Вы находитесь на странице: 1из 18

JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

Refleksi Implementasi
Pendidikan Inklusif di
Indonesia
Munawir Yusuf
Dosen PLB FKIP Universitas Sebelas Maret
E-mail : munawir_uns@yahoo.co.id

ABSTRAK

L ebih dari satu abad, pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia
diselenggarakan secara segregatif dalam bentuk satuan pendidikan khusus yang
selanjutnya dikenal dengan sebutan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sejak dasa warsa
terakhir, terutama sejak diberlakukan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan bagi ABK lebih diperluas lagi, tidak hanya diselenggarakan di sekolah khusus
tetapi juga dapat diselenggarakan di sekolah umum secara inklusif. Kebijakan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia yang pada awalnya lebih ditujukan kepada
upaya pemenuhan wajib belajar bagi ABK pada jenjang pendidikan dasar, dalam
perkembangannya telah memasuki lingkup yang lebih luas yaitu ke pendidikan menengah dan
bahkan ke jenjang pendidikan tinggi. Beberapa perguruan tinggi mulai memberikan
kesempatan yang lebih luas dan terbuka kepada ABK untuk dapat diterima belajar di PT.
Fenomena pendidikan inklusif di Indonesia sekarang telah memasuki era pembudayaan, tidak
hanya di tingkat satuan pendidikan, akan tetapi juga di beberapa Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan dan Transportasi, Dinas
Sosial, Kantor Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, bahkan juga Bappeda, telah
memasukkan issue inklusi sebagai salah satu program yang harus dilaksanakan. Beberapa
telaah atas hasil-hasil riset mutakhir di bidang inklusi di Indonesia menunjukkan bahwa telah
terjadi pergeseran pemahaman, sikap dan perilaku warga sekolah terhadap pendidikan
inklusif.

Kata kunci : pendidikan segregatif, pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus, paradigm
medis, paradigm sosial.
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

A. Pendahuluan dan kelompok-kelompok lainnya

Refleksi tentang implementasi termasuk penyandang difabel. Dalam

pendidikan inklusif di Indonesia, perlu pasal II ayat 5 Jomtien dipertegas

dilakukan. Hal ini penting untuk bahwa ‘langkah-langkah yang

mengetahui permasalahan yang ada diperlukan perlu diambil untuk

dan mencari solusi terbaik yang perlu memberikan akses pendidikan yang

dilakukan. Tulisan ini merupakan sama kepada setiap kategori

sebuah refleksi berdasarkan beberapa penyandang difabel sebagai bagian

hasil riset lapangan di Indonesia terkait yang integral dari sistem pendidikan’

dengan pendidikan inklusif. Selama (Stubbs, 2002).

beberapa dasawarsa terakhir, banyak Instrumen internasional yang

upaya yang dilakukan dunia untuk mendorong gerakan menuju

menciptakan pendidikan universal pendidikan inklusif, terus digulirkan.

dalam rangka pemenuhan hak dasar Tahun 1994 dikeluarkan Pernyataan

pendidikan bagi semua anak. Pada Salamca dan Kerangka Aksi tentang

tahun 1980-an, pertumbuhan Pendidikan Kebutuhan Khusus, yang

pendidikan universal tidak hanya hingga saat ini masih merupakan

melambat, tetapi di banyak negara dokumen internasional utama tentang

bahkan berbalik arah. Diakui bahwa prinsip-prinsip dan praktik pendidikan

‘pendidikan untuk semua’ tidak terjadi inklusif. Stubbs (2002) mengutip

secara otomatis (Stubbs:2002). beberapa konsep inti inklusi dari

Deklarasi Dunia Jomtien 1990 pernyataan Salamanca, antara lain : (1)

di Thailand tentang pendidikan untuk anak-anak memiliki keberagaman yang

semua, mencoba menjawab tantangan luas dalam karakteristik dan

yang ada dengan melangkah lebih jauh kebutuhannya, (2) perbedaan itu

dari sekedar Deklarasi Universal Hak normal adanya, (3) sekolah perlu

Asasi Manusia. Dinyatakan bahwa mengakomodasi semua anak, (4) anak

terdapat kesenjangan pendidikan, penyandang cacat seyogyanya

kelompok tertentu rentan akan bersekolah di lingkungan sekitar

diskriminasi dan ekslusi, yaitu anak tempat tinggalnya, (5) partisipasi

perempuan, orang miskin, anak jalanan masyarakat itu sangat penting bagi

dan anak pekerja, penduduk pedesaan inklusi, (6) pengajaran yang terpusat

dan daerah terpencil, etnis minoritas pada diri anak merupakan inti dari
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

