Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DESY SYAEPUTRI
SI KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR
Syukur saya panjatkan kehadiratan Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah gawat darurat
dengan judul “Asuhan Keperawatan ACS Sindrom Koroner Akut”
Selama penyusunan tugas makalah ACS Sindrom Koroner Akut gawat darurat ini penulis banyak mengalami kesulitan, akan tetapi berkat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ACS Sindrom Koroner Akut gawat darurat. Untuk itu penulis
mengucapkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Sugiyono, S.Kep, Ns selaku pembimbing materi program studi Profesi Keperawatan (Ners)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
2.2 DEFINISI................................................................................................................................................................5
BAB 4 REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom korener akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi. The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika, menderita penyakit jantung coroner
(PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan
umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun, 4-6 penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab
kematian utama (20%) penduduk Amerika. Penyakit kardiovaskuler dan 45% kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Diperkirakan
angka tersebut akan meningkat hingga 23,3 juta pada tahun 2030.
Di Indonesia salah satu penyakit kardiovaskular yang terus menerus menempati urutan pertama adalah penyakit jantung koroner. Menurut survei
Sample Registration System angka kematian penyakit jantung koroner 12,9% dari seluruh kematian. Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan
diagnosis dokter yang dilakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 sebesar 0,5% sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar
1,5%. Hasil Riskesdas ini menunjukkan penyakit jantung koroner berada pada posisi ketujuh tertinggi Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia.
Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karna nya diperlukan pendoman tata laksana sebagai rangkuman penelitian yang
ada. Pendoman tata laksana sindrom korener akut ini merupakan hasil kerja perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia yang disusun melalui
proses penelahan berbagai publikasi ilmiah dan mempertimbangkan konsistensi dengan berbagai consensus dan pendoman tata laksana yang dibuat oleh
berbagai perkumpulan profesi kardiovaskular, untuk membantu para dokter membuat keputusan klinis dalam praktik sehari-hari.
Sejak 1960-an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (best rest) dan defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut
menurun terus. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain
sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas agina pectoris tidak stabil, infark myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST. penderita
dengan infark miokardium tanpa elevasi ST.3 SKA ditetapkan sebagai manisfestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung coroner (PJK)
merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.
1.2 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Sebagai bentuk pemenuhan penugasan mata kuliah kadiovaskuler.
2. Mendiskripsikan etiologi penyakit acute coronary syndrom.
3. Mendiskripsikan etiologi penyakit acute coronary syndrom.
4. Mendiskripsikan patofisiologi penyakit acute coronary syndrom.
5. Mendiskripsikan manifestasi klinis penyakit acute coronary syndrom.
6. Mendiskripsikan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan penyakit acute coronary syndrom.
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
1. Bagian-Bagian Jantung
Pada manusia, burung, dan hewan mamalia lain, jantung dibagi menjadi empat ruangan yaitu serambi (atrium) kanan dan kiri; dan bilik (ventrikel)
kanan dan kiri. Ikan hanya memiliki dua ruangan yaitu sebuah serambi dan sebuah bilik. Reptil memiliki tiga ruang jantung manusia beserta keterangan
bagian-bagiannya:
a. Aorta
Aorta adalah arteri terbesar dalam tubuh. Letaknya di bagian atas jantung. Fungsi aorta adalah untuk membawa darah yang mengandung
oksigen dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh.
b. Vena Kava Superior
Vena kava superior (vena cava) adalah vena besar dalam tubuh. Letaknya juga di bagian atas jantung. Fungsi vena kava superior adalah
untuk membawa kembali darah kaya karbon dioksida dari seluruh tubuh bagian atas ke jantung.
c. Arteri Pulmonalis
Arteri pulmonalis adalah arteri yang mengangkut darah dari jantung ke paru-paru. Fungsi arteri pulmonalis adalah untuk mengganti karbon
dioksida dan uap air yang ada di dalam darah dengan oksigen.
d. Katup Aorta
Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta. Perubahan tekanan darah pada kedua sisi katup menyebabkan katup
dapat terbuka dan tertutup. Fungsi katup aorta adalah untuk mencegah darah mengalir ke arah yang salah.
e. Atrium
Atrium adalah bentuk jamak dari atria yang sama artinya dengan serambi. Terdapat dua atrium yaitu atrium kiri (serambi kiri) dan atrium
kanan (serambi kanan). Atrium dua ruangan teratas dari empat ruang utama pada jantung. Fungsi atrium kiri adalah adalah menerima darah
dari paru-paru yang kaya oksigen dan membawanya ke ventrikel kiri. Sedangkan fungsi atrium kanan adalah menerima darah dari seluruh
tubuh yang kaya akan karbon dioksida kemudian membawanya ke ventrikel kanan.
