Вы находитесь на странице: 1из 18

MAKALAH

PENYAKIT AUTOIMUN

KELOMPOK 3

TRISKA REZKYANTI P. (34) SRI REZKY WAHDANIA (43)


GITA YUSTIKA (35) ABDUL AZIS FAISAL (44)
INTAN NURSIANI (36) NURAENI AZIZAH (45)
RINI SUHERTI (37) YUSRIL IHSANUL M (46)
YAUMIL NURUL SAFIRA (38) DIAN WAHYUNI (47)
SRI RAHAYU (39) MELATI PUTRI DITA (48)
NOVIA ANGGRAENI (40) ANDI MUH. FAISAL (49)
MUH. ARIF KUSUMA (41) KARMIATI (50)
ANDI RARA PRAMEI (42)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2016
HIV
( kompetensi 4A)
A. Latar Belakang

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di Amerika
Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan
gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil
penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di beberapa
negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka moralitas yang
peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun
1985 Cherman dan Barre-Sinoussi melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka
lebih dari 12.000 orang dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di
Francis dan sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988,
sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika Serikat telah
dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya meninggal. Kasus-
kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-
baru ini dari United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991, banyaknya
kasus AIDS secara keseluruhan di Amerika Serikat doperkirakan akan meningkat paling sedikit menjadi
270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis
dan 54.000 kematian yang berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai
perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa perang di Vietnam berjumlah
47.000 korban.

Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006
secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987
orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis
terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan disekeliling penderita.

Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stress
psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya
AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997), jika stress mencapai tahap kelelahan
(exhausted stage), maka dapat menimbulkan kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan
pasien serta mempercepat terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun
secara signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan
anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga mencapai 180 sel/
l per tahun.

Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun
berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon
imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor yang diduga
sangat berpengaruh adalah stress.

Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan melalui sel
astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis
akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal
corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol
ini bersifat immunosuppressive terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien
sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat
menekan system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1
(CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).

Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya dalam
memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan
sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social berupa dukungan emosional,
informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman Dan Lazarus, 1988).

Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan keperawatan.
Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang bertujuan untuk
mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respon imun (Ader, 1991 ;
Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social (Steward, 1997). Dengan demikian,
penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat
membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan
keperawatan yang berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam,
2005).

B. Pengertian HIV/AIDS

AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang
menyerang tubuh manusia seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan
kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus
tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali menderita keganasan,khususnya
sarcoma Kaposi dan imfoma yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk
dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang
lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya
menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun
dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk
mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.

Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus
lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang
merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti
group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann,
Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen
lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

C. Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-cell
leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV
di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh
Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika
tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut
tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV. HIV terdiri atas hiv-1 DAN hiv-2
terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid
asal sel hospes.

Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih
spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat
mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi
serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta
neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh
korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan
jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus
tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang infektif dan
merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang
yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan
tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-
blown.

D. Patofisiologi Virus HIV/AIDS

1. Mekanisme system imun yang normal

Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh,
dan bereaksi terhadapnya. Ketika system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh
akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid,
termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan
limfa.

- Sel B, Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masing-masing sel B mampu
mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi spesifik.
Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk
difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan
membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon inflamasi).
- Limfosit T, mempunyai 2 fungsi utama yaitu regulasi sitem imun dan membunuh sel yang
menghasilkan antigen target khusus.

Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang
membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan
makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau
bakteri seperti sel kanker.

2. Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV


Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus
lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang
merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti
group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann,
Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase,
protease, integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen
lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

1. Siklus Hidup HIV

Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara
terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan
setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit
pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi
semakin cepat. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :

- Masuk dan mengikat


- Reverse transkripstase
- ReplikasI
- Budding
- Maturasi

2. Tipe HIV

Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena
reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang
spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi. Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut
adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:

- Sub tipe A: Afrika tengah


- Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
- Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
- Sub tipe D: Afrika tengah
- Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
- Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
- Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
- Sub tipe H: Zaire,gabon
- Sub tipe O: Kamerun,gabon

Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d seluruh dunia

3. Efek dari virus HIV terhadap system imun

Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A), berkaitan dengan periode waktu di
mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien
menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah. Sejumlah
virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering
menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas,
nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan
timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian
hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi
mononucleosis.

Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini
adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa dan thymus. Keadaan tersebut membuat individu yang
terinfeksi HIV rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk
memproduksi limfosit T. Tes antibody HIV dengan menggunakan enzyme linked imunoabsorbent assay
(EIA) akan menunjukkan hasil positif.

4. Cara penularan HIV/AIDS


- Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS, Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral
dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual
berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis,
dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur,
dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful,
2000).
- Ibu pada bayinya, Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan
CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai
35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%
(PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal
atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan (Lily V, 2004).
- Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS, Sangat cepat menularkan HIV karena virus
langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
- Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril, Alat pemeriksaan kandungan seperti
speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi
HIV,dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan
HIV.(PELKESI,1995).
- Alat-alat untuk menoleh kulit, Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat
seseorang, membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat
tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu, Menggunakan jarum suntik secara
bergantian

HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang di pakai secara
bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan
nyamuk,dan hubungan social yang lain.

E. Manifestasi Klinis
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa
sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat
badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah
membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :

1. Infeksi HIV Stadium Pertama, Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan
memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan
kelenjar getah bening.
2. Persisten Generalized Limfadenopati, Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak,
inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan
sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3. AIDS Relative Complex (ARC), Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan
sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan
tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah
dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4. Full Blown AIDS., Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan
terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru
pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik,
gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita
bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

F. Komplikasi

1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV)
pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, dan isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total
/ parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus
(HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen virus structural. Hasil
positif palsu dan negative palsu jarang terjadi
2. Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV negative),
serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi
asam nukleat.
3. Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa secara teratur
(setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum pengobatan menentukan kecepatan penurunan
CD4, dan pemeriksaan pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). menghitung
CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200 sel/mm3 menggambarkan
resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar yang diindikasikan adalah sebagai
berikut :

Semua pasien CD4 <200 sel/mm3

Antigen permukaan HBV* Rontgen toraks

Antibody inti HBV+ RNA HCV

Antibody HCV Antigen kriptokukus

Antibody IgG HAV OCP tinja

Antibody Toxoplasma

Antibody IgG sitomegalovirus CD4 <100 sel/mm3

Serologi Treponema PCR sitomegalovirus

Rontgen toraks Funduskopi dilatasi

Skrining GUM EKG

Sitologi serviks (wanita) Kultur darah mikrobakterium

- HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C


- *Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.
- + Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi
- Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat suntik dan pasien dari
daerah endemic tuberculosis.
4. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang digunakan menegakkan
diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini
memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5. WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan
sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6. PCR (polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :
a. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat
pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita HIV akan membentuk zat
kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah yang diturunkan pada bayi
melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi
pada bayi tersebut. (catatan : HIV sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-
nya sendiri).
b. Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi.
c. Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2
e. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2 kali
pengujian dengan reagen yang berbeda.
f. Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).

H. Tata Laksana HIV

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4
> 500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
- Didanosine
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
4. Recombinant CD 4 dapat larut
5. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
6. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi
yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
7. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV).
LUPUS

(kompetensi 3A)

