Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki komoditi perkebunan yang beragam. Komoditi
perkebunan di Indonesia salah satunya adalah karet. Tanaman karet
mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa negara.
Hal ini dikarenakn ekspor komoditi lateks mencapai 2,5 juta ton pada
tahun 2011 yang menyebabkan pendapatan devisa negara mencapai USD
11,7 milyar. Pada tahun 2015, luas perkebunan karet di Indonesia
mencapai 3.621.587 Ha dan total produksinya 3.108.260 ton dengan
tingkat produktivitasnya 1.036 Kg/Ha (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2015).
Produksi tanaman karet berupa lateks. Tanaman karet akan
mengeluarkan cairan berwarna putih kekuningan hasil penyadapan pada
kulitnya. Cairan tersebut ialah cairan koloid yang disebut dengan lateks.
Lateks terdiri atas partikel karet yang 25-40% dan partikel bukan karet
berkisar antara 60-75% yang terdispersi dalam air. Di Indonesia lateks
akan diolah menjadi berbagai wujud yaitu lateks cair atau lateks pekat,
remah, dan lembaran (Zuhra, 2010). Produksi karet yang telah dipasarkan
dalam bentuk olahan seperti lateks pekat, sheet, crepe, dan crumb rubber.
Dalam pengolahannya, lateks segar harus dilakukan pengawasan untuk
menjaga kualitas dan kontinuitasnya. Penentuan kadar karet kering juga
sangant penting diketahui agar terhindar dari kecurangan penyadap dan
mengetahui pengaruh bahan pendadih yang digunakan dalam membuat
lateks pekat agar memperoleh hasil yang diinginkan. Oleh karena itu,
dilakukannya praktikum ini untuk mengetahui cara penentuan dan
perhitungan kadar karet kering (KKK), pengaruh penambahan bahan
koagulan pada proses pengolahan lateks, dan mengetahui besar kualitas
lateks.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan proses pengolahan lateks, faktorfaktor proses,
pengendalian proses, dan mutu yang dihasilkan
2. Mendeskripsikan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap kualitas karet
yang dihasilkan
3. Mendeskripsikan beberapa proses pengolahan karet alam yaitu karet
sheet, crepe, crumb rubber, dan lateks pekat
4. Mendeskripsikan cara-cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe,
crumb rubber, dan lateks pekat.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet


Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang sangat penting
dalam industri otomatif. Nama ilmiah dari karet ialah Hevea brasiliensis.
Tanaman karet hanya bisa tumbuh didaerah tropis dan cocok tumbuh pada
rentan zona 15°LS dan 15°LU. Bila di tanam di luar zona tersebut,
pertumbuhannya lebih lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih
lambat. Tanaman karet lebih optimal tumbuh di dataran rendah pada
ketinggian 200 mdpl hingga 600 mdpl dengan suhu 25 oC – 30oC
(Setyamidjaja, 2011).
Tanaman karet merupakan pohon yang dapat tumbuh tinggi, memiliki
batang cukup besar, dan memiliki cabang diatasnya. Tinggi dari tanaman
karet bisa mencapai 15 – 25 meter. Pada bagian batang tanaman karet ini
akan diperoleh lateks melalui penyadapan. Daun karet berbentuk elips
memanjang yang ujungnya runcing. Tangkai daun karet ada dua jenis
yakni tangkai utama dan tangkai anak daun. Tangkai utama dau karet
memiliki panjang antara 3-20 cm sedangkan tangkai anak daun
panjangnya antara 3-10 cm. Pada tagkai utama biasanya terdapat 3 daun.
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji beragam,
umumnya 3 hingga 6 dengan ukuran yang besar dan kulit biji yang keras.
Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas.
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi
dan besar.
Produktivitas tanaman karet ditentukan oleh mutu bahan tanaman/bibit
yang ditanam, mutu bibit/benih dipengaruhi oleh mutu genetik, mutu
fisiologi, mutu fisik (Damanik et al, 2010). Menurut Cahyono (2010),
klasifikasi dari tanaman karet adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiales
Genus : Hevea
Spesies : Hevea bransiliensis
Tanaman karet merupakan salah satu tanaman komoditi perkebunan di
Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di
Indonesia, 85% di antaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet
yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh
perkebunan besar milik negara atau swasta (Janudianto et al, 2013).
Tanaman karet mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan
devisa negara. Hal ini dikarenakn ekspor komoditi lateks mencapai 2,5
juta ton pada tahun 2011 yang menyebabkan pendapatan devisa negara
mencapai USD 11,7 milyar. Pada tahun 2015, luas perkebunan karet di
Indonesia mencapai 3.621.587 Ha dan total produksinya 3.108.260 ton
dengan tingkat produktivitasnya 1.036 Kg/Ha (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2015).