f. Vena pulmonalis
Vena pulmonalis adalah vena yang membawa darah kaya oksigen dari paru-paru ke jantung tepatnya di atrium kiri. Ukurannya lebih kecil
dari vena cava dan terdiri dari vena pulmonalis kanan dan vena pulmonalis kiri. Fungsi vena pulmonalis adalah untuk membawa darah kaya
oksigen kembali ke jantung untuk kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
g. Katup Trikuspidalis
Katup trikuspidalis atau katup trikuspid adalah katup yang terdiri dari dari tiga daun katup. Katup ini dapat terbuka jika sistole berkontraksi dan
dapat menutup kembali. Fungsi katup trikuspidalis adalah untuk memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan dan membantu mengalirkan
darah miskin oksigen dari atrium kanan ke ventrikel kanan.
h. Katup Mitral
Katup mitral atau bicuspid adalah katup yang memisahkan atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup ini dapat terbuka saat darah kaya oksigen di
atrium kiri hendak mengalir ke ventrikel kiri. Fungsi katup mitral adalah untuk mencegah darah yang telah berada di ventrikel kiri kembali ke
atrium kiri.
i. Ventrikel
Ventrikel adalah dua ruang kosong dari empat ruang di bagian bawah jantung. Ventrikel juga disebut bilik. Ada dua macam ventrikel, kiri (bilik
kiri) dan ventrikel kanan (bilik kanan). Fungsi ventrikel adalah untuk menerima darah dari atrium kemudian membawanya keluar dari jantung.
Fungsi ventrikel kiri adalah menerima darah dari atrium kiri dan membawanya ke seluruh tubuh. Fungsi ventrikel kanan adalah menerima darah
dari atrium kanan dan membawanya ke paru-paru.
j. Vena Kava Inferior
Vena kava inferior atau vena cava inferior adalah vena terbesar dalam tubuh manusia. Fungsi vena kava inferior adalah membawah darah dari
bagian bawah tubuh ke atrium kanan jantung.
Selain bagian-bagian yang disebutkan dalam gambar anatomi di atas, berikut adalah beberapa bagian lain jantung manusia:
a. Katup Atrioventrikular
Katup atrioventrikular atau katup atrioventrikuler adalah katup yang terletak di antara atrium dan ventrikel. Fungsi katup atrioventrikular
adalah untuk membuat darah hanya dapat mengalir dari atrium ke ventrikel.
b. Dinding Jantung
Dinding jantung adalah bagian terluar yang melapisi jantung. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu endokardium (terdalam),
miokardium (bagian tengah), dan epikardium (terluar). Endokardium terdiri dari epitel pipih selapis. Miokardium terdiri dari otot kardiak (otot
jantung).Epikardium adalah sebuah membran fibrosa. Fungsi dinding jantung adalah membuat jantung berdetak dan mencegah supaya
jantung tidak bocor
c.Struktur Jantung
Jantung terletak di tengah mediastinum (rongga di antara paru-paru kanan dan kiri) dibelakang tulang dada. Karena letak jantung berada diantara
paru- paru-paru kiri menjadi lebih kecil daripada paru-paru kanan karena memiliki tekukan kardiak untuk mengakomodasi jantung.
Bentuk jantung seperti kerucut, dengan bagian dasar berada di atas dan meruncing di bagian bawah. Stetoskop dapat ditempatkan di atas bagian yang
meruncing tersebut sehingga detak jantung dapat dihitung. Jantung orang dewasa memiliki berat 250 sampai 350 gram. Umumnya jantung berukuran panjang
12 cm, lebar 8 cm, dan ketebalan 6 cm. Atlet terlatih bisa memiliki ukuran jantung yang lebih besar sebagai akibat dari latihannya yang memicu otot jantung
berkembang mirip seperti perkembangan otot rangka
A. Struktur Dinding Jantung
Lapisan terdalam dari jantung disebut endokardium yang terdiri dari jaringan epitel pipih selapis dan menutup rongga dan katup jantung. Endokardium
bersambung dengan endotelium pada vena dan arteri jantung, dan bergabung dengan miokardium dengan lapisan tupis jaringan ikat. Endokardium melalui
sekresi endotelin juga berperan dalam pengaturan kontraksi miokardium.
Lapisan tengah pada dinding jantung adalah miokardium yang juga merupakan otot jantung. Otot jantung merupakan jaringan otot lurik yang dikelilingi oleh
kerangka kolagen. Miokardium juga mendapatkan suplai oksigen melalui pembuluh darah. Terdapat serabut saraf yang mambantu mengatur denyut jantung.
Terdapat dua jenis sel otot jantung yaitu kardiomiosit dan kardiomiosit termodifikasi. Kardiomiosit mengisi 99% sel otot jantung pada jantung. Fungsi
kardiomiosit termodifikasi lebih mendekati saraf.
Bentuk otot jantung cukup elegan dan kompleks, dengan sel otot yang sarling memelintir di sekitar jantung. Otot ini membentuk 8 pola di sekitar serambi dan
pembuluh darah besar. Otot ventrikuler membentuk 8 bentuk di sekitar dua bilik. Terdapat pula otot jantung di sekitar kedua bilik. Pola memelintir yang
kompleks tersebut membuat jantung mampu memompa darah secara lebih efektif dibandingkan dengan pola linear sederhana.
Seperti otot rangka, otot jantung juga dapat berkembang ukuran dan efisiensinya selama berolahraga. Atlet terlatih seperti pelari maraton mungkin dapat
memiliki ukuran jantung 40% lebih besar.