inklusi, (7) kurikulum yang fleksibel ABK. Dengan pendidikan inklusif juga
seyogyanya disesuaikan dengan anak, diharapkan terjadi interaksi sosial dan
bukan kebalikannya, (8) sekolah akademik yang baik antara ABK
inklusif memberikan manfaat untuk dengan anak-anak lain pada umumnya
semua anak karena membantu dalam setting lingkungan sekolah dan
menciptakan masyarakat yang inklusif, pembelajaran yang ramah terhadap
(9) inklusi meningkatkan efisiensi dan semua anak. Konsekuensinya adalah
efektivitas biaya pendidikan. bahwa dengan pendidikan inklusif,
Penegasan Salamanca tersebut sekolah perlu menciptakan suasana
memberikan landasan yang kuat sekolah dan pembelajaran yang adaptif
terhadap gerakan menuju pendidikan dan aksesibel bagi semua anak. Praktik
inklusif, termasuk di Indonesia. Lebih di lapangan seperti apa, perlu dikaji
lanjut disebutkan dalam Pasal 2 bahwa secara mendalam.
: ‘Sekolah regular dengan orientasi
inklusif merupakan cara yang paling B. Konsep Pendidikan
efektif untuk memerangi sikap Inklusif
diskriminatif, menciptakan masyarakat Sebagai sebuah paradigma
yang terbuka, membangun suatu baru, pemahaman tentang
masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan inklusif di kalangan
pendidikan untuk semua; lebih dari itu pemangku kepentingan pendidikan
sekolah inklusif memberikan sangat penting. Sebab jika hal ini
pendidikan yang efektif kepada masih difahami berbeda, maka
mayoritas anak dan meningkatkan sikapnya juga akan berbeda dan
efisiensi sehingga menekan biaya akibatnya perilakunya juga akan
untuk keseluruhan sistem pendidikan’. berbeda. UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan inklusif merupakan tentang Sistem Pendidikan Nasional
salah satu cara dalam mengatasi mengamanatkan bahwa pendidikan
hambatan dalam mendapatkan akses bagi anak yang mengalami hambatan
pendidikan bagi anak-anak
belajar karena kelainan fisik, mental,
termarjinalkan, termasuk ABK.
intelektual, emosi dan sosial atau
Melalui pendidikan inklusif diharapkan
yang memiliki potensi potensi
dapat memperluas dan meningkatkan
kecerdasan dan bakat istimewa,
angka partisipasi pendidikan bagi
diselenggarakan secara inklusif atau
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

berupa satuan pendidikan khusus sebaya. Dalam perspektif keilmuan


(penjelasan Ps. 15). Sesuai dengan PLB, model pendidikan segregatif
Peraturan Menteri Pendidikan dikenal dengan pendekatan medis
Nasional Nomor 70 Tahun 2009, (Barnes & Mercer, 2003). Anak-anak
Pendidikan Inklusif adalah system penyandang disabilitas dipandang
penyelenggaraan pendidikan yang sebagai problem medis sebagai
memberikan kesempatan kepada akibat kekurangan atau kerusakan
semua peserta didik yang memiliki fisik dan mental (impairment) dan
kelainan dan memiliki potensi karenanya mereka harus
kecerdasan dan/atau bakat istimewa ’disembuhkan’. Pandangan tersebut
untuk mengikuti pendidikan atau dikenal dengan istilah ’personal
pembelajaran dalam satu lingkungan tragedy theory, individual model atau
pendidikan secara bersama-sama medical model. (Oliver, 1990, Barnes
dengan peserta didik pada & Mercer, 2003). Inti dari
umumnya (pasal 1). Salah satu pandangan medis tersebut adalah
tujuan pendidikan inklusif (1) disabilitas merupakan problem
dikembangkan di Indonesia adalah pada level individu (individual
“mewujudkan penyelenggaraan model), (2) disabilitas disamakan
pendidikan yang menghargai dengan kekurangan atau
keanekaragaman dan tidak keterbatasan fisik/mental
diskriminatif bagi semua peserta (impairment), dan (3) solusi yang
didik” (pasal 2). dianggap paling tepat untuk
mengatasi disabilitas adalah
Pendidikan inklusif pada
intervensi medis, psikologis dan
dasarnya adalah sebuah evolusi,
psikiatris.
yakni proses perubahan paradigma
Paradigma integratif muncul
pendidikan bagi anak berkebutuhan
sebagai sebuah protes atas
khusus (ABK), dari paraddigma
ketidakadilan dan perlakuan
segregatif, integratif dan inklusif.
diskriminatif akibat pandangan
Paradigma segregatif memandang
medis terhadap disabilitas. Adalah
ABK sebagai sumber hambatan,
tindakan diskriminatif jika ada anak
karena itu pendidikan bagi ABK
hanya karena mengalami disabilitas
harus dipisahkan dari anak lain yang
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