A. Latar Belakang

Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengindap
penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang,
dan lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.
Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya
jika kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan dengan
sistem imunologi yang berlebih.Penyakit ini tergolong misterius.Dokter kadang bingung mendiagnosis
penyakit ini.
Jumlah penderita lupus ini tidak terlalu banyak. Menurut data pustaka, di Amerika Serikat ditemukan
14,6 sampai 50,8 per 100.000. Di Indonesia bisa dijumpai sekitar 50.000 penderitanya. Sedangkan di RS
Ciptomangunkusumo Jakarta, dari 71 kasus yang ditangani sejak awal 1991 sampai akhir 1996 , 1 dari 23
penderitanya adalah laki-laki. Saat ini, ada sekitar 5 juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap tahun
ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki-laki, dan perempuan.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat.Penyakit Lupus biasanya menyerang wanita
produktif.Meski kulit wajah penderita Lupus dan sebagian tubuh lainnya muncul bercak-bercak merah,
tetapi penyakit ini tidak menular.Terkadang kita meremehkan rasa nyeri pada persendian, seluruh organ
tubuh terasa sakit atau terjadi kelainan pada kulit, atau tubuh merasa kelelahan berkepanjangan serta
sensitif terhadap sinar matahari.Semua itu merupakan sebagian dari gejala penyakit Lupus.
Faktor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah faktor lingkungan, seperti
paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan virus.Oleh karena itu, bagi para penderita lupus
dianjurkan keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00. Saat bepergian, penderita
memakai sun block atau sun screen (pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada bagian kulit yang
akan terpapar.

B. Gejala-Gejala
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun, artinya tubuh pasien lupus
membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah
merah, leukosit, atau trombosit.Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang
masuk ke dalam tubuh. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara pasien yang satu dan yang
lain, maka gejalanya juga sering kali berbeda, misalnya pasien yang satu dengan kaki dan perut bengkak
akibat kerusakan di ginjal, pasien yang lain bisa dengan anemia berat atau jumlah trombosit yang amat
rendah
Umumnya penderita lupus mengalami gejala seperti.kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari
serta timbulnya gangguan pencernaan, penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam
dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif)
menghilang. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu.
Kadang disebut (butterfly rash).Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh
tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik.
Gejala-gejala penyakit lupus dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES).Eritomatosus
artinya kemerahan, sedangkan sistemik bermakna menyebar luas keberbagai organ tubuh.Istilahnya
disebut LES atau Lupus. Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:

1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan.
2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan pegal-pegal.
Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif) menghilang.
3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang
disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh,
menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang
sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.
4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit lupus ini.
5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan, (Dahlan Iskan, 2007).

Menurut American College Of Rheumatology 1997, diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
yang ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan kupu-kupu, istilah
kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.
2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai adanya jaringan parut yang lebih
tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
3. Fotosensitif, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari
4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini dijumpai pada 90 %
odapus.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan.
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
8. Gangguan pada otak atau sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-lain.
9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit berkurang. Dan biasanya
terjadi juga anemia.
10. Tes ANA (Antinuclear Antibody) positif.
11. Gangguan sistem kekebalan tubuh, (Kusnandari, 2008).

C. Penyebab
Faktor yang diduga sangat berperan untuk seseorang terserang penyakit lupus adalah faktor
lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stres, beberapa jenis obat, dan virus.Faktor tersebut dapat
dikelompokkan menjadi faktor kepekaan dan faktor pencetus yaitu adanya infeksi, pemakaian obat-
obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian pil KB, dan stres. Penyakit ini kebanyakaan diderita
wanita usia produktif sampai usia 50 tahun namun ada juga pria yang mengalaminya. Oleh karena itu
diduga penyakit ini berhubungan dengan hormon estrogen.
Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga berkaitan dengan kehamilan
yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau pun bayi meninggal saat lahir.Tetapi hal
yang berkebalikan juga mungkin atau bahkan memperburuk gejala lupus.Sering dijumpai gejala Lupus
muncul sewaktu hamil atau setelah melahirkan.
Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat.Namun, dalam
penyakit ini kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat.Penyakit Lupus diduga berkaitan
dengan sistem imunologi yang berlebih. Dalam tubuh seseorang terdapat antibodi yang berfungsi
menyerang sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang
terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan.Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ
tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas . Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh
jaringan dengan dua cara yaitu :
- Antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah merah yang
menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah
merah atau anemia.
- Antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi), membentuk ikatan
yang disebut kompleks imun. Gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai
tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal,
kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit) Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks
ini tidak dapat dibatasi dengan baik. Sel-sel radang tersebet bertambah banyak sambil mengeluarkan
enzim, yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan
berkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya, hal ini akan
terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka panjang fungsi organ tubuh
akan terganggu, (Anonim, 2009).