Perikardium mengelilingi jantung. Perikardium terdiri dari dua membran yaitu membran serosa (di dalam) yang disebut epikardium dan membran fibrosa (di
luar). Keduanya mengandung cairan perikardial yang melumasi permukaan jantung.
2) Ruang pada Jantung
Jantung memiliki empat ruang, dua atrium (serambi) sebagai ruang penerima, dan dua ventrikel (bilik) sebagai ruang pengeluaran. Serambi terbuka dengan
bilik melalui katup atrioventrikuler yang terdapat pada sekat atrioventrikuler. Perbedaan ini juga terlihat di permukaan jantung. Terdapat struktur mirip
telinga di bagian kanan atas serambi yang disebut “daun telinga”. Serambi kanan dan bilik kanan bersamaan terkadang disebut jantung kanan, dan
sebaliknya. Bilik terpisah satu sama lain oleh sekat interventrikuler yang terlihat juga pada permukaan jantung. Sekat interventrikuler lebih tebal dari sekat
interatrial karena bilik memerlukan tekanan yang lebih kuat ketika berkontraksi.
3) Katup Jantung
Jantung memiliki empat katup yang memisahkan masing-masing ruang. Katup menjaga agar darah mengalir ke arah yang benar dan mencegah arus balik.
Antara serambi kanan dan bilik kanan terdapat katup trikuspid yang terdiri dari tiga katup yang tersusun atas endokardium dengan tambahan jaringan ikat.
Katup-katup tersebut dihubungkan dengan otot papiler yang berfungsi untuk mencegah darah kembali ke serambi. Otot tersebut pada trikuspid masing-
masing disebut otot anterior, posterior, dan septal.
Antara serambi kiri dan bilik kiri terdapat katup mitral yang juga disebut katup bikuspid karena memiliki dua katup (anterior dan posterior). Katup tersebut
juga terhubung dengan dua otot papiler.
Katup trikuspid dan mitral termasuk katup atrioventrikuler. Selama fase relaksasi dalam siklus jantung, otot papiler juga berelaksasi dan ketegangan jantung
berkurang. Ketika bilik berkontraksi, otot papiler juga berkontraksi. Ini membantu katup antrioventrikuler mencegah darah kembali ke serambi.
Katup pulmonari berlokasi di dasar arteri pulmonari. Katup ini memiliki tiga katup yang tidak terhubung dengan otot papiler. Ketika bilik berelaksasi otot
mengalir kembali ke bilik dari arteri. Katup aorta bertempat di aorta dan juga tidak menempel dengan otot papiler. Katup ini juga memiliki tiga katup.
4) Jantung Kanan
Vena cava superior, vena cava inferior, dan vena lainnya membentuk sinus koroner yang membawa darah ke serambi kanan. Vena cava superior membawa
darah dari tubuh bagian atas diafragma ke bagian belakang serambi kanan. Vena cava inferior membawa darah dari tubuh bagian bawah diafragma ke bagian
belakang serambi kanan dibawah vena cava superior.
Pada dinding kanan serambi terdapat penurunan berbentuk oval yang disebut fossa ovalis, yang merupakan bekas bukaan jantung janin yang disebut foramen
ovale. Foramen ovale membuat darah pada jantung janin mengalir tepat dari serambi kanan ke bilik kanan. Setelah kelahiran, jaringan yang disebut septum
primim menutup foramen ovale. Kebanyakan permukaan dalam serambi kanan bersifat lembut.
Serambi membawa darah vena hampir secara berkelanujutan untuk mencegah aliran darah vena terhenti ketika bilik berkontraksi. Bilik terisi darah ketika
serambi berelaksasi.
Ketika miokardium bilik berkontraksi, tekanan pada ruang bilik meningkat. Darah dan cairan lainnya, mengalir dari area bertekanan tinggi ke area
bertekanan rendah. Untuk mencegah darah kembali ke serambi saat kontraksi bilik, otot papiler juga berkontraksi.
5) Jantung Kiri
Setelah proses pernapasan di kapileri paru-paru, darah kaya oksigen kembali ke serambi kiri melalui salah satu dari empat vena pulmonari. Darah mengalir
hampir berkelanjutan dari vena pulmonari ke serambi yang bertindak sebagai ruang penerima. Setelah itu serambi berkontraksi memompa darah ke bilik kiri.
Serambi kiri terhubung dengan bilik kiri oleh katup mitral.
Meskipun kedua sisi jantung memompa darah dengan volume yang sama, lapisan otot bilik kiri lebih tebal dibandingkan bilik kanan mengingat energi yang
dibutuhkan di bilik kiri. Bilik kiri memompa darah ke seluruh tubuh melalui aorta.
5) Sirkulasi Koroner
Kardiomiosit, seperti halnya sel lain, memerlukan oksigen, nutrien, dan pembuangan sisa metabolisme. Segala kebutuhan kardiomiosit dipasok melalui
sirkulasi koroner. Siklus sirkulasi koroner berhubungan dengan proses relaksasi dan kontraksi otot jantung.
