Вы находитесь на странице: 1из 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) tahun 1998, memperkirakan penyakit pada
saluran pencernaan akan tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia
pada tahun 2020 mendatang. Empat di antara negara SEAMIC (Southeast Asia
Medical Information Center) tahun 2002, Indonesia menempati urutan kedua negara
yang memiliki angka insident rate akibat penyakit saluran pencernaan.
Obstruksi usus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007). Menurut data statistic Negara, di Amerika diperkirakan insiden
rate untuk ileus obstruktif 1/746 atau 0,13% atau 365.563 orang. Berdasarkan laporan
situasi statistik kematian di Nepal tahun 2007, jumlah penderita ileus paralitik dan
ileus obstruktif pada tahun 2005/2006 adalah 1.503 orang dengan CFR sebesar 5,32%.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia di diagnosa ileus.
Berdasarkan data salah satu Rumah Sakit umum di Australia pada tahun 2001-2002,
sekitar 6,5 per 10.000 penduduk di Australia di opnam di rumah sakit karena ileus
paralitik dan ileus obtruktif. Hasil penelitian Markogiannakis, dkk (2001-2002),
insiden rate penderita penyakit ileus obstruktif yang dirawat inap sebesar 60 % di
Rumah Sakit Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata pasien berumur antara
sekitar 16-98 tahun dengan rasio perbandingan laki-laki lebih sedikit dari pada
perempuan (2:3). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan 7.024 kasus
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun 2004.
Gangguan atau obstruksi yang menyeluruh atau tidak menyeluruh juga sering
ditemukan pada neonatus. Obstruksi pada neonatal terjadi pada 1/1.500 kelahiran
hidup. Evans menyelidiki untuk seluruh Amerika Serikat memperkirakan 3.000/tahun,
bayi yang dilahirkan dengan obstruksi. Di Indonesia jumlahnya tidak jauh berbeda
dan untuk seluruh dunia jumlahnya jauh melebihi 50.000/tahun. Berdasarkan laporan
rumah sakit di kabupaten Cirebon oada tahun 2006, ileus obstruksi menduduki
peringkat ke-6 dari 10 penyakit penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 1-4
tahun dengan proporsi 3.34 % (sebanyak 3 kasus dari 88 kasus).
Obstruksi usus memiliki tanda dan gejala yaitu muntah karena lambung
mendorong diagfragma kearah kavum intratorakal meningkat dan memaksa spingter

1
esophagus bagian atas membuka, glottis menutup palatum mole menyekat nasofaring
sehingga tekanan memaksa isi lambung melewati spingter untuk disemburkan keluar
melalui mulut dan terjadi muntah. Distensi terjadi karena cairan, gas, dan udara
berkumpul di belakang obstruksi menyebabkan peristaltik meningkat sementara
waktu dalam upaya memaksa isi usus mendorong sumbatan dan terjadi distensi.
Konstipasi, distensi menyebabkan peristaltik usus menurun dan terjadi disfungsi
motilitas gastrointestinal dan menyebabkan konstipasi. Nyeri karena adanya distensi
timbul rangsangan nyeri lalu dihantarkan ke otak dan timbul persepsi nyeri sehingga
menyebabkan nyeri.
Komplikasi yang akan timbul pada penyakit obstruksi usus adalah Peritonitis
karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et all, ditemukan
60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata-rata berumur sekitar 16-98 tahun
dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki
(markogiannakis et all, 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kasminata, Dennison dan Hendra
Herman pada tahun 2013 yang di lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Jambipada jurnal Gambaran Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Rawat
Inap di RSUD Raden Mattaher Jambi, prevalensi penderita ileus obstruktif yang
dirawat inap di RSUD Raden Mattaher adalah 16/10.000 pasien. Terdiri dari 95 orang
penderita ileus obstruktif. Berdasarkan data Karakteristik yang tercatat, didapatkan
sebagian besar penderita berusia 15 – 49 tahun 51 orang (54.8%), berjenis kelamin
laki-laki 61 orang (65.6 %), berstatus kawin 61 orang (73.5 %), tidak sekolah 25
orang (58,1 %), memiliki pekerjaan wiraswasta 40 orang (44 %), bersuku melayu 74
orang (89.4 %), beragama Islam 85 orang (97.7 %), tidak pernah operasi saluran cerna
59 orang (71.1 %), penyebab tersering adalah adhesi 20 orang (40 %), ileus obstruktif
letak rendah 23 orang (56.1 %), tanpa komplikasi 40 orang (61.5 %), komplikasi
peritonitis 10 orang (43.5 %), lama rawatan rata-rata 7 hari, penderita sebagain besar

2
berobat dengan bukan biaya sendiri 69 orang (77.5%), tatalaksana medis tidak operasi
54 orang (77.5%), dan pulang berobat jalan 45 orang (51.8%).
Salah satu cara penanganan pada pasien dengan obstruksi ileus adalah dengan
pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen. Obstruksi ileus dapat
terjadi pada setiap usia. Namun penyakit ini sering dijumpai pada orang dewasa
(Smeltzer, 2002). Laparotomi adalah suatu pembedahan yang dilakukan pada bagian
abdomen untuk mengetahui suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh pasien.suatu
kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan tindakan laparotomi adalah : Kanker
organ abdominal, radang selaput perut, appendisitis, pankreasitis, obstruksi ileus
(Smeltzer, 2002).
Angka kejadian di Indonesia menunjukan kasus laparotomi meningkat dari
162 kasus pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada 2006 dan 1281 kasus pada tahun
2007 (Depkes RI, 2007) . Angka kejadian di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan
menunjukan semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen tiap tahunya, pada
tahun 2008 terdapat 172 kasus laparotomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus
pembedahan laparotomi (Razid, 2010).
Sedangkan angka kejadian pada pasien obstruksi ileus dengan tindakan
laparotomi di ruang Cempaka III RSUD Pandan Arang Boyolali dari bulan januari
sampai bulan maret 2014 sebanyak 8 pasien. Pada pasien post operasi laparotomi atas
indikasi obstruksi ilues di ruang cempaka III RSUD Pandan Arang Boyolali
memerlukan perawatan khusus.
Peran perawat dalam penyakit obstuksi usus perawat dapat merawat pasien
sesuai dengan penatalaksanaan yang ada pada penyakit tersebut. Serta perawat dapat
memenuhi kebutuhan dasar manusia pada pasien dan dapat memberikan informasi
dnegan lengkap dan jelas tentang penyakit yang diderita oleh pasien obstruksi usus.
Kami membuat makalah obstruksi usus ini karena penyakit saluran
perncernaan (salah satunya obstruksi usus) merupakan salah satu penyakit yang paling
sering terjadi pada manusia yang biasanya diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak
sehat, makanan yang kurang higienis, dan lain-lain. Obstruksi usus juga dapat
menyebabkan berbagai komplikasi yang tentunya membahayakan nyawa manusia jika
tidak segera ditangani. Hal tersebut lah yang menginspirasi kami dalam membuat
makalah ini untuk memberi informasi dan pembelajaran kepada pembaca agar angka
kejadian obstruksi usus berkurang.