D. Diagnosis SLE
Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi ini diartikan sebagai
terpenuhinya minimum kriteria (de initif) atau banyak criteria terpenuhi (klasik) yang mengacu pada
criteria dari the American College of Rheumbatology(ACR) revisi tahun 1997. Namun, mengingat
dinamisnya keluhan dan tanda SLE dan pada kondisi tertentu seperti lupus nefritis, neuropskiatrik lupus
(NPSLE), makadapatsaja
Kriteria tersebut belum terpenuhi. Terkait dengan dinamisnya perjalanan penyakit SLE, maka diagnosis
dini tidaklah mudah ditegakkan. SLE pada tahap awal, seringkali bermanifestasi sebagai penyakit lain
misalnya arthritis reumatoid, gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan sebagainya.Ketepatan diagnosis
dan pengenalan dini penyakit SLE menjadi penting.
Bila dijumpai 4 atau lebih criteria pada tabel diatas, diagnosis SLE memiliki sensitifitas 85% dan
spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin
SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan
bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidakada, maka belum tentu SLE,
dan observasi jangka panjang diperlukan.

E. PemeriksaanPenunjang Minimal Lain yang Diperlukanuntuk Diagnosis dan Monitoring


1. Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)*
2. Urinrutindanmikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urin.
3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, proillipid)*
4. PT, aPTT pada sindroma anti fosfolipid
5. Serologi ANA§, anti-dsDNA†, komplemen†(C3,C4))
6. Fotopolos thorax

F. Pencegahan
Dalam melakukan pencegahan ada berbagai masalah yang dihadapi pengidap lupus.Masalah pertama
adalah seringnya penyakit pasien terlambat diketahui dan diobati dengan benar karena cukup banyak
dokter yang tidak mengetahui atau kurang waspada tentang gejala penyakit lupus dan dampak lupus
terhadap kesehatan. Di Indonesia, rendahnya kompetensi dokter untuk mendiagnosis penyakit secara dini
dan mengobati penyakit lupus dengan tepat tercermin dari pendeknya survival 10 tahun yang masih
sekitar 50 persen, dibandingkan dengan negara maju, yang 80 persen.
Biasanya paramedis akan melakukan pemeriksaan ANA (Anti Nuclear Antibodi) bisa positif, di
laboratorium dan patologi. Bila sudah diketahui diagnosanya lupus, maka pihak medis akan memberikan
pengobatan berupa terapi, theraphy sintomatik (penghilangan gejala), kortikortiroid (antipenurun
kekebalan tubuh), serta menekan daya tahan tubuh berlebihan, dengan pemberian obat demam dan
penghilang rasa sakit. Hanya saja, untuk terapi yang dilakukan berbeda-beda dengan setiap
penderita.Penyembuhannya pun bisa memakan waktu berbulan-bulan, itupun dengan catatan penderita
rajin memeriksakan diri.Bahkan tak jarang, terkadang diagnosa baru didapat justru setelah penderita
meninggal.Atau penyakit lupusnya tiba-tiba sembuh sendiri.Karena itulah, fokus pengobatan dokter
adalah dengan melakukan pencegahan dengan meminimalisir meluasnya penyakit sehingga tidak
menyerang organ vital tubuh lainnya.Oleh karena itu, untuk melakukan upaya preventif terhadap penyakit
lupus perlu ditingkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun semua pihak
yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Selain itu, peningkatan kompetensi petugas-petugas pelayan
kesehatan juga harus di tingkatkan agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang akan membahayakan jiwa
pasien. Pengembangan metode pengobatan yang lebih baik dan efisien juga perlu dilakukan. Pasien juga
harus diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, apa bahayanya dan bagaimana gejalanya agar pasien bisa
turut berperan aktif dalam upaya pencegahan penyakit lupus.
Masalah berikutnya adalah belum terpenuhinya kebutuhan pasien lupus dan keluarganya tentang
informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan lupus.Dirasakan penting sekali meningkatkan
kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit lupus terhadap kesehatan.Masalah lupus tidak
hanya berdampak buruk pada kesehatan pasien, namun juga mempunyai dampak psikologi dan sosial
yang cukup berat untuk pasien maupun keluarganya.Dalam hal ini peran sarjana kesehatan masyarakat
selaku tenaga kesehatan yang berorientasi pada upaya preventif dan promotif sangat diperlukan.
Masyarakat harus secara intensif diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, gejala yang ditimbulkan,
dampak yang ditimbulkan,serta bagaimana cara pencegahannya. Kebersiahan dan kesehatan lingkungan
juga harus diperhatikan karena, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab “penyebab” bahwa faktor
yang diduga menyebabkan lupus ada berberapa macam diantaranya faktor lingkungan.
Masalah lain adalah kurangnya prioritas di bidang penelitian medik untuk menemukan obat-obat
penyakit lupus yang baru, yang aman dan efektif, dibandingkan dengan penelitian penyakit-penyakit lain,
yang sebanding besaran masalahnya. Upaya preventif yang harus dilakukan adalah berusaha
mengembangkan penelitian-penelitian mengenai penyakit lupus mengingat bahaya dan dampak negatif
yang bisa ditimbulkan oleh penyakit ini. Hal yang harus dilakukan penderita lupus (odipus) agar penyakit
lupusnya tidak kambuh adalah :