Arteri koroner memasok darah kaya oksigen ke jantung dan vena koroner membuang darah terdeoksigenasi. Terdapat arteri koroner kanan dan kiri yang
memasok jantung kanan dan kiri. Vena kardiak menerima darah kotor dari sirkulasi jantung dan membawanya ke sinus koroneri.
6) Ukuran Jantung
Ukuran jantung bergantung pada usia, ukuran badan, dan kondisi jantung masing-masing individu. Normalnya, jantung sehat orang dewasa rata-rata
berukuran kepalan tangan orang dewasa. Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan ukuran jantung membesar. Bagian terbesar dari jantung biasanya
sedikit ke sisi kiri dada (meskipun terkadang sedikit ke kanan). Bagian kiri terbesar karena jantung kiri lebih kuat mengingat fungsinya yang memompa
darah ke seluruh tubuh.
2.2 DEFINISI
Istilah infark miokard akut (AMI) harus digunakan ketika ada bukti cedera miokardial (didefinisikan sebagai peningkatan nilai troponin jantung
dengan setidaknya satu nilai di atas batas referensi atas persentil ke-99) dengan nekrosis dalam pengaturan klinis yang konsisten dengan iskemia miokard
0,8 Demi strategi pengobatan segera seperti terapi reperfusi, itu adalah praktik biasa untuk menunjuk pasien dengan ketidaknyamanan dada persisten atau
gejala lain yang menunjukkan iskemia dan elevasi ST-segmen dalam setidaknya dua lead berdekatan sebagai STEMI. Sebaliknya, pasien tanpa elevasi
segmen ST pada presentasi biasanya dinyatakan memiliki infark miokard non-ST-segmen elevasi (MI) dan pedoman terpisah baru-baru ini telah
dikembangkan untuk ini.2 Beberapa pasien dengan MI mengembangkan gelombang-Q (Q-wave MI), tetapi banyak yang tidak (MI non-Q-wave).
Selain kategori ini, MI diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis, berdasarkan perbedaan patologis, klinis, dan prognostik, bersama dengan strategi
pengobatan yang berbeda (lihat Definisi Universal Ketiga dokumen MI, 8 yang akan diperbarui pada tahun 2018). Terlepas dari kenyataan bahwa
mayoritas pasien STEMI diklasifikasikan sebagai tipe 1 MI (dengan bukti trombus koroner), beberapa STEMI jatuh ke dalam MI jenis lain.8 MI, bahkan
muncul sebagai STEMI, juga terjadi tanpa adanya arteri koroner obstruktif. penyakit (CAD) pada angiografi.9-12. Jenis MI ini disebut 'infark miokard
dengan arteri koroner non-obstruktif' (MINOCA). (European Heart journal,2017)
2.3ETIOLOGI
Di seluruh dunia, penyakit jantung iskemik adalah penyebab kematian paling umum dan frekuensinya meningkat. Namun, di Eropa, ada
kecenderungan keseluruhan untuk penurunan mortalitas penyakit jantung iskemik selama tiga dekade terakhir. Penyakit jantung iskemik sekarang
menyumbang hampir 1,8 juta kematian tahunan, atau 20% dari semua kematian di Eropa, meskipun dengan besar variasi antar negara. Insiden relatif
STEMI dan NSTEMI menurun dan meningkat, masing-masing. Mungkin registri STEMI Eropa paling komprehensif ditemukan di Swedia, di mana
tingkat kejadian STEMI adalah 58 per 100 000 per tahun pada 2015.17 Di negara-negara Eropa lainnya, tingkat insiden berkisar dari 43 hingga 144
per 100 000 per tahun.18 Demikian pula, tingkat insiden yang disesuaikan yang disesuaikan dari AS menurun dari 133 per 100.000 pada tahun 1999
menjadi 50 per 100.000 pada tahun 2008, sedangkan kejadian NSTEMI tetap konstan atau meningkat sedikit .19 Ada pola yang konsisten untuk
STEMI menjadi relatif lebih umum di lebih muda daripada pada orang yang lebih tua, dan lebih umum pada pria daripada pada wanita.
