Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dari tahun ke tahun konsumsi baja dunia mengalami peningkatan yang sangat pesat,

berdasarkan data dari Worldsteel Association (2015) menunjukkan konsumsi baja kasar dunia

sampai dengan 2014 mencapai 1.537 juta ton. Beberapa tahun terakhir permintaan besi dan baja

dunia semakin tinggi, di Indonesia kebutuhan baja nasional terus mengalami peningkatan seiring

dengan perkembangan sektor industri dan semakin seringnya pembangunan infrastruktur.

Berdasarkan data dari SEAISI (South East Asia Iron and Steel Institute) konsumsi baja Indonesia

pada tahun 2014 lalu adalah 13,4 juta ton dengan total produksi sebesar 8 juta ton. Sementara itu

pada tahun 2015 konsumsi baja Indonesia mencapai 15 juta ton dengan produksi 8 juta ton (Bank

Mandiri, 2015). Selama ini dalam memenuhi total kebutuhan besi dan baja Indonesia masih

mengandalkan impor dari luar negeri.

Sementara berdasarkan data Kementeian ESDM total Sumber Daya bijih besi baik dalam bentuk

besi laterit, besi primer dan pasir besi di Indonesia mencapai 1,68 miliar ton yang tersebar di

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Pulau Jawa dan Nusa Tenggara dengan total cadangan pasir

besi sebesar 605,03 juta ton (Badan Geologi, 2013). Dengan total cadangan pasir besi yang ada,

Indonesia mampu mengembangkannya menjadi bahan baku industri dasar logam dan besi.

Masih minimnya penggunaan pasir besi sebagai bahan baku industri besi dan baja

dikarenakan sampai saat ini pasir besi hanya digunakan pada industri semen, sementara itu

potensi pasir besi yang dimiliki Kulonprogo sangatlah cukup untuk dikembangkan sebagai

aplikasi alternatif dalam memenuhi kebutuhan industri besi dan baja di Indonesia dengan total

cadangan 37 juta ton, namun masih perlunya dilakukan penelitian tentang metode dan proses

pengelolaan yang lebih tepat sesuai dengan kareteristik yang dimiliki. Seperti halnya yang telah

dilakukan di Negara Selandia Baru dalam memanfaatan pasir besi sebagai bahan baku pembuatan

besi dan baja.

1
BAB II
PENGOLAHAN BAHAN GALIAN PASIR BESI

2.1 Proses Pengolahan Bahan Galian Pasir Besi


Pengolahan pasir besi melewati beberapa tahapan antara lain sebagai berikut :
2.1.1 Pengolahan Pasir Besi Dengan Tiga Magnetik Separator
1. Pemisahan Pasir Besi dan Pengotor di Trommel

Pasir besi dari hasil penambangan, diangkut menggunakan belt conveyor menuju ke

trommel screen 28 mesh kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan pasir besi

dari pengotornya seperti batu, akar tanaman, rumput, dan kotoran lainnya yang masih

tercampur dengan pasir besi pada saat pengangkutan pasir besi ke stockpilebahan baku

pasir besi, dengan menyemprotkan air ke dalam trommel screen 28 mesh agar tidak ada

pasir besi yang masih menempel pada kotoran saat penyaringan berlangsung.

2. Pasir Besi Masuk ke Magnetic Drum Separator 1200 Gauss

Setelah pasir besi terpisah dari pengotornya pada trommel screen 28 mesh, maka tahapan

selanjutnya adalah pasir besi yang telah tersaring akan masuk ke dalam Magnetic drum

separator 1200 Gauss melalui belt conveyor untuk memisahkan pasir besi yang

mengandung konsentrat berupa magnetite, ilmenite, dan hematite dan tailing berupa

vanadinite dan kuarsa.

3. Pasir Besi Masuk ke Magnetic Drum Separator 500 Gauss

Setelah diperoleh konsentrat berupa magnetite, ilmenite, dan hematite maka tahapan

selanjutnya adalah pasir besiyang mengandung magnetite, ilmenite, dan hematite tersebut

masuk ke dalam Magnetic drum separator 500 Gauss melalui belt conveyor untuk

memisahkan pasir besi yang masih mengandung konsentrat berupa magnetite dan ilmenite

dan tailing berupa hematite.

