Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan dan gizi di Indonesia pada periode 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) menjadi fokus perhatian karena tidak hanya berdampak
pada angka kesakitan dan kematian pada ibu dan anak, melainkan juga
memberikan konsekuensi kualitas hidup individu yang bersifat permanen
sampai usia dewasa. Timbulnya masalah gizi pada anak usia di bawah dua
tahun erat kaitannya dengan persiapan kesehatan dan gizi seorang perempuan
untuk menjadi calon ibu, termasuk rematri.

Keadaan kesehatan dan gizi kelompok usia 10-24 tahun di Indonesia


masih memprihatinkan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
anemia pada WUS usia 15 tahun ke atas sebesar 22,7%, sedangkan pada ibu
hamil sebesar 37,1%.

Data SKRT tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada


rematri (usia 10-19 tahun) sebesar 30%. Data penelitian di berbagai daerah di
Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada rematri berkisar
antara 32,4 – 61% (WHO-VNIS, 2005; Kurniawan YAI dan Muslimatun,
2006; Marudut, 2012).

Rematri yang menderita anemia ketika menjadi ibu hamil berisiko


melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan stunting. Anemia gizi besi
menjadi salah satu penyebab utama anemia, diantaranya karena asupan
makanan sumber zat besi yang kurang. Hasil penelitian di Tangerang tahun
2004 (Kurniawan YAI dan Muslimatun, 2005) menunjukkan bahwa asupan
total zat besi pada anak perempuan usia 10–12 tahun yang menderita anemia
hanya sebesar 5,4 mg/hari, lebih rendah daripada kebutuhan perhari sebesar
20 mg/hari sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013. Angka ini
menunjukkan bahwa asupan total zat besi pada remaja tersebut hanya sekitar

1
25% dari AKG. Penelitian tersebut juga menunjukkan konsumsi besi heme
sebesar 0,8 mg/hari dan besi non-heme sebesar 4,6 mg/hari.

Rematri pada masa pubertas sangat berisiko mengalami anemia gizi besi.
Hal ini disebabkan banyaknya zat besi yang hilang selama menstruasi. Selain
itu diperburuk oleh kurangnya asupan zat besi, dimana zat besi pada rematri
sangat dibutuhkan tubuh untuk percepatan pertumbuhan dan perkembangan.
Pada masa hamil, kebutuhan zat besi meningkat tiga kali lipat karena terjadi
peningkatan jumlah sel darah merah ibu untuk memenuhi kebutuhan
pembentukan plasenta dan pertumbuhan janin. Suplementasi zat besi
berkaitan secara signifikan dengan penurunan risiko anemia [WHO, 2011;
2016].

Rekomendasi WHO pada World Health Assembly (WHA) ke-65 yang


menyepakati rencana aksi dan target global untuk gizi ibu, bayi, dan anak,
dengan komitmen mengurangi separuh (50%) prevalensi anemia Program
Pencegahan & Penanggulangan Anemia pada Rematri dan WUS pada WUS
pada tahun 2025. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut maka pemerintah
Indonesia melakukan intensifikasi pencegahan dan penanggulangan anemia
pada rematri dan WUS dengan memprioritaskan pemberian TTD melalui
institusi sekolah.

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2015-2019


menargetkan cakupan pemberian TTD pada rematri secara bertahap dari 10%
(2015) hingga mencapai 30% (2019). Diharapkan sektor terkait di tingkat
pusat dan daerah mengadakan TTD secara mandiri sehingga intervensi efektif
dengan cakupan dapat dicapai hingga 90% (The Lancet Series Maternal and
Child Nutrition, 2013).

2
I.2 Tujuan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis
yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui Pengertian Anemia
2. Mahasiswa dapat mengetahui Anemia Remaja dan Kehamilan
3. Mahasiswa dapat mengetahui Macam macam Anemia
4. Mahasiswa dapat mengetahui Tanda dan gejala Anemia Remaja dan
Kehamilan
5. Mahasiswa dapat mengetahui Undang – undang Anemia Remaja dan
Kehamilan
6. Mahasiswa dapat mengetahui Dampak Anemia Remaja dan
Kehamilan
7. Mahasiswa dapat mengetahui angka Anemia Remaja dan Kehamilan
di Dunia dan di Indonesia
8. Mahasiswa dapat mengetahui upaya mengatasi Anemia Remaja dan
Kehamilan

I.3 Manfaat
Agar mahasiswa dapat belajar mengetahui tentang konsep pengertian ,
undang-undang , dampak , angka dan upaya mengatasi anemia yang terjdai
pada ibu hamil dan remaja.

