Вы находитесь на странице: 1из 41

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

SELURUH PROSEDUR LAB. KECIL

SOP ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB

Disusun oleh :

RATNA PUSPITA SARI (1702073)

II B / D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN

TAHUN 2018/2019
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN
NUTRISI MELALUI NGT

Dosen Pembimbing : Romadhani TP,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

1. Pengertian
Pemberian makan kepada klien yang menggunakan selang melalui hidung
menuju ke lambung.
2. Tujuan
a. Mempertahankan status nutrisi
b. Pemberian obat
c. Mempertahankan fungsi usus
d. Mempertahankan integritas mucosa saluran cerna
e. Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna
3. Indikasi
Indikasi untuk makan dengan selang nasogastrik meliputi klien yang tidak
dapat makan, klien yang tidak ingin makan dan klien yang tidak dapat
mempertahankan nutrisi oral adekuat (misal : klien dengan kanker, sepsis,
trauma atau klien yang koma).
4. Kontraindikasi
a. Fraktur tulang-tulang wajah dan dasar tengkorak
b. Penderita operasi esofagus dan lambung (sebaiknya NGT dipasang saat
operasi)
5. Persiapan alat
a. Sejumlah makanan cair yang akan diberikan, yang sudah
dihangatkan. Jumlah makanan dan air putih berkisar 300 – 500 cc.Makanan
buatan rumah sakit atau buatan sendiri.
b. Corong / spuit berukuran besar (50 cc)
c. Stetoskop
d. Alat makan, serbet maskan / tissue
e. Obat sesuai instruksi
f. Handscoen bersih (kalau perlu
6. Prosedur pelaksanaan

NO TINDAKAN
A FASE PRAINTERAKSI
1 Melakukan cek order di askep
B FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri & menjelaskan tujuan
3 Menjelaskan langkah prosedur dan menanyakan kesiapan
4 Menjaga privasi
5 Mencuci tangan dan menggunakan apd
C FASE KERJA
1 Membaca basmallah kemudian Mengatur posisi klien (semi fowler, fowler
atau high fowler)
2 Mengauskultasi peristaltik usus dan mengkaji adanya
ketidaknyamanan pada abdomen (distensi abdomen)
3 Meletakkan alas dibawah NGT
4 Mengkaji kepatenan letak NGT
a. Masukkan 5 – 15 cc udara kedalam NGT dan auskultasi suara di regio
epigastrik
b. Aspirasi isi residu lambung, bila lebih dari 100 cc, tunda
pemberian makanan ½ - 1 jam. Mengkaji juga warna, konsistensi, dan
bau dari cairan lambung
5 Masukkan kembali isi residu lambung
6 Membilas NGT dengan air putih.
7 Memberikan cairan nutrisi
Secara intermitten
a. Memasang corong dan jaga agar udara tidak masuk kedalam selang
dengan menjepit selang NGT
b. Memasukkan sejumlah susu/makanan cair/air buah yang telah
disediakan.
c. Mengatur ketinggian corong (30 cm diatas lambung)
d. Pemberian tidak boleh terlalu cepat (20 menit), maupun terlalu lambat
dan sesuaikan dengan karakteristik makanan / cairan
e. Pemberian makanan tidak boleh dipaksa dengan dorongan
Secara continuous
a. Menggantungkan makanan yang hendak diberikan pada tiang infus.
b. Mengeluarkan udara yang ada didalam selang
c. Menyambungkan selang makanan dengan NGT dan mengatur tetsan
sesuai waktu yang telah ditentukan
d. Mengunci pengatur tetesan bila semua makanan sudah masuk kedalam
lambung. Hindari masuknya udara kedalam lambung.
e. Membilas dengan air putih, memasukkan obat bila bila ada, lalu bilas
kembali dengan air putih
8 Melepaskan corong/kantung/formula makanan dan tutup selang NGT
9 Mempertahankan klien tetap posisi semi fowler selama 30
Menit
10 Merapihkan klien dan peralatan
11 Melepaskan handscoen dan mencuci tangan
12 Mencuci tangan.
D FASE TERMINASI
1 Mengucapkan hamdallah
2 Melakukan evaluasi
a. Mengevaluasi toleransi klien terhadap pemberian makanan
b. Mengevaluasi adanya regurgitasi dan perasaan penuh (begah) setelah
makan
c. Mengevaluasi penambahan atau penurunan berat badan secara
periodik.
d. Mengevaluasi turgor kulit dan keluaran urine
3 Melakukan pendokumentasian
a. Mencatat respon dan toleransi klien selama prosedur.
b. Mencatat tanggal dan waktu pemberian makanan melalui NGT
c. Mencatat jumlah, jenis makanan, waktu, dan isi residu
lambung
4 Berpamitan

