Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sulawesi Tenggara mempunyai potensi keanekaragaman hayati peraira yang cukup
tinggi. Salah satu diantaranya adalah bivalvia air tawar. Bivalvia ini memiliki arti penting pada
ekologi dan ekonomi. Bivalvia dapat menjaga keseimbangan ekosistem di lingkungannya,
yaitu : (1) sebagai konsumen yang memfilter organisme-organisme berukuran lebih kecil; (2)
komponen tersuspensi dalam air (filter feeder); dan (3) sebagai bioindikator. Dari sisi
ekonomi, organisme ini merupakan sumber protein hewani yang murah bagi masyarakat.
Selain itu cangkangnya dapat dibuat sebagai perhiasan rumah tangga dan bahan bangunan
(Bahtiar 2005).
Secara umum, bivalvia dapat kita jumpai hampir di seluruh wilayah perairan
Indonesia yang sebagian besar hidup dengan cara membenamkan diri dalam pasir, lumpur
dan karang batu bahkan ada yang melekatkan diri pada substratnya. Salah satu daerah yang
mempunyai potensi sumber daya hayati khususnya bivalvia terdapat di perairan Sungai
Lasolo. Sungai dengan tepian sedikit landai sampai curam ini banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dalam berbagai peruntukan diantaranya adalah
sebagai sarana transportasi untuk mengangkut kendaraan bermotor kemudian
diseberangkan ke tempat lain, sumber air minum, mandi-cuci-kakus (MCK), tempat produksi
bahan makan tradisional (sagu) bahkan sebagai daerah penangkapan/pengambilan bivalvia.
Bivalvia yang hidup diperairan ini berasal dari famili Corbicula dengan jenis Batissa violacea
var celebensis von Marten, 1897. Masyarakat setempat mengenalnya dengan sebutan
“pokea”. Penangkapan kerang pokea yang dilakukan masyarakat setempat dijadikan sebagai
sumber mata pencaharian yang hasilnya akan dijual ke tempat penampung dan pasar lokal
di sekitar perairan Sungai Lasolo.
Penangkapan kerang pokea di Sungai Lasolo menggunakan dua cara yaitu (1) dengan
alat tangkap terbuat dari keranjang besi yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat
disebut “paniki” (2) dengan cara menyelam dan menggunakan compresor. Jumlah
masyarakat yang diketahui mengambil kerang setiap harinya adalah kurang lebih 10 nelayan.
Keberadaan kerang air tawar saat ini terus mengalami penurunan. Grabarkiewicz dan
Wayne (2008), mengatakan bahwa saat ini 37 spesies kerang air tawar diduga mengalami
kepunahan. Hal tersebut dijelaskan Strayer et al., (2004) dalam Grabarkiewicz dan Wayne
(2008) bahwa penurunan tajam jumlah spesies kerang air tawar disebabkan oleh kerusakan
habitat, penurunan kualitas air, introduksi spesies eksotis, perubahan hidrologi dan
pengaruh pengambilan yang dilakukan oleh masyarakat.
Pada sisi lain, informasi yang berhubungan dengan kepadatan dan distribusi kerang
pokea di perairan Sulawesi Tenggara masih terbatas jumlah dan aspeknya, yaitu menyangkut
kepadatan dan distribusi kerang pokea (B. violacea celebensis) di Sungai Pohara Desa
Andadowi Kecamatan Bondoala (Renel, 2001), dan di perairan Sungai Pohara Desa Laosu
Kecamatan Bondoala (Saharuddin, 2003), distribusi dan kelimpahan kerang pokea (B.
violacea celebensis) pada bagian Sungai Pohara di Desa Kapoiala Kecamatan Bondoala
Kabupaten Konawe Balda (2007), studi kebiasaan makanan kerang pokea (B. violacea
celebensis) di Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe (Nurfatmah, 2006),
karakteristik kualitas air terhadap kepadatan kerang pokea (B. violacea celebensis) di daerah
Sungai Pohara Desa Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe (Riama, 2006), studi
pertumbuhan dan tingkat eksploitasi populasi kerang pokea (B. violacea celebensis) di
Sungai Pohara (Hasmawaty, 2007), kajian populasi pokea (B. violacea celebensis) di Sungai
Pohara Kendari, (Nafsal, 2007) distribusi dan kepadatan kerang pokea (B. violacea
celebensis) di Sungai Pohara. Penelitian tersebut hanya dilakukan di Sungai Pohara saja,
sedangkan organisme ini masih tersebar di beberapa sungai dengan karakteristik ekologi
yang diduga berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang distribusi dan
kepadatan kerang pokea (B. violacea celebensis) di Sungai Lasolo.