kemudian harus dipisahkan dari pengaturan/pengorganisasian


komunitas sebaya. Mereka pasti masyarakat kontemporer yang tidak
akan kehilangan kesempatan untuk atau sangat sedikit
dapat bersosialisasi, berinteraksi, mempertimbangkan individu yang
dan bergaul bebas dengan sesama memiliki kekurangan fisik dan
anak pada umumnya. Karena itu bahkan kemudian mengucilkan
solusinya adalah setiap anak harus mereka dari aktivitas sosial (UPIAS,
diberikan kebebasan untuk dapat dalam Ro’fah, dkk. 2010).
mengikuti pendidikan secara Persepsi UPIAS ini kemudian
terintegrasi di sekolah reguler. dikembangkan lebih lanjut oleh
Paradigma integratif ini mendorong ilmuwan-ilmuwan penyandang
lahirnya integrasi fisik dan sosial disabilitas di Inggris, di antaranya
yang sangat membantu ABK dalam adalah Michael Oliver (1990) dan
mengembangkan kemandirian Colin Barnes (2003) sehingga
dalam kehidupan sehari-hari. menjadi sebuah pendekatan baru
Paradigma integratif ternyata yang kemudian dikenal luas dengan
juga masih menghadapi prsoalan. istilah ’Social Model of Disability’.
Hal ini disebabkan karena Pendekatan baru meyakini bahwa
pendekatan ini hanya faktor – faktor lingkungan dan
mengintegrasikan ABK secara fisik pengorganisasian sosial merupakan
dan sosial, tetapi belum secara kunci pendidikan bagi penyandang
akademik. Gerakan baru muncul, disabilitas (ABK). Jika kondisi
sekitar tahun 1976 UPIAS (Union of lingkungan dan pengorganisasian
the Physically Impaired Against sosial dapat diubah sedemikian rupa
Segregation) sebuah organisasi para sehingga memungkinkan setiap
difabel Inggris, mengusung ide baru anak mendapatkan akses dan
bahwa disabilitas adalah problem pelayanan pendidikan yang sesuai
yang diakibatkan oleh hambatan- dan layak, maka ABK akan tumbuh
hambatan lingkungan dan sosial dan berkembang secara optimal
(social barriers). Disabilitas adalah seperti anak-anak lain pada
keterbatasan aktivitas yang umumnya. Stainback & Stainback
disebabkan oleh karena (1996) mengatakan bahwa ‘all
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

children are enriched by having the pendidikan yang layak dan bermutu
opportunity to learn from one dalam setting pendidikan inklusif
another, Grow to care for one (Yusuf, 2009). Dengan demikian
another, and gain the attitudes, skills, pendidikan inklusif tidak saja
and values necessary for our bernilai penting untuk pemerataan
communities to support the inclusion pendidikan, akan tetapi juga mutu
of all citizens’(p. 4). dan relevansi pendidikan.
Lahirnya paradigma
pendekatan sosial dalam pelayanan C. Pendidikan Inklusif Dalam
pendidikan bagi semua anak, Praktik
menjadi salah satu titik tolak Pendidikan inklusif telah

kelahiran pendidikan inklusif. mengalami kemajuan yang pesat di

Pendidikan inklusif adalah sistem seluruh dunia. Dari berbagai sumber


diketahui bahwa Negara-negara
pendidikan yang memberikan
Selatan, 90-98% anak-anak dengan
kesempatan yang sama kepada
disabilitas (selanjutnya disebut anak
semua anak untuk dapat belajar
berkebutuhan khusus atau ABK), telah
bersama meskipun dengan tuntutan
mengikuti pendidikan secara inklusif.
kurikulum dan pembelajaran yang
Hanya sebagian kecil, 2-10% ABK
berbeda. Pendidikan inklusif
mengikuti pendidikan secara segregatif
merupakan filosofi dan sekaligus
di sekolah khusus atau Sekolah Luar
metodologi dalam mewujudkan
Biasa (SLB). Model pendidikan
sebuah lingkungan sosial dan
inklusif diyakini dapat menjadi salah
pendidikan yang memungkinkan
satu kebijakan dalam implementasi
semua anak akan mendapatkan
konsep Education for All (Miles &
pelayanan yang sesuai dengan
Singal, 2010).
kebutuhan masing-masing individu.
Di Indonesia, pendidikan bagi
Melalui asesmen profesional,
anak berkebutuhan khusus (ABK) baru
kurikulum dan pembelajaran yang
menjangkau sekitar 35%, sisanya
diadaptasi, sistem penilaian yang
sekitar 65% belum mendapatkan akses
adil, serta media dan sarana
pendidikan (Wamendikbud, 2012).
prasarana yang disesuaikan, maka
Dari jumlah tersebut sekitar 12%
setiap anak akan dapat mengikuti
bersekolah di sekolah reguler secara
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

inklusif dan sisanya sekitar 88% menggambarkan kebijakan, dan (2)


bersekolah di Sekolah Luar Biasa riset lapangan yang menggambarkan
(Yusuf, 2012). Sesuai dengan UU pendidikan inklusif dalam praktik di
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem lapangan. Dari segi kebijakan,
Pendidikan Nasional, warga negara pendidikan inklusif di Indonesia telah
yang memiliki kelainan fisik, mental, memiliki regulasi yang sangat kuat.
intelektual, emosi dan sosial, serta Mulai dari UUD 1945, Undang-
memiliki potensi kecerdasan dan bakat Undang Sistem Pendidikan Nasional,
istimewa, berhak mendapatkan Undang-Undang Penyandang Cacat,
pendidikan khusus. Pendidikan khusus Undang-Undang Perlindungan Anak,
disediakan bagi ABK di sekolah Peraturan Pemerintah, sampai
khusus atau di sekolah reguler secara Peraturan Menteri yang mengatur
inklusif. secara teknis tentang pelaksanaan
Implikasi dari peraturan pendidikan inklusif. Di tingkat
perundang-undangan yang Provinsi dan Kabupaten/Kota, juga
memungkinkan ABK mengikuti ditemukan bahwa telah banyak
pendidikan secara inklusif di sekolah Gubernur, Bupati dan Walikota di
reguler, menuntut kesiapan semua Indonesia yang telah mengeluarkan
warga sekolah (kepala sekolah, guru, regulasi terkait dengan pendidikan
orangtua, siswa ABK dan siswa non inklusif.
ABK). Hal ini disebabkan karena Melalui rogram yang
dalam implementasi pendidikan dikembangkan oleh Direktorat
inklusif, banyak hal yang harus Pembinaan Pendidikan Khusus dan
dilakukan penyesuaian, yang salah Layaan Khusus Pendidikan Dasar,
satunya adalah penyesuaian pada mampu mendorong tumbuhnya budaya
manajemen sekolah. Manajemen pendidikan inklusif di setiap Provinsi
sekolah ini sangat penting karena ia dan Kab/Kota di seluruh Indonesia.
berkaitan dengan perencanaan, Sampai dengan saat ini (tahun 2015)
pengorganisasian, pelaksanaan dan setidaknya tujuh Provinsi (DKI, Jabar,
pengendalian (Terry & Rue : 2009). Jateng, Jatim, DIY, Kalsel, dan
Fenomena pendidikan inklusif Sumbar) telah memiliki Peraturan
di Indonesia dapat ditelusuri melalui Gubernur tentang pendidikan inklusif.
dua hal (1) regulasi yang Demikian juga di tingkat Kab/Kota,
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