3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
gastrointestinal penyakit obstruksi intestinal.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran mahasiswa mampu :
a) Menjelaskan anatomi fisiologi usus
b) Menjelaskan pengertian obstruksi usus
c) Menjelaskan penyebab terjadinya obstruksi usus
d) Memahami patofisiologi obstruksi usus
e) Memahami manifestasi klinik obstruksi usus
f) Menjelaskan komplikasi yang terjadi pada obstruksi usus
g) Memahami pemeriksaan diagnostik obstruksi usus
h) Memahami penatalaksanaan medik pada pasien obstruksi usus
i) Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien obstruksi usus

C. Sistimatika Penulisan
Penulis membagi penulisan laporan yang terdiri dari BAB I pendahuluan yang
terdiri dari, latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan. Lalu BAB II mengenai konsep dasar penyakit obstruksi usus yang terdiri
dari, anatomi fisiologi, pengertian, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinik,
komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan medik. Dilanjutkan BAB
III mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan obstruksi usus yang
terdiri dari pengkajian data, diagnosis keperawatan, perencanaan (tujuan, kriteria
evaluasi, intervensi), dan evaluasi. Kemudian terdapat BAB IV berisi kasus fiktif dan
asuhan keperawatannya serta BAB V berisi kesimpulan dan saran.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisologi
1. Usus halus
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pylorus dan berakhir pada sekum, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus, lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
lapisan serosa.

(Gambar 2.1 Anatomi Usus Halus, Juni Hartono, 2015)


a) Duodenum
Disebut juga usus duabelas jari panjangnya kira-kira 25 cm. bagian
kanan duodenum terdapat selaput lender yang membukit disebut papilla vateri.
Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koleidoktus) dan
saluran pankreas (duktus pankreatikus).
b) Yeyenum dan ileum
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perliam
bagian adalah yeyenum dengan panjang 2-3 meter, dan ileum dengan panjang
4-5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantara lipatan peritonium yang berbentuk kipas yang
dikenal dengan mensentrium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum
dengan adanya perantara lubang yang bernama orifisium ileoseeikalis,
orifisum ini diperkuat oleh spingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat

5
katub vulvula seikali atau vulvula baukini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asenden masuk kembali ke ileum
2. Usus besar

(Gambar 2.2 Anatomi Usus Besar, AHABlogweb, 2016)


Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5
meter, terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar ± 6,5 cm,
tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon (asenden, transversum, desenden, sigmoid) dan rektum. Pada sekum
terdapat katub ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.

B. Pengertian Obstruksi Usus


Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan
isi usus terhalang dan tertimbun dibagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada
daerah proksimal tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Obstruksi usus juga
disebut obstruksi mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan
didalam lumen usus. Pada obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari
obstruksi dari strangulasi.
Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran
cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit
baik didalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah
(Syamsuhidayat, 1997 : 842)

Maka dapat disimpulkan, pengertian obstruksi usus adalah sumbatan yang terjadi
pada aliran isi usus baik secara mekanis maupun fungsional. Sumbatan tersebut

6
disebabkan oleh rintangan pada jalan isi usus hingga mengakibatkan rusak atau
hilangnya pasase isi usus.
C. Etiologi
1. Pelengketan (adhesi)
Adhesi terjadi bila lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen. Adhesi,
hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering menyebabkan obstruksi.
Pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba-tiba dengan keluhan perut membesar dan
nyeri perut. Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi
umumnya berasal dari rongga peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum
atau pasca operasi. Adhesi dapat berupa pelengketan mungkin dalam bentuk
tunggal atau multiple.
2. Intususepsi
Intususepsi terjadi jika salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian
lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik
kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen
itu seperti usus paling sering terjadi pada anak-anak dimana kelenjar limfe
mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut
(ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh
rectum dan anus.
3. Volvulus
Volvulus terjadi jika usus besar yang mempunyai mesocolon dalam terpuntir
sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya
gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus
halus yang terputar pada mesentriumnya.
4. Hernia
Prostusi usus melalui area yang lemah pada dinding dan otot abdomen.
5. Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar
usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
Etiologi obstruksi pada usus jika dilihat dari lokasi obstruksi dapat dibagi
menjadi 3 yaitu obstruksi pada ekstraluminal misalnya adhesi, hernia, karsinoma dan
abses intraabdominal. Obstruksi instrinsik pada dinding usus seperti inflamasi

7
(Chron’s Desease, Divertikulitis), neoplasma, traumatic, intususepsi. Dan obstruksi
intraluminal seperti eteroliths, gallstones dan adanya benda asing.

D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat
kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan
terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus
sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O
dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia
dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi
pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan
peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi
syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian.
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa
gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin
bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi
juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini
menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.
Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan
kolik abdomen dan muntah-muntah.
Patofiologi usus halus yaitu Kondisi obstruksi mekanik pada usus halus akan
meningkatkan di latasi usus proksimal serta akan memberikan manifestasi akumulasi
sekresi dan udara pada saluran gastrointestinal. Di latasi usus ini merangsang aktivitas

8
sel-sel sekretorit untuk menghasilkan lebih banyak akumulasi cairan. Kondisi ini akan
meningkatkan peristaltik baik di atas dan di bawah lesi obstuksi (Khan, 2009). Respon
muntah merupakan kondisi awal terjadi jika tingkat obstruksi pada bagian proksimal,
kondisi meningkatkan distensi usus halus menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal. Hal ini dapat menyebabkan kompresi mukosa limfatik menjadi
limfedema pada dinding usus ketika tekanan hidrostatik intralumen tinggi, maka akan
meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler dan akan menghasilkan peningkatan ruang
ketiga, air, elektrolit, dan protein masuk ke dalam lumen intestinal. Kehilangan cairan
dan kondisi dehidrasi yang terjadi bisa bertambah berat dan dapat menyebabkan
resiko resiko kematian. Patofisiologi usus besar yaitu obstruksi mekanis dan pseudo-
obstruksi dari usus besar menyebabkan pelebaran usus di bagian proksimal dari lesi
obstruksi. Hal ini menyebabkan edema mukosa dan gangguan aliran darah vena dan
arteri ke usus. Edema dan iskemia usus meningkatkan permebilitas mukosa usus,
yang dapat mengakibatkan translokasi bakteri, sepsis ,dehidrasi, dan gangguan
elekrolit. Iskemia yang berlanjut pada nekrosis dinding usus akan meningkatkan
resiko perforasi dan peristonitis.

9
E. Manifestasi Klinik
1. Obstruksi Usus Halus
a) Gejala awal biasanya nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigastrium yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya
obstruksi dan bersifat intermitten. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau
letak tinggi dari usus halus maka nyeri bersifat konstan.
b) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan
tidak terdapat flatus.
c) Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada distensi
abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi parsial biasa mengalami diare.
d) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat
keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah mulut.
e) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen.
f) Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi shock
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi
kadang-kandang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi
strangulate.
g) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan
peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstrusi terus berlanjut,
peristaltic akan menghilang dan melemah. Adanya feces bercampur darah
pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan
intususepsi.
2. Obstruksi Usus Besar
a) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
b) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-
satunya dalam satu hari.
c) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
d) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah.

