Вы находитесь на странице: 1из 16

1.

Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun
diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload.
ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat
merupakan dekompensasi dari gagal jntung kronik (chronic heart failure) yang telah
dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Putra, 2012).
ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang
biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang
cepat pada paru (Pinto, 2012).
Gagal jantung merupakan gejala-gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut yaitu
nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan aktivitas, dan atau kelelahan,
tanda-tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonanl atau pembengkakan tungkai
(Crouch MA, Didomenico RJ, Rodgers Jo E, 2006).

2. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasi menurut American Collage of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) 2008:
1) Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung structural atau tanda
dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap
hipertensi, DM, sindroma metabolic, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
2) Stage B : Penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi
LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
3) Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung structural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
4) Stage D : Gagal jantung simptomatis berat. Gejala dapat muncul saat istirahat meski
dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu :
1) Functional Class I (FC I) : asimtomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
2) Functional Class II (FC II) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat
istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa.
3) Functional Class III (FC III) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa ringan.
4) Functional Class IV (FC IV) : ketidaknyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun
dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

3. Etiologi dan Faktor resiko


Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling
umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot
jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tekanan vaskuler dengan hipertensi, atau
berkembangnya takiaritma seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang
merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari
pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10 %
(Dickstein K, et all, 2008).
Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara struktur
dan fungsionalnya menjadi abnormal dengan ketiadaan penyakit jantung koroner,
hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya yang berperan
terjadinya abnormalitas miokard (Dickstein K, et all, 2008).
Menurut Joseph (2009) penyebab umum ADHF biasanya berasal dari ventrikel kiri,
disfungsi distolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas
valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart Failure
(HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak
memiliki diagnose HF sebelumnya.
Menurut ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure tahun 2008, penyebab umum gagal jantung karena penyakit otot jantung adalah
sebagai berikut :
Penyakit Jantung Koroner Banyak Manifestasi
Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kanan dan
fraks injeksi.
Kardimiopati Faktor genetic dan non-genetic (termasuk yang didapat
seperti myocarditis).
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive (RCM),
arrhythmogenic right ventricular (ARVC), yang tidak
terklasifikasikan.
Obat-obatan β – Blocker, calcium antagonists, antiarrhythmics,
cytotoxic agent.
Toksin Alkohol, cocaine, trace elements (mercury, cobalt,
arsenic).
Endokrin Diabetes mellitus, hypo/hyperthyroidism, chusing
syndrome, adrenal insufficiency, excessive growth
hormone, phaeochromocytoma.
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium, carnitine, Obesitas,
kaheksia.
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit
jaringan ikat.
lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV, peripartum
cardiomyopathy, gagal ginjal tahap akhir.

Faktor resiko:
Faktor presipitasi kardiovaskular
a) Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b) Sindroma coroner akut
- Infark miokardial/unstable angina pectoris dengan iskemia yang bertambah
luas dan disfungsi sistemik
- Komplikasi kronik IMA
- Infark ventrikel kanan
c) Krisis hiperensi
d) Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventricular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dll)
e) Regurgitasi valvular/endocarditis/rupture korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada
f) Stenosis katup aorta berat
g) Tamponade jantung
h) Diseksi aorta
i) Kardiomiopati pasca melahirkan

Faktor presipitasi non kardiovaskuler


a) Volume overload
b) Infeksi terutama pneumonia atau septicemia
c) Severe brain insult
d) Pasca operasi besar
e) Penurunan fungsi ginjal
f) Asma
g) Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
h) Feokromositoma

4. Patofisiologi

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung konik
asimptomatik yang mengalami dekomppensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka
yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber
dan kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor
persipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang
diakibatkan oleh proses iskemi miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005)
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan system adrenergic, renin angiotensin dan aldosterone sehingga terjadi
peningkatan tekanan darahakibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada
individu engan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya padakeadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF (Price,2005).

Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard


menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan
stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas
miokard pada ventrikal kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan
menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurunan
kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal
ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah diparu-paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah edema
paru. Edema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru (Price,
2005).

