Вы находитесь на странице: 1из 33

MEKANISME SISTEM IMUN HUMORAL NON SPESIFIK

DAN SPESIFIK DALAM MENGHADAPI


BAKTERI EKSTRASELULER

Disusun Oleh:
(Kelompok 1)
Bastian 04112621761001
Nika Andriani 04112621761002
Nur Asini 04112621761003
Sabrina Prihantika 04112621761004
Wina Safutri 04112621761005
Meiliza Indriani 04112621761006
Bambang Nuryadi 04112681721001
Meyrisa Bastari 04112681721002
Precelia Fransiska04112681721003
Diana 04112681721004

Dosen Pengasuh :
dr. Nova Kurniati, Sp.PD

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
makalah dengan judul ”Mekanisme Sistem Imun Humoral Non Spesifik dan
Spesifik dalam Menghadapi Bakteri Ekstraseluler” ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Konsep Dasar Imunologi.
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan dimasa mendatang.

Palembang, November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan..................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Bakteri.......................................................................... 3
2.2 Sel Bakteri ................................................................................ 3
2.2.1 Ciri-cir Bakteri ..................................................................... 3
2.2.2 Struktur Bakteri.............................................................. 3
2.2.3 Bentuk-bentuk Bakteri................................................... 5
2.2.4 Jenis-jenis Bakteri.......................................................... 5
2.2.5 Contoh Bakteri Ekstraseluler ........................................ 8
2.3 Respon Imun ........................................................................... 8
2.3.1 Pengertian ...................................................................... 8
2.3.2 Fungsi Respon Imun ...................................................... 8
2.4 Respon Imun Terhadap Bakteri Ekstraseluler .........................10
2.4.1 Respon Imun Non Spesifik Terhadap Bakteri
Ekstraseluler
11
2.4.2 Respon Imun Spesifik Terhadap Bakteri Ekstraseluler.. 17
2.5 Respon dan Bentuk Imun Terhadap Infeksi Bakteri ............. 14
2.5.1 Respon imun terhadap infeksi bakteri tergantung
kepada
24
2.5.2 Bentuk Imunitas Terhadap Bakteri ................................ 24
2.6 Sifat Patogenitas Bakteri......................................................... 25
2.7 Mekanisme Patogen Menghindari Efek Sistem Imun............. 25
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 27
PERTANYAAN DISKUSI....................................................................... 28

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia dapat terpapar dengan lingkungan yang mengandung


bakteri patogen disekelilingnya. Bakteri tersebut dapat menimbulkan
penyakit infeksi pada manusia.

Bakteri dapat dibedakan antara bakteri ekstraseluler dan intraseluler.


Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, dalam
sirkulasi, jaringan ikat ekstraseluler, dan berbagai jaringan. Ada beberapa
macam bakteri ekstraseluler yang bersifat patogen seperti Streptococcus dan
Staphylococcus yang bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon
imun non spesifik dan spesifik terhadap bakteri tersebut untuk
mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan sel patogen.

Pada bakteri ekstraseluler respon imun yang bekerja adalah respon


imun humoral yang diperantarai oleh antibodi dan merupakan komponen
imun protektif utama yang berfungsi untuk menyikirkan mikroba dan
menetralkan toksinnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas penulis menarik


rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana respon imun humoral non spesifik terhadap bakteri
ekstraseluler?
2. Bagaimana respon imun humoral spesifik terhadap bakteri ekstraseluler?
3. Bagaimana sifat patogenitas bakteri ekstraseluler ?
4. Bagaimana mekanisme patogen menghindari efek sistem imun

1.3 Tujuan Penulisan

1
Tujuan dari pembuatan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu
tugas kuliah adalah:
1. Untuk memahami respon imun humoral non spesifik dan spesifik
terhadap bakteri ekstraseluler
2. Untuk memahami respon imun humoral spesifik terhadap bakteri
ekstraseluler
3. Untuk mengetahui sifat patogenitas bakteri ekstraseluler
4. Untuk mengetahui mekanisme patogen menghindari efek sistem imun

1.4 Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu


dengan mengumpulkan informasi dari berbagai buku dan browsing di
internet.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Bakteri

Bakteri merupakan kelompok makhluk hidup bersel tunggal. Studi


mengenai bakteri mulai berkembang setelah ditemukan mikroskop oleh
Anthonie van Leeuwenhoek (1683). Istilah bacterium diperkenalkan oleh
Ehrenberg (1828).

