Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Meningitis Tubercolosis


1. Pengertian Meningitis Tubercolosis
Meningitis adalah peradangan selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column
yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. (Suriadi, 2001 : 201).
Tubercolosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Myobacterium
Tubercolosis dan Myobacterium Bovis. Basil Tubercolosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi mati dalam cairan yang bersuhu 60oC
kumpulan protein hasil Tubercolosis menyebabkan sifat tahan asam merupakan penyebab
terjadinya fibrosis dan terbentuknya epitoloid dan tuberkel (Ngastiyah, 2005 : 63 ).
Meningitis Tubercolosis terjadi akibat komplikasi penyebaran Tubercolosis primer,
biasanya dari paru. (Ngastiyah, 2005 : 188).
Dari pengertian di atas Meningitis Tubercolosis adalah peradangan pada selaput meningen
dan merupakan komplikasi dari penyakit tuberkulosis primer biasanya di paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosa.

2. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak


a. Anatomi Selaput Otak
Selaput otak terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaitu, Duramaster, Arachnoidea, dan Piameter.
1) Duramater (Pachymenin )
Duramater adalah membran putih tebal yang kasar, yang menutupi seluruh otak dan
medulla spinalis. Duramater terdiri dari lapisan yang berfusi kecuali di dalam tulang
tengkorak, dimana lapisan telurnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Lapisan
ini dinamakan lapisan dura endosteal dan dura meningeal. Falz serebri adalah lapisan vertikal
durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri
adalah ruang horizontal dri duramater yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum.

2) Arachnoiedia ( Leptomeninx )
Arachnoiedia merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya dengan piameter,
diantaranya terdapat ruang subarachnoid dimana terdapat arteri dan vena serebral dipenuhi
oleh cairan serebro spinal. Arachnoiedia meliputi otak dan modula spsinalis. Sisterna magna
adalah bagian terbesar dari ruang sub arachnoid di sebelah otak belakang, memenuhi celah
diantara serebelum medulla ablongata.
3) Piameter
Piameter merupakan membrane halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan terbawah yang
langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh modula spinalis.
b. Fisiologi Selaput Otak
Adapun fungsi meningeal adalah sebagai berikut :
1) Meningeal berisi carian serebro spinal yang berfungsi membasahi sistem syaraf pusat. Selain
itu cairan ini berfungsi sebagai bantal penahan trauma mekanik dan nutrisi bagi neuron –
neuron.
2) Kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah besar.
3) Menyelubungi dan melindungi susunan syaraf.
4) Melindungi pembuluh darah dan menutupi sinus venosus.

3. Etiologi Meningitis Tubercolosa


Penyebab Meningitis Tubercolosis adalah akibat komplikasi penyebaran Tubercolosis
primer, melalui pembentukan tiberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau
vertebrata yang kemudian pecah didalam rongga arachnoid. ( Ngastiyah, 2005 : 188 ).
Penyebab Meningits Toberculosa adalah basil tuberkel (mycobacterium tuberculosa)
(Elisabeth Indah, 1998 : 18).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab meningitis tuberculosa adalah
mycobacterium tuberculosa.

4. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi tuberkulosis primer, biasanya dari paru.
Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran
hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada selaput otak, sum-
sum tulang belakang atau pertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arracnoid (Rich
dan McCordeck).
Mikobakterium tuberkulosa masuk ke saluran napas, masuk ke paru terjadi infeksi (TBC
Paru) terjadi penyebaran melalui berbagai saluran organ yang berdekatan dengan otak masuk
membentuk tuberkel pada selaput otak dan pecah di arhakoid terjadi radang, selain itu terjadi
penyebaran masuk ke sum-sum tulang belakang/vetebra membentuk tuberkel pada selaput
otak dan pecah di rongga arakhnoid dan terjadi radang. Efek peradangan akan menyebabkan
kenaikan suhu tubuh dan peningkatan cairan cerebrospinalis sehingga terjadi obstruksi pada
aliran darah dan selanjutnya menyebabkan hydrosefalus dan peningkatan tekanan intra
kranial. Selain itu dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah. Efek yang lain dari
peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang kesemuanya
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial.
Akibat dari peningkatan tekanan intra kranial (TIK) akan menyebabkan sakit kepala,
muntah, anoreksia, dan gangguan fungsional syarap motorik dan sensorik sehingga terjadi
kejang dan kaku kuduk. Eksudat terdiri dari bakteri fibrim dan leukosit yang dibentuk di
ruang sub arakhnoid. Penumpukan eksudat pada cairan serebrospinal akan bertambah dan
mengganggu aliran cairan cerebrospinal di sekitar otak dan medula spinalis sehingga terjadi
pasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dan menekan saraf-saraf terutama (N.III) Nervus
Oculomotorius, (N.IV) Nervus Trochlearis, (N.VI) Nervus Abdusen, (N.VII) Nervu Fasialis,
dan (N.VIII) Nervus Stato-Akustikus atau Vestibulo Kokhlearis, selain itu dapat
menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak kemudian
terjadi infark sehingga terjadi gangguan kesadaran.
Gangguan kesadaran dapat menimbulkan gangguan perpusi jaringan otak, hal itu dapat
mempengaruhi pertukaran O2 dan CO2 di jaringan otak, sehingga sering terjadi pernapasan
cheyne stokes dan suplai O2 ke otak berkurang sehingga otak menjadi rusak dan
mempengaruhi saraf motorik yang dapat mengakibatkan penurunan kekuatan otot dan
akhirnya terjadi kelumpuhan anggota gerak sampai dengan altrofi anggota gerak.

5. Manifestasi Klinis Meningitis Tuberculosa


a. Gejala Stadium Awal
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak, Meningitis
biasanya mulai perlahan – lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja,
jarang terjadi akut dan panas yang tinggi, anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan
tidurnya sering terganggu, anak mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah
sering dijumpai.
b. Gejala Stadium Transisi
Diawali dengan kejang dan gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan
meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus.
Reflek tendon menjadi lebih tinggi, ubun – ubun menonjol, dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat syaraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus suhu tubuh
menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.
c. Gejala Stadium Terminal
Berupa kelumpuhan – kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak
bereaksi sama sekali, nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernafasan
“cheyne stoke” hiperperiksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadaran pulih kembali.
(Ngastiyah, 2005 : 183 ).

6. Pemeriksaan Diagnostik meningitis Tuberculosa


a. Pemeriksaan lumbal fungsi
Pada meningitis tubercolosis, diperoleh hasil pemeriksaan lumbal fungsi berupa cairan
serebrospinalis yang jernih, juga adanya kelainan radiologis serta adanya sumber di dalam
keluarga.
Pemeriksaan bakteriologik dan laboratorium lainnya, likuor serebrospinalis berwarna
jernih, opalesen atau kekuning – kuningan (xantrokan) bila cairan otak didiamkan akan
timbul finrinous web (pelikel) tempat yang sering ditemukan basil Tubercolosis.
b. Pemeriksaan darah
Diperoleh hasil tekanan dan jumlah sel meninggi namun umumnya jarang melebihi
1.500/3 mm3 dan terdiri dari limfosit terutama kadar protein meninggi sedangkan kadar
glukosa dan klorida tidak menurun. (Ngastiyah, 2005 : 189 ).

7. Komplikasi Meningitis Tuberculosa


Dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat,
dapat terjadi cacat neurologis berupa parese, paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat
sumbatan, resorpsi berkurang atau produksi berlebihan dari likuor serebrospinalis, anak juga
dapat menjadi buta atau tuli kadang – kadang menderita retardasi mental. (Ngastiyah, 2005 :
189 ).