4. Pasir Besi Masuk ke Trommel Screen 100 mesh

Setelah diperoleh konsentrat berupa magnetite dan ilmenite maka tahapan selanjutnya

adalah pasir besi yang masih mengandung konsentrat berupa magnetite dan ilmenite akan

masuk ke dalam Trommel Screen 100# melalui belt conveyor kemudian dilakukan

2
penyaringan untuk memisahkan konsentrat berupa magnetite dan ilmenite dari middling

(konsentrat dengan ukuran sedang).

5. Pasir Besi Masuk ke Magnetic Drum Separator 300 Gauss

Setelah diperoleh konsentrat berupa magnetite dan ilmenite dengan ukuran yang halus

maka tahapan selanjutnya adalah pasir besi masuk ke dalam magnetic drum separator 300

Gauss melalui belt conveyor untuk memisahkan magnetite dari ilmenite.

6. Pengolahan Tailing

Setelah diperoleh tailing berupa vanadinite, kuarsa, dan hematite, dari pemisahan

konsentrat dan tailing menggunakan Magnetic Drum Separator 1200 Gauss dan Magnetic

Drum Separator 500 Gauss. Maka,tahapan selanjutnya adalah tailing tersebut akan

dipompa menggunakan alat humprey spiral untuk memisahkanvanadinite dan hematite

dari tailing akhir berupa kuarsa yang akan dibuang ke bekas tambang.

2.1.2 Peralatan Pengolahan Bahan Galian Pasir Besi

1. Belt Conveyor adalah pesawat pengangkut yang digunakan untuk memindahkan muatan

dalam bentuk satuan atau tumpahan dengan arah horizontal atau membentuk sudut dakian

(inklinasi) dari suatu sistem operasi yang satu ke sistem operasiyang lain dalam suatu line

proses produksi yang menggunakan sabuk sebagai penghantar muatannya.

Gambar 2.1 belt conveyor sebagai pemindahan muatan tumpahan

2. Trommel Screen berbentuk seperti tabung besar, tabung tersebut terdapat lubang-lubang.

Trommel Screen terdiri dari input dan output, dimana feed masuk ke dalam input. Di

dalam input, feed tersebut diputar oleh screen dengan kecepatan yang ditentukan. Feed

3
yang tidak diinginkan akan keluar dengan sendirinya melalui lubang yang melalaui

output. Feed yang diinginkan akan masuk dalam penampung (storage) kemudian dialirkan

melalui belt conveyor.

Gambar 2.2 trommel screen

3. Magnetic drum separator merupakan peralatan yang digunakan untuk memisahkan

Mineral-mineral magnetik (Ferromagnetic) dengan Mineral-mineral non-magnetik

(Diamagnetic).

Gambar 2.3. Magnetik separator

4
Gambar 2.4 magnetik separator

4. Humprey Spiral menggunakan gaya gerak serta dibantu aliran air untuk memisahkan

concentrate dengan tailing. Di mana material yang mempunyai berat jenis lebih besar

akan berada pada bagian dalam aliran serta material yang mempunyai berat jenis ringan

akan berada pada bagian luar aliran, sedangkan biasanya material yang berada di tengah

tengah aliran itu merupakan material yang memiliki berat yang sedang.

Gambar 2.5 humprey spiral sebagai alat pengolahan tailing pasir besi

2.1.3 Pengaruh Middling Mineral Terhadap Recovery dan Kadar Fe di Konsentrat

Ketika pengolahan harus menghasilkan kadar Fe yang tinggi maka middling mineral harus

masuk dalam jalur tailing hal ini akan menyebabkan sebagian mineral besi yaitu mineral besi

yang terikat dengan pengotor atau middling masuk dalam jalur tailing. Hasil akhirnya adalah

recovery Fe menjadi turun atau rendah. Ketika pengolahan harus mendapatkan recovery Fe yang

5
tinggi maka middling mineral akan masuk dalam konsentrat. Karena middling mineral mengikat

mineral pengotor maka konsentrat yang dihasilkan akan memiliki kadar Fe rendah. Di sini sangat

jelas bahwa middling mineral menjadi sangat kompromis dalam pengolahan. Artinya jika

middling mineral tetap seperti apa adanya maka kadar dan recovery akan menjadi saling

berlawanan.