B. Rumusan Masalah
Kepadatan kerang pokea (B. violacea celebensis) saat ini diduga telah mengalami
penurunan dan distribusinya tidak beraturan. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas pengambilan
kerang pokea secara terus menerus yang akan mengakibatkan kerusakan habitat hidupnya,
berupa beberapa bagian perairan yang mengalami perubahan tekstur substrat sehingga
mempengaruhi kepadatan dan distribusi kerang pokea. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penelitian tentang distribusi dan kepadatan kerang pokea (B. violacea celebensis) di Sungai
Lasolo Konawe Utara
Secara morfologi hewan kerang pokea jantan sukar dibedakan dengan kerang pokea
betina, karena bentuknya yang sama bila dilihat dari penampakannya. Alat kelamin hewan
ini terbungkus oleh mantel dan cangkang yang sangat kuat dan keras (Nyuheri, 1993). Jenis
kerang pokea yang ditemukan mempunyai sedikit perbedaan, antara lain: ukuran cangkang,
bentuk dan warna cangkang, isi dalam (viceral mass) dan bentuk umbonya, sebagaimana
disajikan pada (gambar 1) berikut.
Keterangan :
A : Lebar cangkang
B : Panjang cangkang
C : Tebal cangkang
B
C
3. Stasiun III (03o 30' 47,2" LS dan 122o 10'1 5,8"BT), merupakan daerah yang berada pada
bagian tengah perairan dangan memiliki karakter substrat berpasir halus dan berlumpur
4. Stasiun IV (03o 30' 37,7" LS dan 122o 10' 57,3"BT), lokasi ini tepat ke arah bagian muara
sungai yang merupakan tempat pengambilan pokea dan tempat pengolahan sagu dangan
substrat berpasir dan banyak ditemukan kerang-kerang pokea yang sudah mati
5. Stasiun V (03o 31' 55,1" LS dan 122o 13' 14,6"BT), lokasi ini diketahui akhir dari keberdaan
kerang pokea yang terletak di muara sungai. Tempat pengambilan sampel kerang pokea
yang merupakan pertemuan antara Sungai Buaya dengan Sungai Lasolo dan aktifitas nelayan
pada titik stasiun tersebut sudah jarang skali di temukan dengan karakter substrat yang
berpasir halus.
D. Metode Pengambilan Data
1. Pengambilan Kerang Pokea
Pengambilan kerang pokea dilakukan dengan menggunakan metode luas sapuan
(swept area). Pengambilan kerang pokea menggunakan alat yang terbuat dari keranjang besi
yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat yang disebut “paniki” (Gambar 4).
Diameter paniki kurang lebih 23 cm. Bagian mulut paniki dilengkapi dengan besi tipis yang
melingkar pada mulut paniki. Alat ini dirancang sedemikian rupa sehingga substrat tidak ikut
terangkat pada saat pengambilan kerang pokea. Tali nilon yang terdapat pada alat ini
berguna sebagai pengendali arus pada saat alat dimasukkan ke dasar sungai, sedangkan
batang bambu berguna sebagai pegangan pada saat alat ini dioperasikan. Panjang bambu
disesuaikan dengan kedalaman sungai.
Gambar 4. Alat tangkap pokea (paniki) (A = besi pelingkar, B = bambu, C = tali dan D = mata
paniki).(Sumber : Bahtiar 2005)
Pada bagian bambu dekat mulut paniki dikaitkan tali nilon untuk menarik alat
tersebut di saat alat ini dioperasikan. Alat (paniki) dioperasikan oleh dua orang masing-
masing menurunkan paniki dan menarik tali. Pokea yang tertangkap kemudian dipisahkan
dari substratnya. Setiap pokea yang tertangkap pada setiap tarikan dihitung jumlahnya yang
ditemukan dari setiap tarikan alat serta jumlah tarikan sampel dalam setiap minggu
pengoperasian, selanjutnya di masukkan dalam kantong plastik.
