Вы находитесь на странице: 1из 8

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No.

2 /Desember 2017 (68-75)

PEMANFAATAN Skeletonema sp.


DALAM MEREDUKSI LIMBAH MINYAK SOLAR DI PERAIRAN

Muhamad Hariza Kurniawan, Sriati, M. Untung Kurnia Agung dan Yeni Mulyani
Universitas Padjadjaran

Abstrak
Kebutuhan bahan bakar minyak solar di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan
juga berbanding lurus dengan tumpahan minyak solar di perairan. Kandungan minyak solar dalam
perairan umumnya bersifat toksik terhadap organisme sehingga keberadaannya cukup berbahaya.
Skeletonema sp diduga berperan dalam mereduksi minyak solar di perairan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2016 di laboratorium sumber daya air. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Skeletonema sp dalam mereduksi limbah minyak
solar di perairan. Penelitian ini dilakukan dengan 1 kontrol, 3 perlakuan dan 2 ulangan. Hasil
penelitian adalah adanya peranan Skeletonema sp dalam mereduksi minyak solar di perairan dengan
rata rata penurunan solar setiap perlakuan secara berturut B (solar 500 µg/L) sebanyak 51 %, C (solar
1000 µg/L) sebanyak 68.5 %, dan D (solar 1500 µg/L) sebanyak 71 %.

Kata Kunci : Minyak solar, skeletonema sp,

Abstract
Diesel fuel oil needs in Indonesia. The increase in requirements is also directly proportional to
the diesel oil spill in waters. In generally Solar are toxic against the organism, so it were too
dangerous. Skeletonema sp allegedly instrumental in the reduction of diesel oil on the water. This
research was held in September and October 2016 in the laboratory of water resources. The purpose of
this research is to know the role of Skeletonema sp in the reduction of diesel oil in waste waters. This
research was conducted with 1 control, 3 treatment and 2 replicates. The result is there is role of
Skeletonema sp in the reduction of diesel oil in waters with an average decrease of solar per treatment
in successive B (solar 500 µ g/L) as much as 51%, C (solar 1000 µ g/L) as much as 68.5%, and D
(solar 1500 µ g/L) as much as 65,4%.

Keywords: Diesel oil, Skeletonema sp,

68
Muhamad Hariza Kurniawan : Pemanfaatan Skeletonema sp. dalam.......

PENDAHULUAN Dengan melihat indikasi diatas, adanya


hubungan antara limbah minyak solar dengan
Pencemaran lingkungan oleh senyawa
kelimpahan Skeletonema sp sehingga
hidrokarbon terus mengalami peningkatan dan
diperlukan penelitian mengenai peranan
berpengaruh pada ekosistem pesisir dan laut
Skeletonema sp dalam hubungannya perubahan
karena bersifat lethal (mematikan) maupun
konsentrasi limbah minyak solar diperairan.
sublethal (menghambat pertumbuhan,
reproduksi dan proses fisiologis lainnya)
METODE PENELITIAN
(Huang et al., 2011). Salah satu pencemar
tersebut adalah tumpahan minyak.Sumber Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
cemaran minyak solar di perairan pelabuhan September sampai Oktober 2016 di
berasal dari aktivitas kapal seperti pembersihan Laboratorium Manajemen Sumber Daya Air.
kapal dan kegiatan lainnya akan membuat Kultur murni Skeletonema sp. didapatkan dari
pelabuhan terkena pencemaran minyak, Balai Besar Udang Galah, Pangandaran, Jawa
mengingat bahan bakar yang digunakan untuk Barat. Metode yang digunakan dalam
mesin kapal adalah solar. Solar yang tumpah penelitian ini adalah metode eksperimental
ke perairan akan menimbulkan pencemaran. dengan skala laoratorium. Adapun yang
Timbulnya pencemaran di pesisir dan dilakukan adalah mengkultur Skeletonema sp
laut umumnya disebabkan karena beban di perairan tercemar minyak solar untuk
limbah yang diterima tidak dapat dipulihkan mengetahui pengaruhnya pada
secara alami oleh lingkungan (self purification) pertumbuhannya, dengan 1 kontrol, 3
yang berakibat menurunnya kualitas perairan. perlakuan dan 2 pengulangan. Adapun
Dengan kegagalan self purification, akan parameter yang diamati sebagai data
membuat kualitas perairan menurun yang penunjangnya adalah kadar oksigen terlarut
selanjutnya membuat penurunan ekosistem. (DO), suhu, salinitas, kadar keasaman (pH),
Menurunnya kualitas ekosistem perairan akan keadaan Skeletonema sp dan Total Petroleum
membuat produktifitas sumberdaya hayati di Hydrocarbon (TPH).
perairan akan menurun.
Ada fenomena menarik yang terjadi HASIL DAN PEMBAHASAN
pada kasus tumpahan minyak yakni Pertumbuhan Skeletonema sp sebelum
bloomingnya beberapa alga laut seperti di diberi perlakuan Secara umum, kurva
Balongan, Indramayu terjadi dominansi pertumbuhan skeletonema pada penelitian ini
fitoplankton dari kelas Bacillariphyceae memiliki fase hidup yang lengkap karena
(Zulfiady, 2013), di Pelabuhan Mumbai, India memiliki kurva pertumbuhan memiliki fase
juga mengalami tumpahan minyak solar akibat lag, fase log, fase penurunan populasi,
tabrakan 2 kapal tanker MSC-Chitra dengan stasioner, dan kematian (Gambar 1).
MV-Khalijia pada 2010 dan menyebabkan
dominansi fitoplankton dari kelas
Bacillariphyceae jenis Skeletonema sp di
perairan tersebut (Jaiswar et al., 2013). Upaya
untuk memulihkan kembali kondisi lingkungan
yang sudah tercemar dapat dilakukan dengan
cara bioremediasi menggunakan agen
bioremediasi, salah satunya menggunakan
Skeletonema sp.
Skeletonema sp. merupakan mikroalga Gambar 1 . kurva Pertumbuhan Memiliki
yang biasa ditemukan di wilayah pesisir pantai
Fase Lag, Fase Log, Fase
dan muara. Mikroalga ini merupakan makanan
Penurunan Populasi, Stasioner,
dari biota laut seperti jenis udang udangan, dan Kematian
juvenile ikan, dan lainnya ketika dalam fase
larva. Skeletonema sp. juga dapat Menurut Fog dan Thake (1987) dalam
memanfaatkan kadar zat hara dilingkungan Utami dkk. (2012), fase pertumbuhan
lebih cepat dibandingkan dengan diatom mikroalga ada 5 fase, yaitu fase lag (adaptasi),
lainnya (Jaiswar et al, 2013). fase log (eksponensial), fase penurunan
populasi, fase stasioner dan fase kematian.