10
3. Obstruksi usus kecil parsial
a) Distensi abdominal
b) Peri diabdomen disertai distensi sedang
c) Borborigmi, dan bunyi ramai ketika dikakukan auskultasi (kadang-
kadang cukup keras sehingga bisa didengar tanpa stesoskop)
d) Nyeri hebat
e) Konstipasi
f) Dehidrasi
g) Syok hipovolemik (stadium atas)
h) Mual
i) Peri yang melompat kembali (jika obstruksi menyebabkan strangulasi dan
iskemia).
j) Muntah
4. Obstruksi usus kecil menyeluruh
a) Konstipasi
b) Perih ringan dan keluarnya sedikit mukus dan darah
c) Distensi abdominal yang besar
d) Bunyi peristaltik ramai dan hebat, serta bunyi kerincing nyaring, yang
menyertai paroksisma nyeri epigastrik atau periumbilikal; peristalsis yang
mendorong konteng usus menuju mulut, bukannya rektum, bisa terjadi 3-5
menit dan masing-masing berlangsung selama 1 menit.
e) Muntah (lebih dini dan lebih parah jika obstruksi lebih berat)
5. Obstruksi usus besar parsial
a) Distensi abdominal
b) Nyeri abdominal dan hipogastrik yang parah
c) Kebocoran tinja cair disekitar obsruksi parsial
6. Obstruksi usus-besar menyeluruh
a) Konstipasi (bisa merupakan satu-satunya gejala dalam beberapa hari)
b) Nyeri abdominal parah
c) Nyeri hipogastrik dan mual kontinu (biasanya tanpa muntah)
d) Abdomen mengalmi distensi secaara dramatis (lingkaran usus besar bisa
terlihat di abdomen)
e) Kebocoran tinja cair disekitar obsrtuksi
f) Serangan gejala yang lebih lambat dari pada gejala obstruksi usus kecil

11
F. Pemeriksaan Diagnostik Pada Obstruksi Usus
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutanya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal. Peningkatan serum amylase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38 %-
50% obstruksi strangulate dibandingkan 27%-44% pada onstruksi non
strangulate. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan metabolic asidosis
bila ada tanda-tanda syok, dehidrasi dan ketosis.
2. Pemerikasaan foto polos abdomen
Pada pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus
disertai adanya batas antara air dan udara atau gas (airfluid level) yang
membentuk pola bagaikan tangga, terutama pada obstruksi bagian distal. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitifitas 66% pada obstruksi usus halus,
sednagkan sensitifitas 84% pada obstruksi kolon. Pada kolon bisa saja tampak
gas. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa
hilangnya mukosa yang regular dan adanya gad dalam dinding usus. Udara bebas
pada foto thorax tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
3. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai
adanya strangulasi. CT-Scan akan menunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan pada dinding usus (obstruksi komplit, abses, keganasan), kelainan pada
mesenterikus, peritoneum. CT-Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat
kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat
dan lokasi dari obsruksi.
4. Pemeriksaan Radiologi dengan Barium Enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi
usus halus. Pengujian Enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksan foto polos andomen.
Pada anak-anak dengan intususepsi, pemeriksaan Enema Barium tidaklah hanya
sebagai diagnostis tetapi juga mungkin sebagai terapi.

12
5. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
6. Pemeriksaan Magnetik Resonasi Imaging (MRI)
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
7. Pemeriksaan Anggiografi
Amggiorafi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi. (Suratun dan
Lusianah, 2010).

G. Penatalaksanaan Medik
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

H. Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.

3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.

4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

A. Pengkajian Data
1. Obstruksi usus halus
a) Kaji adanya nyeri abdomen : karakteristik, durasi, frekuensi, skala nyeri.
Apakah nyeri hilang timbul atau menetap.
b) Kaji adanya muntah yang mulanya mengandung empedu dan mukus, bila
obstruksinya tinggi. Pada obstruksi ileum, muntahan menjadi fekulen yaitu
muntahan berwarna jingga dan berbau busuk.
c) Kaji pola eliminasi usus mencakup karakter dan frekuensinya. Konstipasi dan
kegagalan mengeluarkan gas dalam rectum merupakan gejala yang sering
ditemukan bila obstruksinya komplit. Diare kadang-kadang terjadi pada klien
dengan obstruksi parsiel
d) Klien melaporkan adanya gangguan pola tidur bila nyeri dan diare terjadi pada
malam hari.
2. Obstruksi usus besar
a) Kaji adanya nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
b) Kaji adanya muntah, biasanya muntah muncul terakhir terutama bila katup
ileosekal kompeten.
c) Kaji eliminasi fekal, pada klien dengan obstruksi disigmoid dan rectum,
konstipasi dapat terjadi selama beberapa hari.
d) Kaji adanya kram akibat nyeri abdomen bawah.
e) Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan
karakteristiknya.
f) Palpasi abdomen, kaji adanya distensi, dan nyeri tekan pada badomen.
g) Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan suhu tubuh kemungkinan
telah terjadi kontaminasi peritoneum dengan isi usus yang telah terinfeksi.
h) Kaji status cairan, turgor kulit, mukosa bibir intake dan output.

B. Diagnosa Keperawatan Pada Klien Obstruksi Usus


1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses obstruksi atau malfungsi
gastrik atau selang drainase usus.

14
2. Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan akibat obstruksi dan muntah tahap lanjut dan
penurunan masukan akibat pembatasan cairan.
3. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, informasi yang tidak
adekuat tentang penyakit, pengobatan, perawatan penyakitnya.

C. Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Klien Obstruksi Usus


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Hasil
1 2 3 4
Gangguan Tujuan: 1. Kaji karakteristik nyeri, 1. Dasar untuk melakukan intervensi
rasa nyaman: Meningkatkan durasi, frekuensi dan keperawatan.
nyeri kenyamanan klien. skala nyeri klien (0-10). 2. Tehnik tersebut dapat mengalikan
berhubungan Atau nyeri 2. Ajarkan tehnik distraksi rasa nyeri klien.
proses teraratasi. dan relaksasi pada klien. 3. Massase dapat merangsang
obstruksi atau 3. Lakukan massase pengeluaran hormone endrofrin yang
malfungsi Kriteria hasil: punggung klien. dapat mengurangi nyeri.
gastrik atau a. Klien 4. Berikan analgetik dan 4. Menghilangkan rasa nyeri dan
selang melaporkan antiemetik sesuai menghilangkan mual.
drainase nyeri program medik. 5. Sebagai pertahanan kepatenan dan
usus. berkurang 5. Pertahankan sambungan fungsi yang tepat dari selang gastrik
atau hilang. pada penghisap atau usus.
b. Klien tampak intermiten rendah atau 6. Menghilangkan sumbatan pada
rileks. sesuai program. selang, sehingga drainase lancar
c. Klien dapat 6. Irigasi selang dengan 7. Pada posisi selang yang tidak tepat
istirahat dan salin normal 30ml/ dapat menyebabkan distensi
tidur cukup. sesuai program. abdomen yang menyebabkan nyeri.
d. Skala nyeri 7. Pertahankan selang 8. Mempertahankan kepatenan selang
0-2. gastric tepat pada gastrik atau usus, sehingga dapat
posisinya dalam menghilangkan obstruksi.
lambung dengan plester 9. Posisi selang gastric yang tepat
atau perekat lain. dapat mengurangi nyeri.

15
8. Hindari oklusi dari 10. Dapat memudahkan pasase selang
lubang sisi selang gastrik atau usus.
penghisap. 11. Meningkatkan kenyamanan dan
9. Masukkan selang usus meningkatkan ventilasi paru.
dengan perlahan sampai 12. Perubahan posisi dapat
mencapai lokasi yang meningkatkan peristaltic usus.
diinginkan. 13. Perawatan mulut yang sering
10. Rubah posisi tidur klien; menjaga kelembapan mukosa mulut
miring kanan, terlentang, dan meningkatkan kenyamanan
miring kiri. faring.
11. Pertahankan kepala 14. Untuk mencegah iritasi dan
tempat tidur tinggi 30-45 memberikan kenyamanan pada
derajat sesuai program. klien.
12. Anjurkan klien untuk
merubah posisi tidur
setiap 2 jam sesuai
indikasi.
13. Berikan perawatan
mulut: menyukat gigi,
mencuci mulut , dan
berikan pelumas bibir
dengan inreval sering.
14. Lakukan perawatan
cuping hidung yang
terpasang dan berikan
pelumas larut air sesuai
program
Risiko tinggi Tujuan: 1. Kaji tingkat kekurangan 1. Penyimpanan dari hasil pengkajian
terjadinya Tidak terjadi cairan: turgor kulit, merupakan indikator kekurangan
kekurangan kekurangan membrane mukosa, cairan.
volume volume cairan. mengeluh haus. 2. Mengidentifikasi kekurangan cairan
cairan Kriteria Hasil : 2. Monitor intake dan dan untuk menentukan jumlah
berhubungan a. Turgor kulit output cairan (muntah, koreksi cairan.

