Вы находитесь на странице: 1из 31

MAKALAH PONEK

ASKEP MATERNAL PADA KASUS KEGAWATDARURATAN HIV/AIDS

Dosen : Dr. Hilmi Yumni, S.Kep.Ns,M.Kep,Sp.Mat

KELOMPOK 5

DISUSUN OLEH :
Ilham Fahmi A.R P27820317044
Adela Febianti Kusma P27820317045
Afrisa Pharras Tafsian P27820317046
Ovia Devi Eka P P27820317060
Shakila Putri Ayuliana P27820317068
Gracea Zefany Gunawan P27820317070
Gadis Ayu Yustika P27820317072
Ilham Yorgi O.W P27820317075

(TINGKAT 2 REGULER B)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah tentang
kebersihan lingkungan yang berkaitan dengan konsep kebersihan lingkungan.
Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dr. Hilmi Yumni, S.Kep.Ns,M.Kep,Sp.Mat
selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “ASKEP
MATERNAL PADA KASUS KEGAWATDARURATAN HIV/AIDS”, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kekurangan. Sebelumnya kami memohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di makalah kami selanjutnya.

Surabaya, 5 Februari 2019

(Penulis)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

LANDASAN TEORI ............................................................................................................... 3

2.1 Pengertian ............................................................................................................................... 3

2.2 Etiologi.................................................................................................................................... 4

2.3 Patofisiologi ............................................................................................................................ 5

2.4 Gejala Klinis ........................................................................................................................... 6

2.5 Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................................... 7

2.6 Penatalaksanaan ...................................................................................................................... 8

2.7 Pencegahan ............................................................................................................................. 8

BAB III.................................................................................................................................... 10

PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 10

3.1 Asuhan Keperawatan ............................................................................................................ 10

3.2 Contoh Kasus maternal pada kasus kegawatdaruratan hiv/aids:........................................... 20

BAB IV .................................................................................................................................... 26

PENUTUP ............................................................................................................................... 26

4.1 KESIMPULAN ..................................................................................................................... 26

4.2 SARAN ................................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam buku Ilmu Kebidanan
(2009; h. 213), Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan spermatozoa
dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan merupakan peristiwa
alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama
pada umumnya mengalami mual, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan.
Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan
penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu
syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang menyerang
sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka
orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, yang
dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di
Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada
tahun 1983.
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyebab penyakit dan
kematian yang terkemuka di kalangan perempuan dan anak-anak di negara-negara dengan
tingkat infeksi human immunodeficiency virus (HIV) yang tinggi. Transmisi HIV dari ibu
ke anak (Mother To Child Transmission – MCTC) adalah rute infeksi HIVpada anak yang
paling signifikan. Beberapa intervensi telah terbukti efektif dalam mengurangi MTCT
termasuk pilihan persalinan secara caeseran, substitusi menyusui dan terapi antiretroviral
selama kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Jika intervensi ini diterapkan dengan
benar maka dapat mengurangi MTCT sebesar 2%. Banyak penelitian melibatkan anak-
anak yang rentan untuk terjangkit HIV.

1
1.2Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan maternal pada kasus kegawatdaruratan HIV/AIDS?

1.3 Tujuan
- Umum
Untuk mengetahui urutan Asuhan Keperawatan PES
- Khusus
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ponek.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian
Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh, setelah
penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan berhentinya haid; mual
yang timbul pada pagi hari (morning sickness); pembesaran payudara dan pigmentasi
puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tanda absolut kehamilan adalah
gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin melalui pemerikasaan sinar-X,
atau USG. Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-
AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah
terinfeksi HIV. Pada negara berkembang isteri tidak berani mengatur kehidupan seksual
suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang
masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah
seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Wanita hamil lebih berisiko tertular
Human Immunodeficien Virus (HIV) dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika
HIV positif, wanita hamil lebih sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang tidak
terinfeksi daripada wanita yang tidak hamil, Peningkatan kerentanan untuk terinfeksi HIV
selama kehamilan adalah mereka yang berperilaku seks bebas dan mungkin karena
penyebab biologis yang tidak diketahui.
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel
sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi
berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan
terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15 tahun untuk
orang yang terinfeksi HIV hingga berkembang menjadi AIDS; obat antiretroviral dapat
memperlambat proses lebih jauh. HIV ditularkan melalui hubungan seksual (anal atau
vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan
antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan dan menyusui. Kasus HIV dan
AIDS disebabkan oleh transmisi heteroseksual. Kehamilan pada ibu dengan AIDS
menimbulkan dilema, yaitu perkembangan penyakit, pilihan penatalaksanaan, dan
kemungkinan transmisi vertikal pada saat persalinan. Transmisi infeksi lewat plasenta ke
janin lebih dari 80%. Antibodi ibu melewati plasenta, dan dapat diteliti melalui uji bayi