2.2 Pengertian Lateks Segar dan Pekat
2.2.1 Lateks Segar
Lateks merupakan dispersi partikel karet hidrokarbon pada fase
cair yang disebut serum. Lateks memiliki kandungan karet yang
bervariasi tergantung dari klon, umur tanaman, pemupukan, musin,
dan sistem eksplotasi yang dilakukan. Lateks ialah larutan koloid
yang partikel karetnya terlapisi oleh protein dan fosfolipid yang
terdispersi didalam air. Lateks mempunyai banyak inti sel. Hal ini
dikarenakan lateks sebenarnya ialah protoplasma. Lateks sewaktu
keluar dari pembuluh lateks dalam keadaan steril, tetapi kemudian
tercemar oleh mikroorganisme dari lingkungannya. Lateks memiliki
warna putih susu sampai kekuningan. Sifat kenyal karet
berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet. Lateks sendiri
membeku pada suhu 32oF karena terjadi koagulasi. Lateks
merupakan suatu dispersi butir-butir karet dalam air, dimana didalam
dispersi tersebut juga larut beberapa garam dan zat organik, seperti
zat gula, dan zat protein (Djumarti, 2010).
2.2.2 Lateks Pekat
Lateks pekat merupakan salah satu hsil olahan dari lateks yang
diperoleh dari pemekatan lateks kebun. Pemekatan yang dilakukan
dengan menggunakan empat cara yaitu sentrifugasi, pendadihan,
penguapan, dan elektrodekantasi. Cara yang sering digunakan
ialahan cara pendadihan dan sentrifugasi. Hal ini dikarenakan cara
tersebut menghasilkan kapasitas produksi yang besar, viskositas
lateks lebih rendah, berbentuk lipida, dan hasil lateks lebih murni.
Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan
alat sentrifuge dengan kecepatan 6000 – 7000 rpm. Pada saat lateks
didalam alat sentrifuge, lateks akan mengalami pemutaran
disebabkan gaya sentripetal dan sentrifugal.
Lateks pekat ini mengandung karet kering 60%, sedangkan lateks
skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat
jenis sekitar 1,02 g/cm3. Sedangkan pemekatan lateks dengan cara
pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti Natrium atau
Amonium olginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy
methylcellulosa, dan tepung iles-iles. Penambahan bahan pendadih
ini akan menyebabkan partikel karet membentuk rantai-rantai
menjadi butiran. Pembuatan lateks pekat bertujuan meningkatkan
kadar karet kering (KKK) (Dalimunte, 2008).
2.3 Sifat Fisik Kimia Lateks Segar dan Lateks Pekat
2.3.1 Lateks Segar
Lateks ialah larutan koloid yang partikel karetnya terlapisi oleh
protein dan fosfolipid yang terdispersi didalam air. Pada lateks
terdapat pertikel karet dan non karet yang tersuspensi didalam suatu
media yang mengandung berbagai macam zat. Dalam lateks
terdapata 30 – 40% partikel hidrokarbon yang terdapat pada serum
yang juga mengandung protein, karbohidrat, dan komposisi organik
serta bahan non organik. Komposisi lateks segara adalah sebagai
berikut.
Tabel 2.1 Komposisi lateks

Materi Penyusun Komposisi (%)


Materi padat 3,0 – 3,8
Protein dan fosfoprotein 1,0 – 2,0
Resin 2,0
Asam-asam lemak 1,0
Karbohidrat 1,0
Garam-garam anorganik 0,5
Sumber: Bhatnagar, 2009.
Lateks segar memiliki pH sekitar 6,8 sehingga pertikel karet
bermuatan negatif. Lapisan pelindung protein dan lipida dengan
muatan negatif akan bersifat hidrofilik dan berinteraksi dengan
molekul air. Komponen-komponen dalam lateks dapat dipisahkan
dengan cara ultrasentrifugasi berkecepatan tinggi 18000 rpm selama
45 menit. Lateks akan terpisah menjadi tiga bagian utama, yaitu
fraksi karet, fraksi serum, dan fraksi lutoid yang berfungsi untuk
membekukan karet pada aliran sadap. Komposisi lateks jika
disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm adalah sebagi berikut.
1. Fraksi karet (37%) : Karet (isoprena), protein, lipida dan ion
logam.
2. Fraksi Frey Wyssling (1-3%) : Karotinoid, lipida air, karbohidrat
dan inositol, protein, dan turunannya.
3. Fraksi serum (48%) :Senyawa nitrogen, asam nukleat dan
nukleotida, senyawa organik, ion anorganik dan logam.