3
BAB II
PEMBAHASAAN

II.1 Pengertian Anemia


Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah lebih rendah dari normal (WHO, 2011). Hemoglobin adalah
salah satu komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang berfungsi untuk
mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh.
Oksigen diperlukan oleh jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya.
Kekurangan oksigen dalam jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala
antara lain kurangnya konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan
aktivitas. Hemoglobin dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan
membentuk sel darah merah/eritrosit. Anemia merupakan suatu gejala yang
harus dicari penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan sesuai dengan
penyebabnya.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin di bawah 11 gr
% pada trismester I dan II atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr %
pada trimester II ( Saifuddin. A. B. 2001 hal 281 ).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana kadar hemoglobin
kurang dari 10 gr / 100 ml ( Wiknjaksatro, 2002. Hal 405 ).
Anemia adalah Kondisi dimana berkurangnya sel darah merah(eritrosit)
dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh
jaringan.(Wasnidar, 2007.hal 20).
Anemia adalah kekurangan kadar hemoglobin atau sel darah merah <
11 gr % atau suatu keadaan dengan junlah eritrosit yang beredar atau
konsentrasi hemoglobin menurun (Maimunah 2005 ).
Anemia adalah turunnya kadar hemoglobin < dari 12,0 g/100 ml darah
pada wanita yang tidak hamil dan kurang dari 10,0 g/100 ml darah pada
wanita hamil (varney Helen, 2002 hal 152)

4
Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat
di bagi menjadi 4 kategori yaitu : (Manuaba I.B.G,1998.HAL 30)
Hb > 11 gr%Tidak anemia (normal)
Hb 9-10 gr% Anemia ringan
Hb 7-8 gr% Anemia sedang
Hb <7 gr% Anemia berat

II.2 Anemia Remaja


Remaja putri lebih rentan anemia dibandingkan dengan remaja laki-laki.
Itu disebabkan kebutuhan zat besi pada remaja putri adalah 3 kali lebih besar
dari pada laki-laki. Remaja putri setiap bulan mengalami menstruasi yang
secara otomatis mengeluarkan darah. Itulah sebabnya remaja putri
memerlukan zat besi untuk mengembalikan kondisi tubuhnya kekeadaan
semula. Yang sangat disayangkan adalah kebanyakan dari remaja putri tidak
menyadarinya. Bahkan ketika tahu pun masih mengganggap anemia masalah
sepele. Remaja putri mudah terserang anemia karena :
1. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih
banyak mengonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan
tubuh akan zat besi tidak terpenuhi.
2. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehinnga membatasi asupan
makanan.
3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya
melalui feses.
4. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilangan zat besi ±
1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada laki-
laki.

II.3 Anemia Kehamilan


Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur
10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan antara 32 dan 36
minggu. Dalam penyelidikan berangkai pada 21 wanita di ketahui dari

5
minggu sampai persalinan, dan 40 hari postpartum, bahwa kadar Hb, jumlah
eritrosit dan nilai hematokrit, ketiganya turun selamam kehamilan sampai 7
hari postpartum. Setelah itu ketiga-tiganya turun selama kehamilan sampai 7
hari postpartum. Setelah itu ketiga nilai itu meningkat, 40 hari postpartum
mencapai angka-angka yang kira-kira sama dengan angka-angka diluar
kehamilan.

Di seluruh dunia frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar


antara 10 % dan 20 %. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang
sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat difahami bahwa
frekuensi itu lebih tinggi lagi di negara-negara berkembang dibandingkan
dengan negara maju. Menurut penyelidikan frekuensi anemia dalam
kehamilan setinggi 18,5%, pseudoanemia 57,9% dan wanita hamil dengan Hb
12 g/100 ml atau lebih sebanyak 26,6% ; Hb rata-rata 12,3 g/ 100 ml dalam
trimester I, 11,3 g/100 ml dalam trimester II, dan 10,8 g/100 ml dalam
trimester III. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah makin nyata
dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam
kehamilan meningkat pula.