DAFTAR PUSTAKA

Ester, Monica. 2008. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2008. Praktik Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : Salemba Medika

Potter, Patricia A dan Anne G. Perry. 2014..Fundamental Keperawatan Buku 3


Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEREKAMAN EKG

Dosen Pembimbing : Romadhani TP,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

1. Pengertian
Suatu tindakan untuk merekam aktifitas listrik jantung melalui electrode yang
ditempatkan pada titik-titik tertentu pada ekstrimitas dan dada dengan
menggunakan mesin EKG
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia
b. Kelainan-kelainan otot jantung
c. Pengaruh/efek obat-obat jantung
d. Ganguan -gangguan elektrolit
e. Perikarditis
f. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
g. Menilai fungsi pacu jantung.
3. Indikasi
a. Adanya kelainan-kelainan irama jantung
b. Adanya kelainan-kelainan myokard seperti infark miokard, hipertrofi atrial,
dan ventrikel
c. Adanya pengaruh oba-obatt jantung terutama digitalis
d. Gangguan elektrolit
e. Adanya pericarditis
f. Pembesaran jantung
4. Persiapan alat
1. Mesin EKG yang dilengkapi :
a. Kabel untuk sumber listrik
b. Kabel electrode
c. Kabel untuk groundd
d. Elektrode untuk ekstrimitas (klem) dan electrode precordial (balon
penghisap)
2. Dressing car beralas yang berisi :
a. Kertas EKG
b. Jelly electrode
c. Kapas alcohol
d. Alat tulis
e. Tisu
f. Bengkok
g. Handwash
5. Persiapan pasien
a. Sebaiknya istirahat 15 mnt sebelum pemeriksaan.
b. Bila menggunakan perhiasan/logam supaya dilepas
c. Pasien diminta membuka baju bagian dada
d. Pasien dipersilakan tidur terlentang, posisi pemeriksa berada di
sebelah kiri pasien
e. Pasien diusahakan untuk tenang, bernafas normal, selama proses
perekaman tidak boleh bicara
6. Prosedur pelaksanaan

NO TINDAKAN
A FASE PRAINTERAKSI
1 Persiapankan lingkungan
2 Cek order askep
B FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarga (jika ada)
3 Menanyakan nama pasien
4 Menjelaskan maksud dan tujuan
5 Menjelaskan langkah atau prosedur yang akan dilakukan
6 Menanyakan kesiapan pasien
7 Menutup privasi
8 Mencuci tangan dan menggunakan apd
C FASE KERJA
1 Membuka pakaian atas klien
2 Instruksikan pasien tidur refleks (tangan, tungkai tidak
bersentuhan)
3 Memasang arde
4 Menghidupkan monitor ekg
5 Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta melepas jam
tangan, gelang danlogam lain.
6 Membersihkan area ekstrimitas dan dada yang akan dipasangi elektroda
dengan menggunakan kapas alcohol. Bila terdapat bulu yang cukup teba
cukur bila perlu
7 Memberikan jelly pada area pemasangan dan pada elektroda, bila tidak ada
jelly gunakan kapas basah
8 Menyambungkan kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua
tungkai pasien, untuk merekam ekstermitas lead (lead I,II,III, aVR , aVF,
AVL) dengan cara sebagai berikut :
a. Warna merah pada tangan kanan
b. Warna hijau pada kaki kiri
c. Warna hitam pada kaki kanan
d. Warna kuning pada tangan kiri
9 Memasang electrode dada untuk rekaman precordial lead sebagai berikut :
a. V1 : Spatium intercostal (SIC) ke IV pinggir kanan sternum
b. V2 : SIC ke IV sebelah pinggir kiri sternum
c. V3 : ditengah diantara V2 dan V4
d. V4 : SIC ke V garis mid klavikula kiri
e. V5 : sejajar V4 garis aksilaris kiri
f. V6 : sejajar V6 garis mid aksilaris
10 Membuat rekaman Ekg secara berurutan sesuai dengan pilihan lead yang
terdapat pada mesin EKG
11 Melakukan kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
12 Merapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan
13 Memcuci tangan
D FASE TERMINASI
1 Melakukan pendokumentasian : identitas pasien hasil rekaman : nama,
umur, tanggal dan jam rekaman serta nomor lead dan nama pembuat
rekaman ekg
2 Melakukan evaluasi
3 Menyampaikan rencana tindak lanjut
4 Mengucapkan hamdallah
5 Berpamitan
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A.C dan Hall. J.E. 2008 . “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11”.
Jakarta : EGC
Kabo, P dan Karim, S. 2007. “EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit
Jantung untuk dokter umum”. Jakarta : FK UI
Netter, F.H. 2014 . “ Atlas of human anatomy”. 6th ed: elseiver
Silverthorn, Dee Unglaub. 2013 . “ Fisiologi Manusia”. Jakarta : EGC
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PERAWATAN COLOSTOMI

