Вы находитесь на странице: 1из 11

1.

Epidemiologi
Pasien neonatus dengan kelainan kongenital anomali gastrointestinal
memperlihatkan gejala obstruksi usus seperti muntah, perut kembung dan gangguan
pengeluaran meconium (Magnuson, dkk., 2006). Bayi dengan atresia esofagus akan
menunjukkan gejala berupa air liur yang berlebihan (hipersalivasi). Pada penelitian
kami, didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak (74,7%) daripada perempuan.
Hal tersebut sesuai dengan laporan Chiao dkk (2007) yangmendapatkan bayi laki-
laki dengan kelainan kongenital anomali gastrointestinal juga lebih banyak daripada
bayi perempuan dengan rasio 2.
Osifo dkk (2009) melaporkan 30% dari 78 neonatus meninggal dengan
kelainan kongenital anomali gastrointestinal, sedangkan penelitian kami
mendapatkan 27,8% kasus meninggal. Kelainan atresia esofagus, atresia
duodenum, atresia yeyunum, omfalokel dan gastroskisis menunjukkan angka
kematian tertinggi. Kami mendapatkan atresia esofagus (2,5%), atresia duodenum
(1,3%), atresia yeyunum (2,5%), gastroskisis (6,3%), serta omfalokel (10,1%)
kasus. Kasus yang meninggal adalah atresia esofagus (50%), atresia duodenum
(100%), atresia yeyunum (50%), omfalokel (50%), gastroskisis (80%). Osifo dkk
(2009) mendapatkan atresia esofagus (5,7%), atresia intestinal (35,9%), gastroskisis
(14,1%), serta omfalokel (10,3%) kasus, sedangkan kasus yang meninggal
sebanyak 66,7% kasus atresia esofagus, 21,4% kasus atresia intestinal, 62,5% kasus
omfalokel, serta 81,1% kasus gastroskisis.
2. Embriologi dan Patofisiologi
Omfalokel terjadi pada masa awal gestasi. Hal ini berkaitan erat dengan
proses pembentukan dari saluran cerna yang terjadi pada minggu ketiga
perkembangan embrio. Saluran cerna adalah sistem organ utama yang berasal dari
lapisan germinativum endoderm, lapisan ini melapisi permukaan ventral mudigah
dan membentuk atap yolk sac (Sadler, 2009).
Pada minggu ini juga terbentuk lipatan embrio secara sefalokaudal dan lateral
yang berperan dalam pembentukan dinding abdomen. Akibat pelipatan ini,
sebagian dari rongga yolk sac yang dilapisi endoderm masuk ke dalam tubuh
mudigah membentuk primitive gut (usus primitif). Di bagian sefalik mudigah
membentuk foregut (usus depan), di bagian kaudal membentuk hindgut (usus
belakang), di bagian antara usus depan dan usus belakang adalah midgut (usus
tengah) yang untuk sementara tetap berhubungan dengan yolk sac (Sadler, 2009).

Gambar 2. Pembentukan lipatan embrio secara sefalokaudal. (A) Rongga yang dilapisi endoderm
masuk membentuk primitive gut. (B) Foregut dan Hindgut. (C) Midgut yang tetap
berhubungan dengan yolk sac(Sadler, 2009).

Usus primitif dan turunannya akan berkembang menjadi bagian-bagian


tersendiri. Foregut akan berkembang membentuk faring, sistem pernafasan bagian
bawah, esophagus, gaster, duodenum, hepar, kandung empedu dan pancreas.
Midgut akan berkembang membentuk usus halus, caecum, appendix, colon
ascenden dan sebagian colon transversum. Hindgut akan berkembang membentuk
sisa dari colon transversum, colon descenden, colon sigmoid, rectum, lubang anal,
kandung kemih dan uretra (Sadler, 2009).
Pada awal minggu keenam perkembangan embrio, akan terjadi pemanjangan
cepat dari usus tengah.
Gambar 3. Lengkung usus primer (U-shaped loop).