Jika pengolahan pasir besi menargetkan kadar Fe sekitar 59 persen maka Fe yang dapat

direcover atau diambil hanya sekitar 52 persen. Artinya sekitar 48 persen Fe akan masuk jalur

tailing.Sebaliknya, jika pengolahan pasir besi menargetkan recovery Fe sekitar delapan puluh

persen maka konsentrat hanya akan memiliki kadar Fe sekitar 54 persen. Artinya sejumlah

mineral pengotor dalam middling masuk jalur konsentrat.

2.1.4 Hubungan Kadar Fe Konsentrat Dengan Ukuran Partikel Pasir Besi

Pengaruh ukuran partikel pasir besi terhadap kandungan Fe setelah dilakukan konsentrasi dapat

dilihat pada Gambar 7 di bawah.Pada ukuran yang kasar sekitar 500 mikron, kandungan Fe

adalah antara 38 – 48 persen.Sedangkan kandungan Fe dapat mencapai 59 – 61 persen jika

ukuran pasir besi yang diolah kurang dari 125 mikron.

Gambar 2.6 pengaruh ukuran pasir besi terhadap kadar Fe dalam konsentrat

6
Dari gambar diketahui, jika pasir besi yang diolah memiliki ukuran 100 sampai 500 mikron,

maka kandungan Fe dalam konsentrat tidak akan pernah mencapai 61 persen. Kandungan Fe

hanya akan mencapai angka 59 -61 persen, jika pasir besi yang berukuran lebih besar daripada

125 mikron dikeluarkan dari proses pengolahan dengan cara diayak. Tentu saja hal ini akan

menyebabkan recovery menjadi sangat rendah.

2.1.5 Diagram Alir Pengolahan Pasir Besi

Mineral besi utama dalam pasir besi memiliki sifat kemagnetan yang tinggi. Sedangkan

mineral pengotornya atau gangue memiliki sifat kemagnetan yang rendah. Sehingga mineral besi

dan mineral gangue memiliki selisih kemagnetan yang tinggi. Perbedaan sifat kemagnetan ini

menjadi alasan utama, mengapa peningkatan kadar Fe atau mineral besi dalam pasir besi selalu

menggunakan alat konsentrasi magnetic separator.

Beberapa alat konsentrator lain yang biasa digunakan dalam pengolahan pasir besi adalah spiral

konsentrator atau palong, sluice box. Alat ini memanfaatkan perbedaan sifat fisik densitas.

Prinsip pemisahannya berdasarkan pada perilaku partikel dalam aliran fluida tipis. Konsentrasi

dengan alat ini biasanya dilakukan diawal pengolahan.

Sifat kemagnetan mineral besi dalam pasir besi sangat kuat sehingga operasi

konsentrasinya dapat menggunakan magnetic separator dengan intensitas rendah yakni kurang

dari 1200 gauss. Sebagian pasir besi terdapat di daerah pesisir atau pantai. Oleh karena itu,

pengolahan selalu dilakukan dengan metoda basah yakni ditambahkan air dengan perbandingan

tertentu.

7
Gambar 2.7 Diagram Alir Konsentrasi Pasir Besi (ardra.biz)

Gambar di atas menunjukkan salah satu contoh pengolahan pasir besi dengan kadar Fe

awal 37 persen. Pengolahan menggunakan dua tahap pemisahan dengan magnetic separator tipe

double drum. Dari pengolahan ini diperoleh konsentrat akhir yang mengandung Fe sebesar 56

persen.

8
BAB III
INDUSTRI PASIR BESI DI PT. JOGJA MAGASA IRON

3.1 Sejarah PT. Jogja Magasa Iron

Potensi pasir besi di Kulon Progo telah diketahui melalui penelitian oleh Aneka Tambang

pada tahun 1970an dan studi geologis yang dilaksanakan oleh AMDEL pada 1973. Namun,

momen sesungguhnya yang membuat potensi tersebut bergerak menjadi rencana investasi adalah

diadakannya suatu studi oleh Lurgi dan Davey McKee pada tahun 1985 yang melakukan test-

work dan kemudian menemukan bahwa terdapat potensi deposit pasir besi yang mengandung

titani-ferrous magnetite di sepanjang 22 kilometer garis pesisir Kulon Progo. Proses itu berlanjut

ketika sebuah perusahaan konsultan geologi, Mackay & Schnellmann, mengestimasi bahwa

eksplorasi target di Kulon Progo dapat mencapai 336 hingga 560 juta ton pasir besi. Mengetahui

bahwa sejak penelitian tersebut potensi pasir besi tersebut ditelantarkan dan tidak diolah dengan

menggunakan istilah “the deposits atYogyakarta have lain idle since that time”. AKD Ltd,

perusahaan investor asal Australia, kemudian berencana untuk melakukan:

1. Perubahan nama menjadi Indo Mines Ltd

2. Konsolidasi modal untuk 10 basis

3. Meningkatkan permodalan sebesar 2.2 juta USD

4. Perekrutan jaringan pemegang

saham (shareholders).

