Вы находитесь на странице: 1из 18

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Hlm.

671-687, Desember 2016

PEMODELAN TRANSPOR SEDIMEN KOHESIF PADA TELUK AMBON DALAM

COHESIVE SEDIMENT TRANSPORT MODELING ON INNER AMBON BAY

Yunita A. Noya1,2*, Mulia Purba1, Alan F. Koropitan1, and Tri Prartono1


1
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK – IPB
*E-mail: yunitanoya@yahoo.com
2
Departemen Ilmu Kelautan, FPIK Universitas Pattimura Ambon, UNPATTI

ABSTRACT
The presence of cohesive sediment in the water column can reduce light penetration and affect
photosynthesis process, and it can be disrupted the primary productivity of aquatic, and sedimentation
of coastal waters. The objective of this research was to determine the cohesive sediment distribution
pattern and the relationship with sedimentation. MIKE 3 FM modeling was used to understand the
process of sediment transport and sedimentation on Inner Ambon Bay. Sediment transport modeling
method was divided into two stages: the hydrodynamic modeling (baroclinic) and sediment transport
(mud transport) modeling. The model results indicate current patterns in the Inner Ambon Bay is
influenced by the tidal factor. Suspended sediment dispersed vertically from the surface to a depth of 30
m with concentration of about 3.5-15 Kg/m3. The maximum consentration of the suspended sediment
occurs at head of the bay (around Waiheru, Passo, and Lateri). Model simulations for 30 days showed
the rate of erosion is about 1.04-6.15 Kg/m2/s, while in Inner Ambon Bay the erosion about 9.07x10-8
Kg/m2/s only occurred in T1 station. Sedimentation associated with the cohesive sediment accumulation
and it was shown by bed level. In addition, the simulation showed bed level in sill ranged at 0.01-0.19
cm and 0.47 mm/day on average, while in the Inner Ambon Bay it ranged from 1.75-10.01 cm, and the
sedimentation rate was approximately 39.9 mm/day.

Keywords: erotion, sedimentation, sediment cohesive, sediment cohesive, modeling, Inner Ambon Bay

ABSTRAK
Adanya sedimen kohesif di perairan dapat mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air dan fotosintesis
sehingga produktifitas primer perairan dapat terganggu. Pengendapan sedimen kohesif di perairan
pesisir dapat mengakibatkan sedimentasi. Tujuan peneltian ini menunjukkan pola sebaran sedimen
kohesif dan hubungannya dengan sedimentasi yang terjadi di Teluk Ambon Dalam (TAD). Pemodelan
menggunakan MIKE 3 FM untuk menginterpretasikan proses sedimentasi pada TAD. Pengerjaan
pemodelan dibagi menjadi 2 tahap yaitu pemodelan hidrodinamika (baroclinic) dan transport sedimen
(sedimen transport). Hasil model menunjukkan bahwa pola pergerakan arus yang terjadi pada perairan
TAD dipengaruhi oleh faktor pasang surut. Pola penyebaran sedimen kohesif secara vertikal mulai dari
permukaan sampai dengan kedalaman 30m sekitar 3,5-15 Kg/m3. Konsentrasi sedimen kohesif tertinggi
terjadi pada pangkal teluk (di sekitar Waiheru, Passo, dan Lateri). Hasil simulasi model selama 30 hari
menunjukan bahwa tingkat erosi pada ambang (sill) berkisar antara 1,04-6,15 Kg/m2/s, sedangkan pada
TAD hanya terjadi pada stasiun T1 yaitu 9,07x10-8 Kg/m2/s. Sedimentasi yang berhubungan akumulasi
sedimen kohesif ditunjukan oleh ketebalan lapisan (bed level). Ketebalan lapisan sedimen pada area
ambang yaitu 0,01-0,19 cm atau rata-rata 0,47 mm/hari, sedangkan pada TAD berkisar antara 1,75-
10,01 cm, atau dengan nilai rata-rata sekitar 39,9 mm/hari.

Kata kunci: erosi, sedimentasi, sedimen kohesif, sedimentasi, pemodelan, sedimen kohesif, Teluk
Ambon Dalam

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 671
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

