Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu
tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan
untuk menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat
dengan teknik ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yaitu :
1) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
2) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
3) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan keompresi jantung paru.
Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA (American Hearth Association)
mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yang
sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway– Breathing – Circulation)sekarang
menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing).
B. Indikasi BLS
Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan
sebagai berikut :
1) Henti nafas (respiratory arrest)
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus
dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f. Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus
3
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ
vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat
agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2) Henti jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi.
Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan
terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung adalah :
1) Cardiac
a) Penyakit Jantung Koroner
b) Aritmia
c) Kelainan Katup Jantung
d) Tamponade jantung
e) Pecahnya Aorta
2) Extra - Cardiac
a) Sumbatan Jalan Nafas
b) Gagal nafas
c) Gangguan Elektrolit
d) Syok
e) Overdosis Obat
f) Keracunan
C. Tujuan
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan,
diantaranya yaitu:
1) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ – organ vital (otak,
jantung dan paru)
2) Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
3) Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4) Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5) Melindungi orang yang tidak sadar
6) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
4
7) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
D. Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2010
Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association)
mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau
dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari
prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan
tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C
(Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway –
Breathing).Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada
orang dewasa, anak, dan bayi.Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi
dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita
henti jantung.Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada
lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh
terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti
jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu
memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang
mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada
dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan
napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang
lama.
AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali.
Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi
perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera
mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan,
petugas p3k dan masayarakat umum.Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang
telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP
5
2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada.Berikut ini adalah
beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
1) Bukan lagi ABC, melainkan CAB
AHA 2010 (new)
“A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend
the initiation of chest compression before ventilation.”
AHA 2005 (old)
“The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking
for normal breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by
cycles of 30 chest compressions and 2 breaths.”
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:
Airway, Breathing, Circulation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas,
bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah
Circulation baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada Airway dan selanjutnya
Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir
(neonatus), karena penyebab tersering pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan diri
dan tidak bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk
yang lainnya, termasuk RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah
masalah Circulation kecuali bila kita menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan
diri karena masalah selain Circulation harus menerima kompresi dada sebelum
kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.
2) Tidakada lagi Look, Listen, and Feel
AHA 2010 (new)
“Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for
assessment of breathing after opening the airway. The healthcare provider
briefly checks for breathing when checking responsiveness to detect signs
of cardiac arrest. After delivery of 30 compressions, the home rescuer
opens the victim’s airway and delivers 2 breaths.”
AHA 2005 (old)
“Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the
airway was opened.”
6
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah
Bertindak bukan Menilai.Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak
sadar dan tidak bernafas dengan baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda. Jika
Anda mencoba menilai korban bernapas atau tidak dengan mendekatkan pipi Anda
pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafas
dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan waktu.
3) Tidak adalagi Resque Breath
AHA 2010 (new)
“Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to
a shorter delay to first compression”
Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua kali
setelah kita mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen, and Feel).
Pada AHA 2010, hal ini sudah dihilangkan karena terbukti menyita waktu yang
cukup banyak sehingga terjadi penundaan pemberian kompresi dada.
4) Kompresi dada lebih dalam lagi
AHA 2010 (new)
“The adult sternum should be depressed at least 2 inches (5 cm)”
AHA 2005 (old)
“The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately
4 to 5 cm).”
Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 ½– 2
inchi (4–5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan
kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inchi (5 cm).
5) Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA 2010 (new)
“It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform
chest compressions at a rate of at least 100x/min.”
AHA 2005 (old)
“Compress at a rate of about 100x/min.”
AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada
sekitar 100 kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk
7
kompresi dada minimal 100 kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi
membutuhkan waktu 18 detik.
6) Hands only CPR
AHA 2010 (new)
“Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves
survival following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no
bystander CPR.”
AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun
2010 pun AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan
Hands Only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan
terbesar adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang
tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa? AHA memang tidak
memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada saran sederhana disini: berikan
Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih baik daripada tidak berbuat sama
sekali.
7) Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)
AHA 2010 (new)
“Check for response while looking at the patient to determine if breathing
is absent or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing
or only gasping.”
AHA 2005 (old)
“Activated the emergency response system after finding an unresponsive
victim, then returned to the victim and opened the airway and checked for
breathing or abnormal breathing.”
Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta
pertolongan orang di sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk
memanggil bantuan tetap menjadi prioritas, akan tetapi sebelumnya telah dilakukan
pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti nafas (terlihat tidak ada nafas/
gasping) secara simultan dan cepat.
8
8) Jangan berhenti kompresi dada
AHA 2010 (new)
“The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency
and duration of interruptions in chest compressions may improve
clinically meaningful outcomes in cardiac arrest patients.”
Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke otak
yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu
lama.Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah kembali.
AHA menghendaki kita untuk terus melakukan kompresi selama kita bisa atau
sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung
korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut ke mulut, lakukan
segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push Fast,
Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption masih ditekankan disini.
Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation.
9) Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure
AHA 2010 (new)
“The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not
recommended.”
AHA 2005 (old)
“Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious,
and it usually requires a third rescuer not involved in rescue breaths or
compressions.”
Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan nafas
yang lebih adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah
dilakukan cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan
tulang rawan krikoid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran sangat
rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat mencegah terjadinya
aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak terlibat
dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.
9
10) Pemberian Precordial Thump
AHA 2010 (new)
“The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital
cardiac arrest. The precordial thump may be considered for patients with
witnessed, monitored, unstable VT (including pulseless VT) if a
defibrillator is not immediately ready for use, but it should not delay CPR
and shock delivery.”
AHA 2005 (old)
“No recommendation was provided previously.”
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat
mengembalikan irama ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada
sejumlah besar kasus lainnya, precordial thump tidak berhasil mengembalikan
korban dengan ventricular fibrillation ke irama sinus atau kondisi Return of
Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat banyak laporan yang
menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian precordial thump seperti
fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan bisa mencetuskan aritmia yang
ganas pada korban dewasa dan anak-anak. Pemberian precordial thump boleh
dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien dengan VT yang disaksikan,
termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator tidak dapat disediakan dengan segera.
Dan yang paling penting adalah precordial thump tidak boleh menunda pemberian
RJP atau defibrilasi.
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
1) Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan
kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah
henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular
Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah
kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early
defibrillation).
2) Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena
proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke
mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan
mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih
10
awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali
kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
3) Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari
orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu
yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas
dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan
ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada
diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban
yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi
mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.
11
F. Langkah-Langkah RJP
Langkah – Langkah RJP Dewasa 1 Orang
1. Langkah 1 : Evaluasi Respon Korban
Periksa dan tentukan dengancepat bagaimana respon korban. Memeriksa
keadaan pasien tanpa teknik Look Listen and Feel. Penolong harus menepuk atau
mengguncang korban dengan hati – hati pada bahunya dan bertanya dengan keras :
“Halo! Bapak/Ibu/Mas/Mbak! Apakah anda baik – baik saja?”.
12
Jika terdapat orang lain di sekitar penolong, minta dia untuk melakukan panggilan.
Saat menghubungi EMS sebutkan :
(1) Lokasi korban
(2) Nomor telepon yang bisa di hubungi
(3) Apa yang terjadi (misalnya serangan jantung / tidak sadar)
(4) Jumlah korban
(5) Dibutuhkan ambulan segera
(6) Tutup telepon setelah diinstruksikan oleh petugas.
3. Langkah 3 : Memposisikan Korban
Korban harus dibaringkan di atas permukaan yang keras dan datar agar
RJP efektif. Jika korban menelungkup atau menghadap ke samping, posisikan
korban terlentang.
Perhatikan agar kepala, leher dan tubuh tersangga, dan balikkan secara
simultan saat merubah posisi korban.
13
Gambar 2.3 Memposisikan pasien
Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa
denyut nadi korban. Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
5. Langkah 5 : Menentukan Posisi Tangan Pada Kompresi Dada
Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan
bawah sternum (tulang dada). Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk
kompresi dada :
1) Pertahankan posisi heat tilt, telusuri batas bawah tulang iga dengan jari tengah
sampai ke ujung sternum
14
3) Letakkan tumit telapak tangan di sebalah jari telunjuk
15
Gambar 2.7 Posisi tangan untuk melakukan RJP/CPR
7) Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik)
8) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Hitung
kompresi :
1,2,3,4,5
1,2,3,4,10
1,2,3,4,15
1,2,3,4,20,
1,2,3,4,25,
1,2,3,4,30,
9) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit.
