Вы находитесь на странице: 1из 5

Etiologi

Menurut A. Aziz (2007), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali derngan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan
intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorpasi cairan dan elektrolit.
Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif
dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan
dan elektrolit akan meningkat.

1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab


utama diare pada anak.

2) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,


Aeromonas.

3) Infeksi virus : Enteroovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis), Adenovirus,


Ratavirus, Astrovirus.

4) Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa


(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida
albicans).

5) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensifalitis,
keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

1. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan
osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga
usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

1) Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa, dan


sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi
dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa.

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorbsi protein

1. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat
terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan seperti : makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan.

1. Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik khusus yang dapat
mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa takut dan cemas.

Menurut Nursalam 2008, Selain itu, ada beberapa prilaku yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya diare, yaitu :

1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan

2) Menggunakan botol susu

3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar

4) Air minum tercerna dengan bakteri tinja

5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja,
atau sebelum menjamah makanan.

Diare dapat terjadi dengan mekanisme dasar sebagai berikut :

1) Gangguan osmotik

Terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi penggeseran air
dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan rongga usus.

2) Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu, misalnya, toksin dalam dinding usus, akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus, selanjutnya timbul
diare, karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3) Gangguan motilitas usus

Hyperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk


menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya, bila peristaltik usus
menurun, maka akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare.

A. Dehidrasi
Diare berat yang disertai nausea dan muntah sehingga asupan oral berkurang dapat menyebabkan
dehidrasi, terutama pada anak dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik . Hal ini disebabkan oleh tubuh yang senantiasa menjaga
homeostasis. Rasa haus dan pengeluaran urin yang sedikit saat tubuh kekurangan cairan bertujuan
mengatur osmolaritas cairan ekstraseluler.2,3

Fisiologi haus dan kontrol pengeluaran air di urin 4

Haus adalah perasaan subyektif yang mendorong seseorang untuk minum. Defisit H O bebas2

dan kelebihan H O bebas menstimulasi osmoreseptor hipotalamus yang terletak dekat dengan sel
2

penghasil vasopressin dan rasa haus. Osmoreseptor memantau osmolaritas cairan tubuh dan
ketika osmolaritas meningkat (penurunan kadar H O) terjadi perangsangan sekresi vasopressin.
2

Vasopresin meningkatkan permeabilitas tubulus ginjal distal sehingga reabsorbsi meningkat.


Pada akhirnya, volume urin yang dikeluarkan menurun.

Dehidrasi yaitu suatu keadaan tubuh dimana cairan yang keluar lebih banyak daripada cairan
yang masuk. Menurut keadaan klinisnya, dehidrasi dibagi menjadi: 1,5

1.Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): turgor berkurang, suara serak (vox cholerica),
pasien tidak syok. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi ringan ditandai dengan penurunan cairan
5% dari total berat badan tanpa ada keluhan mencolok selain anak terlihat lesu, haus, dan agak
rewel.
2.Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien dalam keadaan
presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi berat
ditandai dengan penurunan cairan 5%-10% dari total BB dengan tanda berupa gelisah, cengeng ,
kehausan, mata cekung, dan kulit keriput.

3.Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda sama dengan dehidrasi sedang disertai dengan
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, dan sianosis. Menurut klasifikasi
WHO, dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan tubuh >10% dari total berat badan
dengan tanda berupa berak cair terus-menerus, muntah terus-menerus, kesadaran menurun, sangat
lemas, terus mengantuk, tidak bisa minum, tidak mau makan, mata cekung, bibir kering dan biru.
Selain itu, terdapat pula tanda berupa cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik, tidak
kencing selama 6 jam atau lebih (frekuensi berkurang), dan terkadang disertai panas tinggi dan
kejang.

Seorang anak dapat dikatakan mengalami diare cair akut apabila terjadi diare lebih dari 3 kali
sehari (BAB) selama kurang dari 14 hari serta tidak mengandung darah. Apabila diare berdarah,
kondisi tersebut kita sebut sebagai disentri. Sementara itu, dari segi waktu, apabila terjadi lebih
dari 14 hari, diare tersebut disebut diare persisten. Klasifikasi terbaru digunakan untuk diare akut
yang masih terjadi selama lebih dari 7 hari, yaitu diare memanjang (prolonged diarrhea).