2.2 Sel Bakteri

2.2.1 Ciri-ciri bakteri

1. Merupakan mikroorganisme berukuran lebar 0,5-1 mikron dan


panjang 10 mikron
2. Bersifat kosmopolit/dapat hidup di berbagai lingkungan misalnya
di tubuh organisme, di tanah, air tawar, dan air laut
3. Pada kondisi tidak menguntungkan bakteri membentuk endospora
dan membentuk kapsul (bakteri yang berkapsul lebih sering
bersifat patogen)

2.2.2 Struktur Sel Bakteri

Gambar 1. Stuktur Dasar Sel Bakteri

3
Gambar 2. Bakteri Gram (-)

Struktur bakteri terdiri dari:

1. Dinding sel
Dinding sel bakteri sangat tipis, tersusun atas peptidoglikan, yakni
polisakarida yang berikatan dengan protein. Berdasarkan struktur
peptidoglikan bakteri dapat dibedakan menjadi:
a. Bakteri gram positif, peptidoglikan di luar membran plasma dan bila
diberi tinta cina akan menimbulkan warna. Contoh : Clostridium
tetani, Bacillus anthracis, Staphylococcus albus, Staphylococcus
aureus.
b. Bakteri gram negatif, peptidoglikan terletak antara membran plasma
dan membran luar, bila diberi tinta cina tidak menimbulkan perubahan
warna. Contoh: E. coli, Salmonella typhosa, Vibrio cholera, Neissiria
gornorrhoe.
2. Membran sel
Tersusun atas molekul lemak dan protein dan bersifat selektif permeabel.
3. Isi Sel
Tersusun atas organel-organel seperti:
a. Inti, bersifat prokarion terdiri atas benang kromatin DNA dan RNA
b. Mesosom, yang diduga berfungsi sebagai mitokondria
c. Volutin, yaitu zat yang banyak mengandung DNA
d. Ribosom, sebagai tempat sintesis protein
e. Lembar fotosintesis, khusus bakteri yang berfotosintesis (bakteri
ungu), terdapat lipatan ke arah sitoplasma yang berisi lembar
fotosintesis

4
f. Plasmid, adalah DNA non kromosom, plasmid mengandung gen-gen
seperti gen kebal antibiotik, gen patogen. Dalam satu bakteri dapat
terbentuk 10-20 plasmid. Ukuran plasmid 1/1000 kali DNA
kromosom.

4. Flagel
Flagel merupakan alat gerak bagi bakteri.

2.2.3 Bentuk-bentuk Bakteri

Gambar 3. Bentuk-bentuk bakteri

2.2.4 Jenis-jenis Bakteri

1. Berdasarkan karakteristik dinding sel:


a. Bakteri gram negatif
 Spiroseta, bakteri berbentuk spiral dengan dinding sel yang
fleksibel. Contoh Treponema pallidum
 Klamidia, dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan.
Contoh: Chlamydia trachomati

b. Bakteri gram positif

5
Aktinobakteria, bakteri ini memiliki peptidoglikan pada dinding
selnya serta tidak memiliki selaput inti. Contohnya beberapa
genus :
 Staphyilococcus
 Streptococcus

Gambar 4. Bakteri Gram positif dan Bakteri Gram negatif

2. Berdasarkan jumlah dan letak flagela:


 Bakteri atrik adalah tidak memiliki flagel
 Bakteri monotrik adalah Memiliki satu flagel pada salah satu
ujung sel
 Bakteri lofotrik adalah memiliki sekelompok flagel pada salah
satu ujung sel
 Bakteri amfitrik adalah memiliki satu atau sekelompok flagel
pada kedua ujung sel
 Bakteri peritrik adalah memiliki flagel diseluruh permukaan sel

6
Gambar 5. Bakteri berdasarkan jumlah dan letak flagela

3. Berdasarkan cara memperoleh makan


a. Bakteri heterotrof
 Bakteri saprofit Escherichia coli (usus manusia)
 Bakteri parasit Clostridium tetani (penyebab penyakit tetanus),
Mycobacterium tuberculosis (penyebab TBC) dan
Mycobacterium leprae (penyebab lepra).

b. Bakteri autotrof
 Fotoautotrof
 Kemoautotrof seperti: Nitrosomonas, Nitrobacter dan
Nitrosococcus.

4. Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen:


a. Bakteri aerob adalah bakteri yang menggunakan oksigen bebas
dalam proses respirasinya. Misal: Nitrosococcus, Nitrosomonas
dan Notrobacter.
Bakteri aerob obligat adalah bakteri yang tidak menggunakan
oksigen bebas dalam proses respirasinya. Misal: Streptococcus
lactis.