1. Menghindari stress
2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
3. mengurangi beban kerja yang berlebihan
4. menghindari pemakaian obat tertentu.

Odipus dapat memeriksakaan diri pada dokter-dokter pemerhati penyakit ini, dokter spesialis
penyakit dalam konsultasi hematologi, rheumatology, ginjal, hipertensi, alergi imunologi, jika lupus
dapat tertanggulangi, berobat dengan teratur, minum obat teratur yang di berikan oleh dokter (yang
biasanya diminum seumur hidup), odipus akan dapat hidup layaknya orang normal, (Anonim, 2009).
Dukungan keluarga juga sangat dibutuhkan, mengingat keluarga adalah orang yang paling dekat dan
yang selalu berinteraksi dengan odipus. Dukungan (social support) dalam teori ilmu psikologi merupakan
salah satu media bertahan dari stress (coping stress) yang mampu memberi pengaruh besar.

G. Pengobatan

Pengobatan Lupus tergantung dari :


1. Tipe Lupus.
2. Berat ringannya Lupus.
3. Organ tubuh yang terkena.
4. Komplikasi yang ada.

Tujuan pengobatan Lupus adalah :


1. Mengurangi peradangan pada jaringan tubuh yang terkena.
2. Menekan ketidaknormalan sistem kekebalan tubuh.

Pada pengobatan Lupus digunakan dua kategori obat :


1. Kortikosteroid. Golongan ini berfungsi untuk mencegah peradangan dan merupakan pengatur
kekebalan tubuh. Bentuknya bisa salep, krem, pil atau cairan. Untuk Lupus ringan, digunakan dalam
bentuk tablet dosis rendah. Jika kondisi sudah berat, digunakan kortikosteroid bentuk tablet atau
suntikan dosis tinggi. Bila kondisi teratasi maka penggunaan dosis diturunkan hingga dosis terendah
untuk mencegah kambuhnya penyakit.
2. Nonkortikosteroid. Kegunaan obat ini adalah untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak pada sendi
dan otot, (Stephanie, 2007).