Pengambilan sampel pokea dilakukan sebanyak 5 kali ulangan dalam setiap stasiun
pada setiap periode pengamatan dengan selang waktu pengamatan 1 bulan sekali.
2. Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan perairan yang diukur dilakukan pada pagi-siang hari bersamaan
dengan pengambilan contoh pokea. Pengukuran kualias air dilakukan sebanyak 3 kali pada
setiap stasiun pengamatan setiap bulan. Parameter lingkungan yang diukur meliputi suhu,
kedalaman dan kecerahan, kecepatan arus, bahan organik substrat, pH, oksigen terlarut
(DO), karakteristik substrat, dan pH substrat.
3. Analisis Komposisi Butiran
Sampel sedimen yang telah kering ditimbang dengan timbangan digital seberat 100 gr
kemudian dimasukkan ke dalam alat Automatich Gravel Seiver selama 10 menit. Setelah itu
butiran sedimen yang telah tersaring pada tiap-tiap mata saringan diambil kembali dan
ditimbang beratnya untuk mengetahui presentase ukurannya. Klasifikasi ukuran butiran
sedimen berdasarkan pembagian menurut Davis dan Bennet (1927) dalam Gerlach, (1971)
seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi ukuran butiran sedimen menurut Davis dan Bennet (1927 dalam Gerlach, 1971)
Jenis butiran sedimen Ukuran (µm)
Pasir sangat kasar (very coarse sand) 2000-1000
Pasir kasar (coarse sand) 1000-500
Pasir sedang (medium sand) 500-250
Pasir halus (find sand) 250-100
Pasir sangat halus (very find sand) 100-50
Lumpur (silt) 50-20
Lempung) (clay) 20-2
Liat (mud) <2
E. Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi dan dihitung. Data yang dianalisis terdiri dari kualitas
perairan (fisika dan kimia), distribusi dan kepadatan :
1. Kualitas Perairan (Fisik dan Kimia)
Kualitas perairan (fisik dan kimia) dianalisis secara deskriptif dengan mentabulasi
data-data yang ditemukan secara spasial dan temporal dalam bentuk grafik.
2. Distribusi
Pola penyebaran tiap jenis pokea pada setiap lokasi pengamatan digunakan indeks
Morisita (Morisita dalam Soegianto, 1994) yaitu:
Keterangan :
n = jumlah plot
x2 = jumlah individu per plot
N = jumlah total individu dalam n plo
Keterangan :
D = kepadatan
n = jumlah individu pokea
A = luas daerah pengamatan (m2)
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, T. 1981. Kerang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bahtiar. 2005. Kajian Populasi Pokea (B. violacea celebensis, Martens 1897) di sungai Pohara Kendari
Sulawesi Tenggara. Tesis. IPB. Bogor.
Bahtiar. 2007. Kepadatan dan distribusi pokea (B. violacea celebensis Martens, 1879) pada substrat yang
berbeda di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Aqua Hayati (2012) 8 (2):115-123
Balda. 2007. Distribusi dan Kelimpahan Kerang Pokea (B. violacea celebensis) pada Bagian Sungai Pohara
di Desa Kapoiala Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe. Skripsi. Jurusan MIPA. Unhalu.
Kendari.
Djajasasmita, M. 1977. An Anotate list of the Spesies of the Genus Corbicula From Indonesia (Mollusca:
Corbiculidae). Bulletin Zoologisch Museum. Universiteit Van Amsterdam. Amsterdam.
Efriyeldi. 1997. Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Kaitanya dengan Karakteristik Sedimen di Muara
Sungai Bantas Tengah Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Gerlach, S. S. 1971. On the Inportance of Marine Fauna for Meiobenthos Comunites. Ecologie. Berlin.
Grabarkiewicz, J. D., dan Wayne S. D., 2008, An Introduction to Freshwater Mussels as Biological
Indicators: Including Account of Interior Basin, Cumberlandian, and Atlantic Slope Species,
United States Environmental Protection Agency, Washington DC.
Hasmawaty. 2007. Studi Pertumbuhan dan Tingkat Eksploitasi Populasi Kerang Pokea (Batissa violacea
celebensis, Marten 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Skripsi. Jurusan Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Jabang. 2000. Kepadatan, Penyebaran dan Perilaku Makan Kerang Lokan Batissa violacea lamarck di
Estuaria Batang Masang Tiku, Sumatera Barat Serta Laju Pertumbuhannya di Laboratorium.
Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung.
James, H.T. and A.P. Covich. 1991. Ecology and Classification of Northern American Freswather
Invertebrates. Academic Press. Inc. America.
Jasin, M. 1992. Zologi Invertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Sinar Wijaya. Surabaya.
Koesoebiono. 1981. Biologi Laut diktat kuliah fakultas perikanan. IPB. Bogor.
Ledue, E., Matoto, S.V., Apisai, S and K. Jovesa. 1996. Fresh Water Clam Resources Assesmen of the Ba
River. Fisheries Division. South Pasific Comision. New Caledonia. Suva. Fiji.
Levinton, J. S. 1982. Marine Ecology. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.
McMahon, R.F.. 1978. Ecology of an Invasive Pest Bivalve, Corbicula. University of Texas. Texas.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Nurfatmah. 2006. Studi Kebiasaan Makanan Bivalvia (Batissa violacea celebensis Marten, 1897) di Sungai
Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe. Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas
Pertanian. Universitas Haluoleo. Kendari.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. (Diterjemahkan oleh Eidman, M.
Koesbiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Nyuheri, S. 1993. Studi Kelimpahan Anadonta sp. Berdasarkan Stratifikasi Vertikal Pada Sungai Pohara di
kelurahan Sampara Kecamatan Bondoala. Skripsi. Jurusan MIPA. FKIP Unhalu. Kendari.
Odum, 1994. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ke Tiga. Diterjemahkan Oleh Samingan, T. UGM Press.
Yogyakarta.
Rangan, J.K. 1996. Struktur dan Tipologi Komunitas Gastropoda Pada Zona Hutan Mangrove Perairan
Kulu, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tesis. Program Pasca sarjana. IPB. Bogor.
Renel, F. 2001. Studi Kepadatan dan Distribusi Kerang Pokea (Corbicula spp) pada Sungai Pohara Desa
Andadowi Kecamatan Bondoala. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian. Unhalu.
Kendari.
Riama, B.M. 2006. Karakteristik Fisika – Kimia Perairan Terhadap Kepadatan dan Distribusi Kerang Pokea
(Batissa violacea celebensis) di Sungai Pohara Desa Kapoiala Kecamatan Bondoala
Kabupaten Konawe. Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian. Universitas Haluoleo.
Kendari.
Rudi, E. 1999. Beberapa Aspek Morfologi dan Makanan Kerang Tahu (Meretrix Meretrix Linnaeus) di Teluk
Meskam Panimbang Selat Sunda, Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Russel, W. D. and Hunter. 1983. Actuarial Bioenergetics of Nonmarine Moluscan Productivity.
Departement of Biology. Syracuse University. New York.
Saharuddin. 2003. Studi Kepadatan Kerang Pokea (Anadonta sp.). Pada Perairan Sungai Pohara Desa
Lausu Kecamatan Bondoala. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian. Unhalu.
Kendari.
Sastrapradja. 1977. Sumber Protein Hewani. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor.
Setiawati, Y. 1986. Distribusi Jenis-Jenis Kerang (Bivalvia) di Pantai Muara Sungai Ciseukeut, Desa Mekar
Sari Kecamatan Cigeulis, Panembang Jawa Barat. Karya Ilmiah. Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif (Metode Analisis Populasi dan Komunitas). Usaha Nasional.
Surabaya.
Sugiri, N. 1985. Zoologi Avertebrata II. Depdikbud Dik jen Pendidikan tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayati. IPB. Bogor.
Vakily, J. M. 1989. The Biology and Culture of Mussels of the Genus Perna. ICIANRM Studies and
Revagement, Manila, Philippines and Deiews 17,63 p. International Center for Living
Aquatic Resources Manutshe Jesellschaft fur Techenenische Zusammernabeit (GTZ) Gmbh,
Eschbom. Federal Republic of Germany.
Wardana, W. 1995. Taksonomi Avertebrata Pengantar Laboratorium. UI Press. Jakata.
Wardoyo, S.T.H. 1981. Pengelolaan Kualitas Air. Fakultas Perikanan. Proyek Peningkatan Mutu
Perguruan Tinggi. IPB. Bogor.
Whitten, A.M, Mustafa dan G.S. Henderson. 1987. Ekologi Sulawesi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.