta
monitoring biologis ( darah, tinja, urine dan lainnya ).
20. Sanitasi dan higiene dalam hal higiene perorangan, kamar mandi,
pakaian, fasilitas kesehatan, desinfektan dan sebagainya.
21. Eleminasi, pemindahan sumber bahaya.
f. Pengobatan
Secara umum dalam melakukan penanganan terhadap keracunan di industri
kerja ada tiga metode yaitu penanganan secara fisik, klinis dan rehabilitatif.
 Penanganan secara Fisik
Jika tidak ada tenaga medis di tempat maka tindakan pada kasus keracunan
yaitu sebagai berikut :
1. Bila zat terkena kulit maka cucilah segera dengan sabun dan air yang
banyak (mengalir). Jika kena mata maka gunakan air saja tanpa sabun
atau zat pembersih lainnya.
2. Jika penderita tidak bernapas dan badannya masih hangat maka lakukan
pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas sendiri.
3. ila tanda-tanda penyebab menunjukkan keracunan insektisida maka tidak
di benarkan meniup ke dalam mulut penderita.
4. Jika racun tertelan dalam batas 4 jam, cobalah dimuntahkan dengan
catatan si penderita sadar dengan mengorek-ngorek tenggorokannya
(jangan sampai melukai).
5. Bila sadar penderita diberikan norit yang dihaluskan sebanyak 40 tablet di
larutkan dalam air minum secukupnya.
6. Simpanlah muntahan dan urin (jika dapat ditampung) untuk pemeriksaan
selanjutnya.
7. Jika penderita kejang maka letakkan dalam sikap enak dan lepas semua
pakaiannya. Menahan otot lengan dan tungkai tidak boleh terlalu keras
dan di antara gigi perlu diletakkan benda yang tidak keras supaya
lidahnya tidak tergigit.
8. Jika penderita mengalami koma maka periksalah apakan masih bernapas
teratur sekitar 20 kali dalam semenit. Jika tidak bernapas beri napas
buatan lalu beri rangsangan dengan cara mencubit ringan atau menggosok
kepalan tangan di atas tulang dada. Jika penderita muntah segera
telungkupkan dia supaya muntahannya tidak terhirup dalam paru-paru.
 Penanganan secara Klinis
Penanganan secara klinis adalah penangana yang memakai obat-obatan.
Penangana ini merupakan tindaka lanjut yang dilakukan setelah penanganan
secara fisik. Fungsinya yaitu untuk menstabilkan keadaan korban yang diikuti
pengeluaran racun dari perut.
 Penanganan secara Rehabilitasi
Penanganan ini yaitu perawatan yang diberikan kepada korban keracunan
pasca pengobatan klinis. Walaupun penanganan fisik dan obat – obatan telah
diberikan maka perlu adanya perawatan supaya kondisi tubuh korbandapat
kembali stabil dan membaik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan yaitu sebagai
berikut :
1. Mengkonsumsi makanan yangsehat dan bergizi
Dengan begitu asupan zat gizi tubuh dapat terpenuhi yang berdampak
positif terhadap daya tahan tubuhnya. Katahanan tubuh yang tinggi sangat
dibutuhkan untuk perlindungan dari serangan zat racun yang dapat mengganggu
kestabilan sistem organ tubuh.
2. Istirahat yang cukup
Hal ini dilakukan karena saat keracunan organ dalam tubuh bekerja sangat
keras untuk menolak zat asing (racun) yang masuk karena metabolisme tubuh
terganggu.
3. Pemantauan berkala
Ini merupakan tugas utama petugas kesehatan karena korban butuh
perhatian dalam pemulihan kondisinya. Selain itu petugas juga harus memberikan
informasi tentang bahaya bahan-bahan toksik dalam lingkungan kerja sehingga
keracunan dapat dihindari.