7
b. Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak menggunakan oksigen
bebas dalam proses respirasinya. Misal: Streptococcus lactis.
Bakteri anaerob obligat adalah bakteri yang hanya hidup dalam
suasana tanpa oksigen. Misal: Clostridium tetani.
Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan
atau tanpa oksigen. Misal: Escherichia coli, Salmonella thyposa.

2.2.5 Contoh bakteri ekstraseluler


Contoh bakteri ekstraselular yang bersifat pathogen antara lain :
a. Bakteri gram positif (Staphilococcus dan Streptococcus)
b. Gram negatif (Meningococcus dan Gonococcus, Neisseria)
c. Basil gram negatif (organisme dalam usus: E.coli)
d. Basil gram negatif (umumnya bakteri anaerob: spesies
Clostridium)

2.3 Respon Imun

2.3.1 Pengertian

Respon imun adalah sistem pertahanan tubuh yang terdiri dari sel
atau gabungan sel, molekul-molekul, dan atau jaringan yang berperan
dalam penolakan mikroorganisme penyebab infeksi.

2.3.2 Fungsi Respon Imun

1. Fungsi respon imun secara umum adalah:


a. Penangkal benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
b. Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga
keseimbangan komponen tubuh yang telah tua.
c. Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi, atau
ganas, serta menghancurkannya.
2. Fungsi respon imun secara khusus adalah:
a. Suatu fungsi yang sangat spesifik yaitu kemampuan untuk
mengenal dan membedakan berbagai molekul target sasaran
dan juga mempunyai respon yang spesifik.
b. Kemampuan membedakan antara antigen diri dengan antigen
asing.

8
c. Fungsi memori yaitu kemampuan melalui pengalaman kontak
sebelumnya dengan zat asing patogen untuk bereaksi lebih
cepat dan lebih kuat dengan kontak pertama.

Gambar 6. Skema sistem imun

2.4 Respon Imun Terhadap Bakteri Ekstraseluler

Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang mampu membelah diri di luar


sel host, contohnya pada sirkulasi, jaringan ikat ekstraselular, dan berbagai
macam ruang antar jaringan seperti saluran gastrointestinal dan saluran
genitourinaria. Banyak diantaranya merupakan bakteri patogenik. Penyakit
yang ditimbulkan bakteri ekstraseluler dapat berupa inflamasi yang
menimbulkan destruksi jaringan di tempat infeksi dengan membentuk nanah
seperti yang terjadi pada infeksi Streptococcus.

9
Gambar 7. Contoh-contoh mikroba patogen

Bakteri ekstraselluler dapat menimbulkan penyakit melalui


beberapa mekanisme yaitu :
a. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di
tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering
menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.
b. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin itu
dapat berupa endotoksin dan eksotoksin yaitu:
 Eksotoksin merupakan protein bakteri yang diproduksi dan
dikeluarkan ke lingkungan selama pertumbuhan bakteri patogen. Ada
beberapa cara eksotoksin untuk dapat menimbulkan penyakit. Pertama,
eksotoksin dikeluarkan ke makanan akibatnya manusia terserang
penyakit asal makanan. Kedua, eksotoksin dikeluarkan ke permukaaan
mukosa menyerang sel inang atau dapat terbawa ke sistem peredaran
darah untuk menyerang jaringan yang rentan. Ketiga, bakteri patogen

10
membentuk abses (luka) dan mengeluarkan eksotoksin untuk merusak
jaringan sehingga mempermudah pertumbuhan bakteri. Sebagian
eksotoksin mempunyai efek sitotoksis contoh:
1. Toksin difteri menghambat sintesis protein secara enzimatik
menghambat faktor elongasi 2 yang diperlukan untuk mensintesis
semua peptida.
2. Toksin kolera merangsang sintetsis cAMP oleh sel epitel usus
sehingga menyebabkan sekresi aktif mengakibatkan kehilangan cairan
contohnya pada diare yang berat.
3. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat
motoremplate pada neuro musculo ganglion menyebabkan kontraksi
persisten menurun.
 Endotoksin merupakan lipid A sebagai bagian dari lipopolisakarida
membran luar bakteri Gram-negatif. Ketika bakteri patogen terbenam
dalam permukaan sel inang, akan menyebabkan pelepasan senyawa
protein seperti komplemen dan sitokin berlebih yang dapat ikut
merusak sel atau jaringan inang di sekitarnya.