I. PENDAHULUAN sifik penyebab utama erosi sedimen kohesif di


Estuari Tagus (Portugal) oleh dinamika arus
Sedimen kohesif (lempung dan lanau) pasang surut dan gelombang (Franz et al.,
yang berada pada kolom air berhubungan 2014).
dengan kekeruhan perairan. Adanya sedimen Dinamika perairan sangat penting
kohesif di perairan dapat mengurangi pene- untuk dipahami agar proses sedimentasi yang
trasi cahaya di dalam air dan mempengaruhi terjadi di TAD dapat diprediksi. Pendekatan
fotosintesis sehingga produktifitas primer pemodelan merupakan metode yang sangat
perairan dapat terganggu (Frans et al., 2014). baik menginterpretasikan proses-proses yang
Pada dasarnya sumber sedimen kohesif di terjadi di perairan pesisir. Permodelan trans-
daerah estuari dan perairan teluk umumnya por sedimen telah dilakukan di teluk (Sugian-
berasal dari limpasan daratan (run off) hujan to, 2009), di ambang/selat (Guillou et al.,
yang masuk ke badan sungai atau langsung ke 2015), dan di perairan pesisir (Susiati et al.,
perairan pesisir. Sedimen yang terakumulasi 2010; Ummami et al., 2014). Tujuan pene-
pada muara sungai dan perairan di sekitarnya litian ini untuk menunjukkan pola sebaran
menimbulkan masalah sedimentasi. Seperti sedimen kohesif dan menghubungkannya
pada perairan TAD, masalah sedimentasi dengan sedimentasi di TAD.
disebabkan oleh adanya pembukaan lahan
atas yang tidak memperhitungkan dampak II. METODE PENELITIAN
sedimentasi (Tuhumurry et al., 2007). Isu dan
permasalahan ini telah menjadi kajian penting 2.1. Waktu dan tempat penelitian
yang sudah dilakukan dalam beberapa dekade Penelitian dilakukan pada bulan Juli
terakhir. Pada tahun 1987 laju sedimentasi 2011 di TAD (satu bagian dari Teluk Ambon),
diperkirakan sekitar 11,90 mm/tahun (Ham- Pulau Ambon – Maluku (Gambar 1). Sebagai
zah, 1987) dan pada tahun 2007 diperkirakan teluk semi-tertutup TAD dihubungkan oleh
debit sedimen yang masuk ke TAD melalui selat yang cukup sempit dengan Teluk Ambon
sungai Waiyate (Lateri) sekitar 27,36 kg/detik Luar (TAL). Selat sempit tersebut disebut
(Tuhumury et al., 2007). Dampak sedimentasi Ambang Poka-Galala karena diapit oleh Desa
pada TAD mengakibatkan terganggunya Poka dan Desa Galala. Ambang TAD ini
ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove memiliki lebar <900 m dan kedalamannya
(Suyadi, 2009), ekosistem lamun (Tuhumury, <15 m. Kedalaman rata-rata TAD ± 25 m,
2008) bahkan hilangnya ekosistem terumbu sedangkan TAL (bagian dari area penelitian)
karang (Ongkosono, 1989). kedalaman maksimum men-capai 145 m.
Sebagian besar sedimen yang meng-
endap dan sebagai penyebab sedimentasi pa- 2.2. Desain Model
da perairan TAD merupakan tipe sedimen Pemodelan dengan menggunakan mo-
kohesif yaitu pasir, lumpur berpasir, dan del MIKE 3 FM dilakukan dalam 2 tahap yaitu
lumpur/lempung (Hamzah, 1987). Transpor pemodelan hidrodinamika dan transpor
sedimen kohesif bergantung pada pergerakan sedimen. Model hidrodinamika memanfaat-
massa air yang diakibatkan oleh pasang surut, kan modul hidrodinamika (module hydro-
arus, gelombang dan debit sungai (Zhou et al., dynamic) dengan memperhitungkan kondisi
2015). Xue et al. (2012) mengemukakan perairan yang bersifat baroklinik. Model
penyebab utama transpor dan deposit sedimen transpor sedimen dibangun untuk transpor
yang membentuk delta pada muara Sungai sedimen kohesif (suspended sediment) atau
Mekong (sungai terbesar di Asia Tenggara) dalam MIKE 3 FM digunakan module mud
adalah pasang surut, arus dan gelombang. transport. Model mud transport dalam MIKE
Kejadian lain juga menunjukkan secara spe- 3 FM ini pun mempertimbangkan sedimen

672 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

Gambar 1. Lokasi penelitian (Teluk Ambon Dalam).

kohesif yang berasal dari pasir, sehingga untuk viskositas eddy vertical dengan nilai
penggunaan model ini sesuai untuk mengin- maksimum 0,4 m2/s. Resistensi dasar meng-
terpretasikan pola transpor sedimen kohesif. gunakan konstanta quadratic drag coefficient
Desain model menggunakan triangu- sebesar 0,03. Setiap koefisien yang diguna-
lar mesh (system flexible mesh). Horizontal kan dalam model ini masuk dalam rentang
mesh dibagi atas tiga bagian yaitu TAD, sensivitas model hidrodinamika (DHI, 2012).
Ambang (sill Poka-Galala), dan TAL. Secara Model transpor sedimen mengguna-
total domain horizontal terdiri dari 3.255 kan konstanta settling velocity coefficient
elemen dan 1.923 nodes (Gambar 2), sedang- sebesar 0,01 m/s, dan konstanta settling
kan vertical mesh digunakan kombinasi mesh critical shear stress sebesar 0,07 N/m2. Des-
tipe sigma dan z-level. kripsi erosi menggunakan soft mud dengan
Model hidrodinamika parameter pa- konstanta erosion coefficient sebesar 0,5x10-5
sang surut (pasut) dijadikan sebagai gaya Kg/m2/s, dan konstanta erosion critical shear
pembangkit (forcing). Komponen harmonik stress sebesar 0,2 N/m2 (DHI, 2012). Peng-
pasut (M2. S2, K1, dan O1) digunakan gunaan koefisien dalam model ini memper-
sebagai input pasang surut potensial. Visko- timbangkan kondisi sedimen pesisir TAD dan
sitas eddy horizontal menggunakan konstanta juga perairan dalam TAD yang bersifat
Smagorinsky (0,28) dan konstanta Log Law kohesif.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 673
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

Gambar 2. Horizontal mesh dan Inflow sungai.

