Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial spriritual memiliki banyak kebutuhan


untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan dari kebutuhan yang paling dasar seperti
makan, minum, bernapas, elimininasi, reproduksi dan istirahat.
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada
dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya, maka kebutuhan
tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia menyesuaikan diri dengan
prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir
lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Kata stres telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, stress merupakan
salah satu gejala psikologis yang dapat menyerang setiap orang. Stress dapat timbul karena
adanya konflik dan frustrasi. Sebagian besar orang beranggapan bahwa yang dimaksud stress
adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan membuat orang tersebut merasa tidak nyaman,
bingung, mudah marah, tekanan darah meningkat, detak jantung lebih cepat, gangguan
pencernaan, dsb. Sebagian besar stress dapat dipicu karena pengaruh eksternal dan ada pula
yang dipengaruhi oleh faktor internal individu tersebut. Stress sebenarnya dapat dicegah dan
diatasi dengan cara-cara tertentu.
Tapi melihat hal-hal tersebut, tampaknya tidak banyak orang yang mengetahui tentang
stress, bagaimana mencegahnya, mengatasi, ataupun memanfaatkan stress tersebut sebagai
salah satu bagian dari hidup kita. Pemahaman yang baik terhadap stress akan membantu kita
dalam menghadapi stress ketika stress tersebut menyerang kita, melalui penanganan yang
tepat dengan adanya pemahaman yang baik mengenai stress, maka individu tidak akan
terkena dampak negatif dari stress tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud kebutuhan dasar manusia ?

1
2. Apa yang dimaksud dengan stress ?
3. Apa yang dimaksud dengan adaptasi ?
4. Apa yang dimaksud dengan mekanisme koping ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mengetahui pengertian dari stress
3. Untuk mengetahui pengertian dari adaptasi
4. Untuk mengetahui pengertian dari mekanisme koping

1.4 Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja kebutuhan dasar manusia


2. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu stress dan bagaimana mengatasinya

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Manusia

Manusia adalah makhluk yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang
lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia
adalah hewan yang berakal. Ada pula yang menyatakan manusia adalah makhluk yang hina
dan rendah karena diciptakan dari tanah. Ini semua menandakan bahwa manusia adalah
makhluk misterius (masalah manusia yang multikompleks), dan manusia umumnya tidak
mampu mengetahui hakikat manusia secara utuh. Konsep seseorang tentang “manusia”
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut.

 Filsafat hidup individu/bangsa. Sebagai contoh, seorang komunis tentu mempunyai


konsep yang dipengaruhi oleh falsafah negaranya-berasaskan komunis dan tidak
meyakini adanya Tuhan. Hal ini tentunya berbeda dengan konsep bangsa Indonesia yang
mempunyai asas Pancasila dan percaya terhadap Tuhan.
 Pengalaman hidup seseorang. Seseorang yang hidup dan berinteraksi dengan orang-
orang yang ramah, baik, sopan akan berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang
baik, ramah, dan sopan. Sebaliknya, seseorang yang pernah memiliki pengalaman yang
tidak menyenangkan selama berinteraksi dengan orang lain dapat mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang kejam dan tidak punya perasaan.
 Pengetahuan manusia tentang dirinya. Pengetahuan manusia tentang dirinya sangat
terbatas, salah satunya karena manusia cenderung memikirkan hal-hal di luar dirinya
(misalnya, alam semesta, harta, lingkungan, dll).

1. Manusia sebagai Makhluk Unik

Manusia mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain begitu pula
dengan responnya terhadap stimulus. Keunikan manusia menjadi pertimbangan utama bagi
bidan untuk memberikan asuhan kebidanan. Sebagai contoh, ada dua orang yang sama-sama
merasa lapar karena sejak pagi belum mendapat makan. Orang pertama berespon dengan
menahan/mengganjal perutnya dengan kedua tangannya, sedangkan orang kedua berteriak

3
meminta makan. Contoh ini membuktikan bahwa dari stimulus yang sama dihasilkan respon
yang berbeda.

2. Manusia sebagai Makhluk Bio

Bio berasal dari kata bios yang artinya hidup. Manusia sebagai makhluk biologis
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a. Terdiri atas sekumpulan organ tubuh yang semuanya mempunyai fungsi yang
terintegrasi. Dalam hal ini, setiap organ tubuh mempunyai tugas masing-masing,
tetapi tetap bergantung pada organ lain dalam menjalankan tugasnya.
b. Diturunkan/berkembang biak melalui jalan pembuahan sperma dari laki-laki dan
ovum dari wanita sehingga wanita dapat hamil lalu melahirkan bayi yang kemudian
tumbuh dan berkembang menjadi remaja, dewasa, menua, dan akhirnya meninggal.
c. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia mempunyai kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi. Kebutuhan dasar yang paling utama adalah keyakinan pada
Tuhan, sedangkan kebutuhan dasar biologis adalah kebutuhan fisiologis, seperti
oksigen, air, makanan, eliminasi, dan lainnya.

