Вы находитесь на странице: 1из 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN


A. KONSEP DASAR
1. Definisi Risiko Perilaku Kekerasan
Menurut Muhith (2015), kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk
perilaku agresi (aggressive behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap
hewan atau benda-benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk
pikiran maupun perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi
adalah suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau
ancaman yang memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu perilaku
kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa
tindakan menyerang, merusak hingga membunuh. Agresi tidak selalu
diekspresikan berupa tindak kekerasan menyerang orang lain (assault),
agresivitas terhadap diri sendiri (self aggression) serta penyalahgunaan
narkoba (drugs abuse) untuk melupakan persoalan hingga tindakan bunuh diri
juga merupakan suatu bentuk perilaku agresi.Perilaku kekerasan atau perilaku
agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini, maka
perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal
dan fisik.Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus.Marah lebih
menunjuk kepada suatu perangkat perasaan tertentu yang biasanya disebut
dengan perasaan marah (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.(Keliat, 2010).
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
perilaku kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan
hilangnya kontrol diri yang mengakibatkan individu bisa berperilaku
menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Teori Risiko Perilaku Agresi
Menurut Muhith (2015) ada beberapa teori mengenai perilaku agresi, yaitu :
a. Instinct theory, mengasumsikan bahwa perilaku agresi merupakan suatu
insting naluriah setiap manusia. Menurut teori tersebut, setiap manusia
memiliki insting kematian (tanatos) yang diekspresikan lewat agresivitas
pada diri sendiri maupun orang lain. Saat ini teori ini telah banyak ditolak.
b. Drive theory, menekankan bahwa dorongan agresivitas manusia dipicu
oleh faktor pencetus eksternal intuk survive dalam mempertahankan
eksistensinya. Menurut teori tersebut, tanpa agresi kita dapat punah atau
dipunahkan orang lain, namun teori ini pun banyak disangkal.
c. Social learning theory, menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan
hasil pembelajaran seseorang sejak masa kanak-kanaknya yang kemudian
menjadi pola perilaku (learned behavior). Dalam perkembangan konsep
teori ini mengasumsikan juga bahwa pola respon agresi seseorang
memerlukan stimulus (impuls) berupa kondisi sosial lingkungan (faktor
psikososial) untuk memunculkan perilaku agresi. Namun bentuk stimulus
yang sama tidak selalu memunculkan bentuk perilaku agresi yang sama
pada setiap orang. Dengan kata lain, pola perilakuagresi seseorang
dibentuk oleh faktor pengendalian diri individu tersebut (internal control)
serta berbagai stimulus dari luar (impulses). Saat keseimbangan antara
kemampuan pengendalian diri dan besarnya stimulus terganggu, maka
akan membangkitkan perilaku agresi.
Agresi sendiri dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu :
a. Irritable aggression merupakan tindak kekerasan akibat ekspresi
perasaan marah. Biasanya diinduksi oleh frustasi dan terjadi karena
sirkuit pendek pada proses penerimaan dan memahami informasi
dengan intensitas emosional tinggi (directed against an available
target).
b. Instrumental aggression adalah suatu tindak kekerasan yang dipakai
sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya untuk
mencapai suatu tujuan politik tertentu dilakukan tindak kekerasan yang
dilakukan secara sengaja dan terencana; seperti peristiwa
penghancuran menara kembar WTC di New York, tergolong dalam
kekerasan instrumental).
c. Mass aggression adalah tindakan agresi yang dilakukan oleh massa
akibat kehilangan individualitas dari masing-masing individu. Pada
saat massa berkumpul, selalu terjadi kecenderungan kehilangan
individualitas orang-orang yang membentuk kelompok massa tersebut.
Manakala massa tersebut telah solid, maka bila ada seseorang
memelopori tindak kekerasan, maka secara otomatis semua akan ikut
melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi karena saling
membangkitkan. Pihak yang menginisiasikan tindak kekerasan
tersebut bisa saja melakukan agresi instrumental (sebagai provokator )
maupun agresi permusuhan karena kemarahan tidak terkendali (Keliat,
2010).
3. Rentang Respon Marah
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit
diri-sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Oleh karenanya, perawat harus pula mengetahui tentang respon
kemarahan seseorang dan fungsi positif marah. Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995).
Secara umum,rentang respon adapatif dan maladaptif merupakan
bagian dari rentang respon sosial,dimana pembagian adalalah sebagai berikut
1) Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat
dan individu dalam menyelesaikan masalahnya, dengan kata lain respon
adaptif adalah respon atau masalah yang masih dapat di toleransi atau
masih dapat di selesaikan oleh kita sendiri dalam batas yang normal.
2) Respon maladaptif merupakan respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma - norma dan
kebudayaan suatu tempat atau dengan kata lain di luar batas individu
tersebut.
Adaptasi Maldaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk


Menurut Stuart& Sundeen (1995) rentang respon marah yaitu :
a. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak menimbulkan masalah.
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
karena tidak reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.
c. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya,
pasien tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri
dan merasa kurang mampu.
d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa : muka kusam , bicara
kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
e. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan
kontrol diri, individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
4. Penyebab Risiko Perilaku Kekerasan
Menurut Muhith (2015), penyebab perilaku kekerasan ada dua faktor antara
lain.
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dan dianiaya., sesorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam
dan cemas. Jika tidak mampu mengendalikan frustasi tersebut maka
dia meluapkannya dengan cara kekerasan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4) Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorngan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobilogi mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang
berada di tengah sistem limbik) binatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada neukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya
berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, hendak
menerkam tikus atau objek yang ada di sekitarnya. Jadi, terjadi
kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk
interpretasi indera penciuman dan memori). Neurotransmiter yang
sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamin,
norepineprin, asetilkolin, dan asam amino GABA. Faktor-faktor yang
mendukung adalah ; 1) masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan,
2) sering mengalami kegagalan, 3) kehidupan yang penuh tindakan
agresif, dan 4) lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang
dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat
pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,
tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai,
pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Intraksi
social yang provokatif dan konflik dapat pula memicu tindakan kekerasan.
5. Tanda dan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan
Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
6. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Jenis obat
psikofarmaka adalah :
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa :agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala-
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, mania
depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles
de la toureette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari
yang terbagi 6-15 mg untuk keadaan berat. Kontraindikasinya depresi
sistem saraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping nya sering
mengantuk, kaku, tremor lesu, letih, gelisah.
3) Trihexiphenidyl (TXP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
4) ECT (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples.Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
b. Tindakan Keperawatan
Penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasanmeliputi
(VIdebeck,2008) :
1) Terapi Modalitas
a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua pasien ketika mencoba mengurangi atau
menghilangkan agresif.Aktivitas atau kelompok yang direncanakan
seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah
film, atau diskusi informal memberikan pasien kesempatan untuk
membicarakan peristiwa atau isu ketika pasien tenang. Aktivitas
juga melibatkan pasien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan pasien
menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap pasien dan
kesiapan untuk mendengarkan masalah pikiran serta perasaan
pasien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa
aman pasien (Videbeck, 2008).
b) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi
bersama dalam kelompok individu. Para anggota kelompok
bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada
kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat bantuan
dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi
oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota
kelompok, pasien dapat mempelajari cara baru memandang
masalah atau cara koping atau menyelesaikan masalah dan juga
membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang
penting (Videbeck, 2008).
c) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan pasien dan anggota keluarganya. Tujuannya
ialah memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi pasien, memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang
maladaptive, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga (Steinglass dalam Videbeck, 2008).
d) Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap,
cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal
antara ahli terapi danpasien .Tujuan dari terapi individu yaitu
memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan
personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha
lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara pasien dan ahli terapi terbina melalui
tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-pasien yaitu
introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya yang
ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga
asuransi lain mendorong upaya mempercepat pasien ke fase kerja
sehingga memperoleh manfaat maksimal yang mungkin dari terapi
(Videbeck, 2008).
7. Hal-hal yang Dapat dilakukan Apabila Mempunyai Keluarga dengan
Risko Perilaku kekerasan
a Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan
minat bakat anggota keluarga yang mengalami perilaku kekerasansehingga
diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
b Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak
terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu
menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
c Mengadakan kontrol khusus dengan perawat /dokter yang dapat membahas
dan melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko
pelaku kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak
keluarga terutama orangtua.
8. Peran Keluarga dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
1) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota
keluarga
2) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga
yang berada dalam kesulitan
3) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
4) Menjalin keterbukaan
5) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
6) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha
memperbaiki kekurangan tersebut
7) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada
anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu
kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
8) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat
anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang
pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
9) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan
yang telah dilatih di rumah sakit.
10) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan pasien untuk
mengendalikan marah.
11) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota
keluarga risiko pelaku kekerasan.
12) keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir
kesempatan melakukan perilaku kekerasan
b. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan pasien :
1) Menarik nafas dalam
2) Memukul-mukul bantal
3) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan pasien mengucapkan apa
yang tidak disukai pasien
4) Melakukan kegiatan keagamaan seperti sembahyang.
5) Mendampingi pasien dalam minum obat secara teratur.
c. Bila pasien dalam Perilaku Kekerasan
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu
membawa pasien ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahakan
dan utamakan keselamatan diri pasien dan penolong.
A. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Risiko Perilaku Kekerasan
1. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa factor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pekerjaan, pendidikan, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian,
No Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak
interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari,
dependen.
c. Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba
misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah,
PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan,
tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
d. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut: Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang mudah
rontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.
b. Kepala: Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu, kebersihan.
c. Mata: Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah
d. Hidung: Lihat kebersihan hidung, membran mukosa
e. Mulut: Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya, kebersihan
f. Gigi: Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi
g. Telinga: Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi
h. Kulit: Lihat kebersihan, adakah lesi, warna kulit, teksturnya,
pertumbuhan bulu.
i. Genetalia: Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang uretra,
keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang dikeluarkan
e. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
f. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh
yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan
ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3) Hubungan social
Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan beribadah.
g. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
h. Kebutuhan persiapan pulang
1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
i. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakan nya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan
koping menarik diri).
j. Masalah psikososial dan lingkungan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap
masalah yang dimilki klien, beri uraian spesifik, singkat dan jelas.
k. Pengetahuan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap
item yang dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah.
l. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan
Data Subjetif : Risiko Perilaku Kekerasan
- Pasien mengatakan pernah
melakukan tindak kekerasan
- Pasien mengatakan sering
merasa marah
- Suara keras dan bicara ketus
- Nada suara tinggi
Data Objektif
- Pasien tampak tegang saat
bercerita
- Pembicaraan pasien kasar jika
menceritakan marahnya
- Mata melotot, Pandangan
tajam
- Nada suara tinggi
- Tangan mengepal
- Berteriak
- Mudah tersinggung
Data Subjektif Ketidakmampuan Koping Keluarga
- Pasien mengatakan merasa
diabaikan
Data Objektif
- Mengabaikan anggota
keluarga
- Tidak memenuhi kebutuhan
anggota keluarga
- Perilaku menyerang
- Perilaku menghasut
- Perilaku menolak
- Perilaku bermusuhan
Data Subjektif Resiko mencederai diri sendiri,
- Pasien mengatakan memiliki orang lain, dan lingkungan
riwayat dianiaya oleh ayahnya
dan menganiaya istrinya.
- Pasien mengatakan jalan
untuk mengatasi masalah
adalah dengan cara kekerasan.
Data Objektif
- Hubungan pasien dengan
keluarga tampak sangat tidak
harmonis
Pohon Masalah
Risiko Mencederai diri Effect
Sendiri, Orang lain dan Lingkungan

