Вы находитесь на странице: 1из 6

Media Gizi Pangan, Vol.

XVIII, Edisi 2, 2014 Status Gizi Ibu Nifas

GAMBARAN STATUS GIZI IBU NIFAS


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARUSU
KABUPATEN MAROS

1 2 1
Zakaria , Rosmini , Retno Sri Lestari
1
Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Makassar
2
Ahli Gizi RSUD Daya, Kota Makassar

Abstract

Background: Maternal nutritional status will be associated with the performance of post-
partum, quality and quantity of breast milk (ASI) that will affect the nutritional status of
infants.

Objective : The purpose of this study was to determine the nutritional status of
postpartum by body mass index (BMI), the status of a chronic energy malnutrition (CEM))
and anemia status.

Method : Descriptive research design with a sample of 72 postpartum maternal. Samples


determined purposive sampling. Primary data includes anthropometric weight measured
using scale seca brand stampede to the nearest 0.1 kg, and maternal height was
measured using microtoice the nearest 0.1 cm. BMI status is determined based on the
2
index weight (kg) divided by height (m) . Upper arm circumference were measured using
MUAC tape to the nearest 0.1 cm. Hemoglobin (Hb) was measured by using the
cyanmethemoglobin method Hb 201+ Hemocue tool to determine the status of maternal
anemia.

Result : The results obtained in general postpartum maternal aged 19-29 years as many
as 52 mothers (72.2%), educated on average completed primary school and junior high
school respectively 38 mothers (52.8%) and 18 mothers (25.8%). maternal generally do
not work the formal and informal sector (housewife) of 71 mothers (98.6%). The
nutritional status of the mother postpartum thin as much as 15.3 (15.3%), risk KEK 16
(22.2%) and the status of anemia by 30 (41.7%).

Conclusion : Most small thin postpartum maternal status and risk of chronic energy
malnutrition respectively 15.3% and 22.2%. However, the status of anemia is relatively
high at 41.7%.

Recomendation : It is expected to pay attention to the intake of food consumed each day
mainly animal and vegetable food sources with the aim of maintaining good nutritional
status. Education programs on proper breastfeeding and the need for supplementation
program held in puerperal women in order to reduce the incidence of postpartum
maternal anemia.

Keywords: nutritional status, maternal postpartum

LATAR BELAKANG kritis. Sebagaimana dalam periode seribu hari,


Status kesehatan dan gizi ibu dan bayi yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730
sebagai penentu kualitas sumber daya hari pada kehidupan pertama bayi yang
manusia, semakin jelas dengan adanya bukti dilahirkannya, merupakan periode sensitif
bahwa status kesehatan dan gizi ibu pada karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi
masa prahamil, saat kehamilannya dan saat pada masa ini akan bersifat permanen dan
menyusui merupakan periode yang sangat tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak

94
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014 Status Gizi Ibu Nifas

hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga terjadi pada ibu menyusui akan berdampak
pada perkembangan mental dan terhadap kemampuan untuk memproduksi ASI
kecerdasannya, yang pada usia dewasa yang cukup dimana cadangan atau jaringan
terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal ibu akan terpakai untuk memproduksi ASI
serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang sehingga ibu sangat beresiko terhadap
berakibat pada rendahnya produktivitas terjadinya gizi kurang dan anemia yang lebih
ekonomi (Kemenkes, 2012a). besar.
Sampai saat ini masalah gizi anak balita Salah satu alternatif memotong siklus
dan kesehatan pada ibu masih memerlukan hayati kekurangan gizi dan stunting adalah
perhatian yang lebih serius. Hal ini dapat jatuh pada mata rantai status gizi dan
dilihat dari masih tingginya Angka kematian kesehatan ibu menyusui yang merupakan
Ibu (AKI), yaitu sebesar 228 per 100.000 faktor penentu kesehatan dan gizi bayi yang
kelahiran hidup, angka kematian Balita (AKB) disusuinya. Oleh karena itu, penting sekali
sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup, anak untuk mencegah kurang gizi pada masa laktasi
balita gizi kurang (underweight) sebesar 17,9 yang dapat memperbaiki komposisi dan
persen dan pendek (stunting) sebesar 35,6 ukuran tubuh pada masa remaja dan dewasa
persen. Sementara target indikator MDGs kelak.
2015 terhadap AKI sebesar 102 per 100.000 Puskesmas Marusu merupakan salah
kelahiran hidup, AKB sebesar 23 per 1000 satu puskesmas di Kabupaten Maros dengan
kelahiran hidup dan gizi kurang pada anak cakupan pemeberian ASI eksklusif yang
balita sebesar 15 % rendah yaitu sekiatar 38,5,% dan tidak adanya
(Kemenppenas/Bappenas, 2010). Sedangkan data tentang status gizi ibu menyusui termasuk
target penurunan prevalensi anak balita ibu nifas (Dinkes Kab. Maros, 2013). Untuk itu
pendek (stunting) pada RPJMN pada tahun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
2014 adalah 32 persen. gambaran status gizi ibu menyusui di wilayah
Asupan gizi yang tidak cukup, infeksi, Puskesmas Marusu.
dan pengasuhan yang tidak baik merupakan
penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan METODE PENELITIAN
anak (UNICEF, 1999 dalam Bappenas, 2011). Penelitian ini adalah penelitian
Hal ini berdampak tidak saja terhadap deskriptif dengan pendekatan survei.
kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro Dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas
yang sangat perlu untuk pertumbuhan dan Marusu Kabupaten Maros pada bulan
perkembangan anak usia dini. Pemenuhan September 2013 sampai bulan Juni 2014.
kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh Sampel dalam penelitian ini adalah ibu nifas
melalui Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi dengan yang menyusui bayinya yang diambil secara
ASI eksklusif (Butte at al, 2002; WHO, 2003; purposive sampling sebanyak 71 ibu. Kriteria
UU No. 36 Tahun 2009; PP N0. 33 Tahun inklusi adalah ibu melahirkan secara normal
2012). Berdasarkan hal ini maka upaya dan bersedia menjadi sampel penelitian. Data
perbaikan gizi bayi 0-6 bulan dilakukan melalui primer yang dikumpulkan adalah sosial
perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa ekonomi keluarga menggunakan kuesioner,
pemberian ASI eksklusif. World Bank (2006) antropometri ibu nifas untuk menenukan status
mengemukakan bahwa upaya perbaikan gizi gizi ibu berdasarkan IMT dan status KEK.
bayi 0-6 bulan didasarkan bahwa gizi kurang Berat badan ibu diukur menggunakan
pada usia kurang dari 2 tahun akan timbangan injak merek seca dan tinggi badan
berdampak terhadap penurunan pertumbuhan diukur menggunakan microtoice, lingkar
fisik, perkembangan otak, kecerdasan, dan lengan atas ibu diukur dengan menggunakan
produktivitas; dimana dampak ini sebagian pita LILA, status anemia ibu ditentukan
besar tidak dapat diperbaiki (irreversible). berdasarkan kadar haemoglobin ibu yang
Prevalensi anemia gizi besi pada ibu diukur dengan metode cyanmethemoglobin
+
menyusui secarah menyeluruh belum menggunakan alat Hemocue Hb 201 . Data
diketahui tetapi diduga hampir sama dengan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi
prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil disertai narasi.
dengan asumsi ibu hamil akan menjadi ibu
menyusui dan tidak adanya program
pemberian tablet besi pada ibu menyusui
seperti pada ibu hamil. Helmayati S et al,
(2007) menemukan prevalensi anemia pada
ibu 6 bulan postpartum 31,65 %. Anemia yang

95
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014 Status Gizi Ibu Nifas