Kematian pada pasien STEMI dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya usia lanjut, kelas Killip, waktu tunda untuk pengobatan, kehadiran sistem
medis darurat (EMS) berbasis jaringan STEMI, strategi pengobatan, riwayat MI, diabetes mellitus, gagal ginjal, jumlah arteri koroner yang sakit, dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF). Beberapa penelitian terbaru telah menyoroti penurunan mortalitas akut dan jangka panjang setelah STEMI secara
paralel dengan penggunaan terapi reperfusi yang lebih besar, intervensi koroner perkutan primer (PCI), terapi antitrombotik modern, dan
pencegahan sekunder.14,21,22 Namun demikian, angka kematian tetap ada. besar; mortalitas di rumah sakit dari pasien yang tidak terpilih dengan
STEMI di registri nasional negara-negara ESC bervariasi antara 4 dan 12%, 23 sementara melaporkan kematian 1 tahun di antara pasien STEMI di
pendaftar angiografi adalah sekitar 10% . 2
Meskipun penyakit jantung iskemik berkembang rata-rata 7-10 tahun kemudian pada wanita dibandingkan dengan pria, MI tetap menjadi penyebab
utama kematian pada wanita. Sindrom koroner akut (ACS) terjadi tiga hingga empat kali lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita di bawah
usia 60 tahun, tetapi setelah usia 75 tahun, wanita mewakili sebagian besar pasien.26 Wanita cenderung lebih sering hadir dengan gejala atipikal,
hingga 30% di beberapa registri, 27 dan cenderung hadir lebih lambat dari pria.28,29 Oleh karena itu penting untuk mempertahankan tingkat
kesadaran yang tinggi untuk MI pada wanita dengan potensi gejala iskemia. Wanita juga memiliki risiko komplikasi perdarahan yang lebih tinggi
dengan PCI. Ada perdebatan yang sedang berlangsung mengenai apakah hasil yang lebih buruk pada wanita, dengan beberapa penelitian menunjukkan
bahwa hasil yang lebih buruk terkait dengan usia yang lebih tua dan lebih banyak komorbiditas di antara wanita yang menderita MI.26,30,31 Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa wanita cenderung menjalani lebih sedikit intervensi daripada pria dan menerima terapi reperfusi lebih jarang.26,32,33
Pedoman ini bertujuan untuk menyoroti fakta bahwa perempuan dan laki-laki menerima manfaat yang sama dari strategi reperfusi dan terapi terkait
STEMI, dan bahwa kedua jenis kelamin harus dikelola dengan cara yang sama.
2.4 PATOFISIOLOGI
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak atheroma pembuluh darah korener yang koyak atau pecah akibat
perubahan komposisi plak dan panipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivitas jalur koagulasi sehingga terbentuk trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini
akan menyumbat lubang pembuluh darah korener yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Suplai oksigen yang berhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard/MI)
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah coroner. Sumbatan subtotal yang disertai
vasokonstriksi yang dinamis juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Selain
nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia
hilang), serta distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukiran dan fungsi ventrikel). Pada sebagian pasien, SKA
terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria epikardial (angina prinzmental). Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembentukan plak atau restenosis setelah intervensi
koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
Penyempitan dan RCA (Right Coronary Artery)
sumbatan artery coroner
A Percabangan LMCA (left
Main Coronary Artery) Gangguan supulai o2 dan nutrisi
ke area inferior, RV wall, apical,
atrium kiri
LAD (left Anterior Desenden) LCX(left Circumfleks)
55 % ke SA node, 90 % ke SA node
Gangguan suplai o2 dan nutrisi Gangguan suplai o2 dan nutrisi
pada anterior wall, 2/3 septum pada posterior , LA Wall suplai 45 %
Perubahan membrane
interventrikuler, LV Wall, apical, ke SAN, 10 % AVN
low lateral sel dan fase Depolarisasi Aksi
Kebocoran ion kedalam sel Iskemik pada anterior wall pe↓ fungsi pompa ventrikel kiri Potensial
MK. Pe ↓ curah jantung
Gangguan sistem konduksi
Kontraktilitas jantung ↓
Disritmia
Perubahan membrane sel Aktivasi neuro humoral
dan fase Depolarisasi Aksi Pe ↓ cardiac out put
RR ↑, HR ↑, TAV- BLOK
Potensial
LVEDP dan LVEDv ↑
Gannguan Re Entry Ventrikel INTERVENSI TPM
Paru-paru Forward Respon
Renal flow ↓
Suplai darah ke jar tubuh ↓
Aritmia ventrikel LVED ↑ Suplai ke otak ↓
Aktivasi RAA system
Metabolism an aerob
Tekanan vena pulmonalis ↑
VT/VF Asidosis metabolic dan ATP ↓Angiotensinogenangiotensin
LOC ↓/syncope
Tekanan kapiler paru ↑ I -->angiotensin II
Ventrikel fiiling ↓ Fatigue dan Malaise
Perpindahan cairan ke intertial
MK. Intoleransi aktivitas
Perfusi jaringan menurun Aldosetron ↑
Gangguan Difusi O2 dan Co2
Penurunan Retensi Na+ dam H2 O
Acute Lung Stimulasi pusat pernafsan kontraktilitas
Edema paru
Edema DRG & VRG
-nadi cepat dan lemah
Desaturasi 02, Hipoksia, ronchi, MK. Kelebihan Volume Cairan
ADHF RR ↑, penggunaan otot akesesoris TD turun
Dypnea, C02 ↑
Syok
kardiogeniK
MK. Gangguan pertukaran gas MK. Pola nafas inefektif INTERVENSI MESIN IABP
Arteriosklerosis
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Keterlambatan penanganan IMA-EST
Kualitas pelayanan pasien IMA EST dapat dinilai dengan indeks audit keterlambatan, yang harus direkam di setiap system
peyedia perawatan IMA-EST dan dikaji secara regular, untuk memastikan bahwa indicator kualitas pelayanan terpenuhi dan
terpelihara sepanjang waktu. Jika target waktu tidak terpenuhi, perlu dilakukan intervensi untuk memperbaiki performa
sistem.