2.3. Persamaan Model dimana 𝑡 adalah waktu; 𝑥, 𝑦 and 𝑧 adalah


2.3.1. Persamaan Hidrodinamika koordinat kartesian; 𝜂 adalah elevasi paras
Persamaan yang digunakan dalam laut; 𝑑 adalah kedalaman kolom air; ℎ = 𝜂 +
model ini adalah persamaan tiga dimensi 𝑑 adalah kedalaman total kolom air; 𝑢, 𝑣 and
incompressible Reynolds averaged Navier- 𝑤 adalah komponen velositas ( 𝑥, 𝑦 and 𝑧 );
Stokes dan diasumsikan dari Boussinesq dan 𝑓 = 2Ω sin 𝜙 adalah parameter coriolis ( Ω
tekanan hidrostatik. adalah kecepatan sudut rotasi bumi and 𝜙
Persamaan kontiunitas dinyatakan sebagai adalah lintang geografis); 𝑔 adalah percepa-
(DHI, 2012): tan gravitasi; 𝜌 merupakan densitas; 𝑣𝑡 ada-
lah turbulen vertikal (atau viskositas eddy); 𝑝𝑎
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤
+ 𝜕𝑦 + = 𝑆 .................................... (1) adalah tekanan atmosfer; 𝜌0 adalah reference
𝜕𝑥 𝜕𝑧
densitas; 𝑆 adalah besarnya debit karena
Persamaan momentum pada sumbu x dan y sumber titik (point source) and (𝑢𝑠 𝑣𝑠 ) adalah
(DHI, 2012): tegangan gesekan horizontal dengan
menggunakan gradient stress yang dirumus-
𝜕𝑢 𝜕𝑢 2 𝜕𝑣𝑢 𝜕𝑤𝑢 kan sebagai berikut [31].
+ + + = 𝜕 𝜕𝑢 𝜕 𝜕𝑢 𝜕𝑣
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
𝜕𝜂 1 𝜕𝑝𝑎 𝑔 𝜂 𝜕𝜌 𝐹𝑢 = 𝜕𝑥 (2𝐴 𝜕𝑥 ) + 𝜕𝑥 (𝐴 (𝜕𝑦 + 𝜕𝑥)) ..... (4)
𝑓𝑣 − 𝑔 𝜕𝑥 − 𝜌 − − ∫𝑧
𝑑𝑧 + 𝐹𝑢 +
0 𝜕𝑥 𝜌0 𝜕𝑥
𝜕 𝜕𝑢 𝜕 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕 𝜕𝑣
(𝑣𝑡 𝜕𝑡 ) + 𝑢𝑠 𝑆 .................................. (2) 𝐹𝑣 = 𝜕𝑥 (𝐴 (𝜕𝑦 + 𝜕𝑥)) + 𝜕𝑦 (2𝐴 𝜕𝑦) ...... (5)
𝜕𝑍

𝜕𝑣 𝜕𝑣 2 𝜕𝑢𝑣 𝜕𝑤𝑣
+ + + = dimana 𝐴 adalah vikositas horizontal eddy.
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
𝜕𝜂 1 𝜕𝑝𝑎 𝑔 𝜂 𝜕𝜌
−𝑓𝑢 − 𝑔 𝜕𝑦 − 𝜌 − − 𝜌 ∫𝑧 𝑑𝑧 + 𝐹𝑣 + Kondisi batas model untuk 𝑢, 𝑣 and 𝑤
0 𝜕𝑦 0 𝜕𝑦
𝜕 𝜕𝑢 adalah kondisi batas untuk dasar dengan
(𝑣𝑡 𝜕𝑡 ) + 𝑣𝑠 𝑆 ................................... (3)
𝜕𝑍
persamaannya sebagai berikut (DHI, 2012);

674 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

𝜕𝑑 𝜕𝑑 𝜕𝑢 𝜕𝑣 Model ini digunakan pendekatan


𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 = 0, ( 𝜕𝑧 , 𝜕𝑧 ) =
1
Krone untuk mengestimasi laju endapan (𝑆𝐷 )
(𝜏𝑏𝑥 , 𝜏𝑏𝑦 ) ........................................ (6) (DHI, 2012):
𝜌0 𝑣𝑡

dimana (𝜏𝑏𝑥 , 𝜏𝑏𝑦 ) adalah komponen gesekan 𝑆𝐷 = 𝑤𝑠 𝑐𝑏 𝑝𝑑 ......................................... (11)


𝜏
dasar 𝑥 dan 𝑦. 𝑝𝑑 = 1 − 𝜏 𝑏 = 𝜏𝑏 ≤ 𝜏𝑐𝑑 ....................... (12)
𝑐𝑑

dimana: 𝑤𝑠 = Kecepatan endapan (settling)


⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗𝜏𝑏 = (𝜏𝑏𝑥 , 𝜏𝑏𝑦 ) ditentukan oleh kuadra-
Nilai (m/s);𝑐𝑏 = Konsentrasi dekat dasar (near bed)
tik hukum gesekan (friction law) (Kg/m3); 𝑝𝑑 =Kemungkinan mengendap
⃗𝑏
𝜏 (probability of deposition); 𝜏𝑏 = Gesekan
= 𝐶𝑓 𝑢 ⃗ 𝑏 |𝑢
⃗ 𝑏 | ........................................ (7)
𝜌0 dasar (bed shear stress) (N/m2); 𝜏𝑐𝑑 =
Gesekan dasar kritis untuk endapan (critical
dimana: 𝐶𝑓 adalah koefisien hambatan (drag bed shear stress for deposition) (N/m2).
coefficient) dan 𝑢⃗ 𝑏 = (𝑢𝑏 , 𝑣𝑏 ) adalah kece- Parameter erosi lempung (soft) dan
patan aliran diatas permukaan dasar. konsolidasi sebagian (partly consolidated
bed) oleh Parchure and Mehta, (1985):
Kecepatan gesekan berkaitan dengan
gesekan dasar (bottom stress) diberikan 𝑆𝐸 = 𝐸𝑒𝑥𝑝⌊𝛼(𝜏𝑏 − 𝜏𝑐𝑒 )1/2 ⌋𝜏𝑏 > 𝜏𝑐𝑒 ... (13)
sebagai berikut (DHI, 2012);
dimana: 𝐸 =Erodibilitas dasar (erodibility of
𝑈𝜏𝑏 = √𝑐𝑓 |𝑢𝑏 |2 (8) bed) (Kg/m2/s); 𝛼 =Koefisien;𝜏𝑏 = Gesekan
1 dasar (bed shear stress) (N/m2); 𝜏𝑐𝑒 =
𝑐𝑓 = 1 Δ𝑧 2 ....................................... (9)
( ln( 𝑏 )) Gesekan dasar kritis untuk erosi (critical bed
κ 𝑧0
shear stress for erosion) (N/m2).
dimana 𝜅 = 0,4 adalah konstanta von
Karman dan 𝑧0 adalah skala panjang 2.4. Verifikasi model
kekerasan dasar. Verifikasi model dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran tinggi
2.3.2. Persamaan Transpor Sedimen muka laut (sea level) selama 15 hari pengu-
Persamaan transpor sedimen kohesif kuran lapangan dan hasil model, pada waktu
didasarkan pada persamaan Adveksi-Dispersi dan tempat yang sama. Verifikasi sea level
(DHI, 2012): (SL) hasil pengukuran (garis merah) ber-
fluktuasi antara -0,97 m sampai dengan 0,88
𝜕𝑐̅ 𝜕𝑐̅ 𝜕𝑐̅ 1 𝜕 𝜕𝑐̅ m, sedangkan fluktuasi SL hasil model (garis
+ 𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 = ℎ 𝜕𝑥 (ℎ𝐷𝑥 )+
𝜕𝑡 𝑥 biru) berkisar antara -1 m sampai 0,9 m.
1 𝜕 𝜕𝑐̅ 1
(ℎ𝐷𝑦 ) + 𝑄𝐿 𝐶𝐿 ℎ − 𝑆𝑐 ................... (10) Perbandingan SL antara hasil pengukuran dan
ℎ 𝜕𝑦 𝑦
hasil model secara keseluruhan menunjukan
pola (naik-turun) yang sama. Uji korelasi
dimana, 𝑐̅ =Konsentrasi rata-rata kedalaman (correlation analysis) antara hasil pengu-
(g/m3); 𝑢, 𝑣 =Keceptanan aliran rata-rata kuran dan hasil model yaitu sebesar 0,87
kedalaman (m/s); 𝐷𝑥 , 𝐷𝑦 =Koefisien disperesi menunjukan hubungan korelasi yang sangat
(m2/s); ℎ =Kedalaman air (m); 𝑆𝑐 =Laju baik. Hanya saja, amplitude fluktuasi SL hasil
endapan (deposition) atau laju erosi (erosion) model sedikit lebih besar dibandingkan
(g/m2/s); 𝑄𝐿 =Sumber debit per unit dengan hasil pengukuran (Gambar 3). Hal ini
horizontal area (m3/s/m2); 𝐶𝐿 =Konsentrasi mungkin disebabkan oleh koefisien gesekan
dari sumber debit (g/m3). dasar pada model berpengaruh terhadap am-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 675
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

Gambar 3. Perbandingan tinggi muka laut (sea level) antara hasil pengukuran dan model.

plitude saat fase surut terendah (Ramak- sebelah barat daya (Gambar 4b). Hamzah dan
rishnan dan Rajawat, 2012; Sravanthi et al., Wenno (1987) mengungkapkan juga bahwa
2015; Kumar, 2015; Guay et al., 2015). arah arus pada TAD berkisar dari arah teng-
Verifikasi dengan parameter arus dilakukan gara sampai dengan barat daya. Uji korelasi
dengan menggunakan pengukuran lapangan arus pasang surut antara hasil pengukuran dan
(moorings) selama 3 hari. Arus total yang hasil model yaitu sebesar 0,97 menunjukan
merupakan hasil pengukuran lapangan kemu- hubu-ngan yang sangat baik. Pola pergerakan
dian dianalisis untuk mendapat arus pasang arus pasut hasil model (titik warna biru)
surut. Demikian pula, arus hasil model dia- menun-jukan arah yang sama dengan hasil
nalisis dan diambil arus pasang-surutnya pada penguku-ran. Namun besaran arus pasut hasil
waktu dan tempat yang sama dengan pengu- model sedikit lebih kecil jika dibandingkan
kuran arus di lapangan. Pola arus pasut pada dengan hasil pengukuran. Hal ini mungkin
bulan Juli secara umum lebih dominan pada disebab-kan oleh kisaran kondisi awal (initial
arah utara – selatan (Gambar 4a). Namun un- con-dition) yang dimasukan ke dalam model
tuk arah ‘v_velocity’ dominan di sebelah cukup mempengaruhi besaran hasil model
selatan dan untuk ‘u_velocity’ dominan di tersebut (Cho et al., 2012; Franz et al., 2014).

Gambar 4. Perbandingan arus pasang surut antara hasil pengukuran dan model (a. Scatterplot
arus dan b. Stikplot arus).