4. Fraksi dasar (14%) : Fraksi ini mengandung partikel disebut
lutoid. Lutoid ini mempunyai dinding semi permiabel. Cairan
dalam lutoid ini (serum B) mengandung protein, lipida dan
logam.
Partikel karet pada lateks tidak dapat saling berdekatan
dikarenakan setiap partikel memiliki muatan listrik. Lapisan protein
yang melapisi lateks menyebabkan partikel karet bermuatan listrik.
Protein merupakan gabungan dari asam-asam amino yang bersifat
dipolar (dalam keadaan netral mempunyai dua muatan listrik) dan
amphoter (dapat bereaksi dengan asam atau basa). Lateks merupakan
poliisoprena dengan bobot molekul berkisar antara 400.000-
1.000.000. bahan pengusunnya adalah isoprena dan tiap monomer
isoprena saling berikatan secara kepala ekor 1,4 membentuk
poliisoprena atau (C5H8)n. Variabel n merupakan derajat polimerisasi
yang menyatakan monomer yang berpolimerisasi membentuk
polimer (Surya, 2006).
2.3.2 Lateks Pekat
Lateks pekat merupakan salah satu hsil olahan dari lateks yang
diperoleh dari pemekatan lateks kebun. Lateks pekat mengandung
kadar karet kering sekitar 60%. Lateks pekat dapat lolos pada
saringan dengan ukuran 40 mesh. Jenis lateks ini memiliki warna
putih dan berbau karet segar. Lateks pekat bersifat tidak stabil atau
cepat mengalami penggumpalan. Lateks bisa bersifat stabil apabila
sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau
penggumpalan selama penyimpanan. Lateks yang stabil tidak terjadi
penggumpalan pada kondisi yang diinginkan (Cahyono, 2010).
Faktor yang menyebabkan lateks tidak stabil adalah faktor sengaja
dan tidak sengaja. Faktor sengaja dilakukan dengan menambahkan
bahan penggumpal seperti asam, sari buah, dan tawas. Sedangkan
pada faktor tidak sengaja terjadi karena penguapan air dalam lateks
yang berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh mikroba.
Rusaknya sistem kestabilan lateks berhubungan dengan mutu lateks.
Mutu lateks akan menjadi kurang baik. Cara agar lateks tetap stabil
yaitu memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO
2004 yang disajikan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat
ASTMD 1076 ISO 2004
No Parameter
HA LA HA LA
Kandungan padatan total
1 61.5 61.5 61.5 61.5
(TSC) min %
Kandungan karet kering
2 60.0 60.0 60.0 60.0
(DRC) min %
3 Kandungan non karet max 2.0 2.0 2.0 2.0
4 Kadar amoniak Min 1.6 Min 1.0 Min 1.0 Min 0.8
Waktu kemantapan mekanis
5 650 650 540 540
(MST) min detik
6 Bilangan KOH max % 0.8 0,8 1.0 1.0
Asam lemak eteris (ALE =
7 - - 0.2 0.2
VFA) max
8 Tembaga max, ppm 8 8 8 8
9 Mangan max, ppm 8 8 8 8

2.4 Bahan-bahan yang Ditambahkan


2.4.1 Asam Asetat
Asam asetat atau asam cuka merupakan senyawa asam yang
berbentuk cair dan rasanya asam. Asam asetat berbentuk cairan
jernih, tidak berwarna, berbau menyengat memiliki rasa asam,
memiliki titik didih 118,1oC dan titik beku 16,6oC serta larut dalam
alkohol, air, dan eter. Asam asetat memiliki rumus molekul
CH3COOH dengan bobot molekul 60,05. Asam asetat mudah
menguap pada udara bebas atau terbuka, mudah terbakar, dan
bersifat korosif. Asam cuka merupakan sumber utama dalam
pembuatan garam, derivat, dan ester asam asetat. Asam asetat dapat
digunaan sebagai pelarut zat organik yang bagus dan digunakan
untuk membuat selulosa asetat. Selain itu asam asetat dapat
digunakan sebagai pengawet, bumbu masak, dll. Asam asetat adalah
golongan asam karboksilat yang digunakan untuk menurunkan pH.
Asam cuka dihasilkan dari makanan yang terfermentasi. Fermentasi
glukosa secara anaerob akan menghasilkan etanol. Fermentasi etanol
secara aerob akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat
(Desrosier, 2008).