3. Manusia sebagai Makhluk Psiko

Psiko berasal dari kata psyche yang artinya jiwa. Menurut Aristoteles, jiwa berarti
kekuatan hidup. Jadi, manusia sebagai makhluk psiko adalah makhluk yang berjiwa. Sebagai
makhluk psiko, manusia mempunyai sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Manusia mempunyai kemampuan berpikir, kesadaran pribadi, dan kata hati (perasaan).
Seelain itu, manusia juga merupakan makhluk yang dinamis yang dapat berubah dari waktu
ke waktu dan bertindak atas motif tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Menurut
Sigmund Freud, sebagai makhluk psiko, manusia mempunyai kepribadian, yaitu:

a. ID. Id adalah bagia dari kepribadian yang paling dasar. Id merupakan pusat dari
semua proses biologis atau jasmani. Sifat Id adalah impulsif, refleksi, atau bisa
dikatakan sebagai bentuk ekspresi yang sangat alamiah. Nilai etika dan moral tidak
dikenal oleh id. Sebab, id adalah segala dorongan dasar atau naluri yang memerlukan
pemuasan segera, tidak mengenal penundaan kesenangan, dan lebih merupakan
pelampiasan dari ketegangan yang ada.

4
b. EGO. Ego merupakan hasil pengembangan id lebih lanjut. Ego lebih terorganisasi dan
tugasnya adalah menghindari ketidaksenangan dengan melawan atau mengatur
pelepasan dorongan naluri agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Perbedaan utama
antara id dan ego adalah ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai
mekanisme pembelaan, sedangkan id hanya mementingkan diri sendiri untuk
memenuhi kesenangan.
c. SUPER EGO. Super ego merupakan pengembangan Id dalam tingkatan yang lebih
tinggi daripada ego. Jika ego masih dekat hubungannya dengan id dan lebih
bersandarkan pada prinsip kenyataan, super ego tidak begitu dekat dengan Id bahkan
dapt bertentangan dengan Id. Super ego berlandaskan pada aspek etis atau tidak etis,
pantas atau tidak pantas, salah atau benar. Pada prinsip super ego, pemenuhan
kebutuhan harus selalu disesuaikan dengan nilai atau norma yang berlaku dalam
masyarakat, termasuk keluarga. Dengan kata lain , super ego mencerminkan norma
masyarakat yang berada dalam diri seseorang, yakni keharusan yang dituntut oleh
lingkungan terhadap dirinya melalui perkembangan sejak masa kanak-kanak. Super
ego dibentuk melalui internalisasi.

4. Manusia sebagai Makhluk Sosial

Sejak lahir, manusia tumbuh dan berkembang memerlukan bantuan orang lain. Menurut
Aristoteles, manusia adalah makhluk zonpoliticon. Artinya, manusia adalah makhluk sosial
yang tidak bisa lepas dari orang lain dan selalu berinteraksi dengan mereka. Apalagi ketika
sakit, manusia sangat membutuhkan bantuan orang lain. Sifat atau ciri manusia sebagai
makhluk sosial akan terbentuk selama manusia bergaul dengan manusia lain. Manusia akan
belajar dari lingkungan tentang norma, ajaran, peraturan, kebiasaan, tingkah laku yang etis
maupun tidak etis, dan/atau ragam budaya manusia. Manusia sebagai makhluk sosial
memiliki kepentingan dengan orang lain, mengabdi kepada kepentingan sosial, dan tidak
dapat lepas dari lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Faktor lingkungan sosial dapat
berpengaruh terhadap derajat kesehatan individu maupun masyarakat. Pada lingkungan sosial
yang rawan tindak kekerasan berisiko terjadi kasus trauma. Begitu juga pada lingkungannya
yang kumuh, berbagai penyakit dapat menyerang penduduk yang tinggal di daerah tersebut.
Selain itu, mobilitas penduduk yang tinggi menyebabkan penularan penyakit berlangsung
dengan cepat. Maka kondisi sosial berpengaruh terhadap kesehatan.

5
5. Manusia sebagai Makhluk Spiritual

Manusia sebagai makhluk spiritual mempunyai hubungan dengan kekuatan di luar


dirinya, hubungan dengan Tuhannya, dan mempunyai keyakinan dalam hidupnya. Keyakinan
yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya. Misalnya, pada individu
yang meyakini bahwa penyakit disebabkan oleh pengaruh “roh jahat”. Ketika seseorang sakit,
upaya pertolongan pertama yang dilakukan adalah mendatangi dukun. Mengingat besarnya
pengaruh keyakinan terhadap kehidupan seseorang, bidan harus memotivasi klien untuk
senantiasa memelihara kesehatannya.

6. Manusia sebagai Sistem

Manusia sebagai sistem adaptif/terbuka memandang manusia sebagai sistem terbuka


yang dinamis yang memerlukan berbagai masukan dari subsistem maupun suprasistem.
Subsistem terdiri atas komponen sel, organ, dan sistem organ. Suprasistem meliputi keluarga,
komunitas, masyarakat, dan sosial budaya di dalam mempertahankan suatu keadaan
seimbang. Tujuan utama manusia sebagai sistem adalah sebagai berikut.

a. Tetap bertahan serta berusaha untuk mencapai kebahagiaan lahir/batin.


b. Dapat memelihara/menempatkan dirinya dalam situasi apapun agar tetap sehat.
c. Derajat kesehatan manusia ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi dengan
segala pengaruh, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri.

2.2 Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan dasar pada manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh


manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis. Hal ini
tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

Abraham Maslow mengemukakan Teori Hierarki Kebutuhan yang menyatakan bahwa


setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri,
serta kebutuhan aktualisasi diri (Potter dan Perry 1997).

1. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia, antara lain
pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan),
eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.

6
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan
perlindungan psikologis.
a. Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup
seperti penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan lain-lain.
b. Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman dari pengalaman yang
baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk
sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi
dengan orang lain, dan lain-lain.
3. Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki, antara lain memberi
serta menerima kasih sayang, kehangatan, dan persahabatan, mendapat tempat dalam
keluarga serta kelompok sosial, dan lain-lain.
4. Kebutuhan akan harga diri maupun perasaan dihargai oleh orang lain, terkait dengan
keinginan untuk mendapatkan kekuatan serta meraih prestasi, rasa percaya diri, dan
kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow,
berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi
diri sepenuhnya.

Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Pada dasarnya, setiap
orang memiliki kebutuhan yang sama. Akan tetapi karena terdapat perbedaan budaya, maka
kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia
menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya,
manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk mendapatkannya.

Pemenuhan kebutuhan dasar pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai
berikut:

1. Penyakit. Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan


kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh
memerlukan pemenuhan kebutuhan yang lebih besar dari biasanya.
2. Hubungan keluarga. Hubungan keluarga yang lebih baik dapat meningkatkan pemenuhan
kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada
rasa curiga, dan lain-lain.
3. Konsep diri. Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
Konsep diri yang positif memberikan makna dari keutuhan (wholeness) bagi seseorang.

7
Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa
positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan, dan
mengembangkan cara hidup yang sehat sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Tahap perkembangan.
a. Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan.
b. Berbagai fungsi organ tubuh mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang
berbeda pada setiap tahap perkembangan.
c. Setiap tahap tersebut memiliki pemenuhan kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan
biologis, psikologis, sosial maupun spiritual.

2.3 Stress

1. Pengertian Stres

Buku-buku kedokteran menyatakan bahwa 50%-70% penyakit fisik sebenarnya


disebabkan oleh stres. Paling tidak, stres menjadi faktor yang membuat seseorang lebih
mudah atau sebaliknya lebih sulit diserang penyakit. Andil stres berbeda untuk tiap penyakit,
mulai dari yang paling rawan seperti penyakit-penyakit gastroinstestinal (perut), sakit kepala,
kelelahan yang kronis, sampai penyakit dimana stres hampir tidak berperan di dalamnya
seperti keracunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pencetus terjadinya kanker
juga sering kali disebabkan oleh stres yang berkepanjangan.

Pada tingkat tertentu sebenarnya kita memerlukan stres. Stres yang dioptimalkan akan
membuat motivasi menjadi tinggi, orang menjadi lebih bergairah, daya tangkap dan persepsi
menjadi tajam, menjadi tenang, dan lain-lain. Adapun stres yang terlalu rendah akan
menyebabkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos, dan mengalami kelesuan.
Sebaliknya stres yang terlalu tinggi mengakibatkan insomnia, lekas marah, meningkatkan
kesalahan, kebimbangan, dan lain-lain.

Stres juga harus dibedakan dengan stresor. Stresor adalah sesuatu yang menyebabkan
stress. Stress itu sendiri adalah akibat dari interaksi (timbal-balik) antara rangsangan
lingkungan dan respons individu.

2. Gejala dan Akibat Stress

Gejala atau akibat stress yang dibicarakan disini adalah gejala/akibat negative karena
sering kali mengganggu kehidupan manusia. Tinggkat stress yang tinggi dan berlangsung

8
dalam waktu yang lama tanpa ada jalan keluar bisa mengakibatkan berbagai macam penyakit,
seperti : gangguan pencernaan, serangan jantung, tekanan darah tinggi, asma, radang sendi
rheumatoid, alergi, gangguan kulit, pusing/sakit kepala, sulit menelan, pana ulu hati, mual,
berbagai macam keluhan perut, keringat dingin, sakit leher, capai menahun, sering buang air
seni, kejang otot, mudah lupa, terserang panik, sembelit, diare, insomnia, dan lain-lain.

Cox (Gibson, dkk, 1990) mengategorikan akibat stress menjadi lima kategori, yaitu :

 Akibat subjektif, yaitu akiba yang dirasakan secara pribadi, meliputi kegelisahan, agresi,
kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri
rendah, perasaan terpencil.
 Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilaku-perilaku
tertentu, meliputi mudah terkena kecelakaan, penyalahgunaan obat, peledakan emosi,
berperilaku impulsif, tertawa gelisah.
 Akibat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi tidak
mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi, tidak mampu
memusatkan kecaman dan mengalami rintangan mental.
 Akibat fisiologis, yaitu akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau kerja alat-
alat tubuh, yaitu tingkat gula darah meningkat, denyut jantung/tekanan darah naik,
mulut menjadi keringat, berkeringat, pupil mata membesar, sebentar-sebentar panas dan
dingin.
 Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen,
produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidak puasan kerja,
menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.
3. Terjadinya Stress

Telah diungkapkan di atas, terjadinya stress tergantung pada stressor dan tanggapan
seseorang terhadap stressor tersebut. Stresor meliputi berbagai hal. Lingkungan fisik bisa
menjadi sumber stressor , seperti suhu yang terlalu panas atau dingin, perubahan cuaca,
cahaya yang terlalu terang/gelap, suara yang terlalu bising dan polusi merupakan sumber-
sumber potensial yang bisa menjadi stressor. Kepadatan juga bisa mengakibatkan stress.
Penduduk yang tinggal di kampong-kampung yang kumuh yang biasanya harus membagi
ruang geraknya dengan banyak orang lain, cenderung lebih mudah meledak disbanding
dengan penduduk yang tinggal di area yang kurang padat.

9
Stressor bisa berasal dari individu sendiri. Konflik yang berhubungan dengan peran
dan tuntutan tanggung jawab yang dirasakan berat bisa membuat seseorang menjadi tegang.

Stressor yang lain bersal dari kelompok seperti : hubungan dengan teman, hubungan
dengan atasan, dan hubungan dengan bawahan.