3
mereka. Uji antiboti bayi dapat menentukan status HIV ibu. Uji terbaru untuk bayi adalah
reaksi rantai polimer (polymerase chain reaction, PCR) yang mengidentifikasi virus HIV
neonatus. Diperlukan pemeriksaan virus HIV yang terintegrasi pada pemeriksaan rutin ibu
hamil untuk melindunginya

2.2 Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan
kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated
Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III.
Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi
HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai
reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan
keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita
tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian
selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian
selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan
dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan
panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan
seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten
terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air
mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit,
makrotag dan sel glia jaringan otak.

4
2.3 Patofisiologi
HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, sperma, cairan vagina,
dan ASI. Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit
yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar
kuman dan tempat masuk kuman.Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus
HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui;
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan
karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen,
makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak
oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi
tidak efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial dan parasit (terutama malaria, pada plasenta
selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada
saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi
untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara
kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi.
Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses
persalinan adalah Lama robeknya membran.
a. Chorioamnionitia akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya)
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu
misalnya) episiotomy
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.

3. Periode Post Partum

5
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan data
penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya
mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-15% dibandingkan ibu yang tidak
menyusui banyinya. Resiko penularan melalui ASI tergantung dari :
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI sacara eksklusif akan kurang
bersiko dibandingkan dengan pemberian campuran
b. Patologi payudara: Mastitis, robekan putting susu, perdarahan putting susu dan
infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI makin lama makin besar kemudian infeksi
d. Status gizi ibu yang buruk.

2.4 Gejala Klinis


Gejala dari infeksi akut HIV terjadi sekitar 50% kepada seseorang yang baru terinfeksi.
Gejala yang ditimbulkan adalah[6]:
 Demam
 Malaise
 Ruam
 Myalgia
 Sakit kepala
 Meningitis
 Kehilangan napsu makan
 Berkeringat
Adapun gejala infeksi HIV kronis sebagai berikut[6]:
 Infeksi bakteri berulang
 Candidiasis di saluran bronkus, trachea, paru dan esophagus
 Herpes simpleks kronis
 Kaposi sarcoma (proliferasi vaskuler neoplastik ganas yang multi sentrik dan
ditandai dengan nodul-nodul kutan berwarna merah kebiruan, biasanya pada pada
ekstremitas bawah yang ukuran dan jumlahnya membesar dan menyebar ke daerah
yang lebih proksimal)
 Pneumoncystis
 Wasting syndrome

6
Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, uumnya sama dengan wanita tidak hamil atau
orang dewasa. infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dengan
spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium awal
sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit
lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan
dapat lebih lama lagi.
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun. mereka merasa
sehat dan juga dari luar Nampak sehat-sehat saja. Namun orang yang terinfeksi HIV akan
menjadi pembawa dan penular HIV kepada orang lain. Kelompok orang-orang HIV tanpa
gejala dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tetapi tanpa gejala dan tes darahnya negatif. pada
tahap dini ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Waktu antara masuknya HIV
disebut window period yang memerlukan waktu antara 15 hari sampai 3 bulan setelah
terinfeksi HIV.
2. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala tetapi tes darah positif. Keadaan
tanpa gejala ini dapat berlangsung lama sampai 5 tahun atau lebih.

CDC (Center for Disease Control, USA, 1986) menetapkan klasifikasi infeksi HIV
pada orang dewasa sebagai berikut:
 Kelompok I: infeksi aku
 Kelompok II: infeksi asimptomati
 Kelompk III: Infeksi Limpadenopati Generalisata Persisten (LGP)
 Kelompok IV: penyakit-penyakit lain.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat
menunjukkan tes negative pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba
mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons
antibody bayi dengan ibu.
 Hitung darah lengkap (HDL) dan jumlah limfosit total: Bukan diagnostic pada bayi
baru lahir tetapi memberikan data dasar imunologis.
 EIA atau ELISA dan tes Western Blot: Mungkin positif, tetapi invalid
 Kultur HIV (dengan sel mononuclear darah perifer dan, bila tersedia, plasma).