Dosen Pembimbing : Romadhani TP,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

1. Pengertian
Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong
kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan.
2. Tujuan
a. Menjaga kebersihan pasien
b. Mencegah terjadinya infeksi
c. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
d. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
3. Indikasi
a. Atresia Ani
b. Penyakit peradangan usus akut
c. Tidak memiliki anus (imperforata anus)
d. Hirschsprung
4. Kontraindikasi
a. Baru menjalani pembedahan jahitan belum pulih
b. Penyakit menetap di dalam kolon
c. Fasilitas kebersihan tidak adekuat
5. Persiapan alat
a. Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain
persegi empat
b. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
c. Kapas kering atau tissue
d. 1 pasang sarung tangan bersih
e. Kantong untuk balutan kotor
f. Baju ruangan / clemek
g. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi
h. Zink salep
i. Perlak dan alasnya
j. Pllester dan gunting
k. Bila perlu obat desinfektan
l. Bengkok
m. Set ganti balutan
6. Prosedur Pelaksanaan
NO TINDAKAN
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Menanyakan identitas pasien
3 Memperkenalkan diri & menjelaskan tujuan
4 Menjelaskan langkah prosedur dan menanyakan kesiapan
5 Menjaga privasi
6 Mencuci tangan dan menggunakan apd
B FASE KERJA
1 Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasiensesuai letak
stoma
2 Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
3 Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
4 Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan
pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien
5 Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
6 Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
7 Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengankapas
sublimat / kapas hangat (air hangat)/ nacl
8 Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati
menggunakan kassa steril
9 Memberikan 3ink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar
stoma
10 Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
11 Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi
vertical/horizontal/miring sesuai kebutuhan pasien
12 Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
13 Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpaudara
didalamnya
14 Merapikan klien dan lingkungannya
15 Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
16 Melepas handscoen dan mencuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Membaca hamdallah
2 Melakukan evaluasi tindakan
3 Menyampaikan rencana tindak lanjut
4 Mendokumentasikan tindakan dan respon
5 Berpamitan dan mengucapkan terimakasih
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer & Bare. (2012). Buku ajar keperawatan medical bedah.


(Penerjemah:Waluyo, A.). Jakarta: EGC
Sudoyo, W. A., dkk. (2008). Ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat
penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Cecily, Lynn Betz, Sowden, Linda A. 2013.Buku Saku Keperawatan Pediatri
Edisi 5. EGC: Jakarta
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

Dosen Pembimbing :Daryani.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

1. Pengertian
Sebuah proses dari ahli medis yang memeriksa bagian jantung pasien untuk
menemukan tanda klinis penyakit
2. Tujuan
a. Mengetahui kondisi jantung
b. Untuk melihat adanya ictus kordis yang Nampak atau tidak
c. Untuk meraba denyutan ictus kordis
d. Menentukan batas-batas jantung
e. Untuk memeriksa bunyi jantung, bising jantung.
3. Indikasi
a. Chest pain
b. Syncopal attacks
c. Edema
d. Riwayat penyakit jantung
4. Persiapan alat
a. Stetoskop
b. Handscoen
c. Masker
d. Jam tangan
5. Prosedur pelaksanaan