676 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

Verifikasi dengan debit sedimen ko- peningkatan TSS pada tanggal 30 dengan cu-
hesif hasil pengukuran (garis merah) dari 8 rah hujan tertinggi sebesar 188 mm/hari.
sungai permanen yang bermuara pada TAD Selanjutnya, verifikasi juga telah dila-
menunjukan nilai yang sedikit lebih besar kukan dengan membandingkan hasil model
dibandingkan dengan hasil model (garis dot dengan hasil citra satelit Citra Landsat -5
biru) (Gambar 5). Nilai debit sedimen kohesif tahun 2012. Gambar 6 menunjukan bahwa ada
pada sungai (inflow) dari yang tertinggi ke kesesuaian pola antara hasil model (TSS_
debit terendah yaitu sungai Waiheru (Wai- Model) dan hasil citra (TSS_Citra_ Landsat-
heru), Waisala (Waiheru), Waiguru-guru (Ba- 5). Beberapa penelitian tentang sedimen
tu Koneng), Waihunut (Hunut), Wailata (Po- tersuspensi (TSS) yang menggunakan analisis
ka), Waireka (Lateri), Waitona-hitu (Passo), citra satelit di antaranya: MODIS (Chen et al.,
dan Air besar (Halong). 2011), MERIS (Shen et al., 2013), OCM
Uji korelasi antara hasil pengukuran (Ramkrishnan and Rajawat, 2012) dan Land-
dan model dari 8 sungai pada TAD berkisar sat (Min et al., 2012)., Studi-studi tersebut
antara 0,87-0,94 dan menunjukan korelasi menggunakan statistika seperti uji korelasi
yang sangat baik. Hermanto (1987) dan yang menunjukan hubungan antara hasil
Tuhumury (2007) menyatakan sungai Wai- analisis TSS dari citra satelit dan model. Hasil
heru merupakan sungai dengan laju sedimen- uji korelasi (R2) antara TSS citra satelit dan
tasi tertinggi pada TAD. Trend pola dari tiap model sebesar 0,89. Hasil menun-jukan
inflow mengikuti pola curah hujan, dengan korelasi yang sangat baik (Gambar 7).

Gambar 5. Perbandingan debit sedimen kohesif hasil pengukuran, hasil model, dan curah
hujan bulan juli 2011.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 677
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

mum terjadi pada ambang (sill) Poka-Galala


dan berkisar antara 0,3-0,65 m/s, sedangkan
kecepatan arus permukaan di TAD sekitar
0,09-0,15 m/s. Di fase pasut menuju pasang
dan pasang tertinggi, aliran arus dari TAL
mulai masuk atau menuju ke dalam TAD.
Aliran arus permukaan pada TAD selalu
mengarah ke ambang teluk (aliran menuju
keluar dari teluk). Hal ini mengakibatkan
terjadi benturan aliran di sekitar ambang
(Gambar 8c dan 8d). Adanya eddys di sekitar
ambang karena aliran arus yang melewati
ambang (Poka-Galala) dominan lebih kuat
pada sisi pesisir Poka saat fase menuju surut
dan surut terendah (Gambar 9a dan 9b). Pada
fase menuju pasang sampai dengan pasang
tertinggi, arus yang melalui ambang menye-
bar dan masuk sampai pada titik terdalam
TAD.
Gambar 6. Perbandingan TSS (Total Sus-
Aliran tersebut dipantulkan kembali
pended Sediment) hasil model (a.)
ke permukaan, sehingga terjadi turbulen dan
dan citra Landsat-5 (b.).
mungkin menyebabkan terjadinya eddys
(Gambar 9c dan 9d). Turbulent yang tejadi
disekitar ambang TAD dan mengindikasikan
adanya upwelling (Wenno and Anderson,
1983). Pola pergerakan arus yang terjadi pada
perairan TAD dipengaruhi oleh faktor pasang
surut (pasut) dan angin monsoon (Wyrtki,
1961).

3.2. Pola Sebaran Sedimen Kohesif


Gambar 10 dan 11 menyajikan pola
sebaran sedimen pada tanggal 30 Juli 2011
yaitu saat curah hujan tertinggi dengan
intensitas curah hujan sebesar 188 mm/hari.
Saat surut terendah pola sebaran sedimen
Gambar 7. Grafik hubungan antara TSS ha- bergerak keluar dari TAD. Hal ini sejalan
sil model dan citra Landsat-5. dengan pola aliran arus yang terjadi pada TAD
(Gambar 8b). Di lapisan permukaan terlihat
III. HASIL DAN PEMBAHASAN jelas bahwa sebaran sedimen hampir menu-
tupi seluruh area penelitian yaitu dari TAD
3.1. Hidrodinamika TAD sampai dengan sebagian besar TAL (Gambar
Saat fase pasut menuju surut sampai 8a), pola penyebaran sedimen (berupa plume)
dengan surut terendah aliran air bergerak telihat keluar dari TAD. Konsentrasi sedimen
keluar dari TAD. Sebaiknya, pada saat pasut maksimum terlihat jelas pada pangkal teluk
menuju pasang sampai dengan pasang ter- (disekitar Waiheru, Passo, dan Lateri). Penye-
tinggi aliran air bergerak masuk ke dalam baran TSS sekitar 3,5-15kg /m3 mulai dari
TAD (Gambar 8). Arus permukaan maksi- permukaan sampai dengan kedalaman 20 m

678 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

Gambar 8. Pola arus pada kedalaman 2 m di TAD pada fase; (a. Menuju surut, b. Surut
terendah, c. Menuju pasang, dan d. Pasang tertinggi).

a c
. .

b d
. .

