Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus
obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus
paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan
operatif.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-
70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki
mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000
menderitaileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059
kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024
pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan Indonesia).
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan
darurat,dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal
dan diagnosis yang tepat. Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini
menempati urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab
dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada
tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus,
kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda
pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian,
sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan
menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.
Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan
anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan

1
obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali
operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena
diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada
kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi
kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang
menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada
obstruksi usus halus.
Dalam referat ini akan dibahas mengenai klasifikasi dan perbedaan dari
jenis-jenis ileus serta bagaimana mendiagnosis, pemeriksaan fisik dan
penatalaksanaan dari berbagai ileus tersebut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi
Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270
cm sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang
jejenum 100-110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan
jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai
vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis
merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada
daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. (Basson, 2004)
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri
celiaca. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya arteri
pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan lewat vena mesenterika
superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom.
Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan
rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem
simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur
refleks usus.
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum
terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum
menempati sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi
menjadi colon ascenden, colon transversum, descenden dan sigmoid. Tempat
dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid
mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan

3
bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi
oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan
a.kolika media. Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid
dan sebagian besar rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika
sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan
paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang
berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang
berasal dari N.vagus. (Basson, 2004)

Gambar 2.1 Anatomi sistem pencernaan (Translight Medical Media, 2008)

2.2 Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan
yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-
enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-
zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi

4
empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak
sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental
usus halus akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal
dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah
dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorbsi (Price, 2002).
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot
yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen
usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya
semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan
selanjutnya terjadi absorbs (Price, 2002).
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat
yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan
sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong
makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana
pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini
sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga

5
menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus.
Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan
pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan
usus halus. (Manaf, 2003)
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila
tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi
sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang
sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada
caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme,
dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

2.3 Histologi
Lapisan usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
 Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas
duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian
pada sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum
bersatu pada tepi usus.
 Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk
tunica muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan
berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale
dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa
dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe
terletak diantara kedua lapisan otot.
 Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis
mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan
jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di sini
ditemukan neuroplexus meissner.
 Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior
duodenum, tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang
berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup
dengan tonjolan, villi.

6
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi
utamanya:
 Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke
dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada
duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya
lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
 Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi
panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan
menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
 Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar
1 μ pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan
mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop
cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya
hanyalah sekitar 2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama
menambah luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali
lipat (Price&Wilson, 2002).
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga
pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan
demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang
taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan
mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet
daripada usus halus. (Price&Wilson, 2002).

7
2.4 ILEUS
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya
makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik (Hamami, 2003).

2.4.1 Ileus Paralitik


2.4.1.1 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
(Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus
melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi
dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya
obstruksi mekanik. (Badash, 2005)
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai
saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,
gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson (Sjamsuhidajat, 2003)

2.4.1.2 Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam). (Badash, 2005)

8
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah
keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus
yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit (Badash, 2005).
Beberapa penyebab terjadinya ileus:
 Trauma abdomen
 Pembedahan perut (laparatomy)
 Serum elektrolit abnormalitas
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hipermagensemia
 Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah

9
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
 Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
 Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
 Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic

2.4.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal (Badash, 2005).

10
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat
saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. (Nobie, 2003)
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti yang tercantum dibawah ini:
 Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin.
 Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk
lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin
mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung
empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu
kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi
lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat
bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung
empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari

11
lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan
lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat
asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.
 Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
 Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan
untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang
mempersarafi otot polos usus.

2.4.1.4 Manifestasi Klinik


Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus
yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik
yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan
usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5
hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas

12
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.

2.4.1.5 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa
BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.

Pemeriksaan fisik

- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada
pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa


penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa

13
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.

2.4.1.6 Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003)
Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai
oleh kolonoskopi berulang (Levine, 1992). Beberapa obat-obatan jenis penyekat
simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya
tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-
prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus
paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik karena obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)
1. Konservatif
 Penderita dirawat di rumah sakit.
 Penderita dipuasakan
 Kontrol status airway, breathing and circulation.
 Dekompresi dengan nasogastric tube.
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
 Analgesik apabila nyeri.
 Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
 Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
 Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

14
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi
melalui laparotomi.
 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
 Reseksi usus dengan anastomosis
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

2.4.1.7 Diagnosis Banding


Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai
sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan
distensii dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya
gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus
sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang
berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus
melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik
pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat
tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat
berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga
diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau
neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari
usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik
yang berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai
obstruksi usus kecil.