7
 Tes reaksi rantai polymerase dengan leukosit darah perifer: Mendeteksi DNA viral
pada adanya kuantitas kecil dari sel mononuclear perifer terinfeksi.
 Antigen p24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi
indikatif dari kemajuan infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi pada tahap sanagt
awal infeksi HIV)
 Penentuan immunoglobulin G, M, dan A serum kualitatif (IgG, IgN, dan IgA):
Bukan diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar imunoogis.

2.6 Penatalaksanaan
Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV/AIDS dan pemberian
makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk pemberian
makanan bayi dalam konteks HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006. Secara khusus,
bahwa Antiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang terinfeksi HIV atau janin yang
terpapar HIV secara signifikan dapat mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran
melalui menyusui. Bukti ini memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang
hidup dengan HIV mungkin dapat memberi makan bayi mereka, dan bagaimana tenaga
kesehatan harus menasihati ibu-ibu penyidap HIV/AIDS. Bersama-sama, intervensi ASI
dan ARV memiliki potensi secara signifikan untuk meningkatkan peluang bayi bertahan
hidup sambil tetap tidak terinfeksi HIV
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang
ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Obat yang bisa
dipilih untuk negara berkembang adalah Nevirapine, pada saat ibu saat persalinan
diberikan 200mg dosis tunggal, sedangka bayi bisa diberikan 2mg/kgBB/72 jam pertama
setelah lahir dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih adalah AZT yang diberikan mulai
kehamilan 36 minggu 2x300mg/hari dan 300mg setiap jam selama persalinan berlangsung.

2.7 Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara, mulai saat hamil, saat
melahirkan, dan setelah lahir yaitu:
- Penggunaan antiretroviral selama kehamilan
- Penggunaan antiretroviral saat persalinan dan bayi bayi yang baru dilahirkan
- Penatalaksanan selama menyusui

8
Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV memperlihatkan antibody terhadap virus
tersebut hingga 10 sampai 18 bulan setelah lahir karena penyaluran IgG anti-HIV ibu
menembus plasenta. Karena itu, uji terhadap serum bayi untuk mencari ada tidaknya
antibodi IgG merupakan hal yang sia-sia, karena uji ini tidak dapat membedakan
antibody bayi dari antibody ibu. Sebagian besar dari bayi ini, seiring dengan waktu,
akan berhenti memperlihatkan antibody ibu dan juga tidak membentuk sendiri antibody
terhadap virus, yang menunjukkan status seronegatif. Pada bayi, infeksi HIV sejati
dapat diketahui melalui pemeriksaan-pemeriksaan seperti biakan virus, antigen p24,
atau analisis PCR untuk RNA atau DNA virus. PCR DNA HIV adalah uji virologik
yang dianjurkan karena sensitive untuk mendiagnosis infeksi HIV selama masa
neonates. Selama ini, mekanisme penularan HIV dari ibu kepada janinnya masih belum
diketahui pasti. Angka penularan bervariasi dari sekitar 25% pada populasi yang tidak
menyusui dan tidak diobati di negara-negara industri sampai sekitar 40% pada populasi
serupa di negara-negara yang sedang berkembang. Tanpa menyusui, sekitar 20% dari
infeksi HIV pada bayi terjadi in utero dan 80% terjadi selama persalinan dan pelahiran.
Penularan pascapartus dapat terjadi melalui kolostrum dan ASI dan diperkirakan
menimbulkan tambahan risiko 15% penularan perinatal. Factor ibu yang berkaitan
dengan peningkatan risiko penularan mencakup penyakit ibu yang lanjut, kadar virus
dalam serum yang tinggi, dan hitung sel T CD4+ yang rendah. Pada tahun 1994, studi
076 dari the Pediatric AIDS Clinical Trials Group (PACTG) membuktikan bahwa
pemberian zidovudin kepada perempuan hamil yang terinfeksi HIV mengurangi
penularan ibu ke bayi sebesar dua pertiga dari 25% menjadi 8%. Di Amerika Serikat,
insiden AIDS yang ditularkan pada masa perinatal turun 67% dari tahun 1992 sampai
1997 akibat uji HIV ibu prenatal dan profilaksis prenatal dengan terapi zidovudin.
Perempuan merupakan sekitar 20% dari kasus HIV-AIDS di Amerika Serikat.
Perempuan dari kaum minoritas (Amerika Afrika dan keturunan Spanyol) lebih banyak
terkena, merupakan 85% dari seluruh kasus AIDS. Selain pemberian zidovudin oral
kepada ibu positif HIV selama masa hamil, tindakan-tindakan lain yang dianjurkan
untuk mengurangi risiko penularan HIV ibu kepada anak antaea lain :
1. Seksio sesaria sebelum tanda-tanda partus dan pecahnya ketuban (mengurangi
angka penularan sebesar 50%);
2. pemberian zidovudin intravena selama persalinan dan pelahiran;
3. pemberian sirup zidovudin kepada bayi setelah lahir;
4. tidak memberi ASI