Tujuan layanan di fakses adalah untuk mengurangi keterlambatan anata kontak medis pertama dan diagnosis IMA-EST sampai
< 10 menit. Kontak medis pertama (KMP) adalah waktu ketika pasien mulai dinilai oleh dokter, paramedis, perawat atau
personel layanan medis darurat (LMD) terlatih lainnya, yang dapat melakukan anamnesa terarah, membaca EKG, dan
memberikan intervensi awal (misalnya defibrilasi). KMP bisa sebelum di RS (IGD). Diagnosis IMA-EST adalah waktu
dimana diagnose IMA-EST ditegakkan berdasarkan EKG pasien dengan gejala-gejala iskemia dan merupakan wakt nol (time
zero) untuk memulai terapi yang sesuai. Komponen waktu iskemik, keterlambatan untuk memulai tata laksana, dan pemilihan
strategi reperfusi dapat dilihat pada gambar 3.1
Pencegahan keterlambatan sangat penting dalam penangan IMA-EST karena waktu paling berharga dalam IMA adalah di fase
sangat awal,dimana pasien mengalami nyeri yang hebat dan kemungkinan mengalami henti jantung. Defibrillator harus tersedia
apabila ada pasien dengan kecurigaan IMA dan digunakan sesegera mungin begitu diperlukan. Selain itu, pemberian terapi
pada tahap awal, terutama terapi reperfusi, sangat bermanfaat. Jadi, keterlambatan harus diminimalisir sebisa mungkin untuk
memperbaiki luaran klinis.
2.Keterlambatan pasien
Adalah keterlambatan yang terjadi antara awitan gejala sampai terjadi KMP. Untuk meminimalisir keterlambatan psien,
masyarakat perlu mendapatkan edukasi mengenai cara mengenal gejala-gejala umum IMA dan melakukan panggilan darurat.
Pasien dengan riwayat PJK dan keluarganya harus mengenal gejala IMA dan langkah-langkah praktis yang perlu diambil
apabila terjadi SKA.
3.Keterlambatan antara kontak medis pertama dengan diagnosis
Penilaian kualitas pelayanan yang cukup penting dalam penanganan IMA-EST adalah waktu yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan EKG. Di fakses dan sistim medis darurat, rekomendasi target waktu untuk
menegakan diagnosis berdasarkan pemeriksaan EKG adalah 10 menit.
4.Keterlambatan antara kontak medis pertama dengan terapi reperfusi
Difakses non-IKP, terlambatan antara KMP dengan terapi reperfusi merupakan indikator kualitas sistem pelayanan dan
predictor luaran pasien. Bila terapi reperfusi yang diberikan adalah IKP primer, target waktu antara KMP sampai wire melewati
lesi di ateri penyebabadalah < 120 menit (atau < 110 menit dari diagnosis ditegakkan sampai wire melewati lesi di areri
penyebab). Bila terapi reperfusi yang diberikan adalah fibrinolitik, target waktu antara KMP sampai pemberian fibrinolitik).
Di fakses dengan IKP primer, target waktu antara KMP sampai wire melewati lesi di arteri penyebab adalah <90 menit
(atau<80 menit dari diagnosis ditegakkan sampai wire melewati lesi di areri penyebab). Keterlambatan yang terjadi
menggambarkan performa dan kualitas organisasi faskes tersebut. Waktu iskemik total, dihitung mulai darin awitan gejala
hingga terapi reperfusi/revaskularisasi dikerjakan, merupakan waktu paling utama dalam mempengaruhi luaran. Waktu iskemia
yang singkat akan memperbaiki luaran pasien. Jika diagnosis IMA-EST dibuat oleh personel LMD sebelum tiba di fakses dan
pasien harus menjalani IKP primer, maka pasien dapat langsung dibawa kelaboratorium kateter, tanpa harus melewati IGD
(menghemat waktu 20 menit dari KMP ke wire crossing).
5.Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbu
dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau left bundle branch blok (LBBB). Pada right bundle branch block
(RBBB) dengan gejala-gejala iskemia yang persisten harus ditimbangkan IKP primer. Terpai reperfusi (sebisa mungkin berupa
IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila
gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat. Dalam menentukan terapi
reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada,
langsung pilih terapi fibrinolitik.
6.Farmakoterapi Periprosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaliknya mendaptkan terapi antiplatet ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat
reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi , disertai dengan antikoagulan intervena. Aspirin dapat dikomsumsi secara
oral (160-320 mg). pilihan penghambat reseptor ADP yang dapat digunakan pada IKP primer. Pilihannya antara lain :
1. Ticagrelor (dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua kali sehari )
2. Atau clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu dosis loading 600 mg diikuti 75 mg per hari)
7.Terapi fibrinolitik
Fibrinolitik merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama dilayanan medis yang tidak dapat melaukan IKP pada pasien
IMA-EST dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejela
pada pasien-pasien tanpa kontraindikasi apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120
menit sejak kontak medis pertama. Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark yang
besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinoltik perlu dipertimbangkan bila waktu antara KMP dengan inflasi balon lebih dari
90 menit. Fibrinolitik harus dimulai di ruang gawat darurat .
