Вы находитесь на странице: 1из 5

EBT INDONESIA VS NORWEGIA

Latar Belakang EBT di Indonesia

Hal yang melatarbelakangi Indonesia menggencarkan EBT akhir-akhir ini adalah


menyusul disetujuinya Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang salah satu isinya adalah janji
pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030. Akibat
hal tersebut, pemerintah Indonesia menargetkan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam negeri
sebesar 23 persen pada tahun 2025.

Selain itu, pemerintah juga mencanangkan program kelistrikan 35000 MW. Dengan
adanya EBT juga dapat membantu mewujudkan program tersebut.

Kondisi EBT di Indonesia

Pemanfaatan EBT di Indonesia masih belum maksimal. Berdasarkan data Kementerian


ESDM, bauran pemanfaatan sumber energi per tahun 2015 masih dikuasai oleh energi fosi dimana
sumber energi minyak bumi masih menjadi tumpuan utama masyarakat Indonesia yang mencapai
43 persen dan diiikuti energi batubara sebesar 28 persen serta gas bumi 22 persen. Sedangkan
penggunaan EBT baru mencapai 6,2 persen.

Dalam beberapa tahun ke depan, pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan
pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) akan digencarkan. Untuk daerah terisolasi,
pemerintah akan menyediakan akses terhadap energi modern, khususnya pembangunan energi
perdesaan dengan mikrohidro, tenaga surya, biomassa, dan biogas. Targetnya, pemanfaatan EBT
sebesar 23 persen akan rampung pada 2025.

Kondisi EBT di Norwegia

Norwegia adalah produsen yang cukup besar berkaitan dengan energi terbarukan karena
pembangkit listrik tenaga air. Lebih dari 99% produksi listrik di Norwegia berasal dari pembangkit
listrik tenaga air. Total produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air sebesar 135,3 TWh pada
tahun 2007. Ada juga potensi besar dalam tenaga angin, tenaga angin lepas pantai dan kekuatan
gelombang, serta produksi bio-energi dari kayu. Norwegia memiliki sumber daya terbatas dalam
energi matahari, tetapi merupakan salah satu produsen solar grade silicon dan silicon solar cells
terbesar di dunia.

Saat ini, Indonesia sedang bekerjasama dalam pengembangan tenaga air sebagai energi.
Norwegia memiliki kemampuan untuk memproduksi mesin-mesin pembangkit listrik berbasis
energi baru terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga bayu, air dan matahari. Indonesia
mengundang mereka untuk menginvestasikan dana mereka di sektor EBT, khususnya yang
berbasis tenaga air, solar, angin dan waste to energy.

Masalah Penerapan EBT di Indonesia

Kementerian ESDM mencatat capaian investasi sektor EBT selama tiga bulan terakhir
masih 14,7% dari target tahun ini. Salah satu kendalanya adalah pendanaan. Investasi di sektor
EBT juga relatif stagnan. Salah satu penyebabnya adalah formulasi dari tarif listrik EBT yang
kurang menarik dimana besaran formulasi tarif maksimal hanya 85 persen dari Biaya Pokok
Produksi (BPP) regional. Berkaitan dengan Perjanjian Paris, PT PLN juga masih mempertanyakan
target pemerintah tersebut karena saat ini porsi EBT baru mencapai 7 hingga 8 persen. Lagi-lagi,
masalahnya adalah dalam pendanaan. Senior Manager EBT PT PLN Budi Mulyono mengatakan
mayoritas pembiayaan masih dilakukan oleh korporasi sendiri.

Lebih spesifik, realisasi pengembangan panas bumi di Indonesia masih relatif tertinggal
dibandingkan dengan sejumlah negara lain, seperti Filipina, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan
Jepang. Bahkan, kapasitas panas bumi yang terpasang di Filipina sudah mencapai 74% dari total
potensi yang ada di negara tersebut. Jauh di atas Indonesia yang baru mencapai 4,8 persen pada
2016.

Lebih rangkum, tantangan utama dalam pengembangan EBT adalah butuhnya investasi
yang besar serta kemampuan SDM yang handal. Selain itu, terdapat tantangan lain yaitu mengenai
kebijakan yang dikeluarkan saat ini. Kebijakan energi untuk EBT masih dianggap kurang
menguntungkan. Permen ESDM No. 12 Tahun 2017 secara efektif membatasi harga yang dapat
dibayarkan ke pembangkit EBT menjadi 85 persen dari rata-rata biaya produksi lokal. Keputusan
ini berarti bahwa EBT harus bersaing langsung dengan pembangkit yang ada dan tidak ada premi
yang diperhitungkan sebagai penghargaan atas manfaat penggunaan EBT, seperti pegurangan
polusi.
Pengembangan EBT di Indonesia tentu harusnya tidak bisa dilepaskan dari pihak swasta
sebagai pemilik modal. Beberapa permasalahan yang kerap dihadapi pelaku usaha di tanah air
seperti masalah regulasi yang dibuat pemerintah serta lagi-lagi dengan masalah pendanaan,
sebagai contoh mengenai pendanaan dari perbankan yang seret dimana suku bunga yang diajukan
terlalu tinggi menjadi hambatan besar bagi pengembangan EBT di negeri ini. Beberapa masalah
tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemangku kebijakan yang bersangkutan untuk
menemukan solusi yang feasible dan menguntungkan para investor maupun Negara Indonesia itu
sendiri.