Gambar 9. Penampang melintang pola arus di TAD pada fase; (a. Menuju surut, b. Surut
terendah, c. Menuju pasang, dan d. Pasang tertinggi).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 679
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

(Gambar 10a-10d). Sejalan dengan itu, konsentrasi sedimen masih cukup tinggi yaitu
penampang melintang menunjuk-kan dengan sekitar 4,5-7 kg/m3 terlihat di sekitar Passo
jelas penyebaran konsentrasi TSS mencapai (Gambar 11c dan 11d). Massa air dari TAL
kedalaman 30 m (Gambar 10e). yang masuk ke TAD, saat menuju dan pasang
Pada fase pasang tertinggi pola seba- tertinggi, cukup untuk mendorong konsentrasi
ran sedimen terkonsentrasi pada TAD dan sedimen dan tetap berada didalam TAD. Hal
tidak menyebar sampai keluar dari dalam ini terlihat pada penampang melintang yang
teluk (Gambar 11). Hal ini disebabkan oleh menunjukan konsentrasi sedimen <0.1 kg/m3
adanya tekanan aliran arus yang masuk ke berada pada tengah teluk (Gambar 11e). Fase
dalam TAD saat menuju pasang sampai pasut yang terjadi pada TAD merupakan pasut
dengan pasang tertinggi (Gambar 10c dan semi-diurnal sehingga waktu pertukaran
10d). Di lapisan permukaan konsentrasi sedi- massa air cukup cepat. Hal ini memungkinkan
men terlihat jelas pada masing-masing muara konsentrasi sedimen sebagian besar akan tetap
sungai, dan konsentrasi maksimum terjadi di berada di dalam TAD (Hermanto, 1987;
perairan sekitar Waiheru – Lateri (Gambar Tuhumury et al., 2007). Secara umum
11a). Pada kedalaman 5 m konsentrasi konsentrasi sedimen semakin rendah saat
sedimen >5 Kg/m3 masih terlihat di sekitar menjauhi muara sungai (sources) dan menuju
muara sungai Wailata (Poka), Waiheru dan ke tengah atau keluar dari teluk (Rama-
Waisala (Waiheru), Waitonahitu (Passo), krishnan and Rajawat, 2012; Sravanthi et al.,
Waireka (Lateri), dan Air besar (Hallong) 2015).
(Gambar 10b). Pada kedalaman 10-15 m

Gambar 10. Pola sebaran sedimen saat fase surut terendah.

680 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

Gambar 11. Pola sebaran sedimen saat fase pasang tertinggi.

3.3. Sedimentasi (Deposit Sedimen Ko- masing-masing sekitar 0,44 N/m2 dan 0,42
hesif) N/m2 (Tabel 1). Stasiun S3, S6, dan S9 (kotak
Stasiun S1, S4, dan S7 (kotak hijau) merah) merupakan stasiun yang mewakili
merupakan stasiun yang mewakili area pesisir area pe-sisir Desa Poka (Gambar 12 a).
Desa Galala (Gambar 12c). Pada stasiun S7 Stasiun S3 merupakan stasiun dengan nilai
deposit sedimen mencapai maksimum yaitu deposit dan erosi yang terendah yaitu sekitar
sekitar 8,96×10-7 kg/m2/s. Pada stasiun S7 1,04×10-7 kg/m2/s dan 1,62×10-7 kg/m2/s.
juga erosi sedimen mencapai maksimum yaitu Akibatknya nilai total akumulasi deposit
sekitar 6,15×10-7 kg/m2/s (Tabel 1). Stasiun bersih hanya sekitar 0,71 g/m2/s (Tabel 1).
S2, S5, dan S8 (kotak biru) merupakan stasiun Ketebalan dasar minimum terdapat pada
yang mewakili tengah ambang (Gambar 12b). stasiun S3 yang hanya mencapai 0,01 cm
Total akumulasi deposit bersih maksimum untuk akumulasi selama 30 hari (Tabel 2).
terjadi pada stasiun S8 yaitu sekitar 0,12 kg/ Tingginya deposit pada stasiun S7
m2/s atau 126,46 g/m2/s (Tabel 1) dan yaitu sekitar 8,96×10-7 kg/m2/s bukan hanya
mengakibatkan tingkat ketebalan deposit disebabkan oleh sedimen yang berasal dari
sedimen mencapai 0,18 cm untuk akumulasi TAD, tetapi kemungkinan besar berasal dari
selama 30 hari (Tabel 2). Tingginya deposit Sungai Wairuhu. Sungai Wairuhu yang juga
bersih pada S8 mungkin disebabkan oleh memberikan input sedimen yang cukup besar
suplai sedimen dari sungai yang dekat dengan bagi pesisir sekitar Desa Galala. Secara umum
Ambang Poka-Galala yaitu sungai Wairuhu deposit sedimen pada ambang lebih dominan
(sungai yang bermuara di sekitar desa Galala). berada pada stasiun S7, S8, dan S9 (Gambar
Di Stasiun 2 dan 5 tingkat gesekan dasar (bed 12). Hal ini, mungkin dikarenakan kecilnya
shear stress) mencapai maksimum yaitu gesekan dasar (Tabel 1). Gesekan dasar

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 681
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

maksimum terjadi pada stasiun S2 dan S5. Hal ketebalan sedimen dasar (Carniello et al.,
ini mungkin disebabkan oleh letak stasiun 2012; Safak et al., 2013; Guillou et al., 2015).
yang berada pada tengah teluk di kedalaman 3 Dapat dikatakan bahwa akumulasi sedimen
- 6 m sehingga faktor arus sangat mem- kohesif atau sedimentasi yang berhubungan
pengaruhi gesekan dasar. Secara teori gesekan dengan ketebalan lapisan hasil simulasi
dasar akan maksimum pada area yang dangkal selama 30 hari pada area ambang berkisar
dimana dinamika aliran arus lebih dinamis antara 0,01 - 0,19 cm atau rata-rata 0,47
jika dibandingkan dengan area perairan yang mm/hari.
lebih dalam. Hal ini berpengaruh pada tingkat

Tabel 1. Rerata hasil model sedimen kohesif pada Ambang (Poka-Galala).