Sejak tahun 2005, PT Jogja Magasa Iron yang dimiliki oleh keluarga Hamengku Buwono X,

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga merupakan Sultan Yogyakarta, mendapatkan

Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikutnya dari

Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo berdasarkan surat No. 008/KPTS/KP/EKPL/X/2005.

Kemudian karena bermitra dengan Indo Mines. Ltd. dan dikategorikan sebagai Penanaman

Modal Asing (PMA), maka Kuasa Pertambangan dikonversi menjadi Kontrak Karya (KK) sesaui

dengan UU. No. 1/1967 dan UU. No.11/1967. Kontrak Karya ini kemudian mendapat persetujuan

Pencadangan Wilayah dari otoritas tertinggi di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Keputusan

Menteri Energi dan Sumberdaya

9
Mineral/ESDM No. 1614 tahun 2004 dengan syarat menyetorkan uang jaminan kesungguhan

sebagai syarat mendapat Persetujuan Prinsip Aplikasi KK (Keputusan Menteri ESDM

No.1603/40/MEM/2003).

Adapun Butir-butir kontrak karya yang penting adalah sebagai berikut :

Masa operasi: 30 tahun

Luasan : 2.987 Ha (22 x 1,8 km)

Investasi : 1,7 M USD., 600 Juta USDuntuk Penambangan dan 1,1M

USD untuk Infrastruktur

Pajak : 20 Juta USD per tahun

Pendanaan Lokal : 7 Juta USD per tahun selama 10 tahun dan selanjutnya 2

persen.

Royalti : 11,25 Juta USD per tahun

Penambangan : 2011

Produksi besi : 2012

Volume : 1 juta ton per tahun.

Rasio investasi : JM 30 persen dan IM Ltd. 70 persen.

Luas konsesi pertambangan direncanakan sekitar 3,000 ha, atau 22 kilometer sepanjang sungai

Bogowonto hingga sungai Progo selama 25 tahun. Proyek ini akan mencakup tiga kecamatan

yang juga akan mencakup pertanian lahan pasir milik petani dan pemukiman sepanjang 1,8

kilometer dari pantai. Secara khusus, proyek tersebut akan menggusur pertanian lahan pantai di

enam desa yaitu Karangwuni, Garongan, Pleret, Bugel, Karangsewu, dan Banaran. Area proyek

pertambangan pasir besi Kulon Progo, Yogyakarta.

10
Area Proyek Pertambangan Pasir Besi Kulon Progo, Yogyakarta.

Sumber: Bahan Presentasi PT. JMI, 2007.

Sebagaimana disebut dalam Kontrak Karya, Indomine, Ltd akan menguasai 70% saham dari

proyek ini, sementara Jogja Magasa Iron akan memiliki sisa saham sekitar 30%. Investasi pada

proyek pertambangan pasir besi ini berkisar antara 6000 juta USD. Selain pertambangan pasir

besi, proyek ambisius ini direncanakan akan juga membangun kompleks industri pasir besi,

termasuk empat pabrik pemrosesan sehingga tidak hanya pasir besi yang dihasilkan melainkan

juga pig iron, biji besi, dan produk-produk ikutan lainnya.

3.2 Letak Geografi PT. Jogja Magasa Iron

3.2.1 Letak Geografi Kulon Progo

Kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Wates memiliki luas wilayah sebesar 58.627,512 ha

(586,28 km2). Kulon Progo terdiri dari 12 kecamatan, 87 desa, 1 kelurahan yaitu Kelurahan

Wates sebagai kelurahan percontohan, dan 917 pedukuhan. Secara administratif, Kabupaten

Kulon Progo mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

1. Bagian Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah yakni Kabupaten Purworejo

2. Bagian Utara berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah yakni Kabupaten Magelang

3. Bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul

4. Bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

11
3.2.2 Pembagian Wilayah Menurut Aspek Geografis

Secara umum, daerah utara Kulon Progo merupakan dataran tinggi dengan ketinggian antara 500

sampai 1000 meter di atas permukaan air laut. Daerahnya meliputi Kecamatan Kokap, Girimulyo,

Samigaluh dan Kalibawang. Di wilayah ini terdapat jajaran perbukitan yang dinamakan

pegunungan Menoreh. Wilayah Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh dan Kalibawang

menyimpan potensi alam yang melimpah ruah. Sehingga beberapa tempat di tempat ini

diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi flora dan fauna. Walaupun begitu, karena

letaknya yang curam beberapa tempat disana sering dilanda tanah longsor.