Solusi

Senior Manager EBT PT PLN Budi Mulyono mengakui bahwa instrumen green bond
belum dimanfaatkan secara optimal dalam pengembangan EBT untuk menjawab masalah
pendanaan. Green bond adalah instrumen utang yang mampu mendanai proyek-proyek
infrastruktur ramah lingkungan. Selain itu, Bappenas juga sedang mendorong penerapan skema
insentif yang membuat biaya proyek-proyek energi terbarukan tidak terlalu mahal dan dapat
membuat pengusaha tidak lagi kesulitan mengakses modal untuk proyek EBT.

Solusi pemerintah yang telah dilakukan mengenai masalah pendanaan dari perbankan
contohnya adalah melalui penandatangan perjanjian jual beli listrik atau Power Purchase
Agreement (PPA). Selain itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
(EBTKE), Rida Mulyana mengatakan Pemerintah juga sudah melakukan koordinasi dangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memudahkan para pengembang menuntaskan proyek EBT
pada tahapan pemenuhan pembiayaan (Financial Closing). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap
memfasilitasi atau membantu para pengembang dari segi keuangan.

Tentu menyelesaikan masalah yang ada terlebih dahulu menjadi solusi yang wajib
dilakukan. Kendala seperti regulasi yang sering berubah tentu membuat ketidakpastian investasi
bagi para investor. Pemerintah seharusnya lebih konsisten dalam menetapkan kebijakan. Apalagi,
harga yang masih mahal bagi pengembangan investasi EBT membuat investor membutuhkan
modal yang tak sedikit. Kepastian iklim investasi menjadi syarat mutlak sebagai jaminan bagi para
investor untuk bisa melakukan investasi pembangkit EBT.
Mengenai langkah kerjasama pemerintah dengan investor Norwegia juga dirasa cukup
baik, mengingat Norwegia menjadi salah satu negara yang penerapan EBT cukup maju. Hal ini
mungkin dapat menjawab masalah mengenai teknologi serta SDM yang dibutuhkan dalam
pengembangan EBT tersebut.

Konsep energy mix tentu sangatlah feasible diterapkan di Negara Indonesia yang
penduduknya begitu besar serta negerinya yang berbentuk kepulauan. Indonesia masih sangat sulit
untuk benar-benar beralih ke energi terbarukan. Alasannya adalah Indonesia membutuhkan
pasokan energi yang sangat besar akibat jumlah penduduk yang besar serta masalah penjangkauan
dan transportasi antar pulau yang sangat sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Peran Petroleum Engineer Kedepannya Setelah Berkembangnya EBT

Tentu selama masih ada minyak, petroleum engineer akan terus dibutuhkan. Indonesia
yang masih disebut Negara berkembang pastilah masih bergantung pada bahan bakar fosil yang
penggunaannya lebih murah dan sudah teroganisir untuk memenuhi pasokan energi negaranya.
Terlebih Indonesia juga Negara yang cukup besar dilihat dari jumlah penduduknya serta Negara
kepulauan, tentu penerapan EBT sepenuhnya di Negara sangatlah sulit untuk direalisasikan.
Konsep energy mix dirasa sudah sangatlah baik untuk memenuhi pasokan energi negeri ini.

Melalui konsep energy mix ini, itu artinya masih belum menghilangkan peran petroleum
engineer di masa mendatang. Para petroleum engineer mungkin dapat memaksimalkan potensinya
dalam energy mix, baik dalam memenuhi pasokan energi bangsa maupun dalam hal
menanggulangi pencemaran lingkungan yang terjadi.

Dan jikalau saja benar-benar Indonesia dapat menyanggupi untuk memenuhi seluruh
pasokan energi melalui EBT, petroleum engineer mungkin saja dapat melirik bidang geothermal
energy yang sekarang lagi sedang berkembang di Indonesia. Para petroleum engineer dapat
memaksimalkan potensinya melalui inovasi pengembangan dan efektivitas teknologi yang
digunakan untuk bidang geothermal. Geotermal merupakan salah satu energi terbarukan yang
memiliki potensi cukup besar di Indonesia.

REFERENSI

https://tirto.id/pln-pertanyakan-target-pemerintah-soal-energi-baru-terbarukan-cKXP
https://tirto.id/skema-insentif-proyek-energi-terbarukan-usulan-bappenas-cKXk

https://tirto.id/indonesia-harus-beralih-ke-energi-baru-terbarukan-cx7G

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181024141018-85-341042/investasi-sektor-esdm-
berpotensi-tak-capai-target

http://www.beritasatu.com/ekonomi/487822-esdm-undang-norwegia-investasi-energi-bersih-di-
indonesia.html

http://ebtke.esdm.go.id/post/2017/11/24/1827/pemerintah.terus.maksimalkan.potensi.ebt

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/08/berapa-porsi-energi-terbarukan-di-
indonesia

https://www.iea.org/newsroom/news/2017/may/norway-contributes-to-global-energy-security-
while-seeking-to-decarbonise-its-en.html

https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/solusi-pemerintah-tuntaskan-pendanaan-
proyek-ebt

Вам также может понравиться