16
dengan baik. pengeluaran urine) 8 3. Berat badan yang turun drastis
kehilangan b. Membrane jam. merupakan salah satu tanda
cairan mukosa 3. Timbang berat badan kehilangan cairan dalam jumlah
berlebihan lembab. klien setiap hari. besar.
akibat c. Pengeluaran 4. Catat jumlah dan 4. Indikator kekurangan cairan
obstruksi dan urine 30ml/ karakter aspirasi 5. Untuk mengetahui kehilangan
muntah tahap jam. gastrointestinal setiap elektrolit dan pH cairan
lanjut dan d. Klien tidak hari. gastrointestinal.
penurunan mengeluh 5. Siapkan spesimen untuk 6. Perubahan tanda-tanda vital
masukan haus. pemeriksaan cairan merupakan indikasi kekurangan
akibat e. Tanda-tanda aspirasi gastrointestinal cairan.
pembatasan vital batas sesuai program. 7. Evaluasi kemungkinan terjadinya
cairan normal. 6. Monitor tanda-tanda kelebihan cairan.
vital setiap 8 jam. 8. Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
7. Ukur lingkar abdomen
setiap hari.
8. Berikan cairan intravena
sesuai program medi.
Risiko Tujuan : 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Demam dapat mengindikasikan
terjadinya Tidak terjadi 2. Lakukan pencucian terjadinya infeksi
infeksi infeksi tangan sebelum dan 2. Mengurangi risiko terjadinya
berhubungan pada insisi sesudah kontak dengan kontaminasi mikro-organisme
dengan insisi pembedahan klien 3. Memberikan deteksi dini adanya
pembedahan Kriteria hasil : 3. Kaji insisi dan balutan infeksi dan memberikan pngawasan
a. Mencapai luka, penyatuan luka, penyembuhan luka
pemulihan karakteristik drainase, 4. Mencegah terjadinya infeksi, dan
luka tepat adanya tanda-tanda mengurangi kontaminasi
pada waktunya infeksi pada luka mikroorganisme
b. Luka insisi 4. Lakukan perawatan luka 5. Menurunkan penyebaran dan
bebas dari dengan teknik steril pertumbuhan mikrorganisme
tanda-tanda 5. Berikan antibiotic sesuai 6. Mengidentifikasi adanya
infeksi indikasi mikroorganisme penyebab infeksi
c. Tidak terdapat 6. Siapkan specimen dan pemilihan terapi yang tepat

17
drainase drainase untuk dilakukan
purulen dan pemeriksaan sesuai
eritema pada indikasi
luka insis
Kurang Tujuan: 1. Kaji pengetahuan klien 1. Sebagai dasar untuk memberikan
pengetahuan Klien mendapatkan tentang penyakit, pendidikan kesehatan.
berhubungan pemahaman pengobatan dan 2. Klien mendapatkan pemahaman
dengan tentang penyakit, perawatan. tentang penyakitnya.
kurang pengobatan, 2. Berikan penjelasan 3. Klien mendapatkan pemahaman
mengingat, perawatan, dan tentang penyakit tentang gejala kekambuhan dan
infirmasi penyakitnya. obstruksi dan cara antisipasi memberikan penanganan
yang tidak Hasil kriteria: mencegah kekambuhan. segera terhadap kekambuhan.
adekuat a. Klien dapat 3. Jelaskan, gejala-gejala 4. Klien mendapatkan pemahaman
tentang menjelaskan kekambuhan penyakit tentang obat-obatan yang didapat.
penyakit, penyakitnya. obstruksi dan laporkan 5. Klien mendapatan pemahaman
pengobatan, b. Klien dapat pada perawat atau tentang perawatan penyakitnya.
perawatan menyebutkan dokter. 6. Agar klien tidak lupa kapan waktu
penyakitnya pengobatan 4. Jelaskan obat-obatan control ke RS.
yang akan yang didapat tentang
diberikan. nama obat, tujuan, dosis,
c. Klien dapat waktu pemberian dan
menjelaskan efek samping yang
perawatan mungkin terjadi.
yang akan 5. Jelaskan tentang
dilakukan perawatan penyakitnya:
selama sakit. diet tinggi serat, intake
d. Klien control cairan yang adekuat,
tepat waktu. aktivitas sesuai
kemampuan.
6. Jelaskan dan berikan
catatan tertulis waktu
kontrol setelah pulang
dari Rumah Sakit.

18
D. Evaluasi Keperawatan
1. Rasa nyaman klien terpenuhi; nyeri abdomen teratasi, klien menunjukkan :
a) Skala nyeri klien 0-2
b) Ekspresi wajah klien tenang
c) Klien menyatakan nyeri berkurang
d) Dapat tidur/istirahat minimal 6-8 jam sehari
2. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, klien menunjukkan :
a) Tanda-tanda vital klien dalam batas normal
b) Konsumsi cairan per oral adekuat 2-3 liter sehari
c) Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot
d) Membran mukosa lembab dan turgor kulit baik
e) Masukan dan pengeluaran cairan seimbang
f) Hasil pemeriksaan laboratorium : elektrolit normal
3. Berkurangnya resiko terjadinya infeksi akibat pembedahan, klien menunjukkan :
a) Pemulihan luka pada klien tepat waktu
b) Melaporkan klien bebas dari drainase purulent/eritema
c) Klien tidak mengalami demam
4. Klien mampu memahami pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, dan
perawatan, klien menunjukkan :
a) Klien dapat menjelaskan penyakitnya
b) Klien mampu menyebutkan pengobatan yang akan diberikan
c) Klien mampu menjelaskan perawatan yang akan dilakukan selama sakit
d) Klien melakukan control tepat waktu

19
BAB IV
TINJAUAN KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus Fiktif
Ny. J berumur 29 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan tidak bisa BAB
tidak bisa flatus, pasien mengatakan merasa mual dan muntah, sendawa, perut terasa
kembung, pasien mengatakan nyeri pada abdomen, pasien terlihat cemas. Membran
mukosa bibir terlihat kering. Turgor kulit lambat. Muka klien terlihat pucat. Tanda-
tanda vital TD: 100/60 mmHg, RR: 26 x/menit, Nadi: 150 x/menit, Suhu: 37,50C,
dengan skala nyeri 6. Pemeriksaan penunjang : Hasil, Ht : 47 %, leu : 12.000 gr/dl
trombosit : 279 ribu/Ui, eritrosit : 3.38 ribu/uI. Jenis terapi dan Dosis : Infus RL Inj
20 ttpm, Cefotaxime 1 gr/12 Jam, Inj. Ranitidin 1 Amp/12 Jam, Inj.Metamezol 1
Amp/12 jam.