Terakhir, stressor bisa bersumber dari keorganisasia seperti kebijakan yang diambil
perusahaan, strukur organisasi yang tidak sesuai, dan partisipasi para anggota yang rendah.

Selain itu tanggapan individu turut mempengaruhi apakah suatu sumber stress/stressor
itu menjadi stress atau tidak. Stressor yang sama bisa berakibatkan berbeda pada individu
yang berbeda karena adanya perbedaan tanggapan antar individu (individual differences).
Perbedaan individu meliputi tingkat usia, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan fisik,
kepribadian, harga diri, toleransi terhadap kedwiartian,dan lain-lain.

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stress dan jenis stressor yang
paling mengganggu. Usia dewasa biasanya lebih mampu mengontrol stress dibandingkan
dengan usia anak-anak dan usia lanjut. Dengan kata lain, orang dewasa biasanya mempunyai
toleransi terhadap stressor yang lebih baik.

Wanita biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap stressor
dibandingkan pria. Secara biologis tubuh wanita lebih lentur dibandingkan pria sehingga
toleransinya terhadap stress lebih baik. Terlebih bila wanita tersebut masih pada usia-usia
produktif di mana hormro-hormon masih bekerja normal.

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi seseorang mudah tidaknya terkena stress.


Orang yang sakit lebih menderita akibat stress dibandingkan orang sehat.

Faktor kepribadian menentukan mudah tidaknya seseorang terkena stress. Orang tipe
A cnderung akan lebih mudah terkena penyakit jantung daripada kepribadian tipe B. harga
diri yang rendah juga cenderung membuat efek stress lebih besar dibandingkan orang yang
mempunyai harga diri tinggi.

Toleransi terhadap sesuatu yang bersifat samar juga menentukan mudah tidaknya
seseorang terkena stress. Orang yang kaku dan memandang segala sesuatu sebagai hitsm dsn
putih biasanya lebih mudah terkena stress daripada orang yang bisa menerimanya adanya
warna abu-abu dalam kehidupan.

10
Di bawah ini disajikan ringkasan bagaimana stress terjadi pada seorang individu
berdasarkan keterangan di atas (Gibson, dkk. 1990).

1. Sindrom Adaptasi Umum ( General Adaptation Syndrom )

Teori sindrom Adaptasi Umum ini dikenalkan oleh Selye. Meskipun teorinya bersifat
umum, tapi teori ini cukup membantu untuk memahami reaksi individu terhadap stress.
Selye berpendapat bahwa tubuh bereaksi secara sama ketika menghadapi stress, tidak peduli
apapun jenis stresornya. Jadi dengan kata lain reaksi pertahankan fisiologis yang dilakukan
tubuh ketika menghadapi stressor merupakan pola-pola reaksi yang universal/sama pada
setiap orang. Reaksi pertahanan fisiologis ini bertujuan untuk melindungi organisme dan
menjaga integritasnya supaya organisme tersebut tetap survive. Asumsi kedua yang
dikemukakannya, bila stress berlangsung dalam jangka waktu yang lama sehingga reaksi
pertahanan fisiologis juga berangsur dalam waktu yang lama dan bahkan mengalami
peningkatan, maka ini akan mengakibatkan terjadinya “penyakit adaptasi”, yaitu
penyakit/gangguan yang terjadi sebagai akibat harga dari adaptasi yang dilakukan terhadap
stress yang berkepanjangan tersebut.

Selanjutnya dijelaskan bahwa tubu memiliki tingkat resistensi normal, yaitu tingkat
resistensi ketika tubuh dalam kondisi biasa (tidak mengalami stress). Pada saat mengahadapi
stress, tingkat resistensi ini mengalami perubahan dengan tujuan agar mampu beradaptasi
dengan stress yang dialami. Reaksi tubuh terhadap stress bisa dibagi menjadi tiga fase. Fase
pertama adalah fase ketika tubuh memberikan reaksi mula-mula ketika terkena stress. Pada
tahap awal terjadinya stress ini tubu mengalami perubahan-perubahan fisiologis sehingga
tingkat resistensinya menurun dibawah tingkat normal. Akibatnya individu merasakan
gejala-gejala seperti degup jantung yang semakin cepat, napas yang memburu, keringat
dingin,, dan sebagainya. Tahap awal ini disebut sebagai fase alarm, fase peringatan bahwa
ada stress yang harus ditangani. Pada tahap ini bila stresornya terlalu kuat (seperti kebakaran
berat atau suhu yang terlalu ekstrim, sehingga banyak simpul-simpul saraf receptor yang
bereaksi, meskipun kerusakan yang dialami tidak parah) individunya bisa mengalami
kematian. Ini disebabkan karena tingkat resistensi individu tersebut memang sedang
menurun.

Bila stress berlangsung terus menerus karena stresornya tetap eksis, maka tingkat
resistensi tubuh akan mengalami peningkatan di atas tingkat yang normal dengan tujuan
untuk melakukan adaptasi terhadap stressor tersebut sehingga individunya bisa berfungsi

11
dengan optimal. Pada tahap ini tanda-tanda kebutuhan (alarm) pada tubuh menghilang
karena individunya sudah berhasil melakukan “adaptasi” terhadap stressor. Fase ini disebut
fae resistensi. Orang yang sudah merasa normal kembali meskipun stresnya sebenarnya
masih ada, namun energy yang dikeluarkan lebih tinggi dari biasanya sehingga tubuh
sebenarnya bekerja lebih keras.