69
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (68-75)

Pada setiap fase kehidupannya, Skeletonema sp habis sehingga sudah tidak dapat lagi
memiliki aktifitas yang berbeda beda. beregenerasi. Dari grafik pertumbuhan ini
Fase adaptasi (lag) terlihat pada jam ke didapat beberapa simpulan yakni, daur hidup
0 hingga jam ke 18. Pada fase ini, Skeletonema Skeletonema sp dalam penelitian ini adalah 8
sp menyesuaikan diri terhadap kondisi media hari, waktu adaptasi (lag) Skeletonema ini
tumbuhnya. Fase adaptasi pada Skeletonema sp adalah 18 jam, dan puncak populasi terjadi
dalam penelitian ini termasuk lama karena ada pada hari ke-4.
jenis Skeletonema sp yang mampu melakukan
fase lag dalam waktu 3 jam. Lama waktu Kepadatan Sel Skeletonema sp setelah diberi
adaptasi ini tergantung pada kemampuan perlakuan
individu sel nya (Rudiyanti, 2011). Pada fase Bibit Skeletonema sp yang digunakan
adaptasi pertumbuhan sel akan melambat dalam penelitian ini berasal dari kultur yang
dikarenakan alokasi energi dipusatkan untuk diambil pada hari keempat, dimana pada kurva
penyesuaian terhadap media kultur dan untuk pertumbuhan normal Skeletonema sp sedang
pemeliharaan sehingga hanya sebagian kecil mengalami puncak populasi. Hasil pengamatan
bahkan tidak ada energi yang digunakan untuk populasi Skeletonema sp pada perlakuan A, B,
pertumbuhan (Utomo dkk. 2005). C, dan D menunjukan pola yang hampir sama
Fase eksponensial terjadi pada jam ke 18 (Gambar 2).
hingga jam ke 54. Pada fase ini Skeletonema sp
telah beradaptasi dengan media tumbuhnya
dan mulai memanfaatkan nutrien yang berada
pada media untuk memperbanyak jumlah sel.
Pada fase ini, jumlah sel meningkat 9 kali lipat
yakni dari 200 x 103 sampai 1.800 x 103
individu ml/l. Hal ini dikarenakan nutrien yang
ada pada media tumbuh masih sangat
melimpah dan sudah mulai dapat dimanfaatkan
oleh Skeletonema sp (Rudiyanti, 2011).
Fase stasioner terjadi pada jam ke 72
hingga jam ke 96. Pada fase ini pertumbuhan
sel Skeletonema sp mulai melambat Gambar 2. Pada Kurva Pertumbuhan
dibandingkan dengan fase eksponensial. Hal Skeletonema
ini dikarenakan jumlah nutrien sudah mulai Pada kurva pertumbuhan Skeletonema
berkurang akibat proses yang terjadi pada fase sp setelah perlakuan, terjadi pergeseran puncak
eksponensial. Nutrien yang digunakan pada populasi hingga 100% yakni dari hari ke 4
fase ini hanya untuk mempertahankan menjadi hari ke 8. Hal ini terjadi karena
keberadaan Skeletonema sp, sehingga Skeletonema sp mengalami fase adaptasi
pertumbuhann yang ada mulai berkurang. Pada terhadap bahan minyak solar yang ada
fase ini puncak populasi Skeletonema sp dilingkungannya. Menurut Jaiswar et al.
berada yakni pada 2.350 x 103 ind ml/l. (2013), ketika perairan terkena tumpahan
Fase penurunan populasi terjadi pada minyak, berbagai jenis plankton akan
jam ke 96 hingga jam ke 126. Pada fase ini sel mengalami mengalami fase adaptasi dan
Skeletonema sp sudah mulai berkurang. Hal ini penurunan jumlah populasi hingga kadar
dikarenakan jumlah nutrien sudah sangat minyak turun sampai pada batas yang mampu
sedikit sehingga terjadi persaingan dalam ditolerir, setelah itu terjadi ledakan populasi.
memperebutkan nutrien yang ada. Hal ini Proses penurunan kadar minyak ini dibantu
sesuai dengan pernyataan Fogg (1965) dalam oleh bakteri dari laut dengan cara memotong
Rudiyanti (2011) sel Skeletonema sp yang rantai karbon agar menjadi lebih kecil
tidak mendapatkan nutrien lama kelamaan kemudian memanfatkan zat karbon yang ada
akan mati dan sel yang mendapatkan nutrien untuk dapat hidup (Nayar, 2005 dalam Jaiswar
akan tetap hidup. et al. 2013).
Fase kematian terjadi pada jam ke 126 Berdasarkan grafik populasi
hingga jam ke 168. Pada fase ini pertumbuhan pertumbuhan Skeletonema sp setelah
sel sudah tidak ada lagi. Hal ini dikarenakan perlakuan, terlihat adanya pergeseran puncak
nutrien yang berada pada media tumbuh telah populasi yakni dari hari ke empat menjadi hari