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Ketika pasien
memasuki system pelayanan kesehatan, perawat menggunakan dengan langkah-langkah
pada proses keperawatan, mengumpulkan data, mengidentifikasi masalah. Kebutuhan
diagnose keperawatan) menetapkan tujuan-tujuan mengidentifikasi hasil dan memilih
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil serta tujuan ini. (Doengoes : 2000).
Proses keperawatan terdiri dari:
1. Pengkajian
Pengkajian menurut ( Carpenito, 2007 ), yaitu tahap pertama proses keperawatan
yang meliputi pengumpulan data secara sistematis dan cermat untuk menentukan
status kesehatan klien saat ini dan riwayat kesehatan masa lalu, serta menentukan
status fungsional serta mengevaluasi pola koping klien saat ini dan masa lalu.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik, observasi,
peninjauan catatan dan laporan diagnostik, kolaborasi dengan rekan sejawat.
1) Identitas Pasien
Pengkajian pasien meliputi nama pasien, jenis kelamin, agama, umur, status,
tanggal lahir, suku dan sebagainya.
2) Keluhan Utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa kehamilan
.

3) Riwayat Penyakit
 Riwayat penyakit dahulu : Data dari Pasien mengenai penyakit dari pasien
yang pernah dideritanya

 Riwayat penyakit sekarang : Data dari seorang pasien yang pernah di


alaminya

10
 Riwayat penyakit keluarga : riwayat dari keluarga pasien misalnya sperti
mempunyai penyakit keturunan atau tidak
4) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Persepsi kesehatan/penanganan kesehatan : pengetahuan pasien mengenai
management kesehatan.

b. Nutrisi atau Metabolik : pemenuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan baik atau
tidak.

c. Eliminasi
1) BAK : Bak dari pasien yaitu dari urine pasien berwarna apa , kadar urine
normal atau tidak.

2) BAB : Terdiri dari Warna feses dan kondisi feses lancer atau mengalami
konstipasi.

d. Aktivitas atau Latihan : Bagaimana mengenai tentang pola aktifitasnya bisa


dilakukan sendiri atau memerlukan bantuan.

e. Tidur atau Istirahat : Bagaimana dengan pola istirahatnya cukup atau ada
gangguan dari pola tidurnya dari pasien .

f. Kognitif atau Perseptual : Persepsi dari pasien dari sakit yang dideritanya.

g. Peran atau Hubungan : Peran hubungan pasien dengan keluarga dan


tetangganya baik atau tidak.

h. Koping Stres : Bagaimana mengenai perseps penanganan stress pasien dari


sakit yang dialami .

i. Nilai atau Kepercayaan : Kepercayaan pasien kepada agama dan konsep


berfikir spirtualnya dari sakit yang dideritanya bahwa allah yang bisa

11
menangani atas doa doanya , dan percaya seakan akan kekuatan doa itu
dahysat.

5) Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik meliputi dari dari kepala hingga alat gerak
bawah .
1) Inspeksi .

Waktu pasien berdiri : skoliosis/kifosis/lordosis 2)


Inspeksi Waktu pasien berjalan : Pincang/Kaki O/ kaki X 3)

Muka : Pucat/tidak, ada kloasma gravidarum/tidak, bengkak/tidak.


Mata ; Sclera putih/kuning, conjungtiva merah muda/putih.

Leher : Kelenjar Gondok : pasien disuruh menengadah kemudian disuruh menelan. Jika ada
benjolan yang ikut bergerak naik turun menandakan adanya pembesaran, ada pembesaran
vena jugularis/ tidak, kelenjar tyroid membesar/tidak
.
Payudara : Simetris/tidak, bersih atau tidak, puting susu
menonjol/mendatar/masuk,adabenjolan/tidak,hiperpigmentasi areola mammae ,keluar
kolostrum (hamil 4 bulan jernih, hamil 4-8 bulan encer sekali , hamil 8 bulan keatas warna
nya kuning seperti susu jolong)

Abdomen : Pembesaran ke atas : Primigravida akibat otot dinding abdomen masih tegang,
Tingginya fundus uteri dapat dipergunakan untuk mengukur : -umur kehamilan.
Pigmentasi dinding abdomen : Linea alba karena pigmentasi, Striae gravidarum livid saat
hamil dan striae gravidarun alba sebagai bekas kehamilan sebelumnya.
Bekas luka operasi : Bekas seksio/operasi
Genetalia
A ) Pengeluaran fluor : infeksi dengan diagnosis banding trichomonas vaginalis atau candida
albikans, infeksi vaginosis bakterialis.