Bila stress masih terus berlanjut sehingga tubuh masih terus diminta untuk menyesuaikan
diri dengan stresornya, maka pada satu titik tertentu energy yang digunakan tubuh untuk
penyesuaian tersebut akan mulai habis. Pada saat ini tingkat resistensi tubuh akhirnya mau
tidak mau akan menurun sampai di bawah normal kembali. Fase ini disebut fase kelelahan.
Pada saat ini tanda-tanda kebutuhan seperti pada fase alarm mulai muncul kembali, tetapi
Karena energy yang digunakan sudah habis, tubuh tidak dapat lagi melakukan adaptasi.
Berbagai macam gangguan baik fisik maupun psikologis terjadi, menurut teori ini pada
dasarnya arena individu yang mengalaminya sudah sampai fase ketiga ini. Bila stressnya
masih terus berlangsung, maka gangguan akan semakin parah dan pada akhirnya individu
yang bersangkutan akan mengalami kematian.

Perlu diperhatikan, bahwa stressor tidak harus situasi atau sesuatu yang nyata/riil.
Stressor juga bisa terjadi secara subjectif berupa pikiran-pikiran dan imajinasi-imajinasi.
Misalnya, orang yang membayangkan dia akan dimarahi oleh atasannya, sudah mengalami
stress, meskipun kejadian aktulnya tidak/belum ada.

2. Stress pada Wanita

Wanita (Witkin, dkk., 1986) mempunyai stress tertentu yang disebabkan oleh faktor-
faktor biologis yang berbeda dengan pria. Selain itu budaya juga membedakan peranan pria
dan wanita sehingga faktor budaya membuat wanita mengalamistres yang tidak dialami pria.
Wanita juga memiliki akibat stress yang khusus, yaitu amenorrhea (berhenti haid),
ketegangan sakit kepala pra-haid, depresi pasca persalinan, kemurungan waktu menopause,
frigiditas, vaginismus, dan ketidaksuburan. Selain itu ada akibat-akibat stress yang lebih
sering dialami oleh wanita daripada pria seperti : aneroksia, bulimia, neurosis kekuatiran dan
psikosis depresif. Sekalipun wanita mempunyai penyakit-penyakit tertentu yang diakibatkan
oleh stress tetapi wanita secara umum lebih tahan terhadap stress dan penyakit-penyakit yang
diderita kurang berbahaya dibandingkan pria.

12
3. Mengatasi Stress

Ada berbagai cara untuk mengatasi stress. Kalua akibat stress telah memengaruhi fisik
dan bahkan menimbulkan penyakit tertentu, peranan obat/medikasi biasanya diperlukan.
Namunobat itu sendiri kurang efektif untuk mengatasi stress dalam jangka panjang. Ada efek
negative bila menggunakan obat terus menerus. Disamping obat-obat tertentu membutuhkan
biaya yang mahal, obat juga bisa mengakibatkan ketergantungan dan bahkan membuat orang
tertentu kebal terhadap obat tertentu.

Beberapa teknik terapi telah dikembangkan dan dicobakan untuk mengatasi stress ini.
Biofeedback adalah salah satu teknik untuk mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang
terkena stress dan kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan
serangkaian alat yang cukup rumit, gunanya sebagai feedback atau umpan balik untuk
terhadap bagian tubuh tertentu. Biofeedback agak kurang efektif untuk digunakan secara
praktis.

Seringkali istirahat dan melakukan olah raga yang teratur disebut-sebut sebagai salah
satu cara yang efektif untuk mencegah dan menyembuhkan stress. Memang cara hidup yang
teratur membuat seseorang tidak mudah terkena stress.

Relaksasi adalah teknik yang paling efektif untuk menyembuhkan stress. Ada berbagai
teknik relaksasi, tetapi yang biasa digunakan adalah teknik relaksasi dengan mengendurkan
otot-otot seluruh tubuh, kemudian pengendoran dilakukan pada bagian-bagian tubuh yang
sering mengalami stress. Semakin lama berlatih teknik relaksasi, orang akan semakin peka
dan semakin spontan untuk dapat merasakan bagian tubuh yang mana yang terkena stress
dan semakin mudah untuk mengembalikan pada keadaa semula.

Meditasi merupakan teknik yang mulai diminati sebagai salah satu cara mengatasi stress.
Selain bisa mencegah stress, meditasi juga memiliki keuntungan lain seperti konsentrasi
menjadi tajam dan pikiran menjadi lebih tenang.

Pencegahan terhadap stress bisa dilakukan dengan mengubah sikap hidup. Orang yang
terlibat lebih aktif dengan pekerjaan dan kehidupan masyarakat, lebih berorientasi pada
tantangan dan perubahan, dan merasa dapat menguasai kajadian-kejadian dalam hidupnya
adalah orang yang tidak akan mudah terkena efek negative stress.

13
2.4 Adaptasi

Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam
berespon terhadap stress. Karena banyak stresor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan
sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress. Ada
banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun
demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.

Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal
menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah
suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan
reflex,mekanisme otomatis dalam perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat
mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan
Brookman, 1992). Stressor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti
demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat
berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi
terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari
seluruh individu.

1. Adaptasi Psikologis

Seseorang yang menghadapi stress akan mengalami kondisi-kondisi yang tidak


mengenakkan secara psikis seperti timbulnya rasa cemas, frustasi, terancam, tak tentram yang
semuanya itu berdampak pada munculnya suatu kontak konflik dalam jiwa mereka. Dan
konflik tersebut diekspresikan dalam bentuk kemarahan atau ekspresi-ekspresi lain yang
dapat membuat orang tersebut merasa sedikit nyaman atau terlepas dari stress yang
dihadapinya.