70
Muhamad Hariza Kurniawan : Pemanfaatan Skeletonema sp. dalam.......

ke delapan. Pada perlakuan A yang tidak diberi berlangsung lebih lama dikarenakan pada fase
minyak solar, terlihat mengalami puncak ini Skeletonema sp beregenerasi lebih lambat
populasi pada hari ke 4. Hal ini sama dengan dibandingkan perlakuan lain. Hal ini terjadi
grafik yang terjadi pada grafik karena penambahan solar yang mempengaruhi
pertumbuhannya sebelum dilakukan perlakuan. pertumbuhan karena solar memiliki sifat
Pada perlakuan B, puncak yang terjadi ada toksik. Sifat toksik ini dapat mengganggu
pada hari ke 8. Puncak populasi Skeletonema kinerja sel sehingga penyerapan nutrisi
sp pada perlakuan B, C dan D hampir sama, menjadi kurang. Menurut Jaiswar et al. (2013),
hanya saja pada perlakuan B melakukan fase kerusakan sel oleh molekul hidrokarbon dapat
adaptasi lebih cepat dibandingkan pada membatasi pertumbuhan fitoplankton pada
perlakuan C dan D, sehingga pada hari ke-4 daerah yang terkena tumpahan minyak. Hal ini
perlakuan B sedang mengalami fase juga diperkuat oleh pernyataan Utomo dkk.
eksponensial. (2005), jika nutrien yang dapat diserap sel
Setiap perlakuan membentuk kurva yang berkurang akan menyebabkan ketidaknormalan
terdiri dari fase adaptasi, fase eksponensial, reproduksi.
fase pernurunan pertumbuhan dan fase Pada perlakuan C, fase eksponensial
kematian. Pada perlakuan A dan B, fase dimulai pada hari ke 5 hingga ke 8 dengan
adaptasi berlangsung pada hari pertama dan puncak populasi berada pada titik 2350 x 10 3
kedua. Hal ini terjadi karena nutrien yang sel/ml. Pada perlakuan C, fase ekponensial ini
diberikan tidak dapat langsung diserap oleh berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan
Skeletonema sp. Sel pada Skeletonema sp perlakuan D yang diberi perlakuan minyak
melakukan penyesuaian terhadap nutrien dan solar dengan kadar yang lebih besar. Hal ini
dan media kultur, sehingga tidak terjadi dikarenakan perbedaan kemampuan individu
peningkatan jumlah sel yang pesat. Pada sel dalam mentolerir bahan toksik. Hal ini
perlakuan C dan D, fase adaptasinya sesuai dengan pernyataan Hong et al. (2008),
berlangsung lebih lama dibandingkan dengan tingkat dan besarnya bahan toksik yang dapat
perlakuan A dan B, yakni pada hari pertama ditolerir dalam mikroalga ini berbeda beda
hingga hari keempat. Hal ini dikarenakan tergantung pada jenis individu itu sendiri. Pada
beban zat pencemar yang diberikan (Solar) perlakuan D (solar 1500 µg/L), fase
lebih besar dibandingkan pada perlakuan A eksponensial dimulai pada hari ke tiga hingga
dan B, sehingga Skeletonema sp harus hari ke delapan dengan puncak populasi berada
beradaptasi pada media tumbuh dan pada pada titik 2516,67 x 103 sel/ml. Menurut
bahan pencemar. Pada fase adaptasi terjadi Suantika (2009), fase eksponensial akan
pertumbuhan sel akan melambat dikarenakan berlangsung dengan cepat selama nutrisi, pH
alokasi energi dipusatkan untuk penyesuaian dan intensitas cahaya masih cukup memenuhi
terhadap media kultur dan untuk pemeliharaan kebutuhan fitoplankton.
sehingga hanya sebagian kecil bahkan tidak Fase stasioner tidak terjadi pada semua
ada energi yang digunakan untuk pertumbuhan perlakuan, fase yang terjadi setelah fase
(Utomo dkk. 2005). eksponensial ini adalah fase penurunan
Fase Eksponensial merupakan fase populasi. Pada perlakuan A terjadi pada hari ke
dimana penambahan jumlah sel meningkat empat hingga hari ke delapan, sedangkan pada
menjadi beberapa kali lipat dalam jangka perlakuan B, C, dan D fase penurunan populasi
waktu tertentu karena adanya siklus reproduksi terjadi dari hari ke delapan hingga hari ke
sel. Pada perlakuan A, fase eksponensial sebelas. Hal ini terjadi karena mulai
dimulai pada hari ke 2 hingga hari ke 4. Pada berkurangnya nutrien yang tersedia dalam
fase ini Skeletonema sp jumlahnya meningkat media kultur yang menyebabkan tidak
2 hingga 3 kali lipat dari fase adaptasi. Hal ini seimbangnya jumlah antara nutrien dengan
dikarenakan pada fase ini sel Skeletonema populasi Skeletonema dan menyebabkan
telah beradaptasi dan telah mampu terjadinya penurunan populasi.
memanfaatkan nutrien yang ada di media Fase kematian terjadi lebih cepat pada
dibandingkan pada fase adaptasi. Pada perlakuan A, hal ini dikarenakan nutrien yang
perlakuan B, fase eksponensial dimulai pada berada pada media tumbuh telah habis. Namun
hari kedua hingga hari ke delapan. pada ada hal yang cukup menarik yang terjadi pada
perlakuan B dengan puncak populasi berada perlakuan B, C dan D, dimana pada kondisi
pada titik 2500 x 103 sel/ml. Fase ini yang sama, perlakuan B, C, dan D mampu