Sedangkan apabila curah jantung menurun,maka secara fisiologis tubuh akan


melakukan kompensasi melalui perangsangan system adrenergic dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung kearah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi
melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penuruan aliran
darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah keginjal akan memicu
retensi garam dan air oleh system renin angiotensin aldosterone. Retensi ini akan menjadi
lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atriumkanan akibat
proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada edema
perifer (Price, 2005).
Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Dekompensated Heart
Failure phatofisiology tahun 2010 patofisiolgo ADHF yakni ketidakmampuan dan
kegagalan jantung memompa darah secara langsung menciptakan suatu keadaan
hipovolemik relative yang lebih dikenal dengan arterial underfilling. Selain itu respon
terhadap faktor-faktor neurohormonal (seperti system saraf simpatis, renin-angiotensin-
aldosterone system, arginine vasopressin dan endotein-1) menjadi teraktivitasi untuk
mempertahankan euvolemia yang menyebabkan retensi cairan, vasokontriksi atau
keduanya. Pada pasien tanpa gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan
yang telah dipertahankan (Mc. Bride BF, White M, 2010).

Aktivasi hormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan mediator-


mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomuodulator yang diamati
pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala gagal jantung dan
perburukan prognosis pasien. Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi system saraf
simpatik mencegah terjadinya arterial underfilling yang mengakibatkan cardiac ouput
sampai toleransi berkembang dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial 1- receptor
terpisah dari second messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5,
monophosphate (Camp) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu,
kedua, mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula
sitoplasma di miosit tersebut.

Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi, peningkatan marker akut pada
katekolamin diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat cAMP miokard,
meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobic. Hal ini
dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel terprogram. Selain
itu, overdrive symbol-menyedihkan menyebabkan ditingkatkan 1-reseptor rangsangan
tidak mengakibatkan toleransi dan meningkatkan derajat vasokkontriksi sistemik,
meningkatkan stress dinding miokard. Selanjutnya, peningkatan vasokontriksi sistemik
mengurangi tingkat filtrasi glomerulus, sehingga memberikan kontribusi bagi aktivasi
system renin angiotensin aldosterone (Mc. Bride BF, White M,2010).
5. Manifestasi klinis

Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, kongesti dan kelelahan yang sering tidak
spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala-gejala ini juga dapat disebabkan oleh
kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung. Komplikasi yang diidentifikasikan
pada pasien dengan gejala ini. Variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia,
penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal,mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara
klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld J,2010).

Menurut ESC Guidelinesfor the diagnosis and treatment of acuteand chronic heart
failure tahun 2008, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain tertera
dalam label berikut:

Gambaran Klinis yang Gejala Tanda


Dominan
Edema perifer kongesti Sesak napas, kelelahan, Edema perifer, peningkatan
anoreksia vena jugularis, edema
pulmonal, hepatomegaly,
asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat saat Crackles atau rales pada
istirahat paru-paru bagian atas, efusi,
takikardi, takipnea
Syok kardiogenik (low Konfusi,kelemahan dingin Perfusi perifer yang buruk,
output syndrome) pada perifer Systolic Blood Pressure
(SBP) <90mmHg, anuria
atau oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi peningkatan
(gagal jantung tekanan darah, hipertrofi
hipertensif) ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas,kelelahan Bukti disfungsi ventrikel
kanan peningkatan
JVP,edem perifer,
hepatomegaly, kongesti usus

Menurut The Consensius Guideline In The Management of Acute Decompensated


Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara lain
tertera dalam table berikut

Volume Overload
a. Dispneu saat melakukan kegiatan
b. Orthopnea
c. Paroxysmal noctumal dyspnea (PND)
d. Ronchi
e. Cepat kenyang
f. Mual dan muntah
g. Hepatosplenomegaly, hepatomegaly atau splenomegaly
h. Distensi vena jugular
i. Reflex hepatojugular
j. Asites
k. Edema perifer