B. Pengkajian Data
1. Identitas
a) Identitas klien
Nama : Ny. J
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Joketro Parang Magetan RT 17 RW 7 Jatim
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Masuk RS : 25 Oktober 2009
Nomor RM : 01 43 31 43GM II/677
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Pengkajian : 2 November 2009
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Hubungan dengan pasien : Suami

20
Alamat : Joketro Parang Magetan RT 17 RW 7 Jatim
2. Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit sekarang :
Tidak bisa BAB (+), tidak bisa flatus (+), mual (+), muntah (+),
sendawa (+), perut kembung (+), nyeri pada abdomen (+). Nyeri yang
dikatakan pasien disebabkan oleh distensi abdomen. Upaya yang dilakukan
untuk mengurangi nyeri dengan air hangat, tetapi nyeri belum berkurang.
Nyeri yang dirasakan oleh klien seperti ditusuk-tusuk. Nyeri bagian perut kiri
bawah dengan skala nyeri 6. Nyeri yang dirasakan sudah 5 hari yang lalu
secara hilang timbul.
b) Riwayat penyakit dahulu :
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit dahulu.
c) Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak memiliki penyakit seperti ini.
3. Pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolik
 Sebelum sakit 3x perhari habis satu porsi
 Saat sakit 3x perhari habis ¼ porsi
b) Pola eliminasi
 Sebelum sakit : buang air kecil 6x per hari, BAB 1x perhari
 Saat sakit : buang air kecil 3x per hari, tidak BAB sama sekali
c) Pola istirahat
 Sebelum sakit 8 jam tidur dimalam hari
 Saat sakit 4 jam tidur dimalam hari
4. Pemeriksaan fisik
a) Penampakan umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
GCS : eye : 4 , verbal : 5 , motorik : 6 , total 15
Berat badan : 45 kg , Tinggi badan : 155 cm
Skala nyeri : 6 (dari 1-10)
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Respirasi : 26 x/menit

21
Nadi : 150 x/menit
Suhu 37,50C
b) Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen
Auskultasi : Bising usus 35 x/menit
Perkusi : Suara perut timpani (kembung)
Palpasi : Terasa keras ada infaksi feses.
5. Data Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Haematokrit 47 % 34-44 %
Leukosit 12 ribu/uI 4-10 ribu/uI
Trombosit 279 ribu/uI 150-400 bu/Ui

C. Analisa Data
Data fokus Problem Etiologi
Data subjektif: Nyeri akut Distensi abdomen
- Klien mengatakan nyeri pada
abdomen
Data objektif:
- TTV :
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi 150 x/menit
Suhu 37,50C
Pernafasan 26 x/menit
- P : disebabkan oleh distensi
abdomen
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : dibagian perut kiri bawah
S : 6 dari 1-10
T : nyeri hilang timbul
- Klien terlihat cemas

22
Data Subjektif : Gangguan kekurangan Kehilangan cairan
- Klien mengatakan mual volume cairan aktif.
- Klien mengatakan muntah
Data Objektif :
- Membran mukosa bibir terlihat
kering
- Turgor kulit lambat
- Muka klien terlihat pucat
Data Subjektif: Konstipasi Dehidrasi, adanya
- Klien mengatakan tidak bisa BAB masa yang menutupi
- Klien mengatakan tidak bisa flatus. saluran pencernaan
- Klien mengatakan perut terasa
kembung.
Data Objektif:
- Infeksi : Pembesaran abdomen
- Auskultasi: bising usus 35 x/menit
- Perkusi: suara perut timpani
(kembung)
- Palpasi: Terasa keras ada infaksi
feses.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi ditandai dengan pasien terlihat cemas dan
mengatakan nyeri pada abdomen di bagian kiri bawah seperti ditusuk-tusuk dan
bersifat hilang timbul.
2. Gangguan kekurangan volume cairan berhubungan dengan cairan aktif ditandai
dengan pasien merasa mual dan muntah disertai bibir kering, muka terlihat pucat
dan turgor kulit melambat.
3. Konstipasi berhubungan dengan dehidrasi adanya massa yang menutupi saluran
pencernaan ditandai dengan pasien merasa perut kembung dan mengatakan tidak
bisa BAB dan tidak bisa flatus.

23
E. Perencanaan Asuhan Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan Pain Management Pain Management
keperawatan selama 1 x 24 jam 1) Lakukan pengkajian nyeri 1) Agar mengetahui tingkat
diharapkan masalah nyeri akut secara komperhensif nyeri pada pasien
dapat teratasi dengan kriteria termasuk lokasi,
hasil: karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri, fraktur presipitasi.
mampu menggunakan 2) Observasi reaksi non verbal 2) Mengetahui reaksi non
tehnik non farmakologi dari ketidaknyamanan verbal dari
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan akibat
mencari bantuan). nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 3) Gunakan teknik komunikasi 3) Membantu pasien
berkurang dengan terapeutik untuk menceritakan
menggunakan mengetahui pengalaman pengalaman nyerinya
manajemen nyeri. nyeri pasien.
3. Mampu mengenali nyeri 4) Kontrol lingkungan yang 4) Agar menyesuaikan
(skala, intensitas, dapat mempengaruhi nyeri dengan kondisi pasien
frekuensi, dan tanda seperti suhu ruangan,
nyeri). pencahayaan dan
4. Menyatakan rasa nyaman kebisingan.
setelah rasa nyeri 5) Pilih dan lakukan
5) Membantu nyeri agar
berkurang penanganan nyeri
tertangani
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal).
6) Menyesuaikan intervensi
6) Kaji tipe dan sumber nyeri
dengan tipe dan sumber
untuk menentukan
nyeri
intervensi.

7) Membantu pasien terlibat


7) Ajarkan tentang teknik non

24
farmakologi. dalam pengobatan.
8) Berikan analgetik untuk 8) Kolaborasi dengan
mengurangi nyeri. apoteker.
9) Evaluasi keefektifan kontrol 9) Mengetahui
nyeri. perkembangan nyeri
10) Tingkatkan istirahat. 10) Agar pasien relaksasi
11) Kolaborasi dengan dokter 11) Membantu penyelesaian
jika ada keluhan dan nyeri yang belum teratasi
tindakan nyeri tidak
berhasil.
12) Monitor penerimaan pasien 12) Mengetahui
tentang menajemen nyeri. perkembangan keadaan
nyeri pasien

Analgesic Administration Analgesic Admiration


1) Tentukan lokasi, 1) Agar pemberian obat
karakteristik, kualitas dan tepat sesuai kriteria nyeri
derajat nyeri sebelum yang dirasakan pasien
pemberian obat.
2) Cek intruksi dokter tentang 2) Meminimalisir kesalahan
jenis obat, dosis dan pemberian obat
frekuensi
3) Pilih analgesik yang 3) Agar analgesik sesuai
diperlukan kombinasi dari dengan kondisi pasien
analgesik ketika pemberian
lebih dari satu.
4) Agar analgesik sesuai
4) Tentukan pilihan analgesik
dengan tipe dan berat
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
nyeri.
5) Agar pemberian
5) Tentukan analgesik pilihan,
analgesik efektif
rute pemberian dan dosis
optimal.
6) Mengetahui
6) Monitor vital sign sebelum
perkembangan keadaan