Perkembangan lengkung usus primer ditandai dengan pemanjangan yang


pesat terutama pada bagian sefalik. Akibat pertumbuhan yang pesat, ekspansi hati
dan ginjal, rongga abdomen untuk sementara tidak mampu menampung semua
lengkung usus sehingga lengkung tersebut masuk ke rongga ektraembrional di tali
pusat selama minggu keenam (herniasi umbilikalis fisiologis). Pada minggu
kesepuluh, lengkung usus yang mengalami herniasi mulai kembali ke rongga
abdomen.
Usus halus adalah bagian pertama yang masuk kembali ke dalam rongga
abdomen diikuti oleh usus besar. Setelah lengkung usus kembali, masing-masing
akan berkembang, memanjang, menyatu dengan dinding abdomen dan menempati
tempat sesuai posisinya di rongga abdomen. Dinding abdomen akan menutup,
rongga yang terbentuk sebelumnya akan konstriksi dan terbentuk tali pusat.
Omfalokel adalah herniasi organ visera abdomen melalui cincin umbilicus
yang melebar. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan proses terjadinya
omfalokel. Pertama, omfalokel terbentuk dari kegagalan atau tertahannya
pembentukan pelipatan dinding abdomen secara parsial atau komplit. Kedua,
beberapa teori menyebutkan bahwa omfalokel terjadi karena terdapatnya ekstensi
organ ventral atau terbentuknya rongga di tali pusat secara persisten. Ketiga,
menyebutkan bahwa omfalokel terjadi karena kegagalan organ visera untuk
kembali ke rongga abdomen setelah herniasi fisiologis selama minggu keenam
sampai minggu kesepuluh.
Kebanyakan omfalokel berlokasi pada bagian tengah dinding abdomen
dimana defek terjadi pada pelipatan lateral. Beberapa terbentuk di daerah epigastric
( di atas umbilikus) atau hipogastric ( di bawah umbilikus). Omfalokel epigastrial
terbentuk akibat defek dari pelipatan sefalik sehingga memiliki kemungkinan untuk
berhubungan dengan kelainan pelipatan kranial tambahan seperti hernia diafragma,
celah sternal, defek perikardial dan defek kardiak yang apabila kelainan tersebut
terjadi bersamaan, disebut sebagai Pentalogy of Cantrell. Omfalokel hipogastrial
terbentuk akibat defek dari pelipatan kaudal dimana kelainan lain yang menyertai
dapat berupa extrophy bladder, atresia ani, anomaly vertebra sacralis ataupun
meningomyelocele (McNair, dkk 2006).

B C

Gambar 4. Omfalokel. (A) Defek pada bagian tengah dinding abdomen. (B) Pentalogy of
Cantrell. (C) Extrophy bladder (Glasser, 2003)

3. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omfalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa
faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omfalokel
diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi
asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion.
Walaupun omfalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-
70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain.
Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omfalokel
diantaranya:
a. Syndrome of upper midline development atau thorako abdominal
syndrome (pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele,
anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa
ektopic cordis dan vsd
b. Syndrome of lower midline development berupa bladder (hipogastric
omphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia,
vesicointestinal fistula, sacro vertebral anomaly dan meningomyelocele
dan sindrom-sindrom yang lain seperti Beckwith-Wiedemann
syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-
sindrom kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan (Blazer,
2004).

Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:


a. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan
terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik.
Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta
dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya
bayi dengan gastroschisis dan omfalokel paling sering dijumpai.
b. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek
dinding abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya
secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP
(Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan
ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan
struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan
adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis untuk melacak
kelainan genetik.
c. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan
kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.
4. Manifestasi Klinis
Menurut A.H. Markum (1991), manifestasi dari omphalokel adalah :
1. Organ visera / internal abdomen keluar
2. Penonjolan pada isi usus
3. Teridentifikasi pada prenatal dengan ultrasound
Sedang tanda yang lain :
1. Apabila berukuran kecil di dalam korda umbilicus terdapat sembuhan
yang berisi usus
2. Apabila ukuran besaar di dalam korda berisi hati dan usus
3. Tali pusat tampak terletak di daerah apeckantong dengan pembuluh
darah umbilicus meluncur se3panjang kantong masuk kedalam rongga
perut
4. Sering ditemukan pada bayi premature
5. Umbilicus menonjol keluar.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Data Demografi
Nama pasien, tanggal lahir, Alamat, Tanggal masuk RS, Jenis kelamin, Agama,
pekerjaan, No. Register, dan lain-lain.
b. Data fokus Pengkajian
a) Mengkaji kondisi abdomen
 Kaji area sekitar dinding abdomen yang terbuka
 Kaji letak defek, umun nya berada disebelah kanan umbilicus
 Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi/iritasi
 Nyeri abdomen, mungkin terlokalisasi atau menyebar, akut/kronis sering
disebabkan oleh inflamasi dan obstruksi.
 Distensi abdomen, kontur menonjol dari abdomen yang mungkin
disebabkan oleh perlambatan pengosongan lambung, akumulasi gas / feses,
inflamasi/obstruksi.
b) Mengukur temperature tubuh
 Demam, manifestasi umum dari penyakit pada anak-anak dengan gangguan
GI, biasanya berhubungan dengan dehidrasi, infeksi atau inflamasi.
 Lakukan pengukuran suhu secara kontinyu tiap 2 jam
 Perhatikan apabila terjadi peningkatan suhu secara mendadak
c) Kaji sirkulasi
 Kaji adanya sianosis perifer
d) Kaji distress pernapasan
 Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru
 Frekuensi : Cepat (Takipneu), Normal atau lambat
 Kedalaman : Normal. Dangkal (Hipopnea), terlali dalam (Hipernea)
 Kemudahan : Sulit (Dispneu), Otophnea
 Irama : Fariasi dalam frekuensi dan kedalaman pernapasan
 Opservasi adanya tanda-tanda infeksi, batuk, sputum,dan nyeri dada
 Kaji adanya suara nafas tambahan (Mengi/wheezing)
 Perhatikan bila pasien tampak pucat/ sianosis
2. Diagnosa
a. Pre Op :
 Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat
 Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
 Defisiensi pengetahuan orang tua tentang penyakit berhubungan dengan
keterbatasan kognitif
b. Post Op :
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
 Kecemasan orang tua berhubungan dengan status kesehatan
 Defisiensi pengetahuan orang tua tentang cara perawatan anak post op
berhubungan dengan keterbatasan kognitif