8.Koterapi antikogulan
1.Pasien yang mendapatkan terapi reperfusi fibrinolitik sebaiknya mendapa tterapi antikoagulan selama minimum 48 jam dan
lebih baik selama rawat inap, sampai maksimum 8 hari (dianjurkan regimen non-UFH bila lama terapi > 48 jam karena pada
terapi UFH berkepanjangan terdapat risiko trombositopenia yang diinduksi heparin
2.Kepada pasien IMA-EST yang tidak mendapat terapi reperfusi,dapat diberikan terapi antikoagulan (regimen non-UFH)
3.Strategi lain yang digunakan adalah low molecular weight heparin/LMWH atau fondaparinux dengan regimen dosis sama
dengan pasien yang mendapat terapi fibrinolitik
4. Pasien yang menjalani IKP primer setelah mendapatkan antikoagulan berikut ini merupakan rekomendasi dosis :
a. Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambaan sesuai kebutuhan untuk mendukung prosedur, dengan pertimbangan
GP IIb/IIIA telah diberikan.
b. Bila telah diberikan enoxaparin, dosis subkutan terakhir diberikan dalam 8 jam, tak perlu dosis tambahan, bila dosis
subkutan terakhir antara 8-12 jam, maka ditambahkan enoxapin intravena 0,3 mg/kg
c. Bila telah diberikan fondaparinux, diberikan antikoagulan tambahan dengan aktivitas anti IIA dengan pertimbangan telah
diberikan GP IIB/IIA
5.Karena adanya risiko thrombosis kateter, fondaparinux tidak dianjurkan digunakan sebagai antikoagulan tunggal penduduk
IKP, sebaiknya ditambahkan antikoagulan lain dengan aktivitas anti IIA
9. Terapi jangka panjang
1. Mengingat sifat PJK sebagai penyakit kronis Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama
merokok, dengan ketat (kelas I-B)
2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan tanpa henti (kelas I-A)
3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga 12 bulan setelah IMA-EST (kelas I-C)
4. Pengobatan oral dengan penyekat beta diindikasikan untuk pasien-pasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel
kiri (kelas I-A)
5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien IMA-EST sesegera mungkin sejak datang (kelas I-C)
6. Statin intensitas tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien masuk rumah sakit bila tidak ada indikasi
kontra atau riwayat intoleransi, tanpa memandang nilai kolesterol inisial (Kelas I-A)
7. Penghambat ACE diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien IMA-EST dengan gagal ginjal, disfungsi sistolik
ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior (kelas I-A). sebagai alternative dari penghambat ACE, dapat digunakan
ARB (Kelas I-B)
8. Antagonis aldosteron diindikasikan bila fraksi ejeksi < 40% atau terdapat gagal ginjal atau diabtes, bila tidak ada gagal
ginjal atau hyperkalemia (Kelas I-B)
dan risiko tinggi bagi pasien yang telah pulih dari IMA-EST untuk mengalami kejadian kardiovaskular selanjutnya dan
kematian prematur, perlu dilakukan berbagai intervensi untuk meningkatkan prognosis pasien. Dalam penanganan jangka
panjang ini peran dokter umum lebih besar, namun ada baiknya intervensi ini ditanamkan dari saat pasien dirawat dirumah
sakit, misalnya dengan mengajarkan perubahan gaya hidup sebelum pasien dipulangkan.
Terapi jangka panjang yang disarankan setalah pasien pulih dari IMA-EST adalah :
BAB III
- klien berpartisipasi dalam prosedur untuk mengoptimalkan oksigenasi dan dalam rejimen pengelolaan dalam tingkat kemampuan /
kondisi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat pernapasan, kedalaman, dan usaha, termasuk 1. Pola pernafasan yang cepat dan dangkal serta hipoventilasi
penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, dan pola mempengaruhi pertukaran gas. Peningkatan laju pernapasan,
pernapasan abnormal penggunaan otot aksesori, sengatan hidung, pernapasan perut, dan
tampilan panik di mata pasien dapat dilihat dengan hipoksia
2. Kaji paru-paru untuk area ventilasi yang menurun dan 2. Setiap iregularitas suara nafas dapat mengungkapkan penyebab
auskultasi adanya suara adventif. gangguan pertukaran gas. Adanya kerutan dan desis mungkin
mengingatkan perawat tersebut pada obstruksi jalan nafas, yang
dapat menyebabkan atau memperparah hipoksia yang ada. Suara
nafas yang berkurang terkait dengan ventilasi yang buruk.
3. Pantau perilaku pasien dan status mental untuk mengatasi 3. Perubahan perilaku dan status mental bisa menjadi tanda awal
kegelisahan, agitasi, kebingungan, dan (pada tahap akhir) gangguan pertukaran gas. Perubahan kognitif dapat terjadi dengan
kelesuan yang ekstrem. hipoksia kronis.
4. Pantau tanda dan gejala atelektasis: suara napas bronkial atau 4. Keruntuhan alveoli meningkatkan shunting (perfusi tanpa
tubular, retak, tamasya dada yang berkurang, tamasya ventilasi), mengakibatkan hipoksemia.
diafragma terbatas, dan pergeseran trakea ke sisi yang
terkena.