10) Rasio kompresi dan ventilasi adalah 30 kompresi : 2 ventilasi
11) Jangan mengangkat tangan dari sternum untuk mempertahankan posisi yang
tepat
12) Jangan menghentak selama kompresi karena dapat menimbulkan cedera.
7. Langkah 7 : Buka Jalan Nafas
Lakukan manuver head tilt-chin lift untuk membukan jalan nafas. Pada
korban tidak sadar, tonus otot terganggu sehingga lidah jatuh ke belakang dan
menutupi jalan nafas. Pada dasarnya lebih melekat pada rahnag bawah sehingga
menggerakan rahang bawah keatas akan menarik lidah menjauh dari tenggorokan
dan membuka jalan nafas.
Melakukan manuver head tilt-chin lift
1) Letakkan satu tangan pada dahi korban dan berikan tekanan ke arah belakang
dengan telapak tangan untuk menengadahkan kepala (head tilt).
16
Gambar 2.8 Posisi head tilt
2) Tempatkan jari-jari tangan yang lain di bawah tulang rahang bawah untuk
mengangkat dagu ke atas (chin lift).
17
2) Mendengarkan suara napas (Listen)
3) Merasakan hembusan napas dengan pipi (Feel)
18
10. Langkah 10 : Evaluasi
1) Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2
2) Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda
sirkulasi, perlakuan sebagai henti jantung),lanjutkan RJP 30:2
3) Jika nadi teraba, periksa pernapasan
4) Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 12x/menit (1 tiupan tiap 6-7 detik)
dengan hitungan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu...tiup!
Ulangi sampai 10x tiupan/menit.
5) Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery.
6) Evaluasi nadi, ‘tanda-tanda sirkulasi’ dan pernapasan tiap 2 menit.
RJP Dewasa 2 penolong digunakan bila ada penolong kedua. Pada RJP
dewasa 2 penolong, satu penolong melakukan kompresi dada, yang lain melakukan
bantuan napas dari mulut ke mulut. Tujuan RJP dewasa 2 penolong adalah untuk
mengurangi keletihan penolong dan kompresi dada yang tidak adekuat.
Kelelahan dan kompresi dada yang tidak adekuat dapat terjadi setelah RJP 2
menit sehingga dapat di lakukan Pergantian RJP selama 2 menit atau (5 siklus 30
kompresi dan 2 tiupan napas)
19
Langkah 4
Penolong 1
Evaluasi nadi dan tanda tanda sirkulasi
Penolong 2
Menentukan posisi kompresi dada (saat penolong 1 mengevaluasi nadi dan
tanda tanda sirkulasi)
Langkah 5
Penolong 1
Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak ada tanda-tanda
sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba’
lanjutkan RJP.
Langkah 6
Penolong 2
Lakukan kompresi dada dengan hitungan:
1,2,3,4,5 – 1,2,3,4,10 – 1,2,3,4,15 – 1,2,3,4,20
1,2,3,4,25 – 1,2,3,4,30
Selesaikan 30 kompresi
Langkah 7
Penolong 1
Berikan 2 tiupan napas (setelah penolong 2 menyelesaikan tiap 30 kompresi
dada) tanpa menghentikan kompresi dada.
Langkah 8
Ulangi siklus RJP
Penolong 1 : berikan 2 tiupan
Penolong 2 : lakukan 30 kompresi dada
Langkah – Langkah Perpindahan Peran
Langkah 1
Penolong 2 (yang melakukan kompresi dada)
Meminta pergantian dengan hitungan :
1,2,3,4,5 – 1,2,3,4,10 – 1,2,3,4,15 – 1,2,3,4,20
1,2,3,4,25GANTI 1,2,3,4,30
20
Langka
Penolong 1
Berikan 2 tiupan napas setelah penolong 2 menyelesaikan 30 kompresi
dada.
Pindah ke dada korban
Tentukan posisi kompresi dada.
Langkah 3
Penolong 2
Pindah ke kepala korban
Evaluasi nadi dan tanda-tanda sirkulasi
Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak ada tanda-tanda
sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba,
lanjutkan RJP’
Langkah 4
Ulangi siklus RJP
Penolong 1 : lakukan 30 kompresi dada
Penolong 2 : berikan 2 tiupan napas
EVALUASI
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2
Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda
sirkulasi, perlakuan sebagai henti jantung),lanjutkan RJP 30:2
Jika nadi teraba, periksa pernapasan
Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 8-10x/menit (1 tiupan tiap 6-7
detik) dengan hitungan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat
ribu...tiup! Ulangi sampai 10x tiupan/menit.
Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery.
Evaluasi nadi, ‘tanda-tanda sirkulasi’ dan pernapasan tiap 2 menit.
21
G. Posisi Recovery Dewasa
Posisi recovery dilakukan pada korban tidak sadar dengan adanya nadi, napas,
dan ‘tanda-tanda sirkulasi’. Jalan napas dapat tertutup oleh lidah, lendir,dan
muntahan pada korban tidak sadar yang bebaring terlentang. Masalah-masalah ini
dapat di cegah bila dilakukan posisi recovery pada korban tersebut, karena cairan
dapat mengalir keluar mulut dengan mudah.
Bila tidak di dapatkan tanda-tanda trauma, tempatkan korban pada posisi
recovery.Posisi ini menjaga jalan napas tetap terbuka. Langkah-langkah
menempatkan korban pada posisi recovery :
Langkah 1 : Posisikan Korban
A. Lipat lengan kriri korban. Luruskan lengan kanan dengan telapak tangan
menghadap ke atas, di bawah paha kanan.
C. Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut kanan korban dengan
sudut 90 derajat.
22
Langkah 2 : Gulingkan Korban Ke Arah Penolong
Tempelkan tangan pada tangan korban yang ada di pipi. Gunakan tangan
yang lain memegang pinggul korban dan gulingkan korban menuju anda
sampai di berbaring miring.
Gunakan lutut untuk menyangga tubuh korban saat pada menggulingkannya
agar tidak terguling.
23
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR
RJP DEWASA 1 PENOLONG
24
Bila nadi teraba periksa pernafasan korban. Periksa
pernapasan : melihat, mendengarkan, merasakan / look,
listen, feel (sekitar 10 detik).
Rescue Bila tidak ada napas, lakukan rescue breathing dengan
Breathing hitungan : satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu, .....
tiup! Berikan tiupan napas pendek (1 detik/tiupan; volume
udara :400-600 ml/tiupan)
Posisi Letakkan korban pada posisi recovery bila :
Nadi dan napas ada
Korban tidak sadar dan tidak ada tanda-tanda trauma
Monitor nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan tiap
beberapa menit
25
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR
RJP DEWASA 2 PENOLONG
26
bila nadi tidak terlambat (nadi sulit d evaluasi, perlakuan
sebagai henti jantung)
Lanjutkan RJP 30:2
Bila nadi teraba, periksa pernafasan korban
Rescue Bila tidak ada nafas, lakukan rescue breating dengan hitungan
breating satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu.... tiup ! berikan
8-10 kali tiupantiap menit.
Posisi Letakkan korban pada posisi recovery bila:
recovery Nadi dan nafas anda
Korban tidak sadar dan tidak ada tanda-tanda trauma
Monitor nadi, “tanda-tanda sirkulasi” dan pernafasan tiap
beberapa menit.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Bantuan
hidup dasar (BHD)/Basic life support (BLS) adalah Usaha yang dilakukan
untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami
keadaan yang mengancam jiwa. BLS/BHD dilakukan pada pasien yang
mengalami henti nafas dan henti jantung untuk mempertahankan hidup pasien.
Perbedaan BLS antara tahun 2005 dengan 2010 menurut AHA adalah BLS
2005 masih menggunakan ABC dan pada tahun 2010 diperbaharui menjadi
BAC. Langkah-langkah BLS dengan menggunakan sistem BAC dimulai
dengan mengecek respon pasien dan diakhiri dengan defribilasi.
B. Saran
Sebagai perawat professional sudah pasti dan harus mengerti,
memahami dan mampu melaksanakan Bantuan hidup dasar (BHD)/Basic life
support (BLS) dengan atau tanpa bantuan orang lain secara cepat dan tepat
karena tindakan kegawatdaruratan sangatlah penting dan dapat terjadi dimana
saja. Dalam perkembangan Ilmu kesehatan perawat juga tidak boleh buta
dengan perkembangan teknik-teknik terbaru dalam proses keperawatan.
28
DAFTAR PUSTAKA
29