15
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa
sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari
foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus
proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan
pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika
diameter caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi
adalah 50% jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,
koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat
motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi
pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan
perbaikan pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari
neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan
jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus
diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan
jalan terakhir.

Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,
intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut
berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting
suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika
katup ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata
jika pasien mengalami strangulasi dan perforasi.

16
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi
mekanis.

Mekanikal
Ileus Pseudo-obstruksi
Obstruksi

Gejala Sakit perut, kembung, Nyeri kram perut, Nyeri kram perut,
mual, muntah, konstipasi, obstipasi, konstipasi, obstipasi,
konstipasi mual, muntah, mual, muntah,
anoreksia anoreksia
Temuan Silent abdomen, Borborygmi, timpani, Borborygmi, timpani,
Pemeriksaan Fisik kembung, timpani gelombang gelombang
peristaltik, bising peristaltik, bising
usus hiperaktif atau usus hiperaktif ayau
hipoaktif, distensi, hipoaktif, distensi,
nyeri terlokalisasi nyeri terlokalisasi
Gambaran dilatasi usus kecil dan dilatasi usus besar Bow-shaped loops in
Radiografi besar, diafragma yang terlokalisir, ladder pattern,
meninggi diafragma meninggi berkurangnya gas
kolon di distal,
diafragma agak
tinggi, air fluid level.

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.


(Fiedberg, 2004)

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -

17
simple (kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
(Kolik) Lambat,
rendah
fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

2.3.1.8 Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.
Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu
dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk membuang
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik.

2.4.2 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)


2.4.2.1 Definisi
Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi
lumen usus atau gangguan peristalsis usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua
yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi
disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka kejadian tersering.
2.4.2.2 Klasifikasi
Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
 Letak Tengah : Ileum Terminal

18
 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Stadium
 Parsial : menyumbat lumen sebagian
 Simple/Komplit: menyumbat lumen total
 Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

2.4.2.3 Etiologi
i. Penyempitan lumen usus
 Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
 Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
 Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus
v. Malformasi Usus

19
Gambar 2.3 Bermacam penyebab ileus obstruktif. (Hamami,2003)

2.4.2.4 Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian. (Purnawan, 2009)

20
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan
dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi
biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,
menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan
nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
2.4.2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis.
 Nyeri (Kolik)
Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
 Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
 Perut Kembung (distensi)
 Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh
riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya
dapat menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung
cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat
menjurus kepada ileus letak rendah.
2. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :
 Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti :
Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya
suara usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.

21
 Adanya obstruksi ditandai dengan :
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila
ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% -
50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin

22
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid
level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi.
Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus
halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Foto Polos Abdomen
Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mucosa
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Pelebaran udara usus halus atau
usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras
dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan
untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

Gambar 2.4 Radiolagi dari Ileus obstruktif (American Gastroenterological


Association, 2003)

2.4.2.6 Diagnosis banding


Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:

1. Carcinoid gastrointestinal.
2. Penyakit Crohn.

23
3. Intussuscepsi pada anak.
4. Divertikulum Meckel.
5. Ileus meconium.
6. Volvulus.
7. Infark Myocardial Akut.
8. Malignansi, Tumor Ovarium.
9. TBC Usus.

2.4.2.7 Penatalaksanaan
Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera
setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu
pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit
dan dekompresi pipa lambung. Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat
strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada perbaikan pada
pengobatan konservatif. (Purnawan,2009)
1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa
obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang
baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita
meliputi :
 Balance Penderita dirawat di rumah sakit.
 Penderita dipuasakan
 Kontrol status airway, breathing and circulation.
 Dekompresi dengan nasogastric tube.
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
2. Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
 Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
 Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
 Apakah ada risiko strangulasi.

24
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus
yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya
adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian
tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh
karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali
belum baik.

25
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta
menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan
pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi
strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7
hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan
sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting. (Purnawan, 2009)

2.4.2.8 Komplikasi
 Nekrosis usus
 Perforasi usus
 Sepsis
 Syok-dehidrasi
 Abses
 Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
 Pneumonia aspirasi dari proses muntah
 Gangguan elektrolit

2.4.2.9 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas
sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik
dan ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada
usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi,
kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu
nyeri abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri
lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus
adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam
lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran
heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri,
bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih
baik. Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

27
DAFTAR PUSTAKA

American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus :


Etiologies and Interventions. University of California San Fransisco :
California.
Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel
Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.
Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber,
A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com.
Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com.
Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J.,
Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com.
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus
Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-
681.
Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar
Bedah Sabiston’s essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa:
Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 2003. Available
at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.
html.
Nobie BA. Obstruction, small bowel. 2007. Available at:
http//www.emedicine.com.