8. Penanganan Meningitis Tuberculosa


Pengobatan yang diberikan pada klien Meningitis Tubercolosis adalah pada prinsipnya sama
dengan pengobatan spesifik TBC paru yaitu, kombinasi INH (Isonikotinil Hidrazid) dengan
2 dari 3 macam tuberkulostika dibawah ini selama dua tahun
Tabel 2. 2
Jenis dan Dosis Obat TBC Anak Sesuai Dengan Berat Badan Anak
Jenis Obat BB < 10 kg BB 10-20 kg BB 20-33 kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg
Sumber : Berdasarkan Rekomendasi IDAI
Bila ada resistensi terhadap salah satu obat tersebut maka dapat diganti reserve drugs dan
ada beberapa Dokter yang menggunakan antibiotika lain dan obat spesifik TBC ditambah
dengan Kortikosteroid, pengobatan simtomatik bila terjadi kejang, koreksi dehidrasi akibat
masukan makanan yang kurang atau muntah dan fisiotherafi.
Sedangkan Elizabeth Indah (1998 : 13), berpendapat bahwa manajemen terapi pada klien
dengan meningitis meliputi :
a. Isolasi pencegahan
b. Terapi antimikroba awal ; seperti kombinasi ampicylin dan Chloromycetin intravena.
c. Pemeliharaan hidrasi optium
d. Pemeliharaan ventilasi
e. Mengurangi peningkatan tekanan intracranial
f. Mengontrol kejang
g. Mengontrol temperatur tinggi
h. Koreksi anemia
i. Penanganan komplikasi

9. Dampak Penyakit Meningitis Tubercolosis Terhadap Sistem Tubuh


a. Sistem Pernafasan
Pada klien biasanya didapatkan pernafasan cheyne stokes sehingga terdapat gangguan
kebutuhan O2. Adanya lendir yang terkumpul dalam rongga mulut dapat menghalangi
kelancaran lalu lintas udara (O2), disamping itu dapat menyebabkan terjadi aspirasi jika tidak
sering dihisap.
b. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien Meningitis akan ada peningkatan tekanan darah dan terkadang juga
menurunkan sebagai akibat dari adanya bendungan pembuluh-pembuluh darah pada piamater
serta pembesaran fleksus koroideus.
c. Sistem Pencernaan
Klien dengan penurunan kesadaran akan mengalami gangguan menelan, muntah, dan
anoreksia sehingga asupan nutrisi tidak adekuat. Bisa juga terjadi diare atau terjadi konstipasi
sebagai akibat menurunnya peristaltik usus karena adanya intoleransi aktifitas dan
immobilisasi.
d. Sistem Perkemihan
Karena adanya penurunan kesadaran, maka akan terjadi inkontinensia urine atau juga
retensi urine. Ini disebabkan oleh asupan cairan tidak adekuat dan tidak dapat mengontrol
keinginan untuk berkemih.
e. Sistem Saraf
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yang mengenai seluruh
organ tubuh melalui pembuluh darah limfe didalam tubuh antara lain sistem saraf pusat
(otak), dapat menyebabkan kesadaran klien menurun yaitu dari apatis sampai koma dan
kadang terjadi kejang.
f. Sistem Integumen
Suhu tubuh meningkat karena infeksi akut sehingga menyebabkan gangguan sistem
termoregulasi. Karena suhu tubuh yang tinggi tersebut akan dapat mengeluarkan banyak
keringat, maka selalu basah dan akan timbul ruam dan lecet. Akan mudah terjadi dekubitus
bila tidak sering diubah letak baringnya, karena klien dengan Meningitis keadaannya sering
koma atau stupor.
g. Sistem Muskuloskeletal
Biasanya klien dengan meningitis tubercolosis sering mengalami kejang yang makin lama
makin sering dan makin berat, kerusakan terjadi pada otak sehingga gejala sisa akan berat
pula. Adanya pernafasa cheyne stokes menyebabkan masukan O2 kurang, akibatnya terjadi
anoksia otak. Akibat selanjutnya dapat menimbulkan berbagai kelumpuhan. Yang sering
ditemukan adalah kelumpuhan anggota gerak, yang awalnya bersifat flaksid (lemas)
kemudian terjadi spastis yang akhirnya akan menyebabkan deformitas anggota gerak.
B. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Infant (0-24 bulan)
1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi pada setiap mahluk. Pada
manusia terutama pada anak-anak proses tumbuh kembang ini terjadi sangat cepat (Supartini,
2004 : 49).
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan ukuran berat (gram,
puond, kg); ukuran panjang dengan cm atau meter, umur tulang, dan keseimbangan
metabolik (Ngastiyah, 2005 : 1).