setidaknya 60 Kab/Kota telah lahirnya lembaga supporting


mengembangkan progam pendidikan inklusif di daerah seperti
pembudayaan pendidikan inklusif yang Assessment Center/Resource
salah satu indikatornya adalah adanya Center, Pusat Layanan Autis,
regulasi daerah Kab/Kota tentang sekolah-sekolah inklusi
pendidikan inkusif. Dengan regulasi percontohan, SLB-SLB sebagai pusat
yang mengatur tentang pendidikan sumber, pemanfaatan dana CSR
inklusif di tingkat Provinsi dan Industri, dan bahkan mampu
Kab/Kota, mendorong peran mendorong perkembangan IPTEK
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah melalui riset dan kajian-kajian
Daerah secara terpadu dengan pendidikan inklusif oleh Perguruan
melibatkan hampir semua Satuan Kerja Tinggi. Karena itu Pemerintah
Perangkat Daerah (SKPD) bersama- Daerah perlu mendorong dan
sama mengambil peran dalam mengoptimalkan serta
mengembangkan pendidikan inklusif mengembangkan pusat-pusat
di daerah sesuai dengan kewenangan
keunggulan daerah yang dapat
masing-masing.
dijadikan penggerak pengembangan
Survei yang dilakukan oleh
pendidikan inklusif. (2) Program
Yusuf dkk (2015) terhadap enam
pembudayaan pendidikan inklusif
Kab/Kota di Jawa Tengah dan Jawa
berbasis Provinsi/Kab/Kota, juga
Timur, antara lain menemukan fenoma
terbukti mampu mendorong peran
yang cukup menarik : (1) Program
aktif masyarakat luas, baik lintas
pembudayaan pendidikan inklusif
SKPD di tingkat pemerintah daerah,
berbasis Provinsi/Kab/Kota terbukti
Perguruan Tinggi,
mampu menumbuhkan kekuatan-
Perusahaan/industri, organisasi
kekuatan dan potensi lokal yang
sosial, LSM, orangtua, sekolah,
berujung pada dukungan terhadap
maupun perorangan. Kepada
pendiikan inklusif. Kekuatan dan
mereka-mereka yang memiliki
potensi lokal tersebut antara lain
kepedulian dan komitmen yang luar
forum-forum atau paguyuban
biasa terhadap pendidikan inklusif,
sekolah inklusi, GPK dan sejenisnya,
pemerintah daerah perlu
keberadaan Asosiasi Profesi
memberikan apresiasi melalui
Pendidikan Khusus Indonesia,
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

penghargaan dan insentif khusus beberapa riset menunjukkan adanya


yang diberikan secara periodik kecenderungan semakin membaik.
secara selektif. Semua ini Hasil studi Yusuf, (2014) antara lain
menggambarkan bahwa perkembangan menemukan permasalahan dalam
pendidikan inklusif di Indonesia telah implementasi pendidikan inklusif
mengalami kemajuan yang sangat sebagai berikut. (1) Implementasi
berarti. pendidikan inklusif di SD pada saat ini
Fenomena lain tentang belum sesuai dengan kriteria yang
pendidikan inklusif ternyata telah diharapkan. Kinerja Kepala Sekolah
merambah ke dunia pendidikan tinggi. dan Guru dalam pendidikan inklusif
Setidaknya delapan perguruan tinggi termasuk kategori sedang, respon
negeri besar di Indonesia seperti UPI, Komite Sekolah, Siswa ABK dan
UNJ, UNS, UNESA, UI, ITS, UNAIR, Siswa non ABK terhadap pendidikan
dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, inklusif, termasuk kategori baik.
telah menunjukkan langkah-langkah Fungsi manajemen pendidikan inklusif
konkrit dalam rangka menerapkan belum dijalankan secara memadai
pendidikan inklusif di PT. Semua PT berdasarkan aspek manajemen
tersebut telah mendapatkan ‘award’ sekolah.
dari Pemerintah Pusat sebagai PT yang Beberapa kasus hasil telaah
peduli tehadap Anak Berkebutuhan lapangan terhadap Kepala Sekolah,
Khusus melalui pendidikan inklusif. Guru Kelas, Guru Pembimbing
Khusus, dan Komite Sekolah, dalam