Kongres Internasional Lupus di New York melaporkan beberapa obat baru untuk lupus. Salah satu
obat baru adalah LymphoStat-B, bekerja menghambat protein yang menstimulasi limfosit B (BLyS= B
lymphocyte stimulator). Limfosit B adalah sel yang berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi
antibodi, antibodi yang salah arah pada pasien lupus.LymphoStat-B termasuk obat golongan antibodi
monoklonal, yang mengenal secara khusus aktivitas biologis protein BLyS yang menstimulasi limfosit B ,
kemudian menghambat aktivitas protein tersebut sehingga limfosit B tidak bisa berkembang menjadi sel
plasma yang memproduksi antibodi. Berkurangnya produksi antibodi menyebabkan aktivitas penyakit
lupus mudah dikontrol.Obat baru ini telah mendapat persetujuan FDA, melalui jalur cepat, karena
dianggap amat potensial sebagai obat penyakit SLE.

Uji klinik telah membuktikan manfaat dan keamanan obat ini untuk mengobati penyakit
lupus.Aktivitas penyakit lupus menurun.Obat tersebut juga memulihkan aktivitas auto imun kembali ke
normal. Pada uji klinik tersebut juga dijumpai pengurangan jumlah limfosit B sebesar 12 persen-40
persen serta pengurangan kadar anti-dsDNA (double-stranded DNA); anti-dsDNA adalah salah satu
kriteria penting untuk penyakit lupus. Obat lain yang serupa LymphoStat B yang dilaporkan hasil uji
kliniknya adalah rituximab (antilimfosit B) dan infliximab, yang mempunyai aktivitas anti-TNF (Tumor
Necrosing Factor).

Peneliti lain melaporkan dehydroepiandrosterone (DHEA) dapat mengurangi keperluan dosis


prednisone untuk pasien lupus. Khusus untuk pasien lupus dengan gangguan di ginjal (lupus nefritis),
setelah mendapat obat siklofosfamid, sekarang ada 2 pilihan untuk obat pemeliharaan (maintenance),
yaitu azatioprin atau mycophenolate mofetil yang ternyata hasilnya lebih baik dibandingkan dengan
siklofosfamid. Masih dalam penelitian awal adalah pengobatan lupus dengan cangkok sumsum tulang,
yang hasilnya cukup memberi harapan, (Djoerban, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta:
Erlangga Medical Series

Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat:
Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

Buku Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik

Вам также может понравиться

  • Problem Tree CSB Kel 5
    Problem Tree CSB Kel 5
    Документ1 страница
    Problem Tree CSB Kel 5
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Penyakit Integumen
    Penyakit Integumen
    Документ19 страниц
    Penyakit Integumen
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Документ8 страниц
    Anemia Aplastik
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ7 страниц
    Daftar Isi
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Pendahuluan Kata Pengatar Gizi
    Pendahuluan Kata Pengatar Gizi
    Документ4 страницы
    Pendahuluan Kata Pengatar Gizi
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Laporan Kaki Bengkak
    Laporan Kaki Bengkak
    Документ28 страниц
    Laporan Kaki Bengkak
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Flora Normal
    Flora Normal
    Документ2 страницы
    Flora Normal
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Penjualan Kerajinan Hias Kayu
    Penjualan Kerajinan Hias Kayu
    Документ1 страница
    Penjualan Kerajinan Hias Kayu
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Virus
    Virus
    Документ2 страницы
    Virus
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Contoh Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia
    Contoh Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia
    Документ6 страниц
    Contoh Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Anatomi Trachea
    Anatomi Trachea
    Документ5 страниц
    Anatomi Trachea
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Fiqh Haji
    Fiqh Haji
    Документ6 страниц
    Fiqh Haji
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • SEJARAH PENCAK SILAT
    SEJARAH PENCAK SILAT
    Документ12 страниц
    SEJARAH PENCAK SILAT
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Jaringan Hewan
    Jaringan Hewan
    Документ17 страниц
    Jaringan Hewan
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • CARA PENGGILINGAN
    CARA PENGGILINGAN
    Документ4 страницы
    CARA PENGGILINGAN
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • Palawija
    Palawija
    Документ5 страниц
    Palawija
    Triska Rezkyanti
    Оценок пока нет
  • BIOLOGI
    BIOLOGI
    Документ16 страниц
    BIOLOGI
    Arif Rahman Kamil
    Оценок пока нет