Apabila menghadapi seorang anak yang diare, kita harus memperhatikan komplikasi utama yang
dapat terjadi, yaitu status dehidrasi. Berdasarkan status dehidrasi tersebut, kita dapat
mengklasifikasikan diare tersebut menjadi diare dengan dehidrasi berat, ringan/sedang atau tanpa
dehidrasi.

Dehidrasi berat terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari tanda dan gejala klinis berupa letargi
atau penurunan kesadaran, mata cekung, turgor menurun (≥2 detik) dan tidak bisa minum atau
malas minum. Anak dengan diare berat perlu mendapatkan rehidrasi segera melalui infus dengan
pengawasan. Jika anak sudah membaik, rehidrasi dapat dilanjutkan melalui jalur oral.

Rehidrasi cairan pada anak diare berat paling utama dilakukan menggunakan cairan ringer laktat.
Jika tidak tersedia dapat digunakan NaCl 0,9%. Banyaknya cairan serta waktu pemberiannya
tergantung pada usia anak. Apabila anak kurang dari 12 bulan, pertama kita berikan cairan 30
ml/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5 jam. Sementara itu, untuk anak lebih dari
setahun, rehidrasi dilakukan lebih cepat, yaitu 30 ml/kgBB dalam 30 menit kemudian dilanjutkan
70 ml/kgBB dalam 2,5 jam. Setelah pemberian cairan yang pertama, kita harus melakukan
evaluasi terutama denyut nadi radial. Apabila masih lemah atau tidak teraba, kita harus
mengulangi kembali pemberian cairan pertama (30 ml/kg dalam 1 jam untuk <12 bulan atau
dalam 30 menit untuk ≥12 bulan.

Pemantauan dilakukan setiap 15-30 menit melalui pemeriksaan nadi radial. Sementara itu, tanda
perbaikan hidrasi dapat dipantau melalui turgor, kesadaran dan kemampuan anak untuk minum
setiap setidaknya 1 jam. Mata biasanya masih akan cekung meski hidrasi sudah membaik
sehingga tidak menjadi patokan untuk pemantauan.

Jika status hidrasi belum membaik, tetesan intravena dapat dilakukan lebih cepat. Apabila anak
sudah mau minum, oralit dapat segera diberikan, sekitar 5ml/kg/jam. Biasanya anak sudah mau
minum setelah 1-2 jam rehidrasi dengan infus serta 3-4 jam pada bayi. Jika masih menyusu, ASI
dapat diberikan dengan lebih sering. Selain itu, anak sudah dapat diberikan tablet zinc. Zinc
diberikan ½ tablet perhari (10 mg) untuk anak <6 bulan dan 1 tablet perhari (20 mg) pada anak 6
bulan ke atas. Tablet zinc dapat diberikan selama 10 hari. Zinc ini penting untuk membantu
penyembuhan selama diare serta mencegah timbulnya diare berikutnya.

Sementara itu, pada diare ringan/sedang, yang ditandai dengan anak gelisah, rewel, haus dan
minum dengan lahap, mata cekung dan turgor menurun, hal utama yang perlu dilakukan adalah
rehidrasi dengan larutan oralit. Targetnya adalah dalam 3 jam pertama. Jumlah oralit yang
diperlukan adalah sekitar 75 ml/kgBB. Jika berat badan tidak diketahui, kita dapat menggunakan
patokan usia.

 Usia sampai 4 bulan, perkiraan BB <6 kg, jumlah cairan yang diperlukan
200-400 ml
 Usia 4-12 bulan, perkiraan BB 6-10 kg, jumlah cairan yang diperlukan 400-
700 ml
 Usia 12-24 bulan, perkiraan BB 10-12 kg, jumlah cairan yang diperlukan
700-900 ml
 Usia 2-5 tahun, perkiraan BB 12-19 kg, jumlah cairan yang diperlukan 900-
1400 ml
Oralit dapat diberikan dengan menggunakan sendok, setidaknya sebanyak 1 sendok tiap 1-2
menit pada anak kurang dari 2 tahun. Jika anak sudah lebih besar, oralit dapat diberikan
menggunakan cangkir.

Jika anak muntah, kita dapat menunggu selama 10 menit, kemudian berikan oralit secara lebih
lambat, misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Apabila kelopak mata bengkak, pemberian oralit
dihentikan dan anak diberi air matang atau ASI. ASI dapat terus diberikan apabila anak masih
mau menyusu.