D. Refleksi Berdasarkan Hasil hal pendidikan inklusif ditemukan


Riset Lapangan gambaran sebagai berikut (Yusuf,
Dari segi riset untuk memotret
2014).
pendidikan inklusif dalam praktik,
telah banyak dilakukan di Indonesia.
1. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Dari berbagai riset yang ada telah
Inklusif
terjadi pergeseran pemahaman, sikap
Pengetahuan dan pemahaman
dan praktik yang semakin maju dalam
responden gabungan (Kepala Sekolah,
pendidikan inklusif. Meskipun harus
Komite Sekolah, Guru Kelas dan Guru
diakui masih banyak kekurangan
Pembimbing Khusus) dengan jumlah
dalam praktik namun dari temuan
responden 262 orang, diketahui secara
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

umum berada dalam kategori sedang perilaku inklusif dengan koefisien


dan tinggi, yaitu 103 orang (39.3%) korelasi sebesar 0,556. Sementara itu
sedang, dan 159 orang (60.7%) tinggi. hubungan antara sikap terhadap
Dalam hal sikap responden terhadap pendidikan inklusif dengan perilaku
pendidikan inklusif, diperoleh data 172 inklusif responden, juga menunjukkan
orang (65.6%) kategori sedang, dan hal yang sama, yaitu koefisien korelasi
sisanya 90 orang (34.4%) kategori sebesar 0,681 dengan p = 0,000 (p <
tinggi. Sementara itu mengenai 0,05), sehingga dapat disimpulkan
perilaku inklusif responden ditemukan bahwa sikap terhadap pendidikan
58 orang (22.1%) rendah, 99 orang inklusif memiliki hubungan yang
(37.7%) sedang, dan sisanya 105 orang signifikan dengan perilaku terhadap
(40.2%) kategori tinggi. pendidikan inklusif dengan koefisien
Temuan ini menunjukkan korelasi sebesar 0,556. Dengan hasil
bahwa masih belum ada pemahaman ini berarti ada hubungan yang linier
yang sama antar komponen warga antara pengetahuan dan sikap dengan
sekolah dalam mempersepsi dan perilaku inklusif. Semakin tinggi
memahami pendidikan inklusif. pengetahuan, akan semakin positif
Demikian juga dalam hal sikap sikapnya dan selanjutnya akan semakin
terhadap pendidikan inklusif juga baik perilaku inklusifnya. Sebaliknya
belum semuanya positif, sehingga jika pengetahuan rendah, maka sikap
berakibat masih ada sekitar 22.1% akan cenderung negatif dan berakibat
yang berperilaku rendah dan 37.7% perilaku inklusifnya juga akan semakin
berperilaku sedang terhadap negatif atau rendah.
pendidikan inklusif.
Hasil uji statistik korelasi 2. Keterlibatan Kepala Sekolah
antara pengetahuan, sikap dan perilaku dalam Praktik Pendidikan Inklusif.
responden, dengan menggunakan z Keterlibatan Kepala Sekolah
score, diperoleh koefisien korelasi dalam pendidikan inklusif diukur
sebesar 0,556 dengan p = 0,000 (p < dengan 10 indikator perilaku, yaitu :
0,05), sehingga dapat disimpulkan (1) merencanakan, (2) mendelegasikan,
bahwa pengetahuan dan pemahaman (3) mengkoordinasikan dan
terhadap pendidikan inklusif memiliki mengarahakan, (4) mengalokasikan
hubungan yang signifikan dengan pendanaan, (5) menyediakan GPK, (6)
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

menyediakan sarana prasarana khusus, melaporkan hasil. Berdasarkan 10


(7) melakaukan monitoring dan indikator yang diukur tersebut, rata-
supervisi, (8) melakukan evaluasi, (9) rata peran kepala sekolah berada pada
menjalin kerjasama, dan (10) sekitar 70%.

3. Keterlibatan Guru Kelas media, (5) membantu guru kelas dalam


Keterlibatan guru kelas dalam pemilihan alat, (6) membantu guru
pendidikan inklusif diukur dengan kelas dalam pelaksanaan pembelajaran,
menggunakan 10 indikator, yaitu : (1) (7) membantu guru kelas dalam
identifikasi dan asesmen, (2) penilaian pembelajaran, (8) melakukan
menyusun RPP/PPI, (3) melakukan remedial, (9) membuat administrasi
modifikasi pembelajaran, (4) siswa, (10) pembelajaran
mengembangkan materi pembelajaran kompensatoris, (11) melibatkan
khusus, (5) modifikasi meddia belajar, orangtua ABK, (12) mengmbangkan
(6) modifikasi penilaian, (7) bakat khusus, (13) melakaukan
melakukan remedial, (8) pendampingan intensif ABK, (14)
mengadministrasikan, (9) pelibatan mendampingi kelanjutan studi ABK,
orangtua, dan (10) pengembangan diri dan (15) menyusun laporan kemajuan
ABK. Hasil penelitian menunjukkan beajar ABK. Hasil penelitian ternyata
bahwa skor capaian Guru Kelas juga belum cukup menggembirakan
berkisar antara 7.0 (70%) terrendah peran dan fungsi GPK sebagaimana
dan 7.8 (78%) tertinggi. Rata-rata yang yang diharapkan. Secara umum
dicapai guru kelas adalah 74%. menunjukkan angka yang beragam
dengan skor terendah 6.9 (69%) dan
4. Keterlibatan Guru Pembimbing
tetinggi 8.1 (81%). Rata-rata skor
Khusus
keterlibatan GPK adalah sekitar 75%.
Peran Guru Pembimbing
Khusus dalam pendidikan inklusif 5. Keterlibatan Komite Sekolah
diukur dengan 15 indikator, yaitu : (1) Keterlibatan komite sekolah
melaukan identifikasi dana asesmen, dalam pendidikan inklusif diukur
(2) menyusun PPI, (3) membantu guru dengan 10 indikator, yaitu : (1)
kelas dalam pemilihan materi, (4) perencanaan, (2) pengorganisasian dan
membantu guru kelas dalam pemilihan pendelegasian, (3) pelaksanaan
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