NO TINDAKAN
A FASE PRAINTERAKSI
1 Membaca dokumentasi keperawatan
B FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien
3 Menjelaskan tujuan prosedur tindakan
4 Menanyakan kesiapan pasien
5 Menutup privasi
C FASE KERJA
INSPEKSI DAN PALPASI
1 Mencuci tangan
2 Memakai sarung tangan dan masker
3 Mengatur posisi pasien
4 Membuka pakaian atas pasien
5 Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dari arah kaki penderita untuk
menentukan apakah simetris atau tidak simetris
6 Lakukan isnpeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding depan
dada dengan cermat,, perhatikan adanya pulsasi
7 Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis Nampak atau tidak
Nampak
8 Melakukan palpasi iktus kordis pada lokasi yang benar
9 Meraba iktus kordis dengan ujung-ujung jari, kemudian ujung satu jari
10 Meraba iktus kordis sambil mendengarkan suara jantung untuk
menentukan durasinya
11 Melakukan palpasi impuls ventrikel kanan dengan meletakan ujung jari-
jari pada sela iga 3,4,5 batas sternum kiri
12 Meminta pasien untuk menahan napas pada waktu ekspirasi sambil
mempalpasi daerah diatas
13 Melakukan palpasi daerah epigastrium dengan ujung jari yang diluruskan
untuk merasakan impuls/pulsasi ventrikel kanan
14 Arah jari ke bahu kanan
15 Mempalpasi daerah sela iga 2 kiri untuk merasakan impuls jantung pada
waktu ekspiras
16 Mempalpasi daerah sela iga 2 kanan untuk meraskan impuls suara
jantung dengan tekhnik yang sama
PERKUSI
1 Melakukan perkusi untuk menentukan batas jantung yaitu dengan
menentukan batas jantung relatif yang merupakan perpaduan bunyi pekak
dan sonor
2 Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai
dengan penentuan batas paru hati, kemudian 2 jari diatasnya melakukan
perkusi dari lateral ke medial
3 Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan
sternum sampai terdenganr perubahan bunyi ketok sonor menjadi
pekak relatif (normal batas jantung kanan relatif terletak pada linea
sternalis kanan)
4 Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal, terletak
pada sela iga 5-6 linea medioclavicularis kiri
5 Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan
dengan perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi dari
sonor ke tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas paru-
paru kiri dapat ditentukan batas jantung kiri relative
6 Dari atas (fossa supra clavicula) dapat dilakukan perkusi ke bawah
7 Mencatat hasil perkusi untuk mentukan batas jantung
AUSKULTASI
1 Pasien diminta untuk rileks dan tenang
2 Penderita dalam posisi berbaring dengan sudut 300
3 Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur
miring, duduk)
4 Pasien diminta bernapas biasa
5 Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan
adanya suara tambahan
6 Mulailah Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :
a. Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung
yang berasal dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)
b. Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal
dari katup pulmonal (dengan membran)
c. Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung
berasal dari aorta (dengan membran)
d. Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung
sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
trikuspidal (corong stetoscop)
7 Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
8 Bedakan antara sistolik dan diastolic
9 Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
10 Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
11 Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolic
12 Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimunnya
13 Catat hasil auskultasi
14 Melepas sarung tangan dan masker
15 Mencuci tangan
D FASE TERMINASI
1 Membaca hamdallah
2 Melakukan evaluasi tindakan
3 Merencanakan tindak lanjut
3 Berpamitan dan berterimaksih

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.2012. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume


2 Edisi 8”. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Setiawati, Santun.2011. “Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan
Edis 3”. Jakarta : Trans Info Media
Kusyati, Eni.dkk.(2008). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium.Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bicklei S, Lynn. (2008).Pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN JVP

Dosen Pembimbing :Daryani.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

1. Pengertian
Tindakan untuk mengukur tekanan vena jugularis
2. Tujuan
a. Mengetahui adanya distensi vena jugularis
b. Memperkirakan tekanan vena sentral
c. Memberikan gambaran tentang volume darah dan efektifitas jantung
sebagai pompa terutama ventrikel kanan
d. Menilai status hidrasi
e. Memantau status hemodinamik
f. Memantau efektivitas terapi yang diberikan terhadap klien
3. Indikasi
a. Gagal jantung
b. Cor pulmunal
c. Stenosis katup trikuspid atau pulmonal
d. Efusi perikardial atau tamponade
e. Lesi pada jantung kanan
f. Obstruksi vena kava superior
g. Peningkatan volume darah
h. Penyakit obstruksi jalan nafas
4. Persiapan alat
a. 2 buah penggaris (skala centimeter) dan alat tulis
b. Senter
c. Bantal sesuai kebutuhan
5. Prosedur pelaksanaan