25
dan sesudah pemberian umum pasien
analgesik pertama kali
7) Evaluasi efektivitas analgesik 7) Mengetahui pengaruh
tanda dan gejala. analgesik pada pasien
2. Setelah dilakukan tindakan Constipation/Inpaction Constipation/Inpaction
keperawatan selama 1x24 jam Management Management
diharapkan masalah konstipasi 1) Monitor tanda dan gejala 1) Menunjukkan respon
dapat teratasi dengan kriteria konstipasi akibat konstipasi
hasil: 2) Monitor bising usus 2) Mengetahui data objektif
1. Mempertahankan bentuk dengan dilakukannya
feses lunak setiap 1-3hari auskultasi
2. Bebas dari 3) Monitor feses: frekuensi, 3) Mengetahui
ketidaknyamanan dan konsistensi dan volume perkembangan eliminasi
konstipasi fekal
3. Mengidentifikasi 4) Konsultasi dengan dokter 4) Kolaborasi data objektif
indikator untuk tentang penurunan dan
mencegah konstipasi peningkatan bising usus.
4. Feses lunak dan 5) Identifikasi faktor penyebab 5) Sebagai dasar dalam
berbentuk dan konstribusi konstipasi intervensi
6) Dukung intake cairan 6) Mencegah dehidrasi
akibat konstipasi
7) Pantau tanda-tanda dan 7) Mengetahui sejauh mana
gejala konstipasi perkembangan konstipasi
yang terjadi
8) Memantau gerakan usus, 8) Sebagai bagian dalam
termasuk konsistensi observasi gejala
frekuensi, bentuk, volume konstipasi
dan warna.
9) Memantau bising usus. 9) Mengetahui
perkembangan data
objektif
10) Konsultasikan dengan dokter 10) Kolaborasi gejala atau
tentang penurunan/kenaikan data objektif

26
frekuensi bising usus.
11) Menyusun jadwal ke toilet 11) Membantu pasien
melakukan personal
hygiene
12) Mendorong meningkatkan 12) Menghindari dehidrasi
asupan cairan, kecuali di yang dapat meningkatkan
kontraindikasikan. konstipasi
13) Evaluasi profil obat untuk 13) Sebagai langkah
efek samping penyesuaian obat
gastrointestinal. terhadap efek samping
14) Anjurkan pasien/keluarga 14) Memberikan informasi
pada penggunaan yang tepat tentang obat pencahar
dari obat pencahar.
15) Anjurkan pasien/keluarga 15) Memberikan informasi
pada hubungan asupan diet, tentang penanganan pada
olahraga dan cairan konstipasi
sembelit/impaksi.
16) Ajarkan pasien atau keluarga 16) Membantu pemahaman
tentang proses pencernaan pasien/keluarga tentang
yang normal. proses pencernaan yang
normal
17) Ajarkan pasien/keluarga 17) Memberi informasi
tentang kerangka waktu tentang resolusi sembelit
untuk resolusi sembelit.
3. Setelah dilakukan tindakan Fluid Management Fluid Management
keperawatan selama 1x24 jam 1) Pertahankan cairan intake 1) Agar intake dan output
diharapkan masalah kekurangan dan output yang akurat. terpantau normal
volume cairan dapat teratasi 2) Monitor status hidrasi 2) Mengetahui
dengan kriteria hasil: (kelembaban membran perkembangan keluar
1. Mempertahankan urin mukosa, nadi adekuat, dan masukan cairan
output sesuai dengan usia tekanan darah ortustatik),
dan berat badan, berat jika diperlukan.
jenis urine normal, HT 3) Monitor vital sign. 3) Mengetahui

27
normal. perkembangan keadaan
2. Tekanan darah, nadi suhu umum pasien
tubuh dalam batas 4) Monitor masukan 4) Untuk memantau status
normal. makanan/cairan dan intake nutrisi pasien
3. Tidak ada tanda-tanda kalori harian.
dehidrasi, elastisitas 5) Monitor status nutrisi 5) Mengetahui
turgor kulit baik, perkembangan berat
membran mukosa badan pasien
lembab tidak ada rasa 6) Dorong masukan oral. 6) Memenuhi kebutuhan
haus yang berlebihan. nutrisi akibat kekurangan
cairan
7) Kolaborasi dengan dokter. 7) Merupakan peran
perawat berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan
lainnya
Hypovolemia Management Hypovolemia Management
1) Monitor status cairan 1) Agar status cairan
termasuk intake dan output terpantau normal,
cairan. mengurangi
hypovolemia.
2) Monitor tingkat Hb dan 2) Mengetahui
elektrolit. perkembangan cairan
yang lainnya
3) Monitor tanda-tanda vital 3) Mengetahui
perkembangan keadaan
umum pasien
4) Mengetahui apakah urin
4) Monitor berat badan
output sudah sesuai
dengan berat badan
5) Membantu pasien
5) Dorong pasien untuk
memenuhi kebutuhan
menambah intake oral.
nutrisi

28
F. Implementasi Keperawatan
Tanggal Jam No. Tindakan Keperawatan Respon Pasien TTD
dx

03/11/2009 08:00 1 Pain Management Pain Management


1) Data Subjektif
1) Melakukan pengkajian
Pasien menyatakan nyeri
nyeri secara pada abdomen
Data Objektif
komperhensif termasuk
P : disebabkan oleh
lokasi, karakteristik, distensi abdomen
Q : nyeri seperti ditusuk-
durasi, frekuensi, kualitas
tusuk
dan fraktur presipitasi. R : dibagian perut kiri
bawah
2) Mengobservasi reaksi
S : 6 dari 1-10
non verbal dari T : nyeri hilang timbul
2) Data Subjektif
ketidaknyamanan
Tidak ada
3) Menggunakan teknik Data Objektif
Pasien terlihat cemas
komunikasi terapeutik
3) Data Subjektif
untuk mengetahui Pasien mengatakan nyeri
pada abdomen seperti
pengalaman nyeri pasien.
ditusuk-tusuk.
4) Mengontrol lingkungan Data Objektif
Pasien mengalami
yang dapat
distensi abdomen
mempengaruhi nyeri 4) Data Subjektif
Tidak ada
seperti suhu ruangan,
Data Objektif
pencahayaan dan Pasien tampak nyaman
dengan lingkungan
kebisingan.
5) Data Subjektif
5) Memilih dan melakukan Pasien mengatakan nyeri
tidak berkurang bahkan
penanganan nyeri
setelah dikompres
(farmakologi, non dengan air hangat
Data Objektif
farmakologi dan
Skala nyeri pasien sudah
interpersonal). mencapai derajat 6
6) Data Subjektif
6) Mengkaji tipe dan
Pasien mengatakan nyeri
sumber nyeri untuk seperti ditusuk-tusuk
dan bersifat hilang
menentukan intervensi.
timbul.
7) Mengajarkan tentang Data Objektif
Pasien mempunyai nyeri

29
teknik non farmakologi. tipe kolik
7) Data Subjektif
8) Memberikan analgetik
Pasien mengatakan nyeri
untuk mengurangi nyeri. tidak berkurang bahkan
setelah dikompres
9) Mengevaluasi
dengan air hangat
keefektifan kontrol nyeri. Data Objektif
Nyeri pasien belum
10) Meningkatkan istirahat.
hilang dengan teknik
11) Mengolaborasikan non farmakologi
8) Data Subjektif
dengan dokter jika ada
Pasien mengatakan nyeri
keluhan dan tindakan mulai berkurang
Data Objektif
nyeri tidak berhasil.
Pasien sudah mendapat
12) Memonitor penerimaan analgetik
9) Data Subjektif
pasien tentang
Tidak ada
menajemen nyeri. Data Objektif
Kontrol nyeri pasien
efektif
10) Data Subjektif
Pasien mengatakan jam
tidur mulai meningkat
Data Objektif
Jam tidur pasien
meningkat menjadi 6
jam per hari
11) Data Subjektif
Pasien mengatakan nyeri
mulai berkurang
Data Objektif
Tindakan nyeri berhasil
12) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Pasien menerima
manajemen nyeri yang
dilakukan

Analgesic Administration
Analgesic Administration
1) Menentukan lokasi,
1) Data Subjektif
karakteristik, kualitas dan
Tidak ada
derajat nyeri sebelum Data Objektif
09:00 1 Nyeri bersifat kolik
pemberian obat.
dengan serajat nyeri
2) Mengecek intruksi dokter 6 di abdomen
2) Data Subjektif