program, (4) dukungan pikiran dan implementasi pendidikan inklusif di


pengetahuan, (5) dukungan tenaga dan Indonesia. Dari 183 sekolah inklusi
sarana prasarana, (6) dukungan yang diteliti dari beberapa provinsi di
pembiayaan khusus, (7) dukungan Indonesia, antara lain ditemukan
akses, (8) melakukana sosialisasi, (9) bahwa implementasi pendidikan
monitoring dan supervisi, (10) inklusif di setiap sekolah sangat
melakukan evaluasi. Hasil penelitian beragam dan masih jauh dari standar
menunjukkan bahwa skor terendah 6.2 penyelenggaraan pendidikan inklusif
(62%) dan tertinggi 7.7 (77%), dengan yang diharapkan. Selanjutnya pada
rata-rata 6.9 (69%). tahun 2012, Yusuf, Indianto dan
Hasil penelitian yang Munzayanah (2012) melakukan kajian
digambarkan di atas jika dibandingkan di beberapa Kab/Kota se Solo Raya,
dengan temuan riset sebelumnya, telah menemukan bahwa kinerja Kepala
terjadi kemajuan yang cukup berarti. Sekolah dan Guru dalam
Baik kepala sekolah, guru kelas, GPK mengimplementasikan pendidikan
maupun Komite Sekolah, inklusif, masih berada pada tingkat
memperlihatan peran yang cukup baik sedang dan rendah. Sementara dalam
meskipun masih jauh dari yang penelitian saat ini telah berada dalam
diharapkan. Pada tahun 2010, Yusuf kategori sedang dan tinggi. Hal ini
dan Indianto (2010) melakukan disebabkan karena berbagai faktor,
penelitian tentang sumbangan sekolah pemahaman yang relatif lebih baik
inklusi terhadap peningkatan angka karena sosialisasi yang semakin
partisipasi murni (APM) pendidikan intensif, fasilitas pendukung yang
bagi ABK. Dari hasil riset tersebut semakin bertambah karena dukungan
diketahui bahwa keberadaan sekolah pemerintah yang semakin baik, serta
inklusi dalam tahun 2009/2010 mampu pelayanan terhadap ABK yang lebih
menampung sekitar 13% dari total terukur dan sistematis sebagai akibat
siswa SD Inklusi, atau sekitar 1.173 seringnya mendapatkan pelatihan-
siswa ABK. Jumlah ini melebihi pelatihan dari pemerintah maupun
jumlah siswa SLB yang ada di Kab. perguruan tinggi.
Boyolali pada saat itu. Hasil penelitian ini
Pada tahun 2011, Sunardi, dkk. menggambarkan bahwa meskipun
(2011) melakukan penelitian tentang dalam praktik di lapangan pendidikan
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

inklusif masih menghadapi hal positif ini dapat dipelihara dan


permasalahan, namun dari tahun ke dijaga dengan baik, maka akan
tahun menunjukkan kemajuan yang menjadi modal yang sangat penting
cukup baik sejalan dengan tingkat untuk memajukan pendidikan inklusif
kemajuan pemahaman responden yang lebih baik di kemudian hari.
tentang pendidikan inklusif. Apabila
Pendidikan Inklusif
E. Cara Pandang Terhadap
Banyak faktor yang anak berkebutuhan khusus adalah di
mempengaruhi keberhasilan dan sekolah khusus, karena itu ketika
keberlangsungan pendidikan inklusif. mereka harus diterima di sekolah
Menurut laporan seminar Agra dalam regular, pihak sekolah merasa
Stubbs (2002), ditegaskan bahwa mendapatkan beban baru dan pesimis
keberhasilan pendidikan inklusif untuk dapat menangani pendidikan
tergantung pada cara pandang. Ada secara optimal.
dua cara pandang yang melahirkan Cara pandang kedua adalah apa
sistem pendidikan yang berbeda bagi yang disebut ‘Education system as
anak-anak berkebutuhan khusus. Cara problem’. Pandangan ini menganggap
pandang pertama menganggap ‘child bahwa persoalan keberhasilan
as problem’. Akibat dari pandangan pendidikan tidak tergantung pada
ini, maka anak tersebut dianggap (1) faktor ‘anak’, akan tetapi faktor sistem
does not respond, cannot learn, (2) has pendidikan yang digunakan. Jika
special needs, (3) needs special pendidikan untuk semua belum
equipment, (4) cannot get to school, berhasil mencapai hasil yang optimal,
(5) he/she is different from other maka sistemnya yang harus diperbaiki.
children, (6) needs special Implikasinya adalah harus ada
environment, and (7) needs special perubahan cara pandang guru,
teachers (Stubbs, 2002). Cara pandang modifikasi kurikulum dan
seperti inilah yang mempengaruhi pembelajaran, modifikasi system
kinerja Kepala Sekolah dan Guru penilaian, penyediaan lingkungan yang
dalam implementasi pendidikan aksesibel, pelibatan orangtua, pelatihan
inklusif. Mereka berpandangan bahwa bagi kepala sekolah dan guru yang
tempat pendidikan yang cocok bagi berkelanjutan.
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