2. MANGAN
a. Definisi
Suatu logam rapuh berwarna kelabu keputihan, yang digunakan untuk
memproduksi baja dan juga merupakan campuran dalam pembuatan aloy dengan
aluminium, tembaga,magnesium dan besi karena kemampuannya untuk
memperkeras dan memperkuat logam-logam tersebut.
b. Gejala
Toksisitas kronis menunjukan gejala gangguan kejiwaan, gangguan
iritabilitas, sulit berjalan, gangguan berbicara, kompulsif sikap berlari, bernyanyi,
bertengkar dan berlanjut dengan menunjukan gejala maslike face, retropulsi dan
propulsi serta menunjukkan gejala mirip Parkinson. Serta gangguan system syaraf
pusat, sirosis hati, kelelahan, ketiduran, gangguan emosi, kaki kaku dank ram,
paralisis, jalan sempoyongan, pneumonia, dan infeksi saluran pernafasan bagian
atas.
c. Industri
Pekerja yang berisiko terpajan mangan yaitu :
 Pekerja tambang Mangan,
 Pekerja pabrik baterai
 Pekerja pabrik kimia
 Pekerja industri elektronik
 Pekerja peleburan baja
 Pekerja pada industri yang memakai bahan bakar yang mengandung
MMT (methylcyclopentadienil manganese tricarbonil) sebagai anti
"Knocking Agent"
 Pekerja pengelasan (welder)
 Pekerja keramik dan persolen
 Pekerja yang menggunakan pestisida
d. Efek Toksik
Mn dalam dosis tinggi bersifat toksik. Paparan Mn dalam debu atau asap
maupun gas tidak boleh melebihi 5 mg/m3 karena dalam waktu singkat hal itu
akan meningkatkan toksisitas. Hasil uji coba menunjukkan bahwa paparan Mn
lewat inhalansi pada hewan uji tikus bisa mengakibatkan toksisitas pada system
syaraf pusat. Paparan per oral Mn menunjukkan toksisitas yang rendah
dibandingkan mikro unsur lain sehingga sangat sedikit dilaporkan kasus toksisitas
Mn per oral pada manusia.
Toksisitas paparan kronis biasanya terjadi melalui inhalasi di daerah
penambangan, peleburan logam dan industri yang membuang limbah Mn.
Toksisitas kronis paparan lewat inhalasi Mn-dioksida dengan waktu paparan lebih
dari 2 tahun bisa menyebabkan gangguan system syaraf.
e. Pencegahan
1. Penggunaan alat pelindung diri berupa masker yang dilengkapi dengan
cartridge yang sesuai
2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan khusus.
f. Pengobatan
Pemberian L-dopa kepada penderita toksisitas kronis Mn dengan gejala
mirip Parkinson lebih efektif dibandingkan pemberian L-dopa kepada penderita
Parkinson. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian L-dopa pada hewan uji yang
diberi Mn secara inhalasi maupun intraperitonial menunjukkan hasil yang baik
dan dapat mengurangi gejala Parkinson. Hewan uji kera yang diberi Mn secara
intraperitonia, lalu diberi dopamin dan serotonin yang menunjukkan gejala
berkurangnya toksisitas Mn (Klassen et al.,1986)
Daftar Pustaka
Hudoyo, Kuwat Sri, dkk. 2012. Penyakit Akibat Kerja karena Pajanan Logam
Berat. Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1108105003-3-BAB%20II.pdf
Kristianto, Sonny, dkk. 2017. Analisis Logam Berat Kromium (Cr) Pada Kali
Pelayaran Sebagai Bentuk Upaya Penanggulang Pencemaran Lingkungan
Di Wilayah Sidoarjo. Jurnal Biota. 3 (2)
Setiyono, Andik dan Gustaman, Rian A. 2017. Pengendalian Kromium (Cr)
yang Terdapat Di Limbah Batik dengan Metode
Fitoremediasi. Unnes Journal of Public Health. 6 (3)
Wulaningtyas, Febry A. 2018. Karakteristik Pekerja Kaitannya dengan
Kandungan Kromium dalam Urine Pekerja di Industri Kerupuk Rambak X
Magetan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 10 (1)

Вам также может понравиться