2.4.1 Respon Imun Non Spesifik Terhadap Bakteri Ekstraseluler

Komponen imun non spesifik utama terhadap bakteri ekstraseluler


adalah komplemen, fagositosis dan respon inflamasi. Bakteri yang
mengekspresikan manosa pada permukaannya, dapat diikat lektin yang
homolog dengan C1q, sehingga akan mengaktifkan komplemen melalui
jalur lektin, meningkatkan opsonisasi dan fagositosis. Disamping itu,
Membrane Attack Complex (MAC) dapat menghancurkan membran
bakteri. Produk sampingan aktivasi komplemen berperan dalam
mengerahkan dan mengaktifkan leukosit. Fagosit juga mengikat bakteri
melalui berbagai reseptor permukaan lain seperti Toll-like receptor yang
semuanya meningkatkan aktivzzasi lekosit dan fagositosis. Fagosit yang
diaktifkan juga melepaskan sitokin yang menginduksi infiltrasi lekosit

11
ketempat infeksi, sitokin juga menginduksi panas dan sintesis CRP/
APP (Accute Phase Protein).

Gambar 8. Antibodi sebagai efektor pada infeksi bakteri ekstraseluler

Ada 5 mekanisme antibodi sebagai efektor pada infeksi bakteri


ekstraseluler:
1. Antibodi menetralisasi toksin bakteri.
2. Aktivasi komplemen pada permukaan bakteri menimbulkan lisis.
3. Antibodi dan produk hasil aktivasi komplemen C3a mengikat
bakteri berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis.
4. C3a dan C5a yang dilepas oleh aktivasi komplemen dengan
bantuan antibodi, memacu degranulasi sel mast. Melepaskan
mediator yang menimbulkan vasodilatasi dan ekstrafasasi limfosit
dan neutrofil.
5. Produk komplemen lain adalah kemoktaktik untuk neutrofil dan
makrofag.

a. Komplemen

12
Merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam
inflamasi, opsonisasi partikel antigen dan kerusakan membran
patogen. Kumpulan sembilan protein plasma (C1-C9) bukan antibodi
yang diperlukan pada reaksi antigen-antibodi sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kematian mikroba serta lisis sel.

Gambar 9. Berbagai efek sistem komplemen

Mediator yang dilepas saat komplemen diaktifkan antara lain :


1. C1qrs : meningkatkan permeabilitas vaskular
2. C2 : mengaktifkan Kinin
3. C3a,C5a : kemotaksis mengerahkan leukosit juga sebagai
anafilatoksin yang mempengaruhi mastosit
4. C3b : opsonin dan adherens imun
5. C4b : opsonin
6. C5-6-7 : kemotaksis
7. C8-9 : melepas sitolisin yang menghancurkan sel

Gambar 10. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternative

Sistem komplemen bisa diaktifkan melalui 3 jalur


1. Jalur Alternatif : Diaktifkan oleh produk mikroba tertentu atau

13
antigen
2. Jalur Klasik : Diaktifkan oleh antibodi khusus yang terikat pada
antigen (kompleks imun)
3. Jalur Lektin

Gambar 11. Jalur aktivasi komplemen


b. CRP/ APP (Accute Phase Protein)

Gambar 12. C-Reactive Protein

CRP yang merupakan salah satu protein fase akut, yang termasuk
golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi
akut sebagian respons imunitas nonspesifik. Sebagai opsonin, CRP
mengikat berbagai mikroorganisme, protein C pneumokok yang
membnetuk kompleks dan mengaktifkan komplemen jalur klasik.

14
Pengukuran CRP digunakan untuk menilai aktivitas penyakit
inflamasi. CRP dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan pada
imunitas non spesifik yang dengan bantuan Ca ++ dapat mengikat
molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan
bakteri. Sisntesis CRP yang meningkat meninggikan vskositas
plasma dan laju endap darah. Adanya CRP yang tetap tinggi
menunjukan infeksi yang persisten