Perkembangan ilmu pengetahuan difahami sebagai sebuah sistem


dan teknologi dalam bidang pendidikan yang berorientasi pada
pendidikan ABK menemukan banyak peningkatan mutu dan inovasi
bukti baru bahwa ABK dengan pendidikan dalam arti luas. Ketika
berbagai hambatan fisik dan/atau konsep pendidikan inklusif difahami
intelektualnya, mereka mampu sebagai sistem pendidikan yang
mengikuti pendidikan di sekolah- berorientasi pada mutu dan inovasi
sekolah reguler setelah guru dan pendidikan maka pendidkan inklusif
sumber daya lain di sekolah, menjadi tugas dan tanggung jawab
kurikulum, dan pembelajaran didesain serta kebutuhan bersama. Kepala
khusus sehingga memungkinkan setiap Sekolah, Guru, orangtua, dan
individu mendapatkan layanan yang masyarakat seharusnya terpanggil
sesuai dengan kebutuhan masing- untuk mendukung dan mensukseskan
masing (Yi Ding, 2006). Temuan gerakan pendidikan inklusif. Kuncinya
semacam ini memperjelas bahwa adalah kepala sekolah dan guru.
paradigma inklusif dapat mengatasi Selama Kepala Sekolah dan Guru
hambatan pendidikan bagi ABK, dan masih bersikap skeptis dan pesimis
sekaligus mempertegas bahwa terhadap pendidikan inklusif, maka
pendekatan segregatif bukan satu- mustahil pendidikan inklusif dapat
satunya solusi dalam memenuhi berkembang dan berlangsung dengan
kebutuhan dan mengatasi hambatan baik di sekolah tersebut. Untuk
pendidikan bagi ABK. mengubah cara pandang kepala
sekolah dan guru dapat dilakukan
F. Rekomendasi dengan berbagai cara. Berikut ini
Pemahaman terhadap mungkin dapat membantu mengatasi
pendidikan inklusif di kalangan warga permasalahan tersebut.
sekolah harus diluruskan. 1. Meluruskan persepsi tentang
Implementasi pendidikan inklusif tidak pendidikan inklusif.
boleh difahami hanya sekedar Prinsip utama dalam pendidikan
memberikan tempat dan ruang bagi inklusif adalah pelayanan kepada
penyandang cacat di sekolah regular semua anak sesuai dengan potensi,
karena memenuhi tuntutan dunia. hambatan dan kebutuhannya. Dengan
Pendidikan inklusif seharusnya prinsip ini maka semua anak dengan
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

kondisi apapun akan dapat tumbuh dan Pemerintah perlu mengembangkan


berkembang secara optimal, yang pada banyak sekolah inklusif model di
gilirannya dapat meningkatkan mutu setiap daerah. Melalui sekolah model,
sekolah. dapat dijadikan percontohan bagi
2. Pelatihan berkelanjutan. sekolah lain yang akan
Kepala sekolah dan guru perlu mengembangkan pendidikan inklusif.
diberikan pembekalan melalui
pelatihan yang berkelanjutan tentang G. Kesimpulan
bagaimanamenyiapkan, merencanakan, Fenomena pendidikan
mengelola, mengevaluasi dan inklusif di Indonesia memberikan
mengembangkan pendidikan inklusif. gambaran yang cukup menarik. Pada
Banyak hal teknis yang harus awalnya pendidikan inklusif
dimengerti dan dilaksanakan kepala difahami secara kurang tepat
sekolah dan guru dalam implementasi sehingga berakibat sikap dan
pendidikan inklusif. Pelatihan perilaku warga sekolah masih jauh
manajemen dan teknis layanan dari yang diharapkan. Meskipun
pendidikan di sekolah inklusif perlu fenomena pendidikan inklusif di
diberikan kepada mereka secara Indonesia sampai saat ini belum
berkelanjutan. dipraktikkan seperti yang
diharapkan, namun dalam
3. Pengalaman ‘best practices’. perkembangan selanjutnya
Kepala sekolah dan guru perlu melihat pendidikan inklusif semakin
secara langsung praktik terbaik dalam diterima dan menjadi issue nasional
pendidikan inklusif di sekolah-sekolah sebgai salah satu upaya untuk
yang telah menerapkan pendidikan mengatasi persoalan pemerataan
inklusif. Melalui observasi dan dialog
dan akses pendidikan yang lebih
dengan sekolah lain, akan muncul
bermutu sesuai dengan amanah UUD
keyakinan baru bahwa mengelola
1945.
sekolah inklusif, bukan hal yang sulit,
Pendidikan inklusif yang pada
melainkan sebuah tantangan menuju
awalnya hanya dikembangkan di
pendidikan yang lebih bermutu.
lingkungan pendidikan dasar dan
menengah, dalam perkembangannya
4. Pengembangan sekolah model.
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