B ) Kondiloma akuminata : infeksi virus, jika ukurannya besar sebaiknya persalinan melalui
SC.
C ) Tanda chadwick : Sebagai akibat terjadinya hipervaskularisasi, warna kebiruan pada
vagina
D ) Luka perineum : bekas episiotomy Ekstermitas Adanya oedema pada ekstermitas atas atau
bawah dapat dicurigai adanya hipertensi hingga preeklamsi, diabetes mellitus, jantung, dan
kekurangan albumin
2) Palpasi .
Leher : Tidak ada bendungan atau pembesaran vena jugularis. Jika ada hal ini berpengaruh
saat persalinan terutama saat meneran.Hal ini dapat menambah tekanan pada jantung dan
menambah kerja jantung, potensial terjadi gagal jantung. Tidak terjadi pembesaran kelenjar

12
tyroid, jika ada potensial terjadi kelahiran prematur, lahir mati, lahir BBLR, kretinisme dan
keguguran. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe (pembesaran kelenjar limfe memungkinkan
terjadi infeksi oleh berbagai penyakit misalnya TBC, sifilis, radang akut, di kepala, faring dan
kulit.
Payudara : Teraba atau tidak benjolan abnormal, kolostrum keluar /belum (kolostrum mulai
diproduksi pada usia kehamilan 12 minggu tapi mulai keluar pada usia kehamilan 20 minggu).
Abdomen :
A ) Leopold I Normal tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan. Tujuannya adalah
untuk mengetahui tinggi fundus uteri dan bagian yang berada di fundus . Tinggi fundus yang
tidak konsisten dengan usia kehamilan dapat mengindikasikan Struktur anatomi yang tidak
reliable, seperti abdomen yang panjang, tanggal yang tidak akurat, Janin lebih kecil atau lebih
besar dari yang seharusnya, Jumlah cairan amnion lebih sedikit atau lebih banyak dari yang
seharusnya, kehamilan kembar, letak abnormal, ada massa di uterus seperti kista atau tumor,
Teknik yang salah, IUGR .

B ) Leopold II Normal teraba bagian panjang, keras seperti papan(punggung) pada satu sisi
uterus dan pada sissi lain teraba bagian kecil. Tujuan nya adalah untuk mengetahui batas kiri /
kanan pada uterus ibu, yaitu : punggung pada letak bujur atau kepala pada letak lintang.

C ) Leopold III Normal pada bagian bawah janin teraba bagian yang bulat, keras, melenting
(kepala janin) Tujuan : untuk mengetahui presentasi/bagian terbawah janin yang ada di
simfisis ibu. d)
Leopold IV Leopold IV tidak dilakukan jika kepala masih tinggi. Palpasi secara Leopold
lengkap ini baru dapat dilakukan jika janin sudah cukup besar kira-kira bulan 6 keatas.
Sebelum bulan ke-4 biasanya bagian-bagian janin belum jelas, jadi kepala belum dapat
ditentukan begitu pula punggung anak .

3) Auskultasi .
1) DJJ : +/-
2) Frekuensi normal : 120-160 x/menit .
3) Reguler / tidak : jika tidak, tidak terjadi gawat janin <120 x/menit = menjadi gawat janin
>160 x/ menit = menjadi gawat janin (Manuaba 2012).
4) Dada : tidak ada ronchi, tidak ada wheezing, menandakan pernah terganggu akibat
penyakit pernafasan.

4) Perkusi .
Tungkai : Reflek Patella (+) Reflek patella (-) menandakan ibu kurang vitamin B1 dan
mengalami intoksikasi MgSO

5) Pengukuran panggul luar .


Alat yang dipakai adalah jangka panggul dari martin. Caranya :
1)Distansia spinarum jarak antara spina illiaca anterior superior kanan dan kiri, normal 23-26
cm.
2)Distansia cristarum jarak terjauh antara crista iliaca kanan dan kiri yang letaknya kira-kira
5 cm di belakang spina iliaca anterior superior dengan ukuran 26-29 cm.