Pertumbuhan pada usia 8 bulan (Infant) :


Berat badan : 6,6-8,8 kg
Panjang badan : 64,6-71,0 cm
Lingkar kepala : 41,5-47,5 cm
Gigi : Gigi pertama tumbuh pada usia 5-9 bln pada umur 1 tahun sebagian
besar anak mempunyai 6-8 gigi susu selama tahun ke 2 gigi susu tumbuh lagi 8 gigi sehingga
jumlahnya sekitar 14-16 gigi pada umur 2,5 tahun sudah terdapat 20 gigi susu.

b. Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara simultan yang menghasilkan
kualitas individu untuk berfungsi yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses
belajar di lingkungan (Supartini, 2004 : 49).
Untuk anak usia 8 bulan menurut Suciningsih perkembangan dapat dinilai dari motorik
kasar, motorik halus, sensori, vokalisasi dan sosialisasi
1) Motorik Kasar
Anak mampu duduk sendiri, belajar berdiri dengan kedua kaki menyangga sebagian berat
badan dan merangkaka meraih mainan atau mendekati seseorang.
2) Motorik Halus
Anak dapat memindahkan bola dari satu tangan ke tangan yang lain, memungut benda kecil
dengan meraup, senang melempar benda dan mencari benda yang dijatuhkan.
3) Vokalisasi
Anak mampu mengulang atau menirukan kata yang baru didengarnya, bicara 2-3 suku kata
yang sama, bereaksi terhadap suara.
4) Sosialisasi
Anak sudah mampu makan kue sendiri, bermain cilukba dan bermain tepuk tangan.
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi pada saat seseorang masih dalam
kandungan. Setiap organ dan fungsinya kecepatan tumbuhnya berbeda. Pertumbuhan tidak
hanya terjadi pada fisik saja tetapi juga pada perkembangan secara umum seperti berfikir,
berperasaan, bertingkah laku dan lain-lain.
Pada periode kanak-kanak awal atau yang disebut toddler menunjukkan perkembangan
motorik yang lebih lanjut dan anak menunjukkan kemampuan aktivitas lebih banyak
bergerak, mengembangkan rasa ingin tahu dan eksplorasi terhadap benda yang ada
disekelilingnya. Dengan demikan, bahaya atau risiko terjadi kecelakaan harus diwaspadai
pada periode ini.
Pada perkembangan psikoseksual selama menginjak tahun pertam sampai tahun ketiga,
kehidupan anak berpusat kepada kesenangan anak yaitu selama perkembangan otot sfinger.
Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan
keinginannya. Dengan demikian toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan pada
periode ini.

C. Stressor Hospitalisasi Dan Reaksinya Pada Fase Infant


Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi
anak. Anak-anak terutama pada tahun-tahun awal, sangat rentan terhadap krisis penyakit dan
hospitalisasi karena:
1. Stress akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan
2. Anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stresor.
a) Reaksi terhadap penyakit
1. Tidak ada temuan berkenaan dengan respon praverbal anak terhadap penyakit atau rasa takut
terhadap cedera tubuh
2. Bayi yang lebih muda berespons terhadap nyeri dengan respon tubuh yang umum
termasuk menangis keras dan beberapa mimik wajah
3. Bayi yang lebih besar berespon dengan respon tubuh umum dan menarik dengan sengaja dari
area stimulus, menangis keras, mimik wajah dan marah dan tahanan fisik.

b) Reaksi terhadap hospitalisasi


1. Bayi usia dibawah 3 bulan menoleransi hospitalisasi jangka pendek dengan baik apabila
didampingi oleh seorang pengasuh yang memenuhi kebutuhan fisik mereka secara konsisten
2. Bayi usia antara 4 dan 6 bulan, mulai mengenali ibu dan ayahnya jika dijauhkan dari dirinya
(dikenal sebagai ansietas terhadap orang asing ), sehingga bayi pada usia ini mungkin juga
mengalami ansietas perpisahan ketika dirawat.