Gambar 12. Grafik dan stasiun deposit (deposition) sedimen pada ambang (sill).

682 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

Stasiun T1,T 4, T7, dan T10 (kotak g/m2/s atau sekitar 1,12 kg/m2/s (Tabel 3). Hal
hijau) merupakan stasiun yang mewakili sisi ini mengakibatkan ketebalan dasar pada
selatan TAD yaitu bagian pesisir Halong – Stasiun T3 hanya sekitar 1,75 cm untuk
Lateri (Gambar 13c). Pada Stasiun T1 tingkat akumulasi selama 30 hari. Stasiun T3, T6, T9,
gesekan dasar dan erosi mencapai nilai dan T12 (kotak merah) merupakan sta-siun
maksimum yaitu sekitar 0,0106 N/m2 dan yang mewakili sisi utara TAD yaitu bagian
9,07×10-8 kg/m2/s (Tabel 3). Stasiun T2, T5, pesisir Poka – Waiheru (Gambar 13a). Pada
T8, dan T11 (kotak biru) merupakan stasiun Stasiun T12 deposit dan total akumilasi
yang mewakili tengah TAD (Gambar 12b). deposit bersih mencapai nilai maksimum
Deposit minimum terjadi pada Stasiun T2 yaitu sebesar 7,78×10-6 kg/m2/s dan 6.505,57
yaitu sekitar 1,35×10-8 kg/m2/s, akibatnya g/m2/s atau sekitar 6,50 kg/m2/s (Tabel 3). Hal
total akumilasi deposit bersih menjadi mini- ini mengakibatkan ketebalan dasar sekitar
mum juga pada stasiun ini yaitu 1.199,97 10,02 cm untuk akumulasi selama 30 hari.

Tabel 2. Rerata Ketebalan dasar (bed level).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 683
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

TAD secara umum deposit sedimen dan Waitonahitu (Passo). Hal ini sejalan
dominan berada pada Stasiun T10, T11, dan dengan pola sebaran sedimen yang secara
T12 (Gambar 13). Sekalipun gesekan dasar umum cukup maksimal terjadi pada pangkal
sekitar 0,017-0,057 N/m2, namun tidak terjadi teluk yaitu pesisir Lateri sampai dengan
erosi (Tabel 3). Erosi hanya terjadi pada pesisir Waiheru (Gambar 10 dan 11). Hasil
stasiun T1. Hal ini mungkin disebabkan oleh model menunjukan bahwa akumulasi sedimen
adanya eddy yang terjadi saat fase pasut kohesif atau ketebalan dasar selama 30 hari
menuju pasang sampai dengan pasang simulasi pada TAD berkisar antara 1,75-10,01
tertinggi di sekitar Stasiun T1 (Gambar 9c dan cm, atau sekitar 39,9 mm/hari. Hermanto
9d). Eddy ini menyebabkan adanya gesekan (1987) mengemukakan bahwa laju sedi-
pada dasar dan mengakibatkan terjadinya mentasi rata-rata 11,09 mm/tahun di sepan-
erosi pada dasar perairan (resuspensi). Nilai jang perairan pantai Waiheru sampai dengan
deposit mencapai maksimum khususnya pada Halong, dan secara keseluruhan rata-rata laju
Stasiun T12 yang berada di antara muara sedimentasi pada TAD sekitar 5,95 mm/
Sungai Waiheru dan Waisala (Waiheru). tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa adanya
Kedua sungai ini merupakan sungai yang peningkatan sedimentasi pada TAD, khusus-
memberikan input sedimen terbanyak kepada nya pada area sepanjang pesisir Waiheru
TAD. Jika diperhatikan, letak Stasiun T10 dan sampai dengan Lateri.
T11 dipengaruhi oleh sungai Waireka (Lateri)

Tabel 3. Rerata hasil model sedimen kohesif pada Teluk Ambon Dalam.

684 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

Gambar 13. Grafik dan stasiun deposit (deposition) sedimen pada TAD.

IV. KESIMPULAN kg/m3. Hasil model menunjukan konsentrasi


sedimen kohesif terlihat jelas pada pangkal
Verifikasi untuk parameter fluktuasi teluk (disekitar Waiheru, Passo, dan Lateri).
muka air dan arus pasang surut dari hasil Tingkat erosi yang terjadi pada ambang ber-
pengukuran dan hasil model menunjukan kisar antara 1,04 - 6,15 kg/m2/s, sedangkan
kesesuain yang sangat baik. Debit konsen- pada TAD hanya terjadi pada Stasiun T1 yaitu
trasi sedimen hasil pengukuran dan hasil 9,07×10-8 kg/m2/s. Sedimentasi yang berhu-
model menunjukan adanya pola yang sama bungan dengan akumulasi sedimen kohesif,
dan mengikuti trend curah hujan harian saat ditunjukan oleh ketebalan lapisan dan ber-
penelitian dilakukan. Uji korelasi TSS antara dasarkan hasil simulasi model selama 30 hari:
hasil citar satelit (Landsat 5) dan hasil model Pada area ambang Poka-Galala berkisar
menunjukan korelasi yang kuat. antara 0,01 - 0,19 cm atau rata-rata 0,47
Hasil model hidrodinamik menun- mm/hari, sedangkan pada TAD berkisar
jukan bahwa pola pergerakan arus yang terjadi antara 1,75 - 10,01 cm, atau sekitar 39,9 mm/
pada perairan TAD sangat dipengaruhi oleh hari.
parameter pasang surut. Saat fase pasut
menuju surut sampai dengan surut terendah UCAPAN TERIMA KASIH
aliran air bergerak keluar dari TAD,
sebaliknya pada saat pasut menuju pasang Penulis mengucapkan banyak terima
sampai dengan pasang tertinggi aliran air kasih kepada Dr. Budi Wiryawan sebagai
bergerak masuk ke dalam TAD. Aliran arus Kepala DHI-Indonesia yang sudah mengizin-
maksimum terjadi pada Ambang (Poka- kan penulis untuk menggunakan MIKE 3 FM
Galala). dalam penelitian ini sehinngga penelitian
Saat curah hujan mencapai maksi- dapat berjalan dengan baik. Penulis juga
mum, konsentrasi sedimen kohesif (secara memberikan apresiasi kepada NUFFIC
vertikal) mulai dari permukaan sampai melalui MDF-Indonesia di Bali untuk
dengan pada kedalaman 30 m sekitar 3,5 - 15 dukungan biaya pedidikan dan penelitian.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 685
Pemodelan Transpor Sedimen Kohesif pada . . .