30
tentang jenis obat, dosis dan Tidak ada
Data Objektif
frekuensi
Infus RL Inj 20
3) Memilih analgesik yang ttpm, Cefotaxime 1
gr/12 Jam, Inj.
diperlukan kombinasi dari
Ranitidin 1 Amp/12
analgesik ketika pemberian Jam, Inj.Metamezol
1 Amp/12 jam.
lebih dari satu.
3) Data Subjektif
4) Menentukan pilihan Tidak ada
Data Objektif
analgesik tergantung tipe dan
Infus RL Inj 20
beratnya nyeri. ttpm, Cefotaxime 1
gr/12 Jam, Inj.
5) Menentukan analgesik
Ranitidin 1 Amp/12
pilihan, rute pemberian dan Jam, Inj.Metamezol
1 Amp/12 jam.
dosis optimal.
4) Data Subjektif
6) Memonitor vital sign Tidak ada
Data Objektif
sebelum dan sesudah
Infus RL Inj 20
pemberian analgesik pertama ttpm, Cefotaxime 1
gr/12 Jam, Inj.
kali
Ranitidin 1 Amp/12
7) Mengevaluasi efektivitas Jam, Inj.Metamezol
1 Amp/12 jam.
analgesik tanda dan gejala.
5) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Infus RL Inj 20
ttpm, Cefotaxime 1
gr/12 Jam, Inj.
Ranitidin 1 Amp/12
Jam, Inj.Metamezol
1 Amp/12 jam.
6) Data Subjektif
Pasien mengatakan
nyeri mulai
berkurang
Data Objektif
Derajat nyeri
berkurang menjadi 3
7) Data Subjektif
Pasien mengatakan
nyeri berkurang
Data Objektif
Analgetik pada
pasien bekerja
efektif

31
Constipation/Inpaction
Management
Constipation/Inpaction
1) Memonitor tanda dan gejala
Management
2
konstipasi
10:00
2) Memonitor bising usus 1) Data subjektif
Tidak ada
3) Memonitor feses: frekuensi,
Data objektif
konsistensi dan volume Tanda dan gejala
terlihat mulai
4) Mengonsultasikan dengan
berkurang
dokter tentang penurunan dan 2) Data subjektif
Tidak ada
peningkatan bising usus.
Data objektif
5) Mengidentifikasi faktor Bising usus
mulai terdengar
penyebab dan konstribusi
normal
konstipasi 3) Data Subjektif
Tidak ada
6) Mendukung intake cairan
Data Objektif
7) Memantau tanda-tanda dan Frekuensi,
konsistensi, dan
gejala konstipasi
volume usus
8) Memantau gerakan usus, terlihat normal
4) Data Subjektif
termasuk konsistensi
Tidak ada
frekuensi, bentuk, volume Data Objektif
Konsultasi bising
dan warna.
usus dengan
9) Memantau bising usus. dokter bahwa
bising usus
10) Mengonsultasikan dengan
pasien mulai
dokter tentang normal.
5) Data Subjektif
penurunan/kenaikan
Pasien
frekuensi bising usus. mengatakan
tidak dapat BAB
11) Menyusun jadwal ke toilet
Data Objektif
12) Mendorong meningkatkan Pasien tidak
dapat BAB
asupan cairan, kecuali di
karena saat
kontraindikasikan. dilakukan
palpasi terasa
13) Menganjurkan
keras dan ada
pasien/keluarga pada infaksi feses
6) Data Subjektif
hubungan asupan diet,
Tidak ada
olahraga dan cairan Data Objektif
Bibir pasien

32
sembelit/impaksi. tidak kering
7) Data Subjektif
14) Mengajarkan pasien atau
Pasien
keluarga tentang proses mengatakan
sudah merasa
pencernaan yang normal.
baikan
15) Mengajarkan pasien/keluarga Data Objektif
Pasien sudah
tentang kerangka waktu
bisa BAB
untuk resolusi sembelit. dengan frekuensi
normal
8) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Feses pasien
terlihat normal
9) Data Subjektif
Pasien
mengatakan
bising usus mulai
terasa
Data Objektif
Bising usus
terdengar
10) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Bising usus
pasien semula 35
x/menit menjadi
normal 5-
30x/menit
11) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Pasien dapat
mulai buang air
kecil 6-7x per
hari, BAB 1x per
hari
12) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Konstipasi pada
pasien mulai
berkurang
13) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Cairan 6-8 gelas

33
sehari, serat
mislanya biji-
bijian, buah dan
sayur, serta
olahraga
misalnya jalan
kaki.
14) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Pasien dan
keluarga
memahami
proses
pencernaan yang
normal
15) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Pasien
memahami
kerangka waktu
resolusi sembelit

13:00 3 Fluid Management


Fluid Management
1) Mempertahankan cairan
1) Data Subjektif
intake dan output yang
Tidak ada
akurat.
Data Objektif
2) Memonitor status hidrasi
Intake dan output
(kelembaban membran
cairan normal
mukosa, nadi adekuat,
2) Data Subjektif
tekanan darah ortustatik),
Pasien mengatakan
jika diperlukan.
sudah tidak
3) Memonitor vital sign.
merasakan jering
4) Memonitor masukan
pada bibir dan
makanan/cairan dan intake
tenggorokannya
kalori harian.
Data Objektif
5) Memonitor status nutrisi
Membran mukosa
6) Mendorong masukan oral.
lembab, nadi
7) Mengolaborasikan dengan
adekuat, tekanan
dokter.

34
darah ortustatik
3) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
TD : 120/80mmHg,
denyut nadi 60-100
kali per menit, laju
pernapasan 12-
20x/menit, suhu
tubuh 36,50C-37,50C
4) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Pasien makan dan
minum tepat waktu
5) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Status nutrisi pasien
normal
6) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Pasien makan dan
minum dengan
teratur
7) Data Subjektif
Tidak ada
Data Objektif
Kolaborasi
mengenai
peningkatan cairan
pada pasien

35
Hypovolemia Management Hypovolemia
1) Memonitor status cairan Management
14:00 3
termasuk intake dan output
1. Data subjektif
cairan.
Tidak ada
2) Memonitor tingkat Hb dan Data objektif
elektrolit. Bibir tidak terlihat
kering
3) Memonitor tanda-tanda 2. Data subjektif
vital Pasien merasa lebih
segar
4) Memonitor berat badan Data objektif
5) Mendorong pasien untuk Wajah pasien tidak
terlihat pucat
menambah intake oral. 3. Data subjektif
Tidak ada
Data objektif
Tekanan darah
normal 80/120
mmHg, RR :
20x/menit
4. Data objektif
Tidak ada
Data objektif
Berat badan pasien
dalam rentang
normal sesuai
dengan tinggi badan
5. Data subjektif
Tidak ada
Data objektif
Bibir pasien tidak
tampak kering

36
G. Evaluasi Keperawatan

No Dx Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan S : Pasien mengatakan sudah tidak merasakan
distensi nyeri pada abdomen
O : Skala nyeri berkurang
A : Masalah terselesaikan
P : Intervensi dihentikan
2. Gangguan kekurangan volume S : Pasien mengatakan sudah tidak merasa
cairan berhubungan dengan cairan dehidrasi
aktif. O : Bibir pasien tidak kering
Turgor kulit lembab
Membran mukosa lembab
A : Masalah terselesaikan
P : Intervensi dihentikan
3. Konstipasi berhubungan dengan S : Pasien mengatakan sudah dapat BAB seacara
dehidrasi, adanya massa yang normal
menutupi saluran pencernaan O : Pasien sudah rutin ke kamar mandi untuk
BAB
A : Masalah terselesaikan
P : Intervensi dihentikan