Indikator emosional/psikologi dan perilaku stress :

 Depresi
 Kepenatan
 Perubahan dalam kebiasaan makan,tidur, dan pola aktivis
 Kelelahan mental
 Kehilangan harga diri
 Peningkatan kepekaan

14
 Kehilangan motivasi dan konsentrasi
 Ledakan emosional dan menangis
 Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit

2. Adaptasi fisiologis

Pada dasarnya di setiap tubuh manusia telah terdapat mekanisme pertahanan yang
bersifat alami dan bekerja secara teratur sehingga memungkinkan tubuh untuk dapat
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari factor internal. Mekanisme ini
bekerja dengan sendirinya dan akan berubah menjadi suatu aksi tanpa didasari dan biasanya
berfungsi dalam kondisi yang tidak normal.

Indikator fisiologi stres:

 Kenaikan tekanan darah


 Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung
 Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan
 Telapak tangan berkeringat
 Sakit kepala
 Perubahan nafsu makan
 Gelisah, kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur postur tubuh yang tidak
tegap

a. Local Adaption Syndrome (LAS)

Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini
termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll.
Responnya berjangka pendek.

Karakteristik dari LAS:

1) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem
2) Respon bersifat adaptif; diperlukan stresor untuk menstimulasikannya
3) Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus
4) Respon bersifat restorative

15
 Respon LAS :

1) Respon Inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon inflamasi dibagi
kedalam 3 fase :

a) Fase Pertama

Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengaan penyempitan


pembuluh darag ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin, histamine,
sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga
protein, leujosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.

b) Fase kedua

Pelepasam eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telag mati
dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera.

c) Fase ketiga

Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut

2) Respon Reflex Nyeri

Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari
kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengaan benda
tajam.

 General Adaption Syndrome (GAS)

Terbagi atas tiga fase, yaitu :

a) Fase Alarm (Waspada)

Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk


menghadapi stressor. Reaksi psikologi “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda
fisik: curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan
gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh,
gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh
menurun.

16
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti
pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya
menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormone lainnya dilepas untuk meningkatkan
kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energy untuk keperluan adaptasi,
teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung
meningkatkan dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan
meningkatnya kewaspadaan mental.

b) Fase Exhaustion (kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan atres yang belum dapaat tertanggulangi pada


fase sebelumnya. Energy penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri
terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental. Penyakt arteri coroner, dll.
Tahap ini cadangan energy telah menipis atau habus, akibatnya tubuh tidak mampu
lagi menghadapi stress. Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.

Ada empat variable psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme


respons stress (Papero, 1997), yaitu :

 Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang
mengurangi intensitas respons stres.
 Pediktabilitas yaitu stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang
tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.
 Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi stressor saat ini dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.
 Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas
dapat menambah atau mengurangi respons stres.

2.5 Mekanisme Koping

Koping termasuk konsep sentral dalam memahami kesehatan mental. Koping berasal
dari kata coping yang bermakna harfiah pengatasan/penanggulangan (to cope with =
mengatasi, menanggulangi). Namun karena istilah coping merupakan istilah yang sudah
jamak dalam psikologi serta memiliki makna yang kaya, maka penggunaan istilah tersebut
dipertahankan langsung diserap ke dalam bahasa Indonesia untuk membantu memahami

17
bahwa coping (koping) tidak sesederhana makna harfiahnya saja. Koping sering disamakan
dengan adjustment (penyesuaian diri). Koping juga sering dimaknai sebagai cara untuk
memecahkan masalah (problem solving). Pengertian koping memang dekat dengan kedua
istilah di atas, namun sebenarnya agak berbeda. Pemahaman adjustment biasanya merujuk
pada penyesuaian diri dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah lebih
mengarah pada proses kognitif dan persoalan yang juga bersifat kognitif. Koping itu sendiri
dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai
sebagai suatu tantangan/luka/kehilangan/ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada yang
orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang
membangkitkan emosi. Atau dengan kata lain, koping adalah bagaimana reaksi orang ketika
menghadapi stres/tekanan.

1. Tindakan Langsung (Direct Action)

Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan oleh individu untuk
mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan
yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan koping jenis direct action atau
tindakan langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami.

Ada 4 macam koping jenis tindakan langsung:

a. Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka

Individu melangkahkan langkah aktif dan antisipatif (beraksi) untuk menghilangkan


atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri secara langsung pada keadaan yang
mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya tersebut. Misalnya, dalam
rangka menghadapi ujian, Tono lalu mempersiapkan diri dengan mulai belajar sedikit demi
sedikit tiap-tiap mata kuliah yang diambilnya, sebulan sebelum ujian dimulai. Ini dia lakukan
supaya prestasinya lebih baik dibanding dengan semester sebelumnya, karena dia hanya
mempersiapkan diri menjelang ujian saja. Contoh dari koping jenis ini lainnya adalah
imunisasi. Imunisasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang tua supaya anak mereka
menjadi lebih kebal terhadap kemungkinan mengalami penyakit tertentu.

b. Agresi

Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang
dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa/menilai dirinya

18
lebih kuat/berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut. Misalnya, tindakan
penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah Jakarta terhadap penduduk yang berada di
kawasan kumuh. Tindakan tersebut tergolong ke dalam agresi, dan tindakan tersebut bisa
dilakukan karena pemerintah memiliki kekuasaan yang lebih besar dibanding dengan
penduduk setempat yang digusur.

c. Penghindaran (Avoidance)

Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya
sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi yang
mengancam tersebut. Misalnya, penduduk yang melarikan diri dari rumah-rumah mereka
karena takut akan menjadi korban pada daerah-daerah konflik seperti di Aceh.

d. Apati

Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara
individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang melukai dan
tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam
tersebut. Misalnya, pada kerusuhan Mei. Orang-orang Cina yang menjadi korban umumnya
tutup mulut, tidak melawan dan berlaku pasrah terhadap kejadian biadab yang menimpa
mereka. Pola apati terjadi, baik tindakan mempersiapkan diri menghadapi luka, agresi
maupun avoidance sudah tidak memungkinkan lagi dan situasinya terjadi berulang-ulang.
Dalam kasus tersebut, orang-orang Cina sering kali dan berulang kali menjadi korban ketika
terjadi kerusuhan sehingga menimbulkan reaksi apati di kalangan mereka.