sekarang juga telah menjadi inklusif, mampu menunjukkan


perhatian dari kalangan dunia komitmennya melalui penetapan
pendidikan tinggi. Beberapa PT regulasi khusus dalam bentuk
Negeri di Indonesia mulai membuka Perda/Perbub/Perwali yang
kesempatan yang lebih terbuka bagi berimplikasi terhadap penyediaan
ABK untuk dapat diterima menjadi APBD. Beberapa SKPD di luar Dinas
mahasiswa. Bahkan dalam Pendidikan dan Kebudayaan, juga
perkembangan terkini pendidikan telah mulai melibatkan diri dalam
inklusif telah menjadi bagian dari mengembangkan lingkungan yang
kebijakan di tingkat Provinsi dan inklusif ramah terhadap semua anak
Kab/Kota. sebagai bagian dari pendidikan
Beberapa Provinsi dan inklusif menuju masyarakat yang
Kab/Kota yang telah inklusif.
mengembangkan pendidikan

Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009


DAFTAR PUSTAKA Tentang Pendidikan Inklusif
Buku, Jurnal, Penelitian, dan Bagi Peserta Didik Berkelainan
Majalah dan/atau Peserta Didik Dengan
Potensi Kecerdasan dan Bakat
Barnes, C. & Mercer, G. 2003. Istimewa.
Disability (chapter 1-Disability Ro'fah, Andayani, Muhrisun. 2010.
and Choices of Model). Membangun Kampus Inklusif,
Cambridge: Polity Press Best Practices
Kementerian Pendidikan Nasional, Pengorganisasian Unit Layanan
2010. Modul Pelatihan Difabel. Yogyakarta: Pusat
Pendidikan Inklusif Edisi Revisi. Studi dan Layanan Difabel
Jakarta: Australia - Indonesia (PSLD), UIN Sunan Kalijaga.
Partnership.
Miles, Susie; & Singal, Nidhi. 2010.
The Education For All and
Inclusive Education : Conflict,
Contradiction or Opportunity?.
International Journal of Sunardi, dkk, 2011, The
Inclusive Education, V.l4 m1 p1 Implementation of Inclusive
- l5 Februari 2010 - 15pp. Education in Indonesia.
Research Report International
Oliver, Michal. 1990. The Politics of
Collaborative Research Grant
Disablement : A Sociological
Funded by World Class
Approach. New York :
St.Martin’s Press.
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

University Project DIPA Sebelas Approach. International


Maret University. Journal of Special Education,
vol.21 No. 3, 2006.
Stainback, W & S. Stainback. 1990. Yusuf, Munawir dan Indianto, R.,
Support Networks for Inclusive 2010, Kajian Tentang
Schooling: Independent Implementasi Pendidikan
Integrated Education. Bartimore: Inklusif Sebagai Alternatif
Paul H. Brooks. penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Bagi Anak
Stubbs, Sue. 2002. Inclusive Berkebutuhan Khusus di
Education Where There are Few Kabupaten Boyolali. Jurnal
Resources. The Atlas Alliance Pendidikan dan Kebudayaan,
Global Support to Disabled Vol. 16 Edisi Khusus II, Agustus
People, Schweigaardsgt 12, 2010, Badan Penelitian dan
Oslo, Norway. Kebudayaan Kementerian
Pendidikan Nasional.
Terry, George R. & Rue, Leslie W.,
2009, Dasar-dasar Manajemen, Yusuf, Munawir, 2012, Kinerja
Edisi Bahasa Indonesia pada Kepala Sekolah dan Guru
PT. Bumi Aksara, Jakarta, Alih dalam Mengimplementasikan
Bahasa G.A. Ticoalu. Pendidikan Inklusif, Jurnal
Undang - Undang Nomor 20 tahun Pendidikan dan Kebudayaan,
2003 tentang Sistem Badan Penelitian dan
Pendidikan Nasional. Pengembangan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan,
UNESCO. 1994. The Salamanca Vol. 18 Nomor 4 Desember
Statement and Framework For 2012, hal 382-393.
Action on Special Needs
Education. Paris : Author. Yusuf, Munawir, 2014,
Pengembangan Model
Wamendikbud Republik Indonesia, Pendidikan Inklusif di Sekolah
2012, Sambutan Wakil Menteri Dasar, Disertasi, Program
Pendidikan dan Kebudayaan Pascasarjana Universitas
Republik Indonesia pada Acara Negeri Semarang.
Gebyar Anak Berkebutuhan
Khusus, Direktorat PKLK Yusuf, Munawir dkk, 2015, Analisis
Dikdas, Denpasar Bali, 2012. Kesenjangan Pelaksanaan
Pendidikan Inklusif di
Yi Ding; Kathryn C.Gerken, Don C. Beberapa Kab/Kota di
VanDyke, Fei Xiao. 2006. Indonesia, Laporan Hasil
Parents’ and Special Education Kajian, Direktorat PKLK Dikdas
Teachers' Perspectives of bekerjasama dengan Fatacha
Implementing Individualized Education and Training Center,
Instruction in P.R. china : An Surakarta.
Empirical and Sociocultural
JURNAL DIFABEL, Volume 3 | No 3, 2016

Вам также может понравиться