Anemia dalam kehamilan dapat dibagi menjadi :

 Anemia defisiensi besi : 62,3%


 Anemia megaloblastik : 29,0%
 Anemia hipoplastik : 8,0%
 Anemia hemolitik : 0,7%

II.4 Macam – Macam Anemia


Macam-macam anemia (Sarwono,2006.hal 451)
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia yang paling sering di jumpai yang di sebabkan karena
kekurangan unsur zat besi dalam makanan, karena gangguan absorpsi,
kehilangan zat besi yang keluar dari badan yang menyebabkan
perdarahan. Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah
anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini disebabkan karena

6
kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan resorbsi,
gangguan penggunaan atau karena terlampau banyak keluar dari badan,
misalnya pada perdarahan.

Keperluan akan besi akan bertambah dalam kehamilan, terutama


dalam trimester terakhir. Apabila masuknya besi tidak ditambah dan
kehamilan, maka mudah terjadi anemia defesiensi besi, lebih-lebih pada
kehamilan kembar. Lagi pula di daerah khatulistiwa besi lebih banyak ke
luar melalui air peluah dan melalui kulit. Untuk wanita tidak hamil,
wanita hamil, dan wanita yang menyusui dianjurkan di Amerika Serikat
masing-masing 12 mg, 15 mg, dan 15 mg.; di indonesia masing-masing
12 mg, dan 17 mg dan 17 mg.

b. Anemia megaloblastik
Anemia karena defisiensi asam folik, jarang sekali karena defisiensi
vitamin B Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi makanan.

c. Anemia Hipoplastik
Disebabkan oleh karena sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-
sel darah baru. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini
diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar
roentgen, racun dan obat-obatan.

d. Anemia hemolotik
Disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih
cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar
menjadi hamil, apabila ia hamil maka anemianya biasa menjadi lebih
berat. Sebaliknya mungkin pula pada kehamilan menyebabkan krisis
hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita
anemia.menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya
tidak menderita anemia.

7
II.5 Tanda dan Gejala Anemia
Tanda dan Gejala Anemia ( Varney Helen, 2002, Hal. 152 )
Berkurangnya konsentrasi hemoglobin selama masa kehamilan
mengakibatkan suplay oksigen keseluruh jaringan tubuh berkurang sehingga
menimbulkan tanda dan gejala anemia secara umum, sebagai berikut :Lemah,
mengantuk, pusing, lelah, malaise, sakit kepala, nafsu makan turun, mual dan
muntah, konsentrasi hilang dan nafas pendek ( pada anemia yng parah ).
Pada pemerikasaan tanda-tanda dan gejala anemia dapat meliputi : kulit
pucat, mukosa, gusi, dan kuku-kuku jari pucat, takikardi/murmut lambat (
pada anemia yang parah ), rambut dan kuku rapuh ( pada anemia yang parah )
dan juga lidah licin ( pada anemia yang parah ).

II.6 Undang – undang Anemia Remaja dan Kehamilan


Undang – undang Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 97 Tahun 2014 Bab II tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan terdapat
dalam pasal 5 ayat 1 yang berbunyi ” Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil dilakukan untuk mempersiapkan perempuan dalam menjalani
kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang
sehat.” dan ayat 3 berbunyi ”Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. pemeriksaan fisik; b.
pemeriksaan penunjang; c. pemberian imunisasi; d. suplementasi gizi; e.
konsultasi kesehatan; dan f. pelayanan kesehatan lainnya. Dalam pasal Pasal
9 ayat 1 berbunyi ”Pemberian suplementasi gizi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (3) huruf d bertujuan untuk pencegahan anemia gizi.” ayat
2 ”Pemberian suplementasi gizi untuk pencegahan anemia gizi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pemberian edukasi gizi
seimbang dan tablet tambah darah”
Suplementasi gizi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Standar Tablet Tambah Darah
Bagi Wanita Usia Subur Dan Ibu Hamil , yang bertujuan untuk untuk
melindungi wanita usia subur dan ibu hamil dari kekurangan gizi dan

8
mencegah terjadinya anemia gizi besi maka perlu mengonsumsi tablet tambah
darah.