NO TINDAKAN
A FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarga (jika ada)
3 Menanyakan nama pasien
4 Menjelaskan maksud dan tujuan
5 Menjelaskan langkah atau prosedur yang akan dilakukan
6 Menanyakan kesiapan pasien
7 Menutup privasi
8 Mencuci tangan dan menggunakan apd
B FASE KERJA
1 Atur klien pada posisi supine dan relaks
2 Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
3 Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindarifleksi leher
yang tajam
4 Anjurkan kepala klien menengok menjauhi arah pemeriksa
5 Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas
6 Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan
(shadows) vena jugularis. Identifikasi pulsasivena jugular interna
(bedakan denyutan ini dengandenyutan dari arteri karotis interna di
sebelahnya), jikatidak tampak gunakan vena jugularis eksterna
7 Tentukan titik tertinggi dimana pulsasi vena jugularisinterna/eksterna
dapat dilihat (Meniscus)
8 Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagaitempat untuk
mengukur tinggi pulsasi vena. Titik ini ± 4 – 5 cm di atas pusat dari
atrium kanan
9 Gunakan penggaris.
a. Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), 60NILAI : Dimana
salah satu ujungnya menempel pada sudutsternum.
b. Penggaris ke-2 diletakan mendatar (horizontal),dimana ujung yang
satu tepat di titik tertinggi pulsasivena (meniscus), sementara ujung
lainnyaditempelkan pada penggaris ke-1
10 Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dantitik tertinggi
pulsasi vena (meniscus)
11 Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudutsternum, pada posisi
tempat tidur bagian kepaladitinggikan 30° - 45
12 Rapikan pasien dan alat
13 Catat hasilnya
14 Cuci tangan
C FASE TERMINASI
1 Evaluasi respon klien setelah tindakan
2 Berikan penjelasan hasil pemeriksaan
3 Berpamitan

DAFTAR PUSTAKA

Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. Dalam: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing;2014
Natadidjaja, H. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit dalam. Jakarta:
Binarupa aksara. 2012.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PENGHISAPAN LENDIR

Dosen Pembimbing : Supardi.,S.Kep.,Ns.,M.Sc.


1. Pengertian
Penghisapan lendir atau prosedur tindakan suction adalah suatu metode
untuk mengeluarkan lendir atau sekret atau darah dari jalan napas.
Penghisapan ini biasanya dilakukan melalui mulut, nasofaring atau trakea.
2. Tujuan
Untuk mempertahankan kepatenan jalan napas dengan menjaga kelancaran
dan membebaskan jalan napas dari lendir/sekret yang
menyumbat/menumpuk.
3. Kontraindikasi
Klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring
(terutama sebagai akibat penghisapan lendir melalui trakea), gangguan
perdarahan, edema laring, varises esofagus, pembedahan trakea,
pembedahan gaster dengan anastomosis dan infark miokard
4. Indikasi
a. Pasien tidak sadar
b. Pasien yang tidak mampu mengeluarkan lender sendiri
5. Persiapan alat
a. Kateter penghisap (dilengkapi dengan alat penutup/pembuka) sesuai
ukuran
b. mesin penghisap (suction)
c. bak instrumen steril (untuk penghisapan trakea atau trakeastomi)
d. sarung tangan bersih ( steril untuk pengisapan trakea dan trakeastomi)
e. kom air desinfektan
f. air atau normal salin dalam kom bersih
g. handuk/tissue
h. pelumas/jelly
i. tong spatel,
j. Bengkok
k. Set oksigen
6. Prosedur pelaksanaan
NO TINDAKAN
A FASE PRAINTERAKSI
1 Mengecek/verifikasi indikasi dilakukan penghisapan lendir : adanya suara
gurgling seperti berkumur-kumur.
B FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien
3 Menjelaskan prosedur tindakan
4 Melakukan evaluasi atau valiadsi
5 Menanyakan kesiapan pasien
6 Menutup privacy
C FASE KERJA
1 Mencuci tangan
2 Mengukur tanda-tanda vital
3 Memeriksa fungsi mesin penghisap/suction
4 Memberikan oksigen sebelum melakukan penghisapan
5 Memakai sarung tangan bersih dan memberi pelumas/jelly
6 Mengatur posisi klien yang benar :
a. Klien sadar untuk penghisapan oral pada posisi semi fowler dengan
menoleh ke satu sisi
b. Klien sadar untuk penghisapan nasal pada posisi semi fowler dengan
leher hiperekstensi
c. Klien tidak sadar pada posisi berbaring miring menghadap perawat
7 Menempatkan handuk dibawah dagu klien
8 Menghubungkan satu ujung selang penghubung dengan mesin penghisap,
ujung lain dengan kateter suction. Isi kom dengan air matang/normal salin
9 Menghidupkan mesin. Menguji mesin penghisap dengan mencoba
menghisap air kom
10 Buka mulut dengan tong spatel, lalu masukkan kateter penghisap dengan
tangan dominan kedalam mulut sepanjang garis gusi ke faring tanpa
menutup tubing
11 Lakukan penghisapan/suction dengan menutup tubing dan keluarkan
dengan berputar (jangan melakukan penghisapan lendir lebih dari 10-15
detik)
12 Memberikan oksigen setelah melakukan penghisapan
13 Membilas suction kateter dengan penghisap air didalam kom sampai selang
penghubung bersih dari sekresi/lendir. Bila kateter masih diperlukan,
merendamnya dalam cairan desinfektan
14 Mematikan mesing penghisap
15 Melepaskan sarung tangan lalu buang ke bengkok
16 Bereskan alat dan rapihkan klien
17 Cuci tangan
D FASE TERMINASI
1 Mengucapkan hamdallah
2 Mengevaluasi respon klien
3 Merencanakan tindak lanjut
4 Mendokumentasikan tindakan dan respon klien
5 Berpamitan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2012. “Keperawatan Medikal Bedah Vol 1”. Jakarta : EGC