Risiko PerilakuCCore
Kekerasan
problem Core Problem

Ketidakmampuan koping keluarga cause

Daftar Masalah
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada
perilaku kekerasan yaitu :
a. Risiko Perilaku Kekerasan
b. Ketidakmampuan koping keluarga
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Rencana Tindakan Keperawatan

Tgl/Wa Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan Rasional


ktu Kep. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Senin, Perilaku TUM : Setelah diberikan 1. Agar pasien
10 Kekerasan Pasien tidak lagi melakukan tindakan keperawatan 1 1. Bina Hubungan Saling mampu
Septem tindakan kekerasan. x 20 menit diharapkan Percaya menceritakan
ber TUK 1 : pasien dapat 2. Identifikasi penyebab semua masalah
2018 Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala serta yang dialami
08.00 mengidentifikasi penyebab dan tanda akibat perilaku pasien yang
penyebab dan tanda perilaku kekerasan kekerasan yang mendorong pasien
perilaku kekerasan dengan kriteria hasil : dirasakan pasien. melakukan
yang dirasakan pasien. 1. Pasien 3. Latih cara mengalihkan perilaku
menyebutkan diri saat mendengar kekerasan.
a. Penyebab suara aneh 2. Mengetahui
perilaku 4. Latih cara melakukan penyebabtanda dan
kekerasan teknik nafas dalam. gejala serta akibat
b. Tanda dan gejala 5. Masukkan dalam perilaku kekerasan
perilaku jadwal harian pasien yang dilakukan
kekerasan, pasien.
c. Akibat dari 3. Melatih pasien
perilaku mengatur rasa
kekerasan marahnya dengan
2. Pasien dapat teknik nafas dalam
memperagakan 4. Untuk
cara mengontrol membiasakan
perilaku kekerasan pasien untuk
dengan cara mengatur rasa
melakukan teknik marah dengan
nafas dalam. teknik nafas dalam

TUK 2 : Setelah diberikan 1. Evaluasi kegiatan yang 1. Untuk mengetahui


- Menyebutkan jenis- tindakan keperawatan 1 lalu (SP 1) perkembangan
jenis perilaku x 20 menit diharapkan 2. Latih cara fisik II pasien dalam
kekerasan yang pasien dapat (pukul kasur atau mengontrol rasa
pernah dilakukan menyebutkan jenis- bantal) marah
jenis perilaku 3. Masukkan dalam 2. Untuk
kekerasan yang pernah jadwal harian pasien menyalurkan rasa
dilakukan degan marah pasien
kriteria hasil : secara fisik
1. Pasien dapat 3. Mengatur waktu
menyebutkan pasien dalam
kegiatan yang mengulang cara
sudah dilakukan untuk mengontrol
2. Pasien dapat rasa marahnya.
memperagakan
cara fisik untuk
mengontrol
perilaku
kekerasan.

TUK 3 : Setelah diberikan SP 3 : 1. Untuk mengetahui


Menyebutkan akibat dari tindakan keperawatan 1 1. Evaluasi kegiatan yang bagaimana
perilaku kekerasan yang x 15 menit diharapkan lalu ( SP 1 dan SP 2) kemampuan pasien
dilakukan pasien mampu 2. Latih secara sosial atau dalam
menyebutkan akibat verbal mengontrolrasa
dari perilaku kekerasan 3. Masukkan dalam marahnya.
yang dilakukan degan jadwal harian pasien 2. Untuk membantu
kriteria hasil : pasien dalam
Kriteria evaluasi : mengontrol rasa
1. Menyebutkan marah secara
kegiatan yang verbal
sudah dilakukan 3. Mengatur waktu
2. Memperagakan pasien dalam
cara sosial atu mengulang cara
verbal untuk untuk mengontrol
mengontrol prilaku rasa marahnya.
kekerasan

TUK 4 : Setelah diberikan 1. Untuk mengetahui


Menyebutkan cara tindakan keperawatan 1 1. Evaluasi kegiatan yang perkembangan pasien
mengontrol prilaku x 15 menit diharapkan lalu ( SP 1, SP 2 dan dalam
kekerasan. pasien mampu SP 3) mengontrolrasa
menyebutkan cara 2. Latih secara spiritual marah.
mengontrol perilaku berdoa dan tri sandya 2.Menganjurkan
kekerasan dengan 3. Masukkan dalam pasien untuk berdoa
kriteria hasil : jadwal harian pasien. dan tri sandya untuk
1. Pasien mampu mengontrol rasa
menyebutkan marah.
kegiatan yang sudah 3.Mengatur waktu
dilakukan pasien dalam
2. Pasien dapat mengulang cara untuk
memperagakan cara mengontrol rasa
spiritual marahnya.
4. Implementasi Keperawatan
Impelentasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pengumpulan data
subjektif dan objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan keadaan yang
ada pada pasien dengan kriteria hasil pada perencaan. Evaluasi menggunakan
sistem SOAP (Subjektif, Objektif, Analisis, Planing).
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Keliat, B. A. 2010. Model Praktek Keperawatan profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Muhith, A.2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta :
CV Andi Offset
SDKI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta :DPP PPNI
Stuart and Sundeen.1995.Buku Keperawatan (Alih Bahasa) Achir Yani S.
Hamid.Edisi 3.Jakarta : EGC
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa.Jakarta :EGC
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama

Вам также может понравиться