37
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obstruksi usus adalah sumbatan yang terjadi pada aliran isi usus baik secara
mekanis maupun fungsional. Sumbatan tersebut disebabkan oleh rintangan pada jalan
isi usus hingga mengakibatkan rusak atau hilangnya pasase isi usus. Usus sendiri
terdiri dari usus halus dan usus besar, obstruksi usus ini dapat terjadi pada kaduanya
dalam keadaan parsial maupun seluruhnya. Obstruksi usus terjadi karena akumulasi
gas dan cairan pada bagian yang tersumbat menyebabkan distensi hingga tekanan
interlumen meningkat dan iskemia pada dinding usus. Setelahnya akan tumbuh
perifolirasi bakteri yang sangat cepat. Akibatnya juga dapat berupa kekurangan H2O
dan elektrolit sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik. Etiologi obstruksi usus
yaitu, pelengketan (adhesi), intususepsi, volvulus, hernia, tumor. Tanda dan gejala
obstruksi usus diantaranya obstruksi usus halus yaitu, gejala awal biasanya berupa
nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigastrium yang cenderung bertambah
berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Obstruksi usus
besar yaitu nyeri perut, muntah dan akhirnya abdomen menjadi sangat distensi.
Pencegahan obstruksi usus tergantung pada penyebabnya adapun pencegahan dari
obstruksi yaitu mengkonsumsi makanan kaya serat, minum banyak cairan, setidaknya
2-3 liter per hari, dan berolahraga secara teratur.
Pemeriksaan pada obstruksi usus diantaranya dilakukan pemeriksaan
laboratorium, pemerikasaan foto polos abdomen , CT-Scan, pemeriksaan radiologi
dengan barium enema, USG, MRI, dan pemeriksaan anggiografi. Dasar pengobatan
ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada,
dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal. Komplikasi yang terjadi jika obstruksi usus ini tidak segera ditangani
diantaranya adalah peritonitis karena absorbsi toksin, perforasi (bocor usus), sepsis
(infeksi akibat dari peritonitis), dan syok hipovolemik.
Asuhan keperawatan pada penyakit obstruksi usus berupa pengkajian, hal-hal
yang dapat dikaji pada obstruksi usus halus diantaranya adanya nyeri abdomen,
adanya muntah yang mulanya mengandung empedu dan mukus, pola eliminasi usus,
gangguan pola tidur bila nyeri dan diare pada malam hari. Kemudian hal-hal yang

38
perlu dikaji pada obstruksi usus besar, yaitu adanya nyeri perut, muntah, eliminasi
fekal, kram akibat nyeri abdomen bawah, bising usus, palpasi abdomen, distensi, dan
nyeri tekan pada abdomen, peningkatan suhu tubuh, status cairan, turgor kulit,
mukosa bibir intake dan output. Diagnosa keperawatan yang timbul dan menjadi
priortitas adalah risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan berlebihan akibat obstruksi dan muntah tahap lanjut.
Pada kasus fiktif, sesuai dengan sumber literatur yang mengatakan bahwa
insidensi obstruksi usus menyerang usia 16-98 tahun dan lebih sering terjadi pada
wanita dari pada laki-laki karena disebabkan oleh hernia. Hernia itu sendiri
disebabkan oleh peningkatan tekanan di dalam perut, kehamilan, mengejan berlebihan
pada saat buang air besar. Kehamilan terjadi pada wanita yang menyebabkan adanya
penekanan abdomen. Pada kasus ini adanya nyeri akut. Sedangkan pada literatur
mengatakan bahwa adanya nyeri pada manifestasi klinik yang bersifat kolik dalam
kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih
rendah. Pada kasus nyeri akut disebabkan karena adanya distensi pada abdomen.
Sedangkan pada literature nyeri juga disebabkan karena adanya distensi pada
abdomen.
Pada kasus pemeriksaan penunjang terdapat hematokrit meningkat karena
adanya dehidrasi, leukosit meningkat karena adanya inflamasi (peradangan) pada
usus, trombosit normal. Pada literatur mengatakan bahwa adanya leukositosis
meningkat yang menunjukan adanya iskemik atau strangulasi dan inflamasi,
hematokit meningkat karena terjadi dehidrasi dan gangguan elektrolit.
Implementasi dan evaluasi yang dilakukan berdasarkan prioritas diagnosa dan
rencana yang telah ditetapkan di antaranya mempertahankan cairan intake dan output
yang akurat, memonitor status hidrasi, memonitor tanda-tanda vital, memonitor status
nutrisi dan lain-lain untuk gangguan pemenuhan kebutuhan cairan/dehidrasi akibat
konstipasi. Setelah dilakukan implementasi, evaluasi yang didapatkan dapat berupa
pasien yang tidak mengalami dehidrasi lagi, urin input dan output normal, serta tanda-
tanda vital kembali normal.
Kendala yang kami alami sebagai penulis makalah ini adalah kurangnya
literatur yang tersedia di kampus, terutama yang spesifik membahas obstruksi usus.
Lalu sulitnya mencari kasus fiktif mengenai penyakit obstruksi usus. Institusi
pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan,

39
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dari hasil karya tulis ilmiah ini maka adapun saran –
saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi rumah sakit. Untuk meningkatkan pelayanan dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada penyakit obstruksi usus agar dapat meningkatkan mutu
pelayanan dirumah sakit terhadap pelaayanan klien yang merawat inap serta
mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja yang telah berkualitas,
dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan, untuk meningkatkan lagi
peralatan yang ada di ruangan.
2. Bagi pasien dan keluarga pasien. Diharapkan kepada pasien agar sadar bahwa
gaya hidup memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga kesehatan
hingga dapat mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. Misalnya pada pasien
obstruksi usus dengan cara mengkonsumsi makanan tinggi serat, minum
banyak cairan setidaknya 2-3 liter per hari dan melakukan aktifitas yang
cukup seperti olahraga. Untuk keluarga agar dapat mewaspadai dan terus
mengawasi kondisi pasien selama pasien di rumah sakit.
3. Bagi Institusi Pendidikan. Hendaknya menambah literatur yang ada di
perpustakaan, dengan literature yang masih tergolong sedikit, sehingga peserta
didik kesulitan saat mencari literatur.

40
Daftar Pustaka

Antikanisa. 2017. “Makalah Obstruksi Usus”. Diunduh dari


sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34591/4/Chapter%20I.pd/24/08/2018

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Hal 1122. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Deviana. 2013. “Laporan Pendahuluan Ileus Obstruktif”. Diunduh dari


https://deviana23.wordpress.com/2013/12/03/laporan-pendahuluan-ileus-
obstruksi/24/08/2018.

Jepe, Riezky. 2012. “Ileus Obstruksi”. Diunduh dari


http://www.academia.edu/5293855/LAPORAN_KASUS_ILEUS_OBSTRUKSI_Oleh_DAL
AM_RANGKA_MENJALANI_KEPANITRAAN_KLINIK_MADYA_DI_BAGIAN_SMF_
ILMU_BEDAH_RSUP_SANGLAH_FAKULTAS_KEDOKTERAN_UNIVERSITAS_UDA
YANA/24/08/2018.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Suprapti, Ratih. 2015. “Ileus Obstruktif”. Diunduh dari


http://www.academia.edu/19276481/ILEUS_OBSTRUKTIF/24/08/2018.

Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: Trans Info Media.

Widodo, HP. 2014. “Obstruksi Ileus”. Diunduh dari


http://eprints.ums.ac.id/30205/2/BAB_I.pdf/24/08/2018.

41

Вам также может понравиться