II.7 Dampak Anemia Remaja dan Kehamilan


Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko yang berbahaya bagi
janin. Setiap ibu hamil perlu mengetahui bahayanya, berikut adalah yang
berkaitan dengan masalah anemia pada ibu hamil yang berdampak pada janin

 Berat badan lahir rendah

Kondisi anemia pada ibu hamil berdampak pada berat badan lahir rendah.
Selin itu kondisi anemia pada ibu hamil juga dapat mengganggu nutrisi pada
janin, dimana dengan adanya penurunan sel darah merah atau hemoglobin,
sehingga dapat mengakibatkan janin tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat
melalui placenta. Untuk bayi dengan berat badan lahir rendah (<2000 g) atau
berat badan lahir sangat rendah (<1.500g) biasanya berkaitan dengan asupan
zat besi dan asam folat yang kurang secara bersama-sama. Bayi dengan berat
badan lahir rendah akan meningkatkan risiko kematian. Kejadian berat badan
lahir rendah juga dapat berdampak dikemudian hari diantaranya adalah
malnutrisi pada anak, anak mudah terkena infeksi penyakit, dan
meningkatkan kematian bayi. Pada beberapa penelitian lain juga didapatkan
bahwa dengan berat badan lahir rendah yang berhubungan dengan anemia
pada ibu hamil adalah adanya penurunan fungsi otak dan kemampuan anak
dalam berinteraksi dan menggangu kecerdasan kognitif anak saat sekolah.
Termasuk juga dengan perkembangan mental dan kemampuan daya tangkap
anak.

 Kelahiran prematur

Kondisi anemia pada ibu hamil mencetuskan sel darah merah atau
hemoglobin akan menurun, sehingga menyebabkan peningkatkan volume
plasma dan mengakibatkan kontraksi pada rahim. Ditambah dengan kondisi
janin yang tidak sesuai perkembangan bayi berdasarkan usia kehamilan ibu,

9
biasanya kehamilan prematur juga menyebabkan kematian pada saat
dilahirkan.

 Kematian janin

Biasanya diakibatkan oleh banyak faktor, dimulai dari kondisi janin,


kondisi ibu dan proses persalinan yang terjadi. Untuk kasus anemia pada ibu
hamil terdapat risiko peningkatan kejadian hipoksia janin pada saat proses
persalinan, dimana ini akan meningkatkan kematian pada janin.

Anemia pada ibu hamil perlu dilakukan penanganan yang baik. Pemberian
suplemen diberikan jika memang tidak dapat dicukupi oleh ibu dari konsumsi
makanan sehari hari. Kunjungan antenatal saat kehamilan berperan penting
untuk dapat memenuhi kesehatan ibu dan janin.

a. Pengaruh anemia bagi ibu ;


 Abortus
 Partus prematurus
 Partus lama karena inertia uteri
 Perdarahan postpartum karena atonia uteri
 Syok
 Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum
 Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat
menyebabkan dekompesasi kordis.
 Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu
pada persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.

b. Pengaruh anemia bagi janin


 Kematian mudigah
 Kematian perinatal
 Prematuritas
 Dapat terjadi cacat bawaan
 Cadangan besi kurang

10
Menurut Merryana, dkk (2012), dampak anemia bagi remaja putri adalah :
1. Menurunnya kesehatan reproduksi
2. Terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kecerdasan
3. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
4. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai
optimal.
5. Menurunkan fisik olahraga serta tingkat kebugaran
6. Mengakibatkan muka pucat
Kekurangan zat besi atau anemia yang berlanjut sampai dewasa dan
hingga perempuan tersebut hamil, dapat menimbulkan risiko terhadap
bayinya. Remaja perempuan yang sudah hamil dan menderita anemia dapat
meningkatkan risiko kelahiran prematur dan melahirkan bayi dengan berat
badan rendah. Oleh karena itu, remaja perempuan disarankan untuk
mengonsumsi suplemen zat besi sebelum hamil. Suplemen zat besi ini
membantu memenuhi kebutuhan zat besi yang makin tinggi saat kehamilan.