Purnawan, Iwan. 2009. Ileus. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price,


S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta:
EGC, 1994.

28
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.
Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.

Translight Medical Media, 2008 http://gasdetections.com/anatomy-


gastrointestinal-system.html#more-425

29

Вам также может понравиться

  • BAB II New
    BAB II New
    Документ51 страница
    BAB II New
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Terjemah Referat
    Terjemah Referat
    Документ30 страниц
    Terjemah Referat
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Referat Ileus
    Referat Ileus
    Документ29 страниц
    Referat Ileus
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • F New
    F New
    Документ10 страниц
    F New
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Referat ACS Nafis
    Referat ACS Nafis
    Документ27 страниц
    Referat ACS Nafis
    Mohammad Nafis
    100% (1)
  • D
    D
    Документ8 страниц
    D
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Aaaaaa
    Aaaaaa
    Документ5 страниц
    Aaaaaa
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi sebagai Pestisida Nabati terhadap Mortalitas Jangkrik
    Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi sebagai Pestisida Nabati terhadap Mortalitas Jangkrik
    Документ53 страницы
    Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi sebagai Pestisida Nabati terhadap Mortalitas Jangkrik
    Ranty Fatimatul
    Оценок пока нет
  • Osoka A
    Osoka A
    Документ12 страниц
    Osoka A
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Cedera Pakses Brakial Traumatik
    Cedera Pakses Brakial Traumatik
    Документ6 страниц
    Cedera Pakses Brakial Traumatik
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • F New
    F New
    Документ10 страниц
    F New
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Aaaaaa
    Aaaaaa
    Документ5 страниц
    Aaaaaa
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Tugas Blok 23
    Tugas Blok 23
    Документ8 страниц
    Tugas Blok 23
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • E New
    E New
    Документ8 страниц
    E New
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Endokarditis
    Endokarditis
    Документ20 страниц
    Endokarditis
    awalcybercity
    Оценок пока нет
  • Apakah Ulasan Tersebut Membahas Masalah Yang Jelas
    Apakah Ulasan Tersebut Membahas Masalah Yang Jelas
    Документ4 страницы
    Apakah Ulasan Tersebut Membahas Masalah Yang Jelas
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Cephalgia Primer
    Cephalgia Primer
    Документ23 страницы
    Cephalgia Primer
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Diagnosis of Premature Rupture of Membranes
    Diagnosis of Premature Rupture of Membranes
    Документ22 страницы
    Diagnosis of Premature Rupture of Membranes
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Referat Nyeri Kepala Primer Dan PR
    Referat Nyeri Kepala Primer Dan PR
    Документ48 страниц
    Referat Nyeri Kepala Primer Dan PR
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Cephalgia Primer
    Cephalgia Primer
    Документ23 страницы
    Cephalgia Primer
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Case PEB BARI
    Case PEB BARI
    Документ55 страниц
    Case PEB BARI
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Referat Nyeri Kepala Primer Dan PR
    Referat Nyeri Kepala Primer Dan PR
    Документ48 страниц
    Referat Nyeri Kepala Primer Dan PR
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Syok Hipovolemic Ec DBD Derajat III Edit Dikit LG
    Syok Hipovolemic Ec DBD Derajat III Edit Dikit LG
    Документ10 страниц
    Syok Hipovolemic Ec DBD Derajat III Edit Dikit LG
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Referat - BAB II
    Referat - BAB II
    Документ11 страниц
    Referat - BAB II
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Case PEB-2 NEW Tiwi OK
    Case PEB-2 NEW Tiwi OK
    Документ39 страниц
    Case PEB-2 NEW Tiwi OK
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • 5-12fix
    5-12fix
    Документ58 страниц
    5-12fix
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Case PEB BARI
    Case PEB BARI
    Документ55 страниц
    Case PEB BARI
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Laporan Ske B Blok 12 Fix
    Laporan Ske B Blok 12 Fix
    Документ45 страниц
    Laporan Ske B Blok 12 Fix
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Laporan Ske B Blok 12 Fix
    Laporan Ske B Blok 12 Fix
    Документ45 страниц
    Laporan Ske B Blok 12 Fix
    Ade Pratiwi
    Оценок пока нет