13
3)Conjugata eksterna jarak antara tepi atas simphisis dan prosesus spinasus lombal V dengan
ukuran 18 cm. 4)
Lingkar panggul yaitu dengan memakai pita diukur mulai tepi atas simphisis, dikelilingkan ke
belakang melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan trochanter mayor kanan,
ke ruas lumbal ke V (prosessus spinasus lumbal ke V) terus kembali sepihak, ukuran 80-90 cm.

Terapi : Terapi guna untuk memberikan perawatan kepada pasien agar bisa mendapatkan
penangan medis secara intensif.

i. Diagnosis Keperawatan
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dianalisa untuk menentukan diagnosa
keperawatan. Beberapa diagnosa keperawatan adalah:
1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang


berlebihan ( muntah dan diare berat )

3. Nyeri b.d infeksi

4. Kerusakan integritas kulit b.d diare berat

5. Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )

6. Resiko tinggi isolasi sosial b.d persepsi tentang tidak akan diterima
dalam masyarakat
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk
dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang telah teridentifikasi
perencanaan keperawatan disusun meliputi menetapkan tujuan dan kriteria evaluasi
1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat

Tujuan :

– Mempertahankan hidrasi

Intervensi Rasional

1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila 1. Indikator dari volume cairan
terpasang. Catat hipertensi, termasuk perubahan
postural.
2. Catat peningkatan suhu andurasi demam.
Berikan kompres hangat sesuai indikasi.

14
Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan
kenyamanan suhu lingkungan
1. Meningkatkan kebutuhan metabolism
dan diaphoresis yang berlebihan yang
dihubungkan dengan demam dalam
1. Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa meningkatkan kehilangan cairan
haus 2. Indikator tidak langsung dari status
2. Ukur haluan urine dan berat jenis urine. cairan
Ukur/kaji jumlah kehilangan diare. Catat 3. Peningkatan berat jenis urin/penurunan
kehilangan kasat mata haluaran urin menunjukkan perubahan
perfusi ginjal/volume sirkulasi. Catatan :
pemantauan keseimbangan sulit karena
kehilangan melalui gastrointestinal/tak
kasat mata
4. Meskipun kehilangan berat badan dapat
menunjukkanpenggunaan otot, fluktuasi
tibatiba menunjukkan status hidrasi.
Kehilangan cairan berkenaan dengan
diare dapat dengan cepat menyebabkan
1. Timbang berat badan sesuai indikasi krisis dan mengancam hidup.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan,
mengurangi rasa haus, dan
melembabkan membrane mukosa
6. Meningkatkan pemasukan. Cairan
tertentu mungkin ter rlalu
menimbulkan nyeri untuk dikonsumsi
(misal, jeruk asam) karena lesi pada
mulut.
7. Mungkin dapat mengurangi diare.

1. Pantau pemeriksaan oral dan memasukan cairan


sedikitnya 2500ml/hari

1. Buat cairan mudah diberikan pada pasien;


gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh
pasien dan yang mengandung elektrolit yang
dibutuhkan, mis., Gatorade, air daging
2. Hilangkan yang potensial menyebabkan diare,
yakni yang pedas/makanan berkadar lemak
tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur
kecepatan/konsentrasi yang diberikan perselang,
jika diperlukan.

15
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan (
muntah dan diare berat )

Tujuan:

– mempertahankan massa otot yang adekuat

– mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit

Intervensi Rasional

1. Tentukan berat badan umum sebelum 1. Penurunan berat badan dini bukan ketentuan
pasien didiagnosa HIV pasti grafik berat badan dan tinggi badan
normal. Karenanya penentuan berat badan
l terakhir dalam hubungannya berat badan dan
pra-diagnosa lebih bermanfaat.

2. Membantu memantau penurunan dan


menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan
perubahan penyakit.

3. Identifikasi dari faktor-faktor ini dapat


2. Buat ukuran antropometri terbaru. membantu merencanakan kebutuhan individu.
Pasien dengan infeksi HIV menunjukkan
deficit mineral renik zinc, magnesium,
selenium. Penyalahgunaan alcohol dan obat-
obatan dapat mengganggu asupan adekuat.
3. Diskusikan/catat efek-efek samping
obat-obatan terhadap nutrisi. 4. Umunya obat-obatan yang digunakan
menyebabkan anoreksia dan mual/muntah;
beberapa mempengaruhi produksi SDM
sumsum tulang.