D. Teknik Komunikasi Anak Usia Infant (0-24 Bulan)


Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui
gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasiyang efektif, di samping itu
komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal.
Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk
melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk
mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai
pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya,
kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam
belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya.
Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal
seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap
panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku.
Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara
dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif
pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbaldengan tehnik sentuhan
seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.

E. Proses Asuhan Keperawatan pada Meningitis Tubercolosis


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data keperawatan, pengelompokan
data atau analisa data, dan perumusan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999 : 54). Tahap
pengkajian terdiri dari kegiatan yaitu :
a. Pengumpulan data
Dari data-data yang telah terkumpul tersebut lalu dikelompokan menjadi dat dasar dan
data khusus. Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data psikososial, data
spiritual dan data tumbuh kembang. Data tumbuh kembang pada anak-anak meliputi pola
tumbuh kembang seperti kemampuan tugas perkembangan pada periode tertentu. (Gaffar,
1999 : 59-60).
Data khusus adalah data yang bersifat khsusus, misalnya laporan operasi, laboratorium,
pemeriksaan rontgen dan sebagainya.
1) Biodata
a) Identitas Klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,
diagnosa medis, No Rekam Medik, tanggal masuk, tanggal dan jam pengkajian.
b) Identitas keluarga terdiri dari ayah, ibu, wali.
Identitas penanggung jawab mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, Pendidikan
dan alamat.
2) Riwayat kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama
Keluhan utama menjelaskan tentang keluhan yang terjadi saat dikaji. Biasanya pada anak
dengan Meningitis Tubercolosis orang tuanya mengeluhkan kesadaran menurun atau tidak
sadar.
b) Keluhan kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan dari keluhan utama secara detail
dengan menggunakan PQRST, yang menguraikan riwayat perjalanan dan perkembangan
penyakit sampai keadaan riwayat kesehatan sekarang, dan gejala yang sering ditemukan
seperti lesu, kesadaran menurun, anoreksia, kejang, dan penurunan nafsu makan.
(1) P : Paliatif : yaitu apa yang memperberat gangguan kesadaran yang dialami klien
(2) Q : Qualitatif yaitu bagaimana kualitas dari gangguan tingkat kesadaran yang dialami klien
biasanya dengan menggunakan GCS (Skala coma glasglow) anak usia toddler
(3) R : Regio bila ada gangguan kesadaran bagian otak yang mana yang mengalami kerusakan.
(4) S : Severity seberapa berat gejala penyakit yang dialami dan berlangsung dalam keadaan
bagaimana biasanya klien mengalami gangguan kesadaran bila ada peningkatan tekanan
intrakranial.
(5) T : Timing, sudah berapa lama klien mengalami penurunan kesadaran.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu menjelaskan tentang awal perawatan di RS, alergi, penyakit
kronis dan riwayat operasi. Juga menjelaskan tentang penyakit yang pernah diderita klien
yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang. Apakah pernah mengalami penyakit TBC
paru serta pengobatannya bagaimana.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga menjelaskan keadaan kondisi anggota keluarga apakah ada
yang pernah menderita penyakit menular seperti TBC Paru.
3) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a) Kehamilan
Menjelaskan tentang keadaan kehamilan, kunjungan selama kehamilan, jenis pelayanan
kesehatan yang digunakan, keluhan selama kehamilan. Dan apakah ibu penah menderita TBC
paru pada waktu hamil.
b) Persalinan
Menjelaskan usia kehamilan klien lahir dimana, ditolong oleh siapa, lahir tanpa tindakan
(spontan), atau dengan tindakan karena ada penyulit, apakah partus lama, panjang badan dan
berat badan saat lahir serta kelainan pada saat persalinan.

