Вы находитесь на странице: 1из 3

Anggota Kelompok :

1. Dio Irsyad Kamil (18031010178)


2. Dewa Made Adit Prasetia (18031010180)
3. Firman Windhono (18031010198)
4. Adhi Kamanjaya (18031010209)
5. Irmansyah Dwi Prasetyo (18031010213)

Ragam Bahasa LGBT


Bahasa gay sendiri di Indonesia kemungkinan besar muncul pada awal tahun 1970an sebagai
proses memosisikan gay Indonesia sebagai subjek. Sementara secara tata bahasa, bahasa gay pada
dasarnya hanya mengikuti konstruksi tata bahasa bahasa Indonesia. Bahasa gay merupakan bahasa
Indonesia yang diplesetkan menjadi sebuah bahasa ciptaan baru yang digunakan oleh kelompok
lesbian, gay, dan waria (LGT) atau menurut seorang antropolog Indonesia dari Amerika, Tom
Boellstrof disebut sebagai bahasa gay atau bahasa binan menurut Dédé Oetomo. Pengkreasian,
pemakaian, dan pemutakhiran bahasa ini merupakan sebuah proses yang sangat dinamis dan sesuai
konteksnya bahasa ini penuh dengan selipan-selipan.

Para Lgbt di Indonesia berpendapat bahwa dengan menggunakan bahasa gay, mereka dapat
berbicara bebas tentang hasrat-hasrat dan pengalaman-pengalaman homoseksualitasnya tanpa
khawatir orang lain dapat mengerti apa yang mereka ucapkan. Bahasa gay juga berfungsi sebagai
bahasa pertahanan untuk menciptakan perasaan kepemilikan di antara mereka. Namun saat ini,
bahasa gay ditengarai bukan lagi menjadi bahasa rahasia yang khusus diucapkan dan
diinterpretasikan oleh kelompok gay, lesbian, dan transgender. Dewasa ini, bahasa gay sudah
bergeser untuk diterima oleh komunitas yang lebih luas

Bahasa gay bukan lagi bahasa rahasia karena tidak semua gay tahu bagaimana menggunakan
bahasa gay karena banyak gay yang justru menghindari tempat-tempat yang khusus dikunjungi oleh
kelompok gay sehingga mereka tidak mengetahui sama sekali cara menggunakan bahasa gay. bahasa
gay dapat dikategorikan sebagai bahasa slang yaitu sebuah bahasa yang dicirikan dengan kosa kata
yang baru ditemukan dan cepat berubah.

Pada dasarnya, kemungkinan besar hanya ada satu cara bagaimana bahasa gay dapat
tersebar dan digunakan dalam keseharian oleh hampir semua kalangan di Indonesia, yaitu dengan
menggunakan kacamata representasi sosial yang digagas oleh seorang sosiolog Perancis, Serge
Moscovici. Secara umum, konsep representasi sosial adalah proses produksi dan proses dari sebuah
elaborasi psikologi dan kenyataan sosial dan berfungsi untuk mengkonstruksi sebuah kenyataan.
Oleh karena representasi sosial sangat berhubungan dengan interaksi-interaksi yang ada, maka ia
juga berkonsentrasi pada bagaimana mengarahkan sebuah konsep bersama dalam kerangka
komunikasi sosial dan dirangkum dalam sebuah legitimasi perasaan umum. Melalui konsep
representasi sosial, maka setidaknya akan terlihat jelas bagaimana bahasa gay Indonesia dapat
dituturkan, diintepretasikan dan dikembangkan oleh kalangan yang lebih luas.
Didalam keseharian, kaum lesbian memiliki ciri sebagai berikut :

1. Dalam berpakaian kaum lesbi lebih menyukai casual.


2. Perokok dan bertingkah laku layaknya seperti laki-laki.
3. Dalam mengaktualisasi tidak secara terbuka

Contoh bahasa LGBT dalam keseharian :

“Mau ke mana bok ?’’, ‘’Bentar ya cin’’, ‘’Sutra makarena belanda ?’’. Bok, cin, say, nek, tinta, sutra,
dan lain-lain adalah sufiks dan beberapa kata dalam bahasa Indonesia yang diplesetkan menjadi
bahasa sebuah bahasa ciptaan baru yang digunakan oleh kelompok lesbian, gay, dan waria (LGT)
Daftar Pustaka
http://www.suarakita.org/2014/10/bahasa-gay-sebagai-bahasa-subkultur-dalam-konteks-
keseharian/

https://www.academia.edu/26465505/Lesbian_di_Kehidupan_Masyarakat

Вам также может понравиться