c. Mediator asal lipid


Mediator asal fosfolipid diperlukan untuk produksi prostaglandin
dan leukotrien. Keduanya meningkatkan respons inflamasi melalui
peningkatan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi.
Prostaglandin ditemukan di sebagian besar jaringan dan
organ. Prostaglandin diproduksi oleh semua sel bernukleus
kecuali limfosit. Prostaglandin autokrin dan parakrin
mediator lipid yang bertindak berdasarkan trombosit ,
endotel , uterus dan sel mast . prostaglandin disintesis
dalam sel dari asam lemak esensial (EFA). Perantara
diciptakan dari fosfolipase-A 2 , kemudian dibawa keluar dari
salah satu baik jalur siklooksigenase atau jalur lipoxygenase
untuk membentuk baik prostaglandin dan tromboksan atau
leukotriene masing-masing. Jalur siklooksigenase
menghasilkan tromboksan , prostasiklin dan prostaglandin
D, E dan F. Jalur enzim lipoxygenase tidak aktif dalam
leukosit dan makrofag dan leukotrien mensintesis.
Leukotrien secara alami diproduksi eicosanoid mediator
lipid.
Leukotrien menggunakan kedua sinyal autokrin dan
parakrin sinyal untuk mengatur tubuh respon. Leukotrien
diproduksi dalam tubuh dari asam arakidonat oleh enzim 5 -
lipoxygenase . produksi mereka biasanya menyertai
produksi histamin . Leukotrien diproduksi dalam sel
menyampaikan sinyal yang bertindak baik di sel

15
memproduksi mereka ( isyarat autokrin ) atau pada sel
tetangga ( parakrin isyarat ) untuk mengatur respon imun.

d. Sitokin
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam
sepsis, masih banyak faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan
dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap
patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik
yang bersifat proinflamasi maupun anti-inflamasi. Termasuk sitokin
proinflamasi adalah Tumor Necrosis Factor (TNF), Interleukin-1 (IL-
1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu sel untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan
menimbulkan reaksi yang berlebihan dari sistem imun dan
menyebabkan aktivasi APC yang akan mempresentasikan
mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan
mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan
lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel
limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta
berdiferensiasi menjadi sel efektor.

2.4.2 Respon Imun Spesifik Terhadap Bakteri Ekstraseluler

Komponen imun spesifik utama terhadap bakteri ekstraseluler


adalah antibodi, yang berfungsi menyingkirkan mikroba dan
menetralkan toksinnya melalui berbagai mekanisme. Th2 memproduksi
sitokin yang merangsang respon sel B, aktifasi makrofag dan inflamasi.

16
Gambar 13. Respon imun spesifik terhadap mikroba ekstraseluler dan
toksinnya. Produksi antibodi dan aktivasi sel CD4

Jika mikroba ekstraseluler masuk, mikroba akan di tangkap oleh APC


lalu akan dipresentasikan ke sel T yang ada di kelenjar getah bening
regional, lalu Sel TH0 akan berubah menjadi sel Th2 dan akan memacu sel
B, sel B akan berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan Antibodi.
Lalu antibodi yang dihasilkan itu akan bergerak menuju tempat mikroba
ekstraseluler masuk dengan cara :
- Netralisasi
- Opsonisasi dan fagositosis dengan perantara FcR
Dengan adanya ikatan Antigen dan Antibodi, maka akan mengaktifkan
sistem komplemen dan terjadi :
- Fagositosis bakteri dengan dilapisi oleh C3b
- Terjadi inflamasi, dan
- Lisisnya bakteri

17
a. Imunoglobulin (IgA, IgD, IgE, IgG dan IgM)

Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan


spesifik antigen dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari
peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan
epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui
disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh
IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal
dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi
dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi
pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig
mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses
fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini
pertahanan berikutnya adalah IgE.

Gambar 14. Pertahanan di Permukaan Mukosa


Keterangan Gambar:
1. Molekul IgA yang polimerik dan rantai J dibentuk sel plasma.
Kemudian dilepas kedalam lumen saluran cerna, sel epitel juga
melepas bagian sekretori (secretory piece) sehingga sIgA
terlindungi dari pencernaan enzim.
2. sIgA melindungi tubuh dari pathogen karena dapat bereaksi dengan
molekul adhesi dari patogen potensial sehingga mencegah adherens
dan kolonisasi patogen.

18
3. IgA bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan
makrofag memiliki reseptor untuk Fcα (Fcα-R) sehingga
meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralkan
toksin.
4. Difagositosis oleh sel PMN.

Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan


mediator yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi
inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang
disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan
komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil
akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme
penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan
kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor
yang memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik. Apabila
organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit
dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler,
yaitu Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).

Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi


tahapan kedua berupa pertahanan spesifik yang dirangsang oleh antigen
mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang dipresentasikan makrofag.
Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular.

Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh


sel plasma sebagai hasil aktivasi antigen mikroba terhadap limfosit B,
akan menetralkan toksin yang dilepaskan mikroba sehingga tidak menjadi
toksik lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba sehingga tidak
infeksius lagi. Antibodi juga bersifat sebagai opsonin, sehingga
memudahkan proses fagositosis mikroba. Antibodi juga berperan dalam
proses ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) baik oleh sel Tc
maupun sel NK sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba.

19
Antibodi juga dapat mengaktifkan komplemen untuk melisis mikroba.
Imunitas selular yang diperankan oleh limfosit T melalui limfokin yang
dilepas sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma, fungsi
sel fagosit untuk memfagosit mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang
dihuni virus. Limfokin juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel
prekursor Tc serta fungsi sel Tc untuk melisis sel yang dihuni mikroba.
Inteleukin (IL-2, IL-12) dan IFN-γ meningkatkan imunitas selular.
Imunitas selular adalah mekanisme utama tubuh untuk terminasi infeksi
mikroba intraselular seperti infeksi virus, parasit dan bakteri intraselular.

Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respon kekebalan


spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan
komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul
mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent.
Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan
Imunoglobin (IgM) spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga
dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype
switching rantai berat oleh sitokin. Respon sel limfosit T yang utama
terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan
molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan sebelumnya.
Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan
antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag. Ada 3
mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen
permukaan bakteri, yaitu:

1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan


mengikat reseptor Fc pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi
IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan
C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan
tipe 3 dan selanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi
C3 sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang hebat.

20
2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah
penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk
eliminasi toksin tersebut.
3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan
mikrobisid MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut.

b. Sitokin
Merupakan substansi seperti hormon yang berfungsi sebagai sinyal
intraseluler yang mengatur respon inflamasi lokal dan sistemik terhadap
antigen asing. Sekrsinya dibatasi sesuai kebutuhan.
Jenis-jenis sitokin pada imun humoral spesifik:
- Limfokin, sitokin yang diskresikan oleh sel limfosit
- IFN γ, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-7 dan GM-SCF (Granulocyte
Monocyte-Colony Stimulating Factor)

21
Gambar 15. Mekanisme sitokin dalam respon imun spesifik
humoral
 IL-2

Gambar 16. Mekanisme sitokin IL-2

- Sumber utama : sel CD4+ dan CD8+ yang teraktivasi oleh


antigen
- Fungsi : klonal ekspnsi (proliferasi) limfosit T.
o Autokrin: proliferasi limfosit T yang mensekresikan IL-
2
o Parakrin: proliferasi limfosit T yang ada didekatnya
- Dikenal dengan T-cell stimulating factor.
- Produksinya dapat ditekan oleh immunosupressor

 IL-3
- Diproduksi oleh : sel T (Th1 dan Th2), sel NK, mastosit
- Fungsi : pertumbuhan dan diferensiasi lineage sel hematopoetik

 IL-4

22
Gambar 17. Mekanisme sitokin IL-4

- Diperoleh oleh : sel T (terutama Th2), sel B, mastosit


- Penting dalam class switching immunoglobulin menjadi IgG
dan IgE.
- Fungsi : respon imun via IgE, sel mastosit/ eosinofil.
- Dikenal dengan B-cell stimulating factor.

 IL-5
- Sumber : CD4+ T-cells terutama Th-2, sel mast yang teraktivasi
- Fungsi : aktivasi eosinofil mature, stimulasi pertumbuhan dan
diferensiasi eosinofil, dan stimulasi proliferasi sel B untuk
memproduksi IgA.

2.5 Respon dan Bentuk Imun Terhadap Infeksi Bakteri

2.5.1 Respon imun terhadap infeksi bakteri tergantung kepada:

1. Jumlah dan fungsi Th (T helper), Ts (T supresor) dan Tc (T


sitotoksis) yang teraktivasi, jumlah dan fungsi sel B serta jumlah
sel memori.
2. Tergantung pada sifat dan jenis mikroorganisme :

23
Struktur dinding sel, jenis bakteri (Gram+/ Gram-), mikrobakteria
dan Sphyrochaeta (lapisan luar bakteri Gram negatif terdiri dari
lipid dan sel sitotoksik tertentu sehingga terjadi fagositosis.

