Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Konsep Teori
CVA-IVH
1.1 Pengertian
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh
keadaan patologis dan pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh
perdarahan yang terdapat pada sistem ventrikel otak, dimana cairan serebrospinal di
darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke
sistem ventrikel. IVH sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan
berasal dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery.
Sepertiga pasien IVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%).
Angka kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah
3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien perdarahan
ditemukan. Sering kali kejadian IVH bersamaan dengan munculnya CVA hemoragik
lain, yang tersering adalah ICH (intra cranial Hematoma), sehingga kejadian CVA
ICH ini juga menimbulkan kesan gejala yang sama dengan CVA yang terjadi setelah
atau bersamaan.
Selain itu kejadian IVH lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan
orang dewasa. Pada bayi IVH banyak terjadi pada bayi yang prematur atau BBLR,
darah pada sistem ventrikel. Sedangkan pada orang dewasa IVH banyak terjadi
1.2 Etiologi
Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi
pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan
sistem ventrikuler.
pada pasien merokok dan konsumsi alkohol. Kandungan (zat) yang terkandung
namun dalam jangka waktu yang lama akan berefek pada sistem
aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada
a. Usia tua
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme
1.4 Pathofisiologi
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali
merupakan faktor penyebab infark pada otak, trombus dapat berasal dari flak
Muttaqin,2008).
ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Akibat pecahnya
dapat mengakibatkan penekanan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema dan
darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara sehingga terjadinya emboli
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pefusi darah pada otak akan
Hipoksia yang berlangsung dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi
dalam waktu yang sangat singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan
deficit sementara dan bukan deficit permanen. Sedangkan iskemik yang dalam
waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada
darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme pada sel-sel neuron,
metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat dari arteri-arteri
yang menuju otak sehingga bisa terjadi kerusan sel neuron. Selain kerusakan pada
neuron terjadi kerusakan pada pengaturan panas dalam otak (hipotalamus) yang
lokasi lesi (pembuluh darah yang tersumbat). Secara patologis gambaran klinis yang
sering terjadi yaitu nyeri kepala, mual, muntah, hemiparesis atau hemiplegi,
yang timbul mendadak, kelemahan, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
(konfusi, delirium, letargi, stupor, koma), afasia (bicara tidak lancar), kesulitan
memahami ucapan, disartria (bicara cadel atau pelo), gangguan penglihatan, vertigo,
pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien sulit bernafas, adanya ronchi, dan
batuk, pasien juga sering bertanya-tanya dengan penyakitnya dan terjadi peningkatan
suhu tubuh.
IVH primer terbatas pada sistem ventrikel, yang timbul dari sumber
melibatkan pleksus koroid. Sekitar 70% dari IVHs yang sekunder; IVHs sekunder
dalam sistem ventrikel. Faktor risiko untuk ivh termasuk usia yang lebih tua, lebih
tinggi volume yang dasar ICH, nilai mean tekanan arteri lebih besar dari 120 mm
Hg, dan lokasi ICH utama. Mendalam, struktur subkortikal cenderung paling
berisiko untuk ivh; lokasi sering meliputi putamen (35% -50%), lobus (30%),
(9)
thalamus (10% -15%), pons (5% -12%), berekor (7%), dan otak kecil (5%) .
Sedangkan beberapa penulis telah difokuskan pada volume ICH asli sebagai
prediktor hasil yang buruk, orang lain telah menggunakan volumetrics canggih
untuk menentukan volume ambang ivh (20 mL) sebagai sangat menyenangkan .
berkorelasi lebih besar volume yang ICH dengan kehadiran IVH, serta lokasi dekat
Hipertensi
abnormalitas formasi vaskuler
otak
Tek. Vaskuler melebihi tek.
Menyebabkan vaskuler mudah ruptur
Maksimal vaskuler otak
karena formasi vaskuler sendiri
Pada dasarnya gejala dari IVH sama dengan gejala pada perdarahan intraserebral
lainnya, seperti sakit kepala mendadak, mual dan muntah, perubahan/penurunan status
b. Kaku kuduk
c. Muntah
d. Letargi.
e. Penurunan Kesadaran.
f. Gangguan atau penurunan fisiologis pada bagian tubuh tertentu misal pada anggota gerak.
Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala
diperlukan untuk konfirmasi. CT sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut dan
1. Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk pencitraan pada kasus stroke adalah:
hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan
hemosiderin.
c. CT angiografi, CT venografi, contrast-enhanced CT, contrast-enhanced MRI,
pembuluh darah dan tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau radiologis.
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan
seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan
Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata
dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal
dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat
benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya.
Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek.
Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
c. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta
mandibula.
Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk
Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila
Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menelan air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua
pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang
lain
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron. Pemeriksaan motorik dilakukan
b. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti
dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi
extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu
sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi
ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum
lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik). Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menanyakan kepada klien jenis stimulus. Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh
klien digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa
lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan,
miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
pemeriksaan stereognosis
2 = normal (++)
a. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan
c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-
d. Refleks achilles
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
e. Refleks abdominal
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
f. Reflek Patologis
1. Babinski
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.
2. Chaddock
3. Oppenheim
seperti babinski.
4. Gordon
5. Schaeffer
6. Gonda
seperti babinski.
7. Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respons : ibu jari, telunjuk dan
8. Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respons : seperti Hoffman.
a. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
b. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai
c. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.
d. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
herniasi dan iskemi. Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada
TIK dalam batas normal dan 2) Usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan
a. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau dengan
IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana TIK.
c. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf dengan
rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculo peritoneal (VP) Shunt merupakan tehnik
operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus,yaitu LCS dialirkan dari
ventrikel otak ke rongga peritoneum.Menurut Butler et gambaran klinis pada PIVH dapat
berbeda tergantung dari jumlah perdarahan dan daerah kerusakan otak di sekitarnya.Pada
CT Scan kepala pasien tampak bahwa darah sebagian besar mengisi ventrikelsebelah kiri,
hal ini yang menjelaskan terdapatnya hemiparesis dekstra pada pasienini. Kerusakan pada
reticular activating system (RAS) dan talamus selama fase akutdari perluasan perdarahan
Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang
buruk.
2.1 Pengkajian
1. Data Umum
Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses perawatan yaitu suatu
pendekatan yang sistematis dimana sumber data, diperoleh dari klien, keluarga klien.
1. Anamnesia/Identitas.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri, awalnya bisa
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada extrimitis,
yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau dextra, gangguan fokal,
menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa disertai kejang,
Pada klien dengan CVA didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang tidak
adekuat, kadang klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya riwayat DM.
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi atau punya
anggota keluarga yang punya atau pernah mengalami CVA Bleeding maupun infark
Resiko tinggi terjadi CVA berada pada lingkungan yang kurang sehat seperti gizi
yang jelek, aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang kurang sehat
7. Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan timbul
penyakitnya.
8. Pola Sehari-hari :
Biasanya pada klien dengan CVA makanan yang disukai atau tidak disukai
status nutrisi
b. Pola Eliminasi.
Biasanya klien dengan CVA tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri kepala
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan kelemahan
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah akan
terjadi perubahan
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi cemas
2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan kesadaran,
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala, panas
atau tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek terhadap cahaya,
hidung simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut, leher simetris serta ada
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
6. Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat,
berkeringat banyak
7. Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
8. Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
9. Sistem endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien CVA
terhambat
neurovaskuler
NOC : keluarga
2. mendemonstrasikan antibiotik
oksigen
ventilasi
karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol
frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab
faktor presipitasi
nyeri, mampu
2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik
dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
3. Gunakan teknik
mengurangi nyeri,
komunikasi terapeutik
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa untuk mengetahui
pencahayaan dan
kebisingan
nyeri
penanganan nyeri
(farmakologi, non
personal)
untuk menentukan
intervensi
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
kontrol nyeri
berhasil
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
pemberian obat
dan frekuensi
beratnya nyeri
hebat
(efek samping)
teraphy
7. Lakukan speech-language
klien
mampu melakukannya.
melakukannya.
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
Memverbalisasikan ambulasi
memerlukan.
1 Ajarkan pasien bagaimana
pengecapan, rasa
Kriteria Hasil:
ð Monitor tanda dan gejala
ð Menunjukan tanda dan
penurunan neurologis klien
gejala persepsi dan sensori
baik : penglihatan,
EYE CARE :
pendengaran, makan, dan
ð Kaji fungsi penglihatan klien
minum baik.
ð Jaga kebersihan mata
ð Mampu mengungkapkan
ð Monitor penglihatan mata
fungsi persepsi dan sensori
ð Monitor tanda dan gejala
dengan tepat
kelainan penglihatan
klien
EAR CARE :
klien
penurunan pendengaran
klien
pernafasan klien
pernafasan
abnormal
kelembaban kulit
brakikardi, peningkatan
sistolik)
lingkungan/perilaku tidur
menemani pasien.
kebisingan
Memindahkan barang-barang
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta:
Depkes RI
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.
1, EGC, Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arief dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI
Jakarta