Di bagian tengah wilayah Kabupaten Kulon Progo, secara umum merupakan daerah perbukitan

dengan ketinggian antara 100 sampai 500 meter di atas permukaan laut. Daerahnya memang

bergelombang namun tidak securam yang terdapat di dataran tinggi. Wilayahnya meliputi

Kecamatan Sentolo, Pengasih, Nanggulan, dan beberapa tempat di Lendah. Wilayah tengah

merupakan peralihan dari dataran tinggi yang berada di utara dengan dataran rendah yang berada

di paling selatan wilayah Kulon Progo. Relatif sangat jarang dilanda bencana kecuali banjir yang

kadang menerpa ketika musim penghujan. Namun tetap tidak sampai di pemukiman.Menuju

selatan merupakan wilayah di Kulon Progo yang berketinggian paling rendah, yakni sekitar 0

sampai 100 meter di atas permukaan air laut. Daerahnya meliputi Kecamatan Wates, Panjatan,

Temon, Galur, dan beberapa tempat di Lendah.

3.2.3 Iklim dan Tata Air

Secara umum hampir semua wilayah Kulon Progo tidak kekurangan, tetapi wilayah selatan yang

paling baik dari segi pengairan. Oleh karena itu, daerah selatan didominasi dengan area

persawahan dan ladang. Wilayah Pantai Kulon Progo yang memanjang dari barat ke timur

memiliki panjang 24,9 km merupakan daerah yang rawan bencana banjir karena beberapa

wilayahnya merupakan bekas rawa yang dikeringkan pada jaman dulu. Hamparan wilayah

Kabupaten Kulon Progo memang sangat bervariasi, menurut ketinggian tanahnya wilayah

Kulonprogo dapat dipresentasekan sebanyak 17,58% berada pada ketinggian kurang dari 7 m

diatas permukaan laut (dpal), 15,20% berada pada ketinggian 8 sampai 25 m dpal, 22,84% berada

pada ketinggian 26 sampai 100 m dpal, 33,0% berada pada ketinggian 101 sampai 500 m dpal

dan 11,37% berada pada ketinggian lebih dari 500 m dpal.


12
Distribusi wilayah kabupaten Kulon Progo menurut kemiringannya adalah 40,11% berada pada

kemiringan kurang dari 20, kemudian 18,70% berada pada kemiringan 30 sampai 150, lalu

22,46% berada pada kemiringan 160 sampai 400 dan 18,73 % berada pada kemiringan lebih dari

400. Mengenai curah hujan, berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik Kulon Progo,

selama tahun 2010 rata-rata curah hujan perbulan adalah 194 mm dan hari hujan 12 hh per bulan.

Keadaan rata-rata curah hujan hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2010 sebesar 331 mm

dengan jumlah hari hujan 16 hh sebulan. Kecamatan yangmempunyai rata-rata curah hujan per

bulan tertinggi pada tahun 2010 berada di Kecamatan Samigaluh sebesar 296 mm dengan jumlah

hari hujan 13 hh per bulan.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Pengolahan pasir besi melewati beberapa tahapan yaitu pemisahan pasir besi dan pengotor
di trommel, pasir besi masuk ke magnetic drum separator 1200 gauss, pasir besi masuk ke
magnetic drum separator 500 gauss, pasir besi masuk ke trommel screen 100 mesh, selanjutnya
pasir besi masuk ke magnetic drum separator 300 gauss serta tahapan pengolahan terakhir yaitu
pengolahan tailing. Tailing tersebut di pompa menggunakan alat humprey spirsl untuk
memisahkan vanadinite

4.2 SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan – kekurangan dan kesalahan dalam tatacara penulisan maupun
pembahasannya. Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca penulis harapkan
untuk menjadi acuan dalam penulisan makalah berikutnya.

14

Вам также может понравиться