2. Peredaan atau peringanan (Palliation)

Jenis koping ini mengacu pada mengurangi/menghilangkan/menoleransi tekanan-tekanan


kebutuhan/fisik, motorik atau gambaran afeksi dari tekanan emosi yang dibangkitkan oleh
lingkungan yang bermasalah. Atau bisa diartikan bahwa bila individu menggunakan koping
jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu,
yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya.

a. Diarahkan pada gejala (symptom directed modes)

Macam koping ini digunakan bila gejala-gejala gangguan muncul dari diri individu,
kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang
berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut.

19
Penggunaan obat-obatan terlarang narkotika, merokok, alkohol merupakan bentuk koping
dengan cara diarahkan pada gejala. Namun, tidak selamanya cara ini bersifat negatif.
Melakukan relaksasi, meditasi, atau berdoa untuk mengatasi ketegangan juga tergolong
ke dalam symptom directed modes tetapi bersifat positif.

b. Cara intrapsikis (intrapsychic modes)

Koping jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang menggunakan
perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan istilah Defense
Mechanism (mekanisme pertahanan diri).

Macam-macam Defense Mechanism :

1) Identifikasi
Yaitu menginternalisasi ciri-ciri yang dimiliki oleh orang lain yang berkuasa dan
dianggap mengancam. Identifikasi biasanya dilakukan oleh anak pada orang tua
mereka.
2) Pengalihan (Displacement)
Yaitu memindahkan reaksi dari objek yang mengancam ke objek yang lain karena
objek yang asli tidak ada atau berbahaya bila diagresi secara langsung. Misalnya,
seorang bawahan dimarahi oleh atasannya di kantor. Bawahan tersebut kemudian
memarahi istrinya dirumah karena tidak berani membantah atasannya. Istri kemudian
memarahi anaknya. Ini merupakan contoh klasik dari displacement.
3) Represi
Yaitu menghalangi impuls-impuls yang ada atau tidak bisa diterima sehingga impuls-
impuls tersebut tidak dapat diekspresikan secara sadar/langsung dalam tingkah laku.
Misalnya, dorongan seksual karena dianggap tabu lalu ditekan begitu saja ke dalam
ketidaksadaran. Dorongan tersebut lalu muncul dalam bentuk mimpi.
4) Denial
Yaitu melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada karena
kenyataan yang ada dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan.
Misalnya, istri yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya secara mendadak, merasa
suaminya masih hidup sehingga setiap sore ia selalu membuatkan kopi untuk
suaminya seperti saat suaminya masih ada, ini merupakan salah satu contoh dari
denial.

20
5) Reaksi Formasi
Yaitu dorongan yang mengancam diekspresikan dalam bentuk tingkah laku secara
terbalik. Contoh klasik dari pertahanan diri jenis ini adalah orang yang sebenarnya
mencintai, namun dalam tingkah laku memunculkan tindakan yang seolah-olah
membencinya.
6) Proyeksi
Yaitu mengatribusikan/menerapkan dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain
karena dorongan-dorongan tersebut mengancam integritas. Misalnya, A mencintai B,
namun karena cinta yang dirasakan mengancam harga dirinya, lalu A mengatakan
bahwa B-lah yang mencintainya.
7) Rasionalisasi/Intelektualisasi
Yaitu dua gagasan yang berbeda dijaga supaya tetap terpisahkan. Karena bila
bersama-sama akan mengancam. Misalnya, semua orang sepakat bahwa kesejahteraan
manusia hanya bisa terjadi lewat cara-cara damai, namun tidak sedikit pula orang
yang mengakui hal di atas, mendukung jalan kekerasan untuk mencapai tujuan
mereka.
8) Sublimasi
Yaitu dorongan atau impuls yang ditransformasikan menjadi bentuk-bentuk yang
diterima secara sosial sehingga dorongan atau impuls tersebut menjadi sesuatu yang
benar-benar berbeda dari dorongan atau impuls aslinya. Contohnya, orang yang
memiliki dorongan seks yang kuat lalu menggunakan energi tersebut untuk menjadi
sumber dari dorongan religiusnya, sehingga ia mengalami pengalaman mistik dan
mampu bekerja bagi kemanusiaan, karena pada dasarnya religiusitas memiliki
persamaan/kaitan dengan seksualitas yaitu dalam hal pengalaman
penyatuan/peleburan.

Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri (defense mecanism) terjadi tanpa disadari
dan bersifat membohongi diri sendiri terhadap realita yang ada, baik realita yang ada di
luar (fakta/kebenaran) maupun realita yang ada di dalam (dorongan/impuls/nafsu).
Defense mechanism bersifat menyaring realita yang ada sehingga individu yang
bersangkutan tidak bisa memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini
membuat sebagian besar ahli menyatakan bahwa koping jenis defense mechanism
merupakan koping yang tidak sehat (kecuali sublimasi).