5. Memiliki informasi ini dapat membantu


pasien memahami pentingnya diet seimbang.
Sebagaian pasien mungkin akan mencoba diet
makrobiotik maupun diet jenis lain.

4. Sediakan informasi ,mengenai nutrisi


dengan kandungan kalori, vitamin,
protein, dan mineral tinggi. Bantu pasien
merencanakan cara untuk
mempertahankan/menentukan masukan.

16
5. Tekankan pentingnya mempertahankan
keseimbangan/pemasukan nutrisi adekuat.

3. Nyeri b.d infeksi

Tujuan:

– Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit

Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, 1. Mengindikasikan kebutuhan untuk


intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan intervensi dan juga. Tanda-tanda
waktu. Menandai gejala nonverbal misal perkembangan/ resolusi komplikasi.
gelisah, takikardia, meringitas.
Catatan: sakit yang kronis tidak
menimbulkan perubahan autonomic.

2. Dorong pengungkapan perasaan. 2. Dapat mengurangi ansietas dan rasa


takut, sehingga mengurangi persepsi
akan intensitas rasasakit.

3. Memfokuskan kembali perhatian;


3. Berikan aktivitas hiburan, mis., mungkin dapat meningkatkan
membaca, berkunjung, dan menonton kemampuan untuk menanggulangi.
televisi.
4. Meningkatkan relaksasi/menurunkan
4. Lakukan tindakan paliatif, mis., tegangan otot.
pengubahan posisi, masase, rentang gerak
pada sendi yang sakit. 5. Injeksi ini diketahui sebagai penyebab
rasa sakit dan abses steril.
5. Berikan kompres hangat/lembab pada
sisi injeksi pentamidin/IV selama 20 6. Meningkatkan relaksasi dan perasaan
menit setelah pemberian. sehat. Dapat menurunkan kebutuhan
6. Instruksikan pasien/dorong untuk narkotik analgesik (depresan SSP)
menggunakan visualisasi/bimbingan dimana telah terjadi proses degenaratif
imajinasi, relaksasi progresif, teknik neuro/motor. Mungkin tidak berhasil jika
napas dalam. muncul demensia, meskipun minor.
7. Berikan perawatan oral. 7. Ulserasi/lesi oral mungkin
menyebabkan ketidak nyamanan yang
sangat.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare berat

17
Tujuan:

– Pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit

Intervensi Rasional

1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, 1. Menentukan garis dasar diamana
turgor, sirkulasi, dan sensasi. perubahan pada status dapat dibandingkan
lambarkan lesi dan amati perubahan. dan melakukan intervensi yang tepat.

2. Secara teratur ubah posisi, ganti 2. Mengurangi stress pada titik tekannan,
seprei sesuai kebutuhan. Dorongn meningkatkan aliran darah ke jaringan dan
pemindahan berat badan secara meningkatkan proses kesembuhan.
periodik. Lindungi penonjolan tulang
dengan bantal, bantalan tumit/siku,
kulit domba.

3. Pertahankan seprei bersih, kering, 3. Fiksasi kulit disebabkan oleh kain yang
dan tidak berkerut berkerut dan basah yang menyebabkan
iritasi dan potensial terhadap infeksi.

4. Gunting kuku secara teratur. 4. Kuku yang panjang/kasar meningkatkan


risiko kerusakan dermal.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan
ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang antipasi
berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan pewujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanan. Tindakan keperawatan pada kien dapat berupa
tindakan mandiri atau tindakan kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan langkah - langkah yang dilakukan adalah : mengkaji
kembali keadaan klien, validasi rencana kepcrawatan, menentukan kebutuhan dan

18
bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu
juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan
respon klien pada seliap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan
keperawatan dalam pendokumentasian adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan
respon klien, serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang
dilakukan. (Asmmadi, 2008: hal. 177).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawalan yang merupakan
proses yang dilakukan dalam menilai keberhasilan suatu tindakan keperawatan dan
menentukan seberapa jauh tujuan sudah dicapai. Evaluasi merupakan aspek penting
daam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi
keperawatan diakir dilanjutkan kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip
obyektifias, rehabilitas, dan validasi dapat dipertahankan agar kepustakan yang diambil
tepat. Evaluasi proses keperawatan ada 2 yaitu: evaluasi proses dan evaluasi hasil
(Asmadi, 2008: hal. 177).
a. Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan
dan di dokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan
b. Evaluasi akhir adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana
pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir asuhan. Adapun
evaluasi yang diharapkan dari diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien
dengan maternal pada kasus kegawatdaruratan hiv/aids adalah :
1) Pasien menunjukkan tingkah laku/teknik untuk mencegah
kerusakan kulit/meningkatkan kesembuhan.
2) Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.
3) Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit
4) Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
5) Dapat tidur/beristirahat adekuat
6) Membran mukosa pasien lembab, turgor kulit baik, tanda-
tanda vital stabil, haluaran urine adekuat
7) menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal
8) melaporkan perbaikan tingkat energi