Anak dapat kembali dinilai setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi sebelumnya. Namun,
pemeriksaan dapat lebih cepat dilakukan apabila anak tidak bisa minum oralit atau keadaannya
nampak memburuk. Jika anak sudah tidak nampak dehidrasi, anak dapat dipulangkan dengan
pemberian cairan tambahan selama di rumah, tablet zinc (dosis sesuai usia) selama 10 hari.
Pemberian makan dan minum tetap dilanjutkan. Kunjungan ulang dapat dilakukan apabila anak
tidak bisa atau malas minum atau menyusu, kondisi anak memburuk, demam, dan terdapat darah
dalam tinja.
Sementara itu, jika setelah pemberian oralit ternyata masih ada dehidrasi, prinsipnya adalah
kembali lakukan rehidrasi. Pemberian oralit untuk 3 jam berikutnya dapat kembali diberikan.
Anak dapat mulai diberi makanan, susu, atau jus serta ASI sesering mungkin.

Jika anak justru nampak menjadi dehidrasi berat, tatalaksana akan dilakukan sesuai dengan terapi
pada dehidrasi berat di atas. Meskipun belum tampak tanda dehidrasi berat, apabila anak tidak
bisa minum sama sekali seperti karena muntah profus, dapat dilakukan pemberian infus dengan
pemberian cairan secepatnya. Pada kondisi ini, banyaknya cairan yang diberikan adalah 70 ml/kg
selama 5 jam pada bayi (<12 bulan) atau selama 2,5 jam pada anak ≥ 12 bulan. Dapat
diperhatikan bahwa terapi ini sama seperti terapi pada dehidrasi berat, hanya saja tanpa
pemberian cairan awal sebesar 30 ml/kg.

Klasifikasi ketiga adalah diare tanpa dehidrasi. Kondisi ini terjadi pada anak yang diare, tetapi
tidak mempunyai tanda dan gejala akan adanya dehidrasi karena cairan yang terbuang karena
diare tidak terlalu banyak atau karena rehidrasi sudah mengimbangi hilangnya cairan.

Anak dengan diare tanpa dehidrasi tidak perlu dirawat. Meskipun begitu, cairan tambahan tetap
perlu diberikan mengingat anak dalam kondisi kehilangan cairan. Jika masih minum ASI, anak
dapat disusui lebih sering dan lebih lama. Anak yang mendapatkan ASI eksklusif perlu
mendapatkan oralit yang dapat diberikan menggunakan sendok. Jika bukan oralit, air matang
dapat diberikan. Pilihan lainya, pada anak yang sudah mendapatkan MPASI adalah sup, air tajin
dan kuah sayuran.

Anak yang mengalami diare selalu memiliki risiko mengalami dehidrasi. Oleh karena itu, setiap
kehilangan cairan melalu BAB, cairan harus diganti. Pada anak kurang dari dua tahun, tiap kali
BAB diberikan cairan tambahan sebanyak 50-100 ml sedangkan pada anak yang berusia dua
tahun atau lebih perlu 100-200 ml setiap kali BAB. Jika anak muntah, tindakannya serupa
sebagaimana pada pemberian cairan di diare ringan sedang yaitu tunggu sekitar 10 menit, baru
kemudian diberikan kembali cairan secara perlahan. Sebagaimana derajat dehidrasi yang lain,
diare tanpa dehidrasi juga memerlukan pemberian suplementasi zinc dengan dosis dan lama
pemberian serupa.

Вам также может понравиться

  • Soal Ujian Kelas V
    Soal Ujian Kelas V
    Документ1 страница
    Soal Ujian Kelas V
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет
  • LOGBOOK GADAR COMPLETE-dikonversi
    LOGBOOK GADAR COMPLETE-dikonversi
    Документ29 страниц
    LOGBOOK GADAR COMPLETE-dikonversi
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет
  • Loogbook
    Loogbook
    Документ14 страниц
    Loogbook
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет
  • LK RDS
    LK RDS
    Документ20 страниц
    LK RDS
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет
  • LK Anemia
    LK Anemia
    Документ23 страницы
    LK Anemia
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет
  • LP Tindakan Kraniotomi
    LP Tindakan Kraniotomi
    Документ3 страницы
    LP Tindakan Kraniotomi
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет
  • Ok
    Ok
    Документ16 страниц
    Ok
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет
  • Proposal Senam Otak
    Proposal Senam Otak
    Документ10 страниц
    Proposal Senam Otak
    Elsy Sastri
    Оценок пока нет