21
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleks diri yang
terus-menerus. Dengan cara demikian, individu bisa mengetahui jenis mekanisme
pertahanan diri yang bisa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang
lebih konstruktif.

Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif (sehat)

Harber & Runyon (1984) menyebutkan koping-koping yang dianggap konstruktif, yaitu:

1. Penalaran (Reasoning)

Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai alternatif


pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap paling
menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan informasi yang relevan berkaitan
dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya,
kemudian memilih alternatif yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya
paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.

2. Objektifitas

Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan


logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi
kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan
persoalan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas
masyarakat individu yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya
sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari
oleh pengaruh emosi.

3. Konsentrasi

Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang
sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk menghindar dari pikiran-
pikiran yang mengganggu ketika sedang berusaha untuk memecah persoalan yang sedang
dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsentrasi
ketika menghadapi tekanan. Pikiran mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus
pikiran yang justru membuat persoalan menjadi semakin kabur dan tidak terarah.

22
4. Humor

Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang dihadapi,
sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak terasa bagai
menekan ketika dihadapi.

5. Supresi

Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada
sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi yang
lebih konstruktif. Koping supresi juga mengandaikan individu memiliki kemampuan
untuk mengelola emosi sehingga pada saat tekanan muncul, pikiran sadarnya tetap bisa
melakukan kontrol secara baik.

6. Toleransi terhadap Kedwiartian atau Ambiguitas

Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang bersifat
tidak jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidakjelasan tersebut.
Kemampuan melakukan toleransi mengandaikan individu sudah memiliki perspektif
hidup yang matang, luas dan memiliki rasa aman yang cukup.

7. Empati

Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga
mencakup kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan dirasakan
oleh orang lain. Kemampuan empati ini memungkinkan individu mampu untuk
memperluas dirinya dan menghayati perspektif pengalaman orang lain sehingga individu
yang bersangkutan menjadi semakin kaya dalam kehidupan bathinnya.

APA (1994) yang menerbitkan DSM-IV juga menyebutkan sejumlah koping yang
sehat yang merupakan bentuk penyesuaian diri yang paling tinggi dan paling baik (high
adaptive level) dibandingkan dengan jenis koping lainnya. Selain supresi, sublimasi, dan
humor seperti yang telah disebutkan di awal, jenis koping yang selalu sehat lainnya:

1. Antisipasi

Antisipasi berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu


perangsang. Ketika individu berhadap dengan konflik-konflik emosional atau memicu stres

23
baik dari dalam maupun dari luar, ia mampu mengantisipasi akibat-akibat dari konflik atau
stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.

2. Afiliasi

Afiliasi ini berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan
orang lain dan bersahabat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi
konflik baik dari dalam maupun dari luar, ia mampu mencari sumber-sumber dari orang lain
untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan. Koping afiliasi ini meliputi kemampuan
untuk dapat membagikan masalah yang dihadapi dengan orang lain sehingga secara tidak
langsung orang lain turut merasa bertanggung jawab terhadap persoalan/stres yang dihadapi.

3. Altruisme

Altruisme merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan


kepentingan orang lain. Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam
maupun dari luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan orang lain.
Altruisme berbeda dengan tindakan pengorbanan diri yang menjadi ciri-ciri mekanisme bela
ego reaksi formasi, dimana individu mengalami kepuasan bila dia mengalami sendiri apa
yang dialami oleh orang lain atau dilakukan untuk orang lain. Pada berbagai
kepercayaan/agama, altruisme mendapatkan nilai yang tinggi sebagai perwujudan
kedewasaan spiritual manusia. Berkorban, memberikan diri bagi sesama menjadi nilai
universal yang sangat dihargai oleh umat manusia. Manusia-manusia yang mampu
membuktikan tindakan altruisme, mereka dianggap sebagai pahlawan kemanusiaan. Gandhi,
Suster Theresa, Marthin Luther King, dan berbagai tokoh lain bisa menjadi personifikasi dari
tindakan altruisme ini.

4. Penegasar diri (Self Assertion)

Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan
cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi
dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Asertif adalah menegaskan
apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati
pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan di bidang asertifitas mulai
banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.

24
5. Pengamatan diri (Self Observation)

Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian


secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap
tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman
mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu
memiliki kemampuan untuk melakukan transendensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak
antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-
latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan
untuk melakukan pengamatan diri.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia adalah makhluk yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang
lain. Manusia adalah makhluk individu yang memiliki sifat bio-psiko-sosio spiritual dan
sistem. Kebutuhan dasar pada manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis.

Setiap manusia pasti pernah mengalami stress. Stress adalah segala situasi dimana
tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespon atau melakukan
tindakan.

Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam
berespon terhadap stress. Koping termasuk konsep sentral dalam memahami kesehatan
mental. Koping sering disamakan dengan adjustment (penyesuaian diri). Koping juga sering
dimaknai sebagai cara untuk memecahkan masalah (problem solving).

3.2 Saran

Sebagai manusia hendaknya kita dapat berinteraksi atau berhubungan baik dengan
manusia lainnya. Dengan berinteraksi, segala kebutuhan manusia akan mudah terpenuhi.
Setiap masalah lebih baik dihadapi, dibandingkan hanya dipikirkan saja. Karena dapat
menimbulkan stress bagi tiap manusia.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Yulrina, 2014. Keterampilan Dasar Kebidanan 1. Yogyakarta: Deepublish

Asmadi, 2005. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah, Musrifatul, 2006. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
untuk Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

27

Вам также может понравиться