Mubarak, Wahit Iqbal.2009 “ Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : terori &
Aplikasi dalam praktek”. Jakarta : EGC

Tarwanto, Wartonah.2016. “Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan


edisi 3”.Jakarta: Salemba medika
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
FISIOTERAPI DADA

Dosen Pembimbing : Supardi.,S.Kep.,Ns.,M.Sc.

1. Pengertian
Fisioterapi dada adalah rangkaian tindakan keperawatan yang meningkatkan
efisiensi pernapasan , pengembangan paru, kekuatan otot dan eleminasi sekret
dengan teknik perkusi, vibrasi dan drainase postural.
2. Tujuan
 Membantu klien untuk mengencerkan secret & memudahkan untuk
mengeluarkannya.
 Memperbaiki satus respirasi klien.
 Mencegah infeksi pada paru pada klien yg immobilisasi dalam waktu
lama
 Membantu batuk lebih efektif
3. Indikasi
a. Pasien yang menghasilkan banyak sputum
b. Penyakit paru seperti bronchitis, pneumonia atau cronic obstructive
pulmonary disease
c. Pasien pre dan post operative
d. Pasien dengan risiko atelectasis
4. Kontraindikasi
a. Perdarahan pada paru-paru g. Tension pnemothoraks
b. Cedera kepala atau leher h. Hemoptisis
c. Fraktur pada tulang costa i. Fraktur tulang belakang
d. Kolaps pada paru-paru j. Pernah mengalami serangan
e. Terdapat luka pada dinding jantung
dada k. Emboli pulmonary
f. Abses paru l. Luka bakar dan luka terbuka
5. Persiapan alat
a. Stetoskop
b. Air hangat dalam gelas dan sedotan (1)
c. Bantal (4)
d. Tisu
e. Handuk kecil
f. Masker
g. Tempat untuk mengeluarkan sputum yang berisi Lysol 2% (1
h. Bengkok (2)
 Bengkok yang berisi Lysol untuk bekas handscoon dan alat
 Bengkok untuk sampah
6. Prosedur pelaksanaan

NO TINDAKAN
A FASE PRAINTERAKSI
1 Cek order di askep
B FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalakan diri
3 Menanyakan identitas pasien
4 Menjelaskan maksud,tujuan, dan prosedur tindakan
5 Menanyakan kesiapana pasien
C FASE KERJA
1 Cuci tangan
2 Dekatkan alat
3 Tutup privasi pasien
4 Gunakan handscoon bersih
5 Bantu klien pada posisi yang tepat untuk fisioterapi dada
6 Gunakan masker
7 Instruksikan klien untuk rileks dengan cara teknik relaksasi nafas dalam (
tarik nafas melalui hidung, keluarkan perlahan-lahan melalui mulut )
8 Lakukan teknik perkusi :
 Tempatkan kedua tangan membentuk corong dan tepukan pada area,
lakukan sekitar 3- 5 menit di setiap area.
9 Lakukan teknik vibrasi :
a. Pasang handuk kecil
b. Anjurkan klien tarik nafas dalam, dan tahan
c. Hembuskan nafas perlahan, ketika klien menghembuskan nafas, secara
perlahan tepuk dan getarkan area dengan posisi tangan datar
d. Ulangi selama 3 kali, kemudian anjurkan klien tarik nafas dalam dan
batuk untuk mengeluarkan sputum sambil lakukan vibrasi ketika klien
batuk.
10 Lakukan teknik guncangan :
a. Anjurkan klien tarik nafas dalam
b. Selama inhalasi, berikan tekanan guncangan ringan
c. Anjurkan klien untuk tahan nafas selama 2 detik
d. Ketika klien menghembuskan nafas melalui mulut, tingkatkan tekanan
guncangan
e. Ulangi selama 3 kali, anjurkan klien tarik nafas dalam dan batuk untuk
mengeluarkan sputum sambil lakukan guncangan
11 Berikan klien periode istirahat agar klien tidak kelelahan, bantu klien untuk
minum.
12 Berikan klien posisi yang nyaman
13 Rapikan alat dan cuci tangan
D FASE TERMINASI
1 Mengucapkan hamdallah
2 Melakukan evaluasi
a. Observasi RR, kedalaman & auskultasi suara nafas, penggunaan otot
bantu pernapasan, serta pergerakan dinding dada.
b. Evaluasi karakteristik sputum (jumlah, warna, bau, konsistensi)
3 Melakukan pendokumentasian
a. Catat tanggal dan waktu dilakukan fisioterapi dada
b. Catat posisi yang diberikan, durasi, karakteristik sputum (jumlah,
warna, bau, konsistensi) serta paraf perawat.
4 Berpamitan