HASIL Tabel 2.
Tabel 1. Status gizi Ibu nifas di wilayah kerja
Karakteristik social ekonomi keluarga Puskesmas Marusu
sampel
Status Gizi n %
Karakteristik sosial ekonomi n %
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Umur Ibu Kurus ( IMT < 18,5) 11 15,3
16 – 18 tahun 5 6,9 Normal (18,5 ≤ IMT < 25) 48 66,7
19 – 29 tahun 52 72,2 Gemuk ( IMT > 25) 13 18,1
30-49 tahun 15 20,8 Linkar Lengan Atas
Umur Bapak Risiko KEK (LILA < 23,5 cm) 16 22,2
19-29 tahun 39 54,2 Normal (LILA ≥ 23,5 cm) 56 77,8
30-49 tahun 33 45,8 Status Anemia
Pendidikan Ibu Anemia (Hb < 11 mg/dl) 30 41,7
Tidak tamat SD 3 4,2 Normal (Hb ≥ 11 mg/dl) 42 58,3
Tamat SD 38 52,8
Tamat SMP 18 25,0 Jumlah 72 100,0
Tidak Tamat SMA 2 2,8
Tamat SMA 10 13,9
Perguruan Tinggi 1 1,4 Wilayah Puskesmas Marusu
Pendidikan Ayah berbatasan dengan ibu Kota Propinsi Sulawesi
Tidak pernah sekolah 2 2,8 Selatan bagian utara , wilayah ini termasuk
Tidak tamat SD 6 8,3 pengembangan kawasan industri Makassar.
Tamat SD 15 20,8 Sebanyak 72 sampel sukarelawan yang ikut
Tamat SMP 23 31,9 berpartisipasi dalam penelitian ini. Tabel 1
Tidak Tamat SMA 1 1,4
Tamat SMA 24 33,3
dapat dilihat karakteristik sosial ekonomi terdiri
Perguruan Tinggi 1 1,4 dari jumlah anggota keluaga, umur ibu dan
Pekerjaan Ayah bapak, tingkat pendidikan ibu dan bapak,
Pegawai negeri sipil (PNS) 1 1,4 pekerjaan ibu dan bapak, pendapatan dan
Karyawan swasta 39 54,2 pengeluaran pangan keluarga, jumlah anggota
Pedagang 4 5,6 keluarga dan jumlah anak balita. Pada Tabel 1
Pengusaha 2 2,8 menunjukkan bahawa pada umumnya ibu
Petani 2 2,8 nifas berumur 19-29 tahun (72,2%) dan umur
Buruh 13 18,1 ayah berkisar umur 19-49 tahun. Umur ibu dan
Lain-lain (ojek,sopir) 11 15,3
Pekerjaan ibu
ayah termasuk usia produktif baik untuk
Pegawai negeri sipil (PNS) 1 1,4 mendapatkan penghasilan maupun reproduksi
IRT 71 98,6 menghasilkan keturunan.
Jumlah Anggota Keluar Tingkat pendidikan keluarga sampel
3-4 orang 23 31,9 tergolong cukup karena pendidikan ayah rata-
5-6 orang 34 47,2 rata sudah berpendidikan Sekolah Lanjutan
>7 orang 15 20,2 pertama (SMP) dan sekolah lanjutan atas
Jumlah Anak Balita (SMA) masing-masing 23 orang (31,9%) dan
1 orang 50 69,4 24 orang (33,4%) yang lainnya berpendidikan
2 orang 20 27,8 sekolah dasar, namun masih ditemukan ayah
3 0rang 2 2,8 yang tidak pernah sekolah. Pendidikan ibu
Pendapatan Keluarga
sedikit lebih rendah di bawah ayah yaitu pada
< Rp. 1.000.000,- 18 25
Rp. 1000.000 – 47 65,3 umumnya tamat sekolah dasar (SD) sebanyak
Rp.2.000.000 38 orang (52,8%) sebahagian kecil
 Rp. 2.000.-000,- 7 9,7 berpendidikan SMP dan SMA.
Pendapatan keluarga rata-rata berada
Jumlah 72 100 pada upah minimum regional yaitu antara
Rp.1000.000 – Rp.2.000.000,- sebesar 47
keluarga (65,3%). Pengeluaran pangan untuk
keluarga masih tinggi yaitu sekitar 85,57 %,
Sehingga keluarga sampel ini pada umumnya
tergolong berpenghasilan rendah dan masuk
kategori miskin.
Jumlah aggota keluarga pada
umumnya 5-6 orang sebanyak 34 keluarga (47

96
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014 Status Gizi Ibu Nifas