2.5.2 Bentuk imunitas terhadap bakteri

1. Imunitas terhadap toksin bakteri


Exotoxin dan endotoksin dari bakteri secara langsung akan
dimusnahkan oleh respons imun penjamu sehingga penyakit dapat
dicegah.
2. Imunitas terhadap kapsul bakteri
Bakteri menghindari fagositosis dengan melapisi dirinya dengan
polisakarida sehingga menghambat fagositosis.
3. Imunitas terhadap bakteri yang hidup intraseluler.
Bakteri dalam sel dikenali sel Tc dan membran sel dirusak
kemudian bakteri keluar sehingga dihancurkan (sel fagosit dan atau
C dan Ig)
4. Dinding sel bakteri: NK sel melisis dinding bakteri gram (–)
2.6 Sifat Patogenitas Bakteri

1. Toksik tanpa invansif menyebabkan C. difteria & V. cholerae sehingga


dibunuh Ab.
2. Invasif tanpa toksisitas
Sebagian besar gabungan menginvasif dengan aktivitas toksin lokal dan
produksi enzim sehingga merusak jaringan dan menyebakan bakteri
menyebar. Sel NK à lisis membran sel Gram (-). Sel Tc à infeksi bakteri
intraseluler à merusak membran sel bakteri à bakteri keluar dan
dihancurkan dengan cara lain.

2.7 Mekanisme Patogen Menghindari Efek Sistem Imun

Patogen menghindari sistem imun dengan berbaagai mekanisme


seperti berada dalam lokasi celah yang protektif, mendapatkan molekul
pejamu, mengubah permukaan antigen dan memproduksi faktor yang
mencegah atau mengarahkan respon imun yang efektif.

24
Gambar 18. Mekanisme patogen menghindar efek sistem imun

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:
1. Respon imun humoral adalah sistem pertahanan tubuh yang diperantarai
antibodi oleh diferensiasi sel B, yang berfungsi untuk menyingkirkan
2. Macam-macam bakteri ekstraseluler yang patogen antara lain : Bakteri
gram positif (Staphilococcus dan Streptococcus), gram negatif
(Meningococcus dan Gonococcus, Neisseria), basil gram negatif
(organisme dalam usus: E.coli) dan basil gram negatif (umumnya bakteri
anaerob: spesies Clostridium).
3. Respon imun non spesifik yang berperan pada bakteri ekstraseluler
adalah APP, mediator asal lipid, sitokin dan juga aktifasi CRP selanjutnya
aktifasi komplemen dan menyebabkan lisisnya mikroorganisme.
4. Respon imun spesifik yang berperan pada bakteri ekstraseluler adalah
sitokin dan sel B yang memproduksin antibodi (Imunoglobulin) IgA, IgG,
IgM, IgE, IgD.
5. Respon imun terhadap bakteri tergantung pada jumlah dan fungsi Th , Ts
dan Tc yg teraktivasi, jumlah dan fungsi sel B serta jumlah sel memori.
6. Bentuk imunitas terhadap bakteri yaitu imunitas terhadap toksin bakteri,
terhadap kapsul bakteri dan terhadap bakteri yang hidup intraseluler.
7. Adapun mekanisme patogen dalam menghindari sistem imun yaitu
inhibisi kemotaksis, sekresi toksin, hambatan jalur dengan perantaraan
komplemen, fagositosis, inhibisi fusi lisosom, menghindar dari fagosom,
mematikan aktivasi sitokin dan adanya aktivasi sitokin yang tidak benar.
8. Sifat patogenitas bakteri yaitu menginvasif dengan aktivitas toksin lokal
dan produksi enzim sehingga merusak jaringan dan menyebakan bakteri
menyebar.

DAFTAR PUSTAKA

26
Baratawidjaja, karnen garna.2012.Imuologi Dasar.Edisi ke 10.Jakarta: FKUI

Roit, M Ivan.2003. Essential Immunology.Jakarta: Widya Medika

Anonim.2012. Beritaku Bakteri dan Alga Biru. Diakses pada Januari 2017 dari:
http://berita-online233.blogspot.co.id/2012/04/bakteri-dan-alga-biru.html

Pangga.2012. Makalah Bakteri. Diakses pada Januari 2017 dari:


https://www.scribd.com/doc/77852035/Makalah-BAKTERI

Hertz,H. 2012.Mekanisme Pertahanan Tubuh. IPB: Serambi Ilmu. Diakses pada


Januari 2017 dari:
https://duniahermanto.wordpress.com/2014/01/16/mekanisme-pertahanan-
tubuh

Pratama, S. 2012. Reaksi Imun Terhadap Infeksi Bakteri dan parasit. Diakses pada
Januari 2017 dari:
http://www.slideshare.net/SuryaPratama3/r-eaksi-imun-terhadap-infeksi-
bac-dan-par