4) Riwayat Imunisasi dan Makanan


a) Imunisasi
Apakah sudah di diumunisasi BCG, bila anak belum apa alasannya.
b) Makanan
Menjelaskan tentang perolehan ASI eksklusif, atau pemberian PASI pada usia berapa bulan,
dan jenis PASI yang diberikan apa, apakah ada riwayat anak susah makan.
5) Riwayat Psikososial
Respon psikologis klien dan orang tua akibat hospitalisasi juga perlu dikaji agar
memudahkan dalam menentukan intervensi. Bagaimana reaksi klien selama sakit dan
perasaan orang tua melihat keadaan anaknya yang sedang sakit.
6) Data Spiritual
Perlu dikaji keyakinan keluarga, dan sumber kekuatan pandangan terhadap penyakit
yang sedang diderita yaitu meningitis akibat TBC.
7) Pola Aktivitas Sehari – hari
a) Pola Nutrisi
Pada klien Meningitis tubercolosis ditemukan perubahan pola nutrisi dimana klien
mengalami penurunan kesadaran sehingga terjadi gangguan menelan dan seringkali disertai
muntah-muntah.
b) Pola Eliminasi
Pola eliminasi klien dengan Meningitis tubercolosis biasanya sering terjadi diare. Sering juga
terjadi inkontinensia urine atau juga retensi urine.
c) Pola Istirahat Tidur
Perubahan pola istirahat tidur dapat terjadi jika anak mengalami nyeri sehingga anak menjadi
gelisah dan rewel, biasanya kualitas dan kuantitas tidur klien berkurang. Tapi bila sudah
terjadi penurunan kesadaran (koma) hal ini tidak dapat diukur.
d) Pola Personal Hygiene
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan apakah sudah mencuci tangan sebelum makan,
frekuensi mandi, menyikat gigi, keramas dan menggunting kuku sebelum sakit dan setelah
sakit.
8) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan umum klien sewaktu dilakukan pengkajian, biasanya klien lemah kesadaran
menurun sering ditemukan yaitu dimulai dari apatis, samnolen, sopor, sampai koma dinilai
dengan menggunakan GCS. Gangguan sistem persarafan terutama saraf kranial. Saraf
kranial yaitu :
(1) Nervus Olfaktoriuos (N.1) : untuk mengetahui ada tidaknya gangguan terhadap fungsi
penciuman.
(2) Nervus Optikus (N.II): Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan lapang pandang.
(3) Nervus Okulomotorius (N.III): Kontriksi pupil, gerak kelopak mata dan pergerakan bola
mata.
(4) Nervus Trochlearis (N.IV): Pergerakan mata kebawah dan kedalam.
(5) Nervus Trigeminus (N.V): Mensuplai sensasi atau refleks kornea, mokusa mulut dan hidung
serta kulit muka
(6) Nervus Abdusen (N.VI): Pergerakan mata bilateral.
(7) Nervus Fasialis (N.VII): Mempersarafi seluruh otot - otot wajah yang mempunyai fungsi
sensorik dan motorik seperti bentuk simetris atau tidak, gerakan-gerakan abnormal
(grimacing, tremor) dan ekspresi muka.
(8) Nervus Auditorius (N.VIII): Fungsi keseimbangan dan pendengaran.
(9) Nervus Glosophryngeus (N.IX): Mengivasi otot - atot untuk menelan, mensuplai sensasi
membran mukosa faring dan mempersyarafi 1/3 bagian belakang lidah.
(10) Nervus Vagus (N.X): Mengontrol proses menelan, pergerakan uvula, pergerakan falatum
mole, mengontrol mukosa faring dan tonsil..
(11) Nervus Asesoris (N.XI) : Mensuplai otot-atot sternochleidomastoideus dan otot - otot
travezius.
(12) Nervus Hipoglosus (N.XII): Responsibel untuk lidah, pergerakan waktu menelan dan bicara.
Untuk mengikuti tingkat kesadaran dapat digunakan skala coma glasglow yang
memperhatikan tanggapan atau respon penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai
pada respon tersebut :
Tabel 2.3 Skala Koma Glasgow
Buka mata Spontan 4
Terhadap panggilan 3
Terhadap nyeri 2
Tidak membuka sama sekali 1
Respons Verbal Berorintasi pada waktu, tempat dan orang 5
Terbalik Respons verbal menandakan adanya konfusi dan disorientasi 4
Kata-kata tidak tepat sehingga tidak ada artinya suara tidak ada
artinya tidak ada 3
Suara tidak ada artinya
Tidak ada respons verbal 2
1
Respons motorik Menuruti perintah menggerakkan bagian tubuh 5
terbaik Berusaha menghentikan stimulus yang menyakitkan 4
Respons nyeri dekortikasi (Fleksi lengan)
Respons nyeri dserebrasi (Ekstensi dan Rotasi Internal tangan) 3
Tidak ada respons motorik 2