DAFTAR PUSTAKA

Perry & Potter.2010.Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar.Edisi 3.


Jakarta: EGC
Hudak & Gallo.2009.Keperwatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN WSD

Dosen Pembimbing : Esri R.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

1. Pengertian
Tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan berupa darah atau
pus dari rongga pleura , rongga thorax, dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan tekanan negatif
rongga tersebut.
2. Tujuan
a. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga
thorax.
b. Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
d. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura ( refluks drainage )
yang dapat menyebabkan pneumothoraks.
e. Mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut.
3. Indikasi
a. Pneumothoraks
b. Hemothoraks
c. Thorakotomi
d. Efusi Pleura
e. Emfiema
4. Kontraindikasi
a. Infeksi pada tempat pemasangan.
b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
5. Persiapan alat
a. Trolly dressing
b. Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl
0,9% dan ujung selang terendam sepanjang 2 cm.
c. Kasa steril dalam tromol.
d. Pinset
e. Korentang
f. Plester
g. Gunting
h. Alcohol 70%
i. Bethadin 10%
j. Handscon streil
k. Bengkok
6. Prosedur pelaksanaan

NO TINDAKAN
A FASE PRAINTERAKSI
1 Cek order di askep
B FASE ORIENTASI
1 Mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri
3 Menanyakan identitas pasien
4 Menjelaskan maksud, tujuan , dan prosedur pasien
5 Menanyakan kesiapan pasien
6 Menutup privasi
C FASE KERJA
1 Bebaskan pakaian pasien bagian atas.
2 Atur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien.
3 Cuci tangan lalu gunakan handscoon.
4 Buka set bedah minor steril.
5 Buka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan kotor
dimasukkan ke dalam bengkok.
6 Disinfeksi luka dan selang dengan bethadin 10% kemudian dengan alkohol
70%.
7 Tutup luka dengan kassa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian
diplester.
7 Klem selang WSD
8 Lepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol.
9 Bersihkan ujung selang WSD dengan alkohol 70%, kemudian hubungkan
dengan selang penyambung botol WSD yang baru.
10 Buka klem selang WSD.
11 Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara
batuk efektif.
12 Latih dan ajurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan
latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD.
13 Rapikan pakaian pasien dan lingkungannya.
14 Bantu pasien dalam mendapatkan posisi yang nyaman.
15 Rapikan alat
16 Buka handscoon dan cuci tangan.
D FASE TERMINASI
1 Mengucapkan hamdallah
2 Melakukan evaluasi
a. Observasi undulasi pada selang WSD
b. Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat
c. Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD
3 Berpamitan dengan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo.2009.Keperwatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI.Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Smeltzer, S.C. & Bare. B.G., 2012. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing 8thEdition Volume I, Jakarta: ECG.