71
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (68-75)

hidup lebih lama. Hal ini diduga karena adanya itu sendiri (Hong et al. 2008). Didalam sel,
efek dari penambahan minyak solar, minyak solar akan di akumulasikan di
Skeletonema mampu memanfaatkan hasil membran sel. Pada membran sel ini,
perubahan zat pencemar ini menjadi nutrien fitoplankton akan mengalami perubahan fungsi
untuk dirinya, sehingga sel dapat bertahan dan struktur selnya, perubahan daya lentur
hidup lebih lama. Hal ini sesuai dengan (permeabelitas) sel, hingga ke perubahan yang
pernyataan Ohzan et al. (2014) bahwa tidak dapat dipulihkan kembali atau kerusakan
penambahan hidrokarbon dapat memicu permanen (Hook dan Osborn, 2012). Pada
pertumbuhan mikroalga menjadi lebih banyak kerusakan yang sangat parah, sel akan mati
karena mikroalga mampu memanfaatkannya. karena sudah tidak mampu beregenerasi lagi.
Namun jika dapat bertahan, sel akan mampu
Penurunan Konsentrasi Solar memanfaatkan zat pencemar untuk
Analisa penurunan konsentrasi solar kelangsungan hidupnya dengan menjadikannya
dilakukan pada pengamatan hari pertama, sebagai bahan nutrisi.
keempat, ke delapan dan hari terakhir dengan Penurunan solar ini dipengaruhi pula
menggunakan pengukuran Gravimetri. oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
Pengukuran dilakukan pada semua perlakuan. suhu dan nutrisi yang terkandung dalam
Adapun hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3. perairan. Suhu memiliki peranan yang cukup
Dari grafik terlihat penurunan pada setiap besar pada penurunan kadar solar ini, karena
perlakuan, baik pada perlakuan B, C, dan D. suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme
Penurunan ini terjadi karena kadar solar pada makhluk hidup. Semakin tinggi suhu
dimanfaatkan oleh Skeletonema sp untuk lingkungan, maka kecepatan metabolime pun
pertumbuhannya. Pada perlakuan B, C, dan D akan ikut meningkat. Begitu juga sebaliknya,
terjadi penurunan. Penurunan ini turun secara semakin rendah suhu lingkungan maka
berangsur angsur dan penurunan tertinggi kecepatan metabolisme semakin rendah.
berada antara hari ke 4 dan hari ke 8 dimana Kecepatan metabolisme yang cepat akan
saat terjadinya fase ekponensial. Hal ini terjadi membuat semakin cepat pula kemampuan
karena semakin banyaknya Skeletonema sp mereduksi Skeletonema sp. Hal ini sesuai
maka penurunan solar semakin cepat. dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa suhu
memegang peranan dalam kecepatan
metabolisme makhluk hidup.
Faktor yang mempengaruhi dan
dibutuhkan Skeletonema adalah nutrisi. Nutrisi
sangat dibutuhkan oleh Skeletonema, jika
nutrisi kurang maka Skeletonema tidak dapat
bertahan dengan suasana yang ekstrim
(penambahan solar), terutama zat fosfor
(Kardis 1981 dalam Ohzan 2014). Nutrisi akan
berpengaruh dalam proses regenerasi sel.
Ketika sel dalam tubuh rusak, maka akan
mempengaruhi kemampuan Skeletonema
Gambar 3. Penurunan Konsentrasi Solar