%) dan jumlah anggota keluarga 3-4 orang rendah dibandingkan dengan prosentasi status
sebanyak 23 keluarga (31,9). Tingginya jumlah gizi ibu menyusui yang dilaporkan oleh
anggota keluarga diduga karena ibu nifas yang penelitan Nadimin (2010) yaitu 62,9 % ibu
menjadi sampel pada penelitian ini umumnya menyusi yang berstatus gizi kurus di
masih tinggal bersama orang tua. Umumnya Puskesmas Moncobalang Kabupaten Gowa.
keluarga mempunyai 1-2 anak. Ibu nifas dengan status gizi kurus pada jangka
Ibu kebanyakan tidak bekerja panjang akan menghasilkan air susu ibu (ASI)
sehingga perolehan penghasilan pada yang berkualitas kurang pula, sebagai
umumnya bersumber dari ayah, pekerjaan makanan utama dan yang terbaik bagi
bapak cukup bervariasi tetapi bila dihubungkan pemenuhan kebutuhan zat gizi bayinya hingga
dengan perolehan penghasilan maka jenis berumur 6 bulan. Menurut Nadimin (2010)
pekerjaan ayah ini merupakan pekerjaan status gizi ibu menyusui berhubungan dengan
dengan penghasilan relatif rendah. Jenis pola makan dan pendapatan keluarga.
pekerjaan pada kedua kelompok ini seperti Ibu nifas yang sedang menyusui
karyawan swasta, kerja di pabrik, buruh memerlukan tambahan kalori, protein, vitamin
bangunan dan tani, dagangan campuran, dan mineral untuk produksi ASI, mengeluarkan
sayuran keliling, ikan, sopir/ojek. Pekerjaan ASI dan melindungi tubuh ibu. Kuantitas dan
bapak ini masih lebih banyak mengandalkan vareasi komposisi ASI yang dihasilkan antara
kekuatan fisik sehingga membutuhkan energi lain dipengaruhi oleh makanan ibu sehari-hari.
yang lebih besar. Tingginya jumlah ayah yang Ibu menyusui dengan gizi optimal dengan
bekerja sebagai karyawan swasta dan buruh penambahan konsumsi zat-zat makanan
disebabkan karena wilayah penelitian ini dekat sesuai kebutuhan akan menghasilkan ASI
dengan kawasan industri Kota Makassar. yang bermutu dengan jumlah yang cukup
Status gizi ibu nifas di nilai berdasarkan menjamin pertumbuhan dan perkembangan
indeks massa tubuh (IMT), lingkar lengan atas bayi.
(LILA) dan status anemi sebagaimana Ukuran lingkar lengan atas (LILA)
disajikan pada Tabel 2. Status gizi ibu nifas berhubungan dengan IMT, hasil penelitian ini
berdasarkan IMT pada umumnya normal (18,5 menunjukan sebesar 22,2 % yang lebih tinggi
≥ IMT < 25) yaitu sebesar 48 ibu (66,7 %), dibanding dengan status gizi berdasarkan IMT
sementara yang kurus sebanyak 11 ibu pada penelitian ini. Risiko KEK ibu nifas ini
(15,3%) terdapat 13 ibu yang gemuk. lebih tingggi dari hasil penelitian Irawati A
Sedangkan ibu yang berisiko kurang energi (2009) yaitu sebesar 15,9 %. LILA sudah
kronik (KEK) sebesar 16 ibu nifas (22,2 %) digunakan secara umum untuk
dan normal sebanyak 56 ibu nifas (77,8%). mengidentifikasi wanita usia subur termasuk
Namun demikian ternyata ibu nifas didapatkan ibu hamil dan ibu menyusui yang beresiko
sebesar 30 ibu nifas (41,7%) yang masuk kurang energi kronik (KEK). Departemen
kategori anemia dengan kadar Hb < 11 mg/dl, kesehatan menetapkan bahwa wanita usia
selebihnya adalah normal. subur berisiko KEK adalah bila ukuran LILA <
23,5 cm (Depkes, 2003). Pada ibu nifas dan
PEMBAHASAN menyusui yang berisiko KEK mencerminkan
Masa nifas (postpartum) dimulai tidak tersedianya simpanan lemak tubuh untuk
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat- produksi ASI, dan untuk menyusui bayinya
alat kandungan kembali seperti keadaan dengan optimal ibu akan mengorbankan status
sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama gizi dirinya (WHO, 2002). Menurut Irawati
6-8 minggu (Saifuddin et al, 2002). Status gizi 2009, faktor yang berhubungan dengan risiko
periode nifas sangat diperlukan karena KEK pada ibu nifas menyusui adalah pola
merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun menyusui predominan, paritas ≤ 2 kali dan
bagi bayi yang dilahirkannya. Ibu setelah konsumsi energi dan zat gizi makro
melahirkan (nifas) secara fisiologis (karbohidrat, protein dan lemak < dibawah 80
membutuhkan zat gizi yang lebih banyak % AKG.
dibandingkan dengan wanita biasa (Supariasa Selanjutnya bahwa status gizi ibu nifas
dkk, 2002). berdasarkan kadar haemoglobin dalam darah
Menurut Atmarita (2005), status gizi ibu diperoleh sebesar 33 ibu (41,7%) ibu nifas
dapat diketahui dengan menggunakan indeks anemia (Hb < 11 g/dL), pada umumnya
massa tubuh (IMT). Hasil penelitian termasuk kategori anemia ringan. Namun
menunjukkan ibu nifas yang berstatus gizi prevalensi animia tersebut cukup tinggi
kurus (IMT<18,5) sebanyak 15,3 %. Prosentasi dibandingkan dengan prevalensi anemia pada
ibu nifas pada penelitian ini menunjukkan lebih WUS berkisar 24,5 % hasil riskesdas 2007.