Ward, dkk.2015.Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga

Tamsuri, Anas. 2008. Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta:EGC


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
IRIGASI POST TURP

Dosen Pembimbing : Suci Fitriana,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

1. Pengertian
Irigasi kandung kemih merupakan suatu sistem irigasi tertutup, yang
mengalirkan cairan ke dalam kandung kemih secara kontinu atau intermeten
menggunakan larutan irigasi steril pada pasien post operasi genitourinari.
Prosedur ini lazim dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan
genitourinari, karena mereka beresiko membentuk bekuan darah yang dapat
menghambat kateter urine
2. Tujuan
a. Mempertahankan kepatenan kateter urine
b. Menjamin sterilitas sistem irigasi
c. Membebaskan kandung kemih dari bekuan darah dan pus yang bisa
menyumbat aliran urin.
d. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya
penyumbatan kateter urine, misalnya oleh darah dan pus
3. Indikasi
a. Retensi urine yang berulang.
b. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.
c. Gross hematuria berulang.
d. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.
e. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli.
f. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli
terganggu akibat pembesaran prostat
4. Kontraindikasi
a. status kardipulmoner yang tidak stabil adanya riwayat kelainan
perdarahan yang tidak bisa disembuhka
b. Pasien yang baru mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri
koroner sebaiknya ditunda sampai 3 bulan bila akan dilakukan TURP
c. miastenia gravis, multiple sklerosis,atau Parkinson dan/atau buli yang
hipertonik
d. fraktur pelvis mayor, kanker prostat yang baru menjalani radioterapi
5. Persiapan alat
a. Larutan irigasi steril (NaCl 0,9 %)
b. Selang irigasi dengan klem (dengan atau tanpa konektor Y)
c. Porta IV
d. Kapas alcohol
e. Konektor Y jika perlu
f. Sampiran
g. Sarung tangan
6. Prosedur pelaksanaan

NO TINDAKAN
A FASE PRAINTERAKSI
1 Cek order di askep
2 Mengkaji kebutuhan pasien tentang irigasi kandung kemih
3 Memvalidasi data tentang irigasi kandung kemih
B FASE ORIENTASI
1 Menyampaikan salam
2 Memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarga (jika ada)
3 Menanyakan nama pasien
4 Menjelaskan maksud dan tujuan
5 Menjelaskan langkah atau prosedur yang akan dilakukan
6 Mendekatkan alat dan bahan untuk melakukan tindakan irigasi kandung
kemih
C FASE KERJA
1 Tutup jendela dan sampiran untuk menjaga privasi pasien
2 Mencuci tangan
3 Menggunakan handscoen
4 Bantu pasien memperoleh posisi yang nyaman dan tidak menghambat
selang, baik aliran masuk maupun aliran keluar
5 Tutup klem selang infusi irigasi, kemudian hubungkan ke larutan irigasi
(NaCl 0,9%) menggunakan teknik aseptik
6 Buka klem dan biarkan larutan mengalir melalui selang infusi irigasi.
Pertahankan sterilitas ujung selang
7 Usap porta irigasi kateter tiga cabang dengan kapas alkohol, kemudian
hubungkan dengan selang infusi irigasi
8 Hubungkan kantong dan selang drainase ke porta drainase kateter tiga
cabang. Pastikan kantong selang dan selang drainase terhubung dengan
baik
9 Untuk irigasi intermiten, tutup klem pada selang drainase, kemudian buka
klem selang infusi irigasi. Biarkan larutan irigasi masuk ke dalam
kandung kemih, Biasanya 100 ml untuk orang dewasa. Tutup klem selang
infusi irigasi selama waktu yang telah ditentukan, kemudian buka klem
selang drainase
10 Untuk irigasi kontinu, hitung kecepatan tetesan dan sesuaikan dengan
klem pengatur pada selang infusi irigasi. Pastikan klem selang drainase
terbuka dan periksa volume drainase pada kantong drainase
11 Palpasi abdomen bawah pasien untuk tanda irigasi kandung kemih
12 Buang peralatan yang terkontaminasi
13 Lepas sarung tangna dan rapikan peralatan
14 Cuci tangan kembali
D FASE TERMINASI
1 Dokumentasikan volume larutan yang digunakan untuk mengirigasi,
volume dan karakteristik larutan dalam kantong drainase, serta volume
asupan cairan. Laporkan pada dokter jika terjadi oklusi, perdarahan tiba-
tiba, infeksi, atau peningkatan intensitas nyeri
2 Berpamitan dan berterimakasih atas kerjasamnya

DAFTAR PUSTAKA

www.academia.edu/8747527/TUR_BPH_dan_Irigasi_Kateter

Potter & Perry. (2010) Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar, edisi 3.
Jakarta: EGC

Potter, P. (2011). Pocket Guide To Health Assasment, 3 edition. Jakarta: EGC

Morrison, M. J. & Moya, A. (2014). Colour Guide To Nursing Management Of


Wound. Philadelphia: WB Saunders

Вам также может понравиться