DAFTAR PUSTAKA Ongkosono. S.R. 1989. Kondisi Karang di


Teluk Ambon Bagian Dalam. Teluk
Carniello, L., A. Defina, and L. D’Alpaos. Ambon II, 18-22pp.
2012. Modeling sand-mud transport Parchure, T.M and A.J. Mehta. 1985. Erosion
included by tidal current and wind of soft cohesive sediment deposits. J.
waves in shallow microtidal basins: of Hydrailuc Engineering ASCE 11
Application to the Venice Lagoon (10):1308-1326.
(Italy). Estuarine, Coastal, and Shelf Ramakrishnan, R. and A.S. Rajawat. 2012.
Science, 3:105-115. Simulation of suspended sediment
Cho, K.H, H.V. Wang, J. Shen, A.V Levin- transport initialized with satellite
son and Y.C Teng. 2012. A modeling derived suspended sediment concen-
study on the response of Chasapeake tration. J. Earth Systems Sciences.
Bay to hurricane event of Floyd and 121(5):1201-1213.
Isable. Ocean Modelling, 3:22-46. Safak, I., C. Sahin, J.M. Kaihatu, and A.
Franz, G., L. Pinto, I. Ascione, M. Mateus, R. Sheremet. 2013 Modeling wae-mud
Fernandes, P. Leitao, and R. Ne-ves. interaction on central plain coast,
2014. Modeling of cohesive sedi-ment western Louisiana Shelf, USA. Ocean
dynamic in tidal estuarine sys-tems: Modeling, (70):75-84.
case study of Tagus estuary, Portugal. Sathish, K.S. and Balaji R. 2015. Tidal
Estuarine, Coastal and Shelf Science, hydrodynamic along Gulf of Kham-
4:34-44. bhat, West-coast of India. Aquatic
Guey. L, K. Peter, G. Woon, and S. Joon. Procedia, 4:41-48.
2015. Tidal data generation for sparse Sravanthi. N., R. Ramakrishnan, A.S.
data regions in Han River estuary Rajawat, and A.C. Narayana. 2015.
located in the trans-boundary of North Application of numerical model in
and South Korea. International J. of suspended sediment transport studies
Control and Automation. 8(2): 203- along the Central Keral, West-coast of
214. India. Aquatic Procedia, (4):109-116.
Guillou, N., A. Rivier, F. Gohin, and G. Sugianto, D.N. 2009. Simulasi model trans-
Chapalain. 2015. Modeling near- port sedimen tersuspensi untuk men-
surface suspended sediment concen- dukung perencanaan pelabuhan Teluk
tration in Englis Channel. J. of Mari- Bayut, Sumatera Barat. J. Teknologi
ne Sciences and Engineering, 2:193- Lingkungan, 5(2):46-54.
215. Tuhumury NCh., J.M.F Sahetapy, and D.G
Hermanto, B. 1987. Laju sedimentasi dan Louhanapessy. 2007. Permasalahan
stratifikasi sedimen Teluk Ambon sedimentasi dan pengelolaannya di
Bagian Dalam. Balai Penelitian dan pesisir Lateri Kota Ambon. J. Pene-
Pengembangan Sumberdaya Laut, Te- litian Ilmu-ilmu Perikanan dan Kela-
luk Ambon; Biologi, Perikanan, Ose- utan, 2(1):17-22.
anografi, dan Geologi. 125-132pp. Wenno, L.F and J.J Anderson. 1983. Evidence
Hamzah, M.S. dan L.F Wenno. 1987. for tidal upwelling across the sill of
Sirkulasi arus di teluk ambon. Balai Ambon Bay. Mar. Res. Indonesia,
Penelitian dan Pengembangan Sum- 1(23):13-20.
berdaya Laut, Teluk Ambon; Biologi, Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of
Perikanan, Oseanografi, dan Geologi. the Southeast Asian Waters. Naga
91-101pp. Report, Univ. of California Scripps.
Inst. of Oceanography, La Jolla, Cali-
fornia. 225p.

686 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt82
Noya et al.

Xue, Z., R. He, J.P. Liu, and J.C. Warner. ments on intertidal flats under the
2012. Modeling transport and depos- effect of tides and wind waves. Conti-
iting of the Mekong River sediment. nental Shelf Research, 3:76-91.
Continental Shelf Research, 2(37):66-
78.
Zhou, Z., G. Coco, M. van der Wegen, Z. Diterima : 29 Desember 2016
Gong, C. Zhang, and I. Towned. Direview : 3 Maret 2016
2015. Modeling sorting dynamics of Disetujui : 22 Desember 2016
cohesive and non-chohesive sedi-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Desember 2016 687
688

Вам также может понравиться