Adapun patologis tingkat kesadaran dapat berubah dimulai dari :


(1) Delirium : menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari
aktivitas psikomotor dan siklus tidur/bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak
gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya meningkat, meronta-ronta.
(2) Samnolen : keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang, samnolen
disebut juga sebagai letargi, obtundasi, tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya
penderita dibangunkan, mampu memberi jawab verbal dan menangkis rangsang nyeri.
(3) Sopor (stupor) : kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, namun kesadarannya menurun lagi, ia masih dapat mengikuti suruhan yang
singkat dan masih terdapat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat
dibangunkan secara sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak
dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak untuk menangkis rangsang nyeri masih
baik.
(4) Koma Ringan : pada keadaan ini tidak ada respon terhadap rangsang verbal, refleks (kornea,
pupil dan lain sebagainya) masih baik, gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap
rangsang nyeri, reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban
“primitif”. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.
(5) Koma (dalam atau konflik) : tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali
terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
Pembagian tingkat kesadaran diatas merupakan pembagian dalam tingkat klinis, dan
batas antara tingkat ini tidak tegas. Tidaklah mengherankan bila kita menjumpai kata soporo-
coma samnolen-sopor.
b) Tanda – tanda vital dapat ditemukan peningkatan suhu. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh
dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas dan juga nadi. Dapat juga ditemukan tekanan
darah yang meningkat.
c) Status gizi dapat ditemukan penurunan berat badan normal
d) Pemeriksaan Head To Toe Pada Meningitis Tuberkulosa Usia Infant (0-12 bulan)
(1) Kepala dan Leher
Ukuran lingkar kepala akan bertambah bila ada hidrosefalus, ubun-ubun akan menonjol
bila ada TIK/hidrosefalus, pontanel sudah menutup atau belum, seharusnya pontanel anterior
menutup pada usia 15 bulan, kulit kepala kotor, nyeri kepala, apasia, gangguan sensori
motoris, kerusakan komunikasi, kaku kuduk, refleks brudzensky positif bila kepala ditekuk
kedua kaki terangkat, positif 1 bila sebelah kaki terangkat, ada benjolan atau pembesaran
getah bening di leher, kebersihan leher banyak keringat dan kotor.
(2) Mata
Mata menonjol bila tekanan intrakranial meningkat, mata tidak simetris, mata boneka,
palpebra ptosis (menggantung atau menutup), konjungtiva pucat, skelera putih, pupil miosis
atau midriasis, isokor an isokor bergerak abnormal, strabismus, nistagmus, refleks pupil
menurun atau tidak, kelemahan saraf mata, penglihatan menurun.
(3) Hidung
Penciuman menurun, pernapasan cuping hidung, ada sekret di lubang hidung
(4) Telinga
Terhadap rangsangan suara menurun dan kebersihan telinga menurun
(5) Mulut dan tenggorokan
Adanya sekret, bibir dan mukosa mulut kering, tonsil membesar, refleks menelan atau
menggigit menurun, muntah atau regurgitasi, kekakuan pada mulut, anoreksia.
(6) Dada/Toraks
Adanya depormitas toraks, pola napas cepat, ada pergerakan dinding dada, ada retraksi otot
dada, adanya ronkhi dan bising paru, ada sputum, bunyi jantung cepat dan keras, titik infuls
maksimum. Lengkung tulang belakang skoliosis, kiposis.
(7) Abdomen
Nyeri abdomen, kaku, peristaltik usus biasanya menurun, perkusi biasanya timpani, distensi
abdomen, pembesaran hati dan limpa, mual dan muntah, ada kram dan tenesmus, vesika
urinaria bisa penuh akibat retensio urine kosong bila inkontinensia urin.
(8) Genetalia dan Anus
Bentuk normal, adanya lesi, interkontinensia urin dan retensia urin.
(9) Integumen
Turgor kulit menurun, sensibilitas menurun, bila ada peningkatan suhu tubuh teraba panas,
banyak keringat, pucat sianosis kebiruan bila kurang O2, dekubitus akibat tirah baring.
(10) Ekstremitas
Adanya atrofi dan hipertrofi otot, masa otot tidak simetris, tonus otot meningkat, spastisitas
positif, flaksiditas positif, rentang gerak terbatas, kelemahan otot, gerakan abnormal seperti
tremor distonia, atetosis, persendian kontaktur, oedema, tanda kernig positif (nyeri bila kaki
diangkat dan dilipat). Deserebrasi biasanya bilateral (dalam posisi terlentang pergelangan
tangan fleksi dan mengepal, dorsalis pedis ekstensi) refleks lutut (patela menurun, refleks
babinsky positif).

9) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan Darah
Biasanya ditemukan tekanan dan jumlah sel meningkat namun umumnya jarang melebihi
1.500/3 mm3 dan terdiri dari lifosit.
(2) Cairan Serebrospinal
Biasanya berupa cairan serebrospinal yang jernih, cairan meningkat, jumlah sel darah putih
meningkat, glukosa menurun 2/3 dari gula darah, protein meningkat.
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan fhoto thorax, foto kepala, vertebrata, EEG, Scaning otak dan laju endap darah.
10) Pengobatan
Manajemen terapi meliputi : isolasi pencegahan, terapi antimikroba awal : seperti kombinasi
ampicyllin dan chloramycetin intravena. Pemeliharaan hidrasi optimum, pemeliharaan
ventilasi, mengurangi peningkatan tekanan intracranial, mengontrol kejang, mengontrol
temperatur tinggi, koreksi anemia, penanganan komplikasi. (Elizabeth Indah, 1998 : 13).
11) Analisa Data
Analisa data berarti mengkaitkan, menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori
dan prinsip yang relevan untuk mengetahui masalah keperawatan klien. (Gaffar, 1999 : 60)

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan aktual atau resiko tinggi (Gaffar, 1999 : 61). Menurut Elizabeth Indah (1998 : 24),
(Doenges, 2000 : 138) dan (Suriadi, 2004 : 188). diagnosa keperawatan yang dapat muncul
pada penderita Meningitis tubercolosis adalah sebagai berikut :
a. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman pathogen pada cairan serebrospinal dan secret
saluran pernapasan.
b. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan
selaput otak meningeal (Doenges, 2000 : 138).
c. Ketidak efektifan bersihan jalan napas sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
d. Nyeri sehubungan dengan peradangan pada selaput otak / jaringan otak.
e. Hipertermia sehubungan dengan infeksi.
f. Resiko tinggi defisit cairan sehubungan dengan muntah dan demam.
g. Resiko tinggi berlebihnya volume cairan sehubungan dengan sekresi ADH berlebih.
h. Takut sehubungan dengan parahnya kondisi.
i. Resiko tinggi injury (cedera) sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran
j. Defisit Perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan orang tua tentang
perawatan kebersihan diri anaknya
k. Ansietas pada anak berhubungan dengan hospitalisasi

Вам также может понравиться