dalam mereduksi racun yang berada di
lingkungan hidupnya. Kerusakan sel ini dapat
Mekanisme penurunan solar oleh
menyebabkan kematian sel jika tidak segera
Skeletonema mirip dengan penurunan logam
diperbaiki (Jaiswar et al. 2013).
berat dan bahan organik lainnya pada
mikroalga. Solar mengandung phenantrene
Kondisi Kualitas Lingkungan
dan fluoranthene (Tam et al. 2002 dalam
Kondisi lingkungan sangat
Ohzan, 2014). Penurunan terjadi dengan cara
mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema sp.
diserap lambat fisikokimianya, kemudian
Hal ini dikarenakan lingkungan akan
diikuti oleh penyerapan aktif, kemudian
memberikan karakteristik unik terhadap biota
diakumulasi dan didegradasikan (Hong et al.
yang hidup didalamnya. Pada penelitian ini
2008). Tingkat dan besarnya bahan toksik yang
telah dilakukan pengukuran parameter fisika
dapat diakumulasi dalam tubuh mikroalga ini
kimia, diantaranya adalah suhu, salinitas, pH
bervariasi tergantung pada jenis individunya
dam DO perairan. Pengukuran parameter ini

72
Muhamad Hariza Kurniawan : Pemanfaatan Skeletonema sp. dalam.......

dilakukan setiap hari dari awal penelitian Salinitas merupakan salah satu faktor
hingga akhir penelitian. yang mempengaruhi tekanan osmotic pada
Suhu protoplasma sel dengan lingkungannya. Kadar
Suhu merupakan salah satu parameter salinitas yang berubah ubah dapat
yang sangat penting bagi keberlangsungan menimbulkan hambatan pada aktifitas sel
hidup biota laut. Pertumbuhan dan Skeletonema. Perbedaan salinitas dapat
perkembangan suatu organisme dipengaruhi mempengaruhi kecepatan sel menuju puncak
oleh suhu. Suhu dapat mempengaruhi secara populasi (Rudiyanti, 2011). Kisaran salinitas
langsung pada efisiensi proses fotosintesis. yang terukur dalam penelitian ini masih sesuai
Suhu menjadi faktor pembatas bagi biota-biota untuk pertumbuhan Skeletonema sp (Gambar
perairan karena dapat mempengaruhi proses 5).
metabolisme makhluk hidup dan respirasinya
(Rudiyanti, 2011).
Peningkatan suhu sebesar 10oC dapat
mengakibatkan kenaikan konsumsi oksigen
oleh organisme air sebesar 2 – 3 kali lipat.
Perubahan suhu juga dapat mempengaruhi
kecepatan dekomposisi bahan organik.
Semakin tinggi suhu maka semakin cepat
dekomposisi bahan organik, sebaliknya
semakin rendah suhu maka semakin lambat
dekomposisi bahan organiknya. Hal ini sesuai
Gambar 5. Kisaran Salinitas yang Terukur
dengan Effendi (2003) bahwa dekomposisi
bahan organik dipengaruhi oleh suhu.
Kisaran salinitas yang terukur berkisar
antara 27.9 – 28.1 ‰. Pada kisaran salinitas
ini, Skeletonema sp dapat tumbuh secara
optimal. Kisaran salinitas pada penelitian ini
diangggap layak untuk pertumbuhan
Skeletonema sp. Hal ini berdasarkan pada pada
penelitian Djarijah (1995) yang menyatakan
kisaran salinitas antara 25 – 29 ‰ masih cukup
efektif untuk pertumbuhan Skeletonema sp.
Berikut Tabel rata rata salinitas yang terukur
dalam setiap perlakuan.

Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) berpengaruh
Gambar 4. Kisaran Suhu yang Diperoleh pada pertumbuhan Skeletonema sp. Hal ini
Selama Pengamatan dikarenakan enzim dalam sel sangat peka
terhadap perubahan pH sehingga jika terjadi
Kisaran suhu yang diperoleh selama perubahan pH pada lingkungan, maka akan
pengamatan berkisar antara 25-27o C (Gambar sangat berpengaruh pada aktivitas sel. Kisaran
4). Pada kisaran suhu tersebut, Skeletonema sp pH optimal untuk pertumbuhan Skeletonema
dapat tumbuh secara optimal (Amalia, 2016). adalah 8 - 8.5 (Hoek 1995). Kisaran pH yang
Pertumbuhan yang optimal dari Skeletonema terukur pada penelitan ini berkisar antara 7.9 –
sp membuat Skeletonema sp dapat tumbuh 8 (Gambar 6).
lebih cepat sehingga dapat mendegradasikan Hal ini karena penambahan solar,
minyak solar dengan lebih cepat. Hal ini sesuai sehingga menurunkan nilai ph sedikit turun.
dengan pernyataan Amalia 2016 bahwa pada Menurut Kesuma (2016), hidrokarbon
suhu yang optimal maka pertumbuhan memiliki sifat konduktor yang buruk terhadap
Skeletonema sp akan lebih cepat karena elektritas sehingga dapat mempengaruhi alat
metabolisme akan berjalan dengan cepat pula. pengukur pH tersebut namun karena jumlah
Salinitas solar yang diberikan hanya sedikit sehingga
tidak berbeda jauh.

73
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (68-75)

tinggi kadar oksigennya. Namun ada beberapa


kasus dimana semakin banyak suatu
fitoplankton, akan menyebabkan menurunnya
kadar oksigen terlarut di habitatnya seperti
kasus blooming mikroalga di India pada tahun
2013.

Gambar 6. Kisaran pH yang Terukur pada


Penelitan

Perubahan nilai pH dapat mempengaruhi


kemampuan Skeletonema sp dalam mereduksi
minyak solar. Hal ini dikarenakan degradasi Gambar 7. DO yang Terukur Selama
hidrokarbon lebih cepat bila dilakukan pada Penelitian
kondisi pH di atas 7 dibandingkan dengan pH
di bawah 5 (Kesuma, 2016). Perubahan pH SIMPULAN
juga dapat mempengaruhi kehidupan bakteri Berdasarkan hasil penelitian yang telah
yang hidup disana, namun dikarenakan tidak dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa
dilakukannya pengecekan bakteri, sehingga Skeletonema sp berperan dalam mereduksi
tidak dapat dipastikan keberadaannya. Menurut minyak solar di perairan. Skeletonema sp juga
Nayar dalam Ohzan (2014) bahwa dalam dapat menurunkan konsentrasi minyak solar
tumpahan minyak akan tumbuh bakteri yang 500 µg/L, 1000 µg/L dan 1500 µg/L secara
akan mendegradasikan tumpahan minyak berturut turut sebanyak 51%, 68.5%, dan
tersebut baik sendiri ataupun bersimbiosis. 65,4% dalam sebelas hari.

Dissolve Oxigen (DO) DAFTAR PUSTAKA


DO yang terukur selama penelitian di Amalia, R. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk
setiap perlakuan relative berubah. Hal ini Organik Cair Hasil Fermentasi Terhadap
dikarenakan pada setiap perlakuan terjadi Kepadatan Populasi Skeletonema. Jurnal
perubahan jumlah populasi. Nilai DO yang
Perikanan dan kelautan.
terukur berkisar antara 5 – 5,8 , dimana nilai Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi
DO ini cukup baik sebagai media tumbuh pengelolaan sumberdaya lingkungan
Skeletonema sp. Hal ini sesuai dengan perairan. Kanisius, Yogyakarta. 258 hal.
parameter kualitas perairan yang tertuang
Efrizal.T. 2006. Hubungan Beberapa
dalam keputusan menteri lingkungan hidup Parameter Kualitas Air dengan
nomor 51 tahun 2004 yang menyatakan bahwa Kelimpahan Fitoplankton di Perairan
DO yang baik itu untuk biota laut adalah lebih Pulau Penyengat Kota Tanjunh Pinang
dari 5.
Provinsi Kepulauan Riau. Fakultas Ilmu
Dari Gambar 7 terlihat perubahan DO Kelautan dan Perikanan Maritim.
mengikuti kurva pertumbuhan dari Universitas Raja Ali Haji. Tanjung
Skeletenema sp ini. Hal ini dikarenakan pinang.
adanya hubungan antara populasi Skeletonema
Hook SE, Osborn HL. 2012. Comparison of
sp dengan kadar oksigen terlarut di media toxicity and transcriptomic profiles in a
pertumbuhannya. Menurut Efrizal (2006) diatom exposed to oil, dispersants,
kadar oksigen dipengaruhi oleh proses dispersed oil. Aquatic Toxicology 124–
fotosintesis dan proses fotosintesis dipengaruhi
125: 139–151.
pula oleh kelimpahan fitoplankton sehingga
semakin banyak fitoplankton maka semakin