97
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014 Status Gizi Ibu Nifas

Tingginya prevalensi anemia pada penelitian harinya terutma sumber pangan hewani dan
ini diduga ibu belum pulih dari melahirkan yang sayuran dengan tujuan menjaga status gizi
mengeluarkan darah pada saat melahirkan. yang baik dan memperbaiki status anemia.
Selain dari pada itu menurut Setiayani (2013) Program penyuluhan tentang pemberian ASI
kejadian anemia pada ibu menyusui yang tepat dan perlunaya diadakan program
dipengaruhi oleh asupan ibu dan suplementasi pada ibu nifas agar mengurangi
ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi tingkat kejadian anemia pada ibu nifas.
suplemen tablet tambah darah dari tenaga
kesehatan selama hamil dan masa nifas.
Selain itu belum ada program pemerintah DAFTAR PUSTAKA
berkaitan dengan suplementasi tablet tambah Almatsier, S., Susirah S, dan Moesijanti S,
darah untuk ibu menyusui pada enam bulan 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur
pertama. Pembentukan sel darah merah Kehidupan.
dalam sumsum tulang akan terpenuhi jika tidak Adhisti, A. 2011. Hubungan Status
ada kekurangan zat besi dan cadangan Antropometri dan Asupan Gizi dengan
simpanan masih cukup. Apabila terjadi Kadar Hb dan Feritin pada Remaja Putri.
kekurangan zat besi secara terus menerus Skripsi. Semarang: Badan Penerbit
akan mengurangi bahkan menghabiskan Unipersitas Dipenogor. Semarang.
cadangan zat besi yang kemudian hari akan Atmarita. 2005. Nutrition Problems in
berefek pada kejadian anemia defisiensi zat Indonesia, in Integrated International
besi (Adhisti, A. 2011). Seminar and Workshop on Lifestyle –
Status anemia ibu nifas (41,7 %) pada Related Diseases. Yogyakarta, 19-20
penelitian ini lebih rendah dari pada penelitan March. Gajah Mada University,
Sutiayani (2013) pada ibu menyusui 0-6 bulan Yogyakarta.
yaitu 60,78%. Hasil penelitian tersebut Bappenas. 2010. Laporan Pencapai Tujuan
menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan Pembangunan Milenium di Indonesia
antara kejadian anemia pada ibu menyusui 2010. Kementerian Perencanaan
dengan status bayi usia 0-6 bulan. Tidak Pembangunanan Nasional. Jakarta
adanya hubungan antara kejadian anemia Bappenas. 2011. Rencana Aksi Nasional
pada ibu menyusui dengan status gizi bayi Pangan dan Gizi 2011-2015.
disebabkan karena hasil pengukuran Kementerian Perencanaan
hemoglobin paling rendah 8,6 mg/dL dengan Pembangunan Nasional. Jakarta
rata-rata 11,75 mg/dL, dimana rata-rata Butte. N.F, Lopez. A, Garza. C. 2002. Nutritent
tersebut masuk dalam kategori anemia ringan, Acadequacy of Exclsive Breasfeeding for
hal yang sama dalam penelitian ini yaitu pada The Term Infant During The First Six
umumnya ibu nifas masuk kategori anemia Months of Live. Dalam WHO. 2003.