3. Perencanaan
a. Pre Op :
Dx 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat
NOC :
 Risk Control : Infectious Process
 Self-care: Hygiene
 Infection severity: Newborn
KH :
 Mengetahui faktor resiko
 Bersihkan daerah perineal
 Infeksi pada umbilikus dapat dicegah
NIC :
 Perineal Care
a) Bantu pasien untu membersihkan
b) Jaga perineum agar tidak kering
 Proteksi Infeksi
c) Monitor tanda-tanda gejala infeksi sitemik dan local
d) Pelihara teknik isolasi
 Monitor Elektrolit
e) Monitor cairan yang hilang
f) Monitor adekuatnya ventilasi

DX 2 : Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi


NOC :
 Thermogulation : Newborn
 Vital signs
KH :
 Tidak ada tanda-tanda hipertermi
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
NIC :
 Fever treatment
a) Monitor warna kulit dan temperature
b) Monitor intake dan output cairan
 Vital sign monitoring
c) Monitor nadi, suhu, dan pernapasan
d) Monitor pada nafas abnormal
 Environmental management
e) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien
f) Batasi pengunjung

DX 3 : Defisiensi pengetahuan orang tua tentang penyakit berhubungan dengan


keterbatasan kognitif
NOC :
 Knowledge : Disease Process
KH :
 Orang tua memahami proses penyakit secara spesifik
 Orang tua mengenali tanda dan gejala penyakit
 Orang tua mengetahui komplikasi yang berpotensi akibat penyakit
NIC :
 Teaching : Disease process
a) Nilai tingkat pengetahuan orang tua berhubungan dengan proses penyakit
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal tersebut
berhubungan dengan anatomi fisiologi
c) Gambarkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit
d) Diskusikan pilihan terapi/perawatan

b. Post Op :
DX 4 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
NOC :
 Pain control
KH :
 Tingkat nyeri pasien berkurang
 Ekpresi wajah tidak menunjukan nyeri
NIC :
 Pain management
a) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama saat tridak
dapat berkomunikasi secara efektif
b) Kurangi faktor-faktor pencetus nyeri
 Environmental management : Comfort
c) Jaga kebersihan
d) Sesuaikan temperature ruangan

DX 5 : Kecemasan berhubungan dengan status kesehatan


NOC :
 Anxiety level
 Anxiety self-Control
KH :
 Orang tua tidak mengalami stress
 Orang tua dapat mengontrol kecemasan
 Orang tua dapat menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi
kecemasan
NIC :
 Anxiety Reduction
a) Instruksikan orang tua untuk menggunakan teknik relaksasi
b) Observasi reaksi verbal dan non verbal tentang kecemasan
 Coping anhancement
c) Perhatikan pemahaman persepsi orang tua terhadap situasi yang penuh
stress
d) Anjurkan orang tua untuk mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi,
dan ketakutan.

DX 6 : Defisiensi pengetahuan orang tua tentang prosedur perawatan anak post op


berhubungan dengan keterbatasan kognitif
NOC :
 Knowledge : Treatment procedure
KH :
 Orang tua mengetahui proses penyakit secara spesifik
 Orang tua mengerti prosedur perawatan post op terhadap anak nya
NIC :
 Teaching : Procedure / treatment
a) Informasikan orang tua/keluarga terdekat tentang kapan dan dimana
prosedur/perawatan akan dilakukan
b) Informasikan orang tua / keluarga terdekat tentang berapa lama prosedur /
perawatan berlangsung
c) Jelaskan pentingnya prosedur proses perawatan
d) Jelaskan cara perawatan pada anak post op kepada orang tua

Вам также может понравиться