74
Muhamad Hariza Kurniawan : Pemanfaatan Skeletonema sp. dalam.......

Huang Y-J, Jiang Z-B, Zeng J-N, Chen Q-Z, Solar dan Bensin dari Perairan
Zhao Y-Q, Liao Y-B, Shou L, Xu X-Q. Pelabuhan Gresik. Jurnal Sains dan Seni
2011. The chronic effects of oil pollution Pomits 2 (2) : .
on marine phytoplankton in a Ohzan, k., Parsons, M. L., dan Bargu, S. 2014.
subtropical bay, China. Jurnal Environ How were phytoplankton affected by
Monit Assess 176 : 517–530. the deepwater horizon oil spill?. Jurnal
Jaiswar, J. R. M., Ram, A., Rokade, Bioscience 64 (9) : 829 - 836.
Karangutkar, S., Yengal, B., Dalvi, S., Rudiyanti, S. 2011. Pertumbuhan Skeletonema
Acharya, D., Sharma, S., dan Gajbhiye, costatum pada berbagai tingkat Salinitas
S. N. 2013. Phytoplankton Dynamic media. Jurnal saintek perikanan 6 (2) :
Responses to oil ill in Mumbai Harbour. 69 - 76.
International Journal Of Innovative Tam, N.F.Y., Chong, A.M.Y., Wong, Y.S.,
Biological Research Vol 2, issue 1 (hal 2002. Removal of tributyltin (TBT) by
30 – 50), CSIR-National Institute of live anddead microalgal cells. Marine
Oceanography, India. and Pollution Bulletin 45 : 362–371.
Kesuma, B. 2016. Remediasi limbah lumpur Utami, N. P., Yuniarti M.S., dan Haetami, K.
minyak (oil sludge) Menggunakan Pertumbuhan Chlorella sp yang dikultur
tanaman mangrove (avicennia marina, pada pada perioditas cahaya yang
xylocarpus granatum, Dan rhizopora berbeda. Jurnal Perikanan dan Kelautan
mucronata). Jurnal Perikanan dan 3 (3) : 237 – 244.
Kelautan 6 (4) : 139-145. Utomo, Winarti, dan Erlina. 2005.
Lim SL, Chu WL, Phang SM (2010). Use of Pertumbuhan Spirulina plantesis yang
Chlorella vulgaris for bioremediation of dikultur dengan pupuk inorganik (Urea,
textile wastewater. Jurnal Bioresource Tsp dan ZA) dan kotoran ayam. Jurnal
and Technology. 101 : 7314-7322. akuakultur Indonesia 4 (1)
Nasikhin. R, dan Shovitri, M. 2013. Isolasi dan
Karakterisasi Bakteri Pendegradasi
Gadjah Mada. Yogyakarta. Sudirman. 2013. Mengenal Alat Dan Metode
Profil Daerah Jawa Barat. 2010. Profil Penangkapan Ikan. PT. Rineka Cipta,
Komoditi Unggulan di Daerah. Jakarta.
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/n Susanto, A. dan Hermawan, D. 2013. Tingkah
ewsipid/komoditiprofilkomoditi.php?ia Laku Ikan Nila Terhadap Warna
=32&is=135 (Diakses pada 7 april 2016). Cahaya Lampu Yang Berbeda. Jurnal
Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Ilmu Pertanian dan Perikanan Vol. 2
Jenderal Kementerian Kelautan dan No.1 Hal : 47-53. Jurusan Perikanan
Perikanan. 2013. Profil Kelautan dan Fakultas Pertanian, Universitas Sultan
Perikanan Provinsi Jawa Barat Untuk Ageng Tirtayasa.
Mendukung Industrialisasi KP. Jakarta. Utami, H. P. 2007. Mengenal Cahaya dan
Riani, E dan Danas, D. 2003. Pengaruh Optik. Ganeca. Jakarta.
Intensitas Cahaya Terhadap Laju Utami, N. P. 2012. Pertumbuhan Chlorella sp.
Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Yang Dikultur Pada Perioditas Cahaya
Kualitas Larva Udang Windu (Penaeus Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas
monodon Fab). JURNAL ILMU-ILMU Perikanan dan Ilmu Kelautan,
PERAIRAN DAN PERIKANAN Universitas Padjadjaran. Bandung.
INDONESIA. Juni 2003, Jilid 10, Yami, B. 1987. Fishing With Light. Publish by
Nomor 1. Departemen Manajemen Arrangement With The Food and
Sumberdaya Perairan, Fakultas Agriculture Organization of The United
Perikanan dan IImu Kelautan, Institut Nation by Fishing News Books.
Pertanian Bogor. Farnham. 118 hlm.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Young, H.D. and Freedman. R.A. 2004. Fisika
Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Bandung. Universitas. Jilid II. Edisi ke-10.
245 hlm. Jakarta: Penerbit Erlangga. 708 hlm.
Subagya, H. dan A. Taranggono. 2007. Sains
Fisika 1. Bumi Aksara, Jakarta.