ringan. Anemia ringan pada ibu menyusui Community Based Strategies
hanya berpengaruh pada kualitas ASI, Breastfeeding Promotion and Support in
sedangkan untuk anemia (<8 mg/dL) akan Developing Countries.
berpengaruh pada kualitas dan kuantitas ASI Depkes. 2003. Gizi dalam Angka. Depkes RI,
(WHO, 2001). Keadaan Anemia ringan tidak Jakarta
mempunyai gejala yang tampak tetapi dalam
jangka panjang akan berefek pada anemia Dinkes, 2013. Laporan Tahunan Subdin KIA
berat dan akan menurunkan keadaan status Dinkes Kab. Maros.
gizi bayi secara bertahap sampai usia 2 tahun Helmyati S, Haman H, dan Wiryatum L. 2007.
selama bayi masih mendapatkan ASI (IDAI, Kejadian Anemia pada Bayi Usia 6
2011). Bulan yang Berhubungan dengan
Sosial Ekonomi Keluarga dan Usia
KESIMPULAN Pemberian Makanan Pendamping
Sebagian kecil ibu nifas berstatus gizi ASI. Berita Kedokteran Masyarakat,
kurus dan berisiko kurang energi kronik (KEK) Vol 23, No.1 : 35-40
masing-masing 15,3 % dan 22,2 %. Akan IDAI. 2011. Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
tetapi status anemia relatif tinggi yaitu sebesar Metabolik Jilid I. Badan penerbit IDAI.
41,7 %. Jakarta
Irawati A., 2009. Faktor Determinan Risiko
SARAN Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu
Diharpakan untuk memperhatikan Menyusui di Indinesia. Puslitbang Gizi
asupan makanan yang dikonsumsi setiap dan Makanan. PGM 2009. 32(2): 82:93.

98
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014 Status Gizi Ibu Nifas

Nadimin, dkk (2010). Faktor-Faktor yang Review Volume 17 No 1,2 1999. Asian
berhubungan dengan status gizi ibu Development Bank.
menyusui di wilayah Kerja Puskesmas Undang-Undang Republik Indonesia No. 36
Moncobalang Kabupaten Gowa. Medai Tahun 2009 tetnag Kesehatan. Jakarta.
Gizi Pangan, Vol.IX, Edisi 1, Januari – http://dinkes-
Juni 2010. sulsel.go.id/new/images/Berita4/1.uu36
Saifuddin, A.B.,et al. (2002). Buku Acuan -09-kesehatan.pdf. Diakses 3 Februari
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal 2012
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina WHO. 2002. The Optimal Duration of
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Exclusive Breasfeeding: Result of a
Sutiayani, L., 2013. Hubungan Kejadian WHO Systemaic Review.
Anemia pada Ibu Menyusui dengan WWW.WHO.int/nut/int-pr-2001/en/note-
Status Gizi Bayi Usia 0-6 bulan. Artikel 2001-htm. diakses, Februari 2015.
Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi FK WHO, UNICEF, UNU. 2001. Iron deficiency
Undip. Semarang. anaemia: assessment, prevention and
UNICEF. 1999. Strategy for Improved Nutrition of control, a guide for programme
Children and Women in Developing managers. Geneva, World Health
Countries. dalam Asian Development Organization.

99

Вам также может понравиться