5. Pantau perubahan pada BP dan HR. 5. BP,HR,dan tingkat pernapsan semua meningkat dengan hipoksia
awal dan hiprkkapnia,namun ketika kedua kondisi menjadi
parah,BP dan HR menurun,dan disritmia mungkin terjadi
6. Pantau saturasi oksigen terus menerus, dengan menggunakan 6. Oksimetri pulsa adalah alat yang berguna untuk mendeteksi
pulse oximeter. perubahan oksigenasi. Saturasi oksigen <90% (normal: 95%
sampai 100%) atau tekanan parsial oksigen <80 (normal: 80
sampai 100) menunjukkan adanya masalah oksigenasi yang
signifikan.
7. Pantau efek perubahan posisi pada oksigenasi (ABG, saturasi 7. Menempatkan daerah paru-paru yang paling terganggu dalam
oksigen vena [SvO2], dan oksimetri nadi posisi tergantung (di mana perfusi paling besar) mempotensiasi
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
No dx 3 Introleransi aktifitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam masalah introleransi aktifitas teratasi
Kriteria Hasil : - Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%)
- Nadi saat aktivitas dalam batas normal (60-100x/mnt)
INTERVENSI RASIONAL
1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan , 1. Mengkaji setiap aspek klien terhadap terapi latihan yang
monitoring program aktivitasi klien dierencanakan.
2. Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi. 2. Aktivitas yang teralau berat dan tidak sesuai dengan kondisi klian
dapat memperburuk toleransi terhadap latihan.
3. Bantu klien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara 3. Melatih kekuatan dan irama jantung selama aktivitas.
teratur.
4. Monitor status emosional, fisik dan social serta spiritual klien 4. Mengetahui setiap perkembangan yang muncul segera setelah
terhadap latihan/aktivitas. terapi aktivitas.
5. Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan 5. EKG memberikan gambaran yang akurat mengenai konduksi
aktivitas (bila memungkinkan dengan tes toleransi latihan). jantung selama istirahat maupun aktivitas.
6. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi, obat-obatan 6. Pemberian obat antihipertensi digunakan untuk mengembalikan
digitalis, diuretic dan vasodilator. TD klien dbn, obat digitalis untuk mengkoreksi kegagalan
kontraksi jantung pada gambaran EKG, diuretic dan vasodilator
digunakan untuk mengeluarkan kelebihan cairan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat 1. Monitor keadekuatan pernapasan
bernafas
2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot 2. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya
bantu pernafasan gangguan pada ventilasi
3. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot 3. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya
bantu pernafasan gangguan pada ventilasi
4. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, 4. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya
respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll gangguan pada ventilasi
INTERVENSI RASIOANAL
1. Memonitor level elektrolit serum 1. Indikasi adanya kelainan metabolisme cairan dan elektrolit.
2. Mendapatkan spesiemen pemeriksaan laboratorium untuk 2. Indikator adanya peningkatan atau penurunan kadar serum
memantau perubahan elektrolit. elektrolit
3. Memonitor hasil pemeriksaan Laboratorium yang 3. Indikator adanya perubahan keseimbangan cairan
berkaitan dengan keseimbangan cairan.
4. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium yang 4. Indikator adanya perubahan keseimbangan cairan
berkaitan dengan retensi cairan.
5. Monitor tanda dan gejala retensi cairan dan 5. Retensi cairan berefek terjadinya edema
ketidakseimbangan elektrolit
6. Monitor tanda Vital, jika diperlukan. 6. Tanda vital berperan pada perkembangan kondisi pasien
7. Monitor respon pasien dalam pemberian medikasi terkait 7. Indikator efek terapeutik dan efek samping terkait terapi
elektrolit.
No dx 6 nyeri akut
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria Hasil : - Klien melaporkan nyeri berkurang
- Klien dapat mengenal lamanya (onset) nyeri
- Klien dapat menggambarkan faktor penyebab
- Klien dapat menggunakan teknik non farmakologis
- Klien menggunakan analgesic sesuai instruksi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal 2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk 3. Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
mengungkapkan pengalaman nyeri dan penerimaan klien
terhadap respon nyeri
4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas 4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan klien berpengaruh
hidup( napsu makan, tidur, aktivitas,mood, hubungan terhadap yang lainnya
sosial)
5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeriLakukan 5. Untuk mengurangi factor yang dapat memperburuk nyeri yang
evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain tentang dirasakan klien
ukuran pengontrolan nyeri yang telah dilakukan
6. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, 6. untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau
berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap nyeri yang dirasakan klien bertambah.
ketidaknyamanan dari prosedur
7. Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi 7. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah.
(distraksi, guide imagery,relaksasi)
No dx 7 cemas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan cemas berkurang
Kriteria hasil : klien tampak lebih tenang
INTERVENSI RASIONAL
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Corwin J. Elizabeth (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkw (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.Jakarta TIM.
Doengoes, M.E,2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Egc, Jakarta.