Amelia, D. Makalah Imunitas. Diakses pada Januari 2017 dari:


https://www.academia.edu/11372340/Makalah_imunitas

Aninkunin, A. Respon Imun Tubuh Terhadap Bakteri. Diakses pada Januari 2017
dari:https://www.scribd.com/doc/292928037/Respon-Imun-Tubuh-
Terhadap-Bakteri

Irwansyah.2012. Mekanisme Sistem Kekebalan Tubuh. Makasar: UNHAS


Diakses pada Januari 2017 dari:
http://veteriner-unhas.blogspot.co.id/2012/04/mekanisme-sistem-kekebalan-
tubuh.html

Simbolon. Kingdom Monera. Diakses pada Januari 2017 dari:


https://www.slideshare.net/PoslenSimbolonPeabank/ppt-monera

Efrida, E. 2014. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan Pemeriksaan


Serologi. Padang: Universitas Andalas.Pdf

PERTANYAAN DISKUSI

1. Pertanyaan oleh Riski Novita:


Respon imun dipengaruhi oleh jumlah sel B, maksudnya bagaimana?

27
Dijawab oleh Nur Asini:
Pada sistem imun humoral yang berperan adalah sel B. Jika sel B
jumlahnya sedikit maka respon imun yang diharapkan tidak sempurna. Jika sel
B sedikit maka jumlah sel plasma yang dihasilkan sedikit sehingga Antibodi
yang terbentuk juga sedikit. Contohnya bila kuman Staphylococcus (bakteri
gram +) masuk ke tubuh, tidak semua bisa di ‘kill’ atau dilawan, jadi agar
bakteri ekstraseluler bisa semuanya mati dibutuhkan jumlah sel B yang cukup
pula.

2. Pertanyaan oleh Siti Sarah Deaz:


Apa yang dilakukan oleh tubuh kita untuk mengurangi respon inflamasi
yangterjadi?
Dijawab oleh Bastian:
Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri pasti akan menimbulkan inflamasi.
Inflamasi merupakan respon tubuh kita melawan bakteri. Sebenarnya proses
inflamasi adalah proses yang baik untuk tubuh karena dengan adanya
inflamasi dalam tubuh, tubuh kita sedang ada dalam fase pengeluaran
mediator-mediator inflamasi untuk mengatasi bakteri yang masuk, jika sudah
teratasi maka proses inflamasi akan berakhir.

3. Pertanyaan oleh Fardiah:


Jika sistem imun humoral kalah, apa yang akan terjadi?
Dijawab oleh Nur Asini:
- Jika sistem imun humoral kalah maka kita akan jatuh sakit
- Sehingga kita butuh bantuan dari luar yaitu dengan pemberian antibiotik
(biasanya kuman yang hidup ektraseluler dapat dibunuh dengan antibiotik)
dan imunostimulator.
4. Pertanyaan oleh Huntari:
Bakteri punya cara untuk menghindari respon imun humoral, lalu apa yang
dilakukan oleh sistem imun humoral tersebut?
Dijawab oleh Nur Asini dan Bambang:
Tubuh kita akan lebih pintar dari bakteri jadi walaupun bakteri gesit untuk
menghindari respon imun, tubuh kita juga punya cara untuk lebih
mempertahankan sistem imun agar tidak kalah dengan bakteri.

5. Pertanyaan oleh Siti Rohani:


Jika sudah diberikan antibiotik, mengapa masih belum sembuh?
Dijawab oleh Nur Asini:

28
Jika sudah diberikan antibiotik tapi masih belum sembuh, bisa jadi kuman/
bakterinya sudah resisten, maka perlu dilakukan uji resistensi bakteri terhadap
antibiotik, dengan mengkultur biakan bakteri. Jadi kita bisa tau bakteri mana
yang sudah resisten dan masih sensitif pada antibiotik tertentu sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan.

6. Pertanyaan oleh Miftahurrizqiyah:


Bagaimana cara kerja obat dalam membunuh bakteri?

Dijawab oleh Meyrisa Bastari:


(dengan bakteriositik dan menghambat sintesis DNA)

Antibiotik bekerja melalui lima mekanisme yaitu menghambat


pembentukan dinding sel (mis. Penisilin), menghancurkan membran sel
(Polimiksin), menghambat pembentukan protein dalam sel bakteri
(Tetrasiklin), menghambat reaksi metabolisme (Antimetabolit) dalam sel
bakteri (Sulfonilamid) dan menghambat pembentukan asam nukleat
(Metronidazol).

29

Вам также может понравиться