II.8 Angka Anemia di Dunia dan Indonesia


Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia
terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia
menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada
remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup
tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia
dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di
Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1%
perempuan (Kemenkes RI, 2013).

Anemia merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian


ibu hamil. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi bila
dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Perempuan yang
meninggal karena komplikasi selama kehamilan dan persalinan mengalami
penurunan pada tahun 2013 sebesar 289.000 orang. Target penurunan angka
kematian ibu sebesar 75% antara tahun 1990 dan 2015 (WHO, 2015).

11
Jika perempuan mengalami anemia akan sangat berbahaya pada waktu hamil
dan melahirkan.

Perempuan yang menderita anemia akan berpotensi melahirkan bayi


dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain itu, anemia
dapat mengakibatkan kematian baik pada ibu maupun bayi pada waktu
proses persalinan (Rajab, 2009).

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di


Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar
26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa
prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%,
ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia
19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai ri siko terkena anemia
paling tinggi terutama pada remaja putri (Kemenkes RI, 2013)

Di provinsi Bengkulu Prevalensi Anemia Gizi Besi Pada Ibu


Hamil tahun 2010 sebanyak 36,8%. Dengan jumlah ibu hamil 9.640
orang. (Profil Kesehatan Propinsi Bengkulu, 2011). Berdasarkan infokes
dinkes kota Bengkulu tahun 2011 terdapat 3 puskesmas dengan data
anemia pada ibu hamil terbanyak yaitu Puskesmas anggut atas dari 332 ibu
hamil terdapat 44 ibu hamil yang menderita anemia, Puskesmas sawah lebar
dari 362 ibu hamil terdapat 38 ibu hamil yang menderita anemia dan
puskesmas pasar ikan dari 385 terdapat 27 ibu hamil yang menderita anemia.
(Dinkes kota Bengkulu, 2011). Dari data 3 Puskesmas tersebut didapat bahwa
Puskesmas Anggut atas paling banyak ibu hamil yang menderita anemia di
wilayah Kota Bengkulu.

12
II.9 Upaya Mengatasi Anemia Remaja dan Kehamilan
Penanganan pada Anemia sebagai berikut :
1. Anemia Ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan
sehingga hanya perlu di perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500
mg asam folat peroral sekali sehari. ( Arisman, 2004 Hal. 150 – 151 ).
2. Anemia Sedang
Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000 mg/hari
seperti sulfat ferosus atau glukonas ferosus. ( Wiknjosastro, 2005 Hal. 452
).
3. Anemia Berat
Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama
hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan. ( Arisman, 2004 hal
153 ).

Menurut Almatzier (2011). Cara mencegah dan mengobati anemia adalah :


1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi
 Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan
makanan hewani ( daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan
nabati ( sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).
 Makan sayur-sayuran dan buah buahan yang banyak mengandung
vitamin C ( daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk,
nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi
dalam usus.
2. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet
Tambah Darah (TTD). Tablet Tambah Darah adalah tablet besi folat yang
setiap tablet mengandung 200 mg Fero Sulfat atau 60 mg besi elemental
dan 0,25 mg asam folat.

13
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan


komponen darah, eleman tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam
penyebabnya. (Marilyn E, Doenges, Jakarta, 1999).
Anemia zat besi pada umumnya disebabkan karena kurangnya asupan
nutrisi dalam tubuh sehingga zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
berikatan dengan plasma juga berkurang. Sehingga jumlah darah yang
mengalir ke seluruh tubuh juga berkurang, maka terjadilah anemia.

III.2 Saran

Bagi pembaca dan masyarakat sebaiknya harus menjaga kesehatan


lingkungan dan makanan serta pola makan agar memenuhi kecukupan akan Fe
pada tubuh kita.Sehingga kita terjauh dari penyakit terlebih anemia yang di
sebabkan karena kurangnya zat besi untuk memproduksi darah.

14
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC.
 Doenges, Marilynn, dkk. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC.
 Kusmiran, Eni.2011.Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita.Jakarta:
Salemba Medika
 Syafrudin ,dkk.2009. Kebidanan Komunitas.Jakarta:EGC
 Manjoer, Arief. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI : Media
Aeskulatius
 Haznan. 2007. Anemia dan Cara Penanggulangannya. Bandung :
Ganesa.

15

Вам также может понравиться