Hipoperfusi
a. Kelelahan
b. Perubahan status mental
c. Penyempitan tekanan nadi
d. Hipotensi
e. Ekstremitas dingin
f. Perburukan fungsi ginjal
Decompenasi cordis akut dapat memanifestasikan oleh penurunan curah jantung
dan/ataupembendungan darah divena sebelum jantung kiri atau kanan, meskipun curah
jantung mungkin normal atau kadang-kadang diatas normal. Tanda dominan gagal jatung
adalah meningkatkan volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri
dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung dan kegagalan jantung.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler ke
alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas
pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum
dan penambahan berat badan. Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan
secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk
menyampaikan oksigen yang dibutuhka. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat
perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap aktivitas dan panas,
ekstermitas dingin dan haluaran urine berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun,
mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan
seksresi aldosterone, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.

Dampak dari cardiac output dan kongesti yang terjadi pada system vena atau system
pulmonal antara lain:

 Lelah
 Angina
 Cemas
 Penurunan aktifitas GI
 Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebabkan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara lain:

 Dyspnea
 Batuk
 Orthopnea
 Rales paru
 Hasil X-ray memperlihatkan kongesti paru
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel adalah:

 Edema perifer
 Distensi vena leher
 Hati membesar (hepatomegali)
 Peningkatan central venous pressure (CPV)

Respon terhadap kegagalan jantung:

1. Peningkatan tonus simpatis >> peningkatan system saraf simpatis yang mempengaruhi
arteri dan vena jantung. Akibatnya meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan
peningkatan kontraksi. Tonus simpatis membantu mempertahankan tekanan darah
normal
2. Retensi air dan natrium >> bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang
ada untuk filtrasi, ginjal merespon dengan menahan natrium dan air dengan cara
demikian mencoba meningkatkan volume darah central dan aliran balik vena

6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1) Laboratorium :
 Hematologi : Hb, Ht, Leukosit.
 Elektrolit : K, Na, Cl, Mg.
 Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH).
 Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT.
 Gula darah.
 Kolesterol, trigliserida.
 Analisa Gas Darah
2) Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
 Penyakit jantung koroner : iskemik, infark.
 Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy).
 Aritmia.
 Perikarditis.
3) Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
 Edema alveolar.
 Edema interstitials.
 Efusi pleura.
 Pelebaran vena pulmonalis.
 Pembesaran jantung.
 Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
 Radionuklir.
 Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
 Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
4) Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan
untuk :
 Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru.
 Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
 Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung.
 Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent.
 Mengetahui beratnya lesi katup jantung.
 Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner.
 Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri).
 Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri coroner)
5) Echocardiogram - Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung, (Putra, 2012)

7. Penatalaksanaan medis

1) Tirah Baring
Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut
dan sulit disembuhkan.
2) Pemberian diuretik
Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas,
digitalis dan diet rendah natrium
3) Pemberian morphin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik
vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat.
4) Terapi vasodilator
Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal
jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
5) Terapi digitalis
Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas
(inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta peningkatam efisiensi
jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti : peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang
mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.
6) Inotropik positif
 Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik
beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin
dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung dan isi
sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-
20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja
jantung.
 Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan
tachicardi.
7) Dukungan diet (pembatasan natrium)
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema,
seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran sumber
natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram.
Tindakan-tindakan mekanis
 Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra
aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner, memperbaiki
isi sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.
 Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini
menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran
gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi waktu
sampai tindakan pasti seperti bedah by pass arteri koroner, perbaikan septum atau
transplantasi jantung dapat dilakukan (Nasution, 2006).
Discharge Planning pada pasien ADHF dapat dilakukan jika pasien dapat
memenuhi kriteria di bawah ini :
 Faktor eksaserbasi dapat ditangani.
 Pemberian obat oral stabil dalam 24 jam
 Pasien dan keluarga sudah di KIE
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri terdokumentasi.
 Adanya konseling smoking cessation.
 Kontrol ulang selama 7-10 hari setelah KRS.
 Sudah menerima semua terapi.
 Dokumentasi discharge planning sudah dibuat.
Algoritma ADHF menurut Empowering Physician with Evidence Based Content,
penatalaksanaan ADHF adalah seperti berikut :
Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat
ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal :
captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
 Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
 Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.

Вам также может понравиться