19
3.2 Contoh Kasus maternal pada kasus kegawatdaruratan hiv/aids:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

DENGAN MATERNAL PADA KASUS KEGAWATDARURATAN HIV/AIDS

DI

Pengkajian

a. Identitas

Nama :

Tempat tanggal lahir :

Jenis kelamin :

Umur :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Golongan darah :

Alamat :

Tanggal MRS :

2. Identitas Penanggug jawab

Nama :

Umur :

Alamat :

Jenis kelamin :

Agama :

20
Suku bangsa :

Pekerjaan :

Hubungan dengan pasien :

b. Keluhan utama :

1. Keluhan Utama saat MRS

2. Keluhan utama saat pengkajian

Ds :.

Do :

TD :

c. Diagnosa Medis

d. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat penyakit sekarang

2. Riwayat penyakit dahulu

3. Riwayat penyakit keluarga

e. Riwayat Pola Fungsi Kesehatan klien


1. Pola persepsi-managemen kesehatan
Di rumah :
Di rumah sakit :
2. Pola penafasan

21
Di rumah :
Dirumah sakit :
3. Pola nutrisi
Di rumah :
Di rumah sakit :
4. Pola eliminasi
Di rumah :
Saat dikaji :
5. Pola istirahat tidur
Di rumah :
Saat dikaji :
6. Pola aman& nyaman.
Di rumah :
Saat dikaji :
7. Pola mempertahankan daya suhu tubuh
Sebelum sakit :
Saat dikaji :
8. Pola personal hygiene
Sebelum sakit :
Saat dikaji :
9. Pola spritual
Sebelum sakit :
Saat dikaji :
10. Pola berpakaian
Sebelum sakit :
Saat dikaji :
11. Pola aktivitas
Sebelum sakit :
Saat dikaji :

f. Pemeriksaan Fisik
i. Keadaan umum

ii. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

22
Suhu :
Nadi :
RR :
iii. Pemeriksaan Kulit/Integumen

23
ANALISA DATA

No Analisa Data Etiologi Masalah Diagnosa

Keperawatan Keperawatan

1 Ds :

Do :

2 Ds :

Do:

24
3.2.2 Diagnosis Keperawatan
1.
2.

3.2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional Ttd


. Keperawat
an

1 1. 1.

2 1. 1. 1.

1.2.4 Implementasi Keperawatan

No. Hari/tanggal/jam Diagnosis Tindakan Keperawatan Ttd


Keperawatan

1 1.

2 1.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan

NO HARI/TGL/JAM DIAGNOSIS CATATAN TANDA


KEPERAWATAN PERKEMBANGAN TANGAN
NOMOR (SOAP/SOAPIER) NAMA JELAS
1 1

2 2

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Kehamilan merupakan serangkaian proses yang diawali dari konsepsi atau pertemuan
antara ovum dan sperma sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi.
Lama kehamilan dibagi menjadi 3 trimester yaitu 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 10
hari) (Sulistyawati, 2012). AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat
imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria homoseksual atau
biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi
darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus tersebut.

4.2 SARAN
Agar klien selalu memiliki kesadaran untuk memeriksakan keadan kehamilanya secara
teratur sehingga akan merasa lebih yakin dan nyaman karena mendapat gambaran tentang
pentingnya pengawasan pada saat kehamilan

26
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2015. Pedoman, Pelaksanaan perencaan penularan HIV dan sivilis ibu dan anak
bagi tenaga kesehatan: Kementrian Kesehatan
Maharatu, S. (2013, January 15). Wordpress. Retrieved February 05, 2019, from
https://sandinarymaharatu.wordpress.com/2013/01/15/pengertian-hiv-aids/
MAULANA, I. (2018). LAPORAN PENDAHULUAN IBU HAMIL DENGAN HIV .
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
Suhendar, D., Mulyana, N., Suharti, A., Yopan, B., & Yustika, R. (2012). makalah asuhan
keperawatan pada ibu hamil dengan hiv /aids.

27
28

Вам также может понравиться