75

Вам также может понравиться

  • Laporan II Bio Bab 4-Selesai
    Laporan II Bio Bab 4-Selesai
    Документ9 страниц
    Laporan II Bio Bab 4-Selesai
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Etnobotani PPT Jamur
    Etnobotani PPT Jamur
    Документ7 страниц
    Etnobotani PPT Jamur
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Trematoda Darah Paru2
    Trematoda Darah Paru2
    Документ12 страниц
    Trematoda Darah Paru2
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Makalah Tanaman Serat
    Makalah Tanaman Serat
    Документ39 страниц
    Makalah Tanaman Serat
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Kecepatan Reaksi
    Kecepatan Reaksi
    Документ13 страниц
    Kecepatan Reaksi
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Soba Fagopyrum Esculentum
    Soba Fagopyrum Esculentum
    Документ5 страниц
    Soba Fagopyrum Esculentum
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Kritik Yang Membangun Untuk Laboratorium
    Kritik Yang Membangun Untuk Laboratorium
    Документ2 страницы
    Kritik Yang Membangun Untuk Laboratorium
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Laporan Praktikum Kimia Islah
    Laporan Praktikum Kimia Islah
    Документ13 страниц
    Laporan Praktikum Kimia Islah
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • GNATHOSTOMATA
    GNATHOSTOMATA
    Документ23 страницы
    GNATHOSTOMATA
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Trematoda
    Trematoda
    Документ12 страниц
    Trematoda
    Fauzi Tsanifiandi
    Оценок пока нет
  • Stimulasi Dan Inhibis
    Stimulasi Dan Inhibis
    Документ5 страниц
    Stimulasi Dan Inhibis
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Isolasi Amilosa Dan Amilopektin Dari Pati Kentang
    Isolasi Amilosa Dan Amilopektin Dari Pati Kentang
    Документ0 страниц
    Isolasi Amilosa Dan Amilopektin Dari Pati Kentang
    Dinda Bunga Safitri
    Оценок пока нет
  • Jurnal Laju Reaksi PDF
    Jurnal Laju Reaksi PDF
    Документ8 страниц
    Jurnal Laju Reaksi PDF
    Murni
    Оценок пока нет
  • Kritik Yang Membangun Untuk Laboratorium
    Kritik Yang Membangun Untuk Laboratorium
    Документ2 страницы
    Kritik Yang Membangun Untuk Laboratorium
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • SAMPUL
    SAMPUL
    Документ1 страница
    SAMPUL
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • 2, Contoh Penyusunan Bahan Ajar Biomedik3 C
    2, Contoh Penyusunan Bahan Ajar Biomedik3 C
    Документ26 страниц
    2, Contoh Penyusunan Bahan Ajar Biomedik3 C
    anchiz
    Оценок пока нет
  • CANNACEAE
    CANNACEAE
    Документ3 страницы
    CANNACEAE
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • PPDGJ
    PPDGJ
    Документ65 страниц
    PPDGJ
    Ade Sintia Devi
    Оценок пока нет
  • LAMPIRAN Kewirus
    LAMPIRAN Kewirus
    Документ5 страниц
    LAMPIRAN Kewirus
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • 655 1063 1 SM
    655 1063 1 SM
    Документ13 страниц
    655 1063 1 SM
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Lampiran Bagan
    Lampiran Bagan
    Документ2 страницы
    Lampiran Bagan
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • SAMPUL
    SAMPUL
    Документ1 страница
    SAMPUL
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ3 страницы
    Bab Iii
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Laporan Praktikum Taksonomi Vertebrata R PDF
    Laporan Praktikum Taksonomi Vertebrata R PDF
    Документ21 страница
    Laporan Praktikum Taksonomi Vertebrata R PDF
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Tugas Individu Wawasan Ipteks
    Tugas Individu Wawasan Ipteks
    Документ1 страница
    Tugas Individu Wawasan Ipteks
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Sumber Daya Laut Indonesia
    Sumber Daya Laut Indonesia
    Документ1 страница
    Sumber Daya Laut Indonesia
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Viskositas
    Viskositas
    Документ9 страниц
    Viskositas
    Syarifah Humaira Al'mudhir
    Оценок пока нет
  • Oseanologi Pendahuluan New Tanpa Kata-Kata
    Oseanologi Pendahuluan New Tanpa Kata-Kata
    Документ8 страниц
    Oseanologi Pendahuluan New Tanpa Kata-Kata
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Sitti Nuraini Rahmah
    Оценок пока нет