Di Indonesia, kebutuhan asam asetat masih harus di import,
sehingga perlu di usahakan kemandirian dalam penyediaan bahan
(Hardoyono, 2009). Kegunaan asam asetat untuk rumah tangga,
industri dan kesehatan yaitu, sebagai berikut :
1. Bahan penyedap rasa pada makanan
2. Bahan pengawet untuk beberapa jenis makanan dan merupakan
pengawet makanan secara tradisional. Daya pengawet disebabkan
karena kandungan asam asetatnya sebanyak 0,1 % asam asetat
dapat menghambat pertumbuhan bakteri spora penyebab
keracunan makanan.
3. Pembuatan obat-obatan (Aspirin).
4. Bahan dasar pembuatan anhidrida asam asetat yang sangat
penting diperlukan untuk asetilasi terutama di dalam pembuatan
selulosa asetat.
5. Bahan dasar untuk pembuatan banyak persenyawaan lain seperti
asetil klorida.
6. Di bidang industri karet (menggumpalkan karet).
7. asam asetat sebanyak 0,3% dapat mencegah pertumbuhan kapang
penghasil mikotoksin.
2.4.2 Asam Formiat
Asam formiat atau asam semut adalah senyawa asam karboksilat
yang paling sederhana. Asam formiat memiliki rumus molekul
HCOOH. Secara alami asam formiat terkadung dalam sengat lebah
dan semut sehingga sering disebut asam semut. Selain ada pada
semut dan sengat lebah, asam format terdapat pula pada tumbuh-
tumbuhan yang menyebabkan rasa asam dan pada keringat manusia
dalam jumlah kecil. Asam semut termasuk dalam kategori asam
organik lemah. Meskipun termasuk asam lemah, asam formiat
bersifat sangat korosif. Selain itu, asam formiat berentuk cairan yang
tidak berwarna, berbau tajam, mudah larut dalam alkohol, air, dan
eter serta memiliki titik didih 100,5oC, titik leburnya 8oC
(Riswiyanto, 2009). Asam Formiatkebanyakan digunakan pada
indutri dan reaksi kimia. Misalnya saja pada pabrik industri karet,
asam formiat digunakan sebagai bahan koagulan untuk
mengkoagulasi karet dari lateks. Pada industri tekstil asam formiat
digunakan untuk mengatur pH pada proses pemutihan dan
pewarnaan. Pada peternakan, asam format digunakan untuk
membunuh bakteri yang terdapat pada makanan ternak dan juga
sebagai pengawet. Asam formiat merupakan bahan yang mudah
menguap.
2.4.3 Amonia
Amonia merupakam senyawa anorganik yang bersifat mudah
larut dalam air. Amonia memiliki rumus molekul NH3. Amonia
merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur nitrogen dan hidrogen
yang merupakan hasil transformasi N-organik melalui proses
amonifikasi. Amonia merupakan senyawa tidak berwarna dengan
titik didih 33,5oC. Secara fisik, cairan NH3 mirip dengan air dalam
perilaku fisiknya dimana bergabung sangat kuat melalui ikatan
hidrogen. Amonia bersifat toksik dan juga korosif untuk beberapa
bahan. Gas amoniak sangat berbahaya bagi manusia baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Amoniak merupakan zat
antikoagulan yang biasa digunakan oleh perkebunan karet besar
maupun perkebunan rakyat (Yuwono, 2010).
2.5 Mekanisme Penambahan Asam Formiat, Asam Asetat, dan Amonia
2.5.1 Penambahan Asam Formiat dan Asam Asetat
Asam formiat disebut juga asam semut atau asam format. Asam
format terdapa dalam badan semut merah dan sengat lebah. Selain
itu, asam format juga terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang
menyebabkan gatal dan terdapat pada keringat manusia dalam
jumlah sedikit. Asam format merupakan cairan yang tidak berwarna,
berbau tajam, mudah larut dalam beberapa pelarut (air, alkohol, eter)
yang memiliki titik didih 100,5oC dan titik leburnya 8oC
(Riswiyanto, 2009).
Asam asetat dikenal juga sebagai asam cuka. Asam asetat
merupakan senyawa berbentuk cairan tidak berwarna, memiliki bau
yang menyengat, memiliki rasa asam yang kuat dan larut didalam
pelarut (air, alkohol, gliserol, dan eter). Asam format dan asam asetat
merupakan golongan asam karboksilat. Kedua asam ini digunakan
pada industri lateks sebagai penggumpal dan menurunkan pH
(Sutresna, 2009). Penggunaan asam format pada proses koagulasi
atau penggumpalan lateks diberikan pada dosis antara 55-60 ml/L
lateks. Asam format ini lebih unggul karena menghasilkan mutu
karet yang bagus dan hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk
menggumpalkan lateks (Vachlepi, 2016).
Mekanismenya adalah meletakkan lateks pada bak koagulasi lalu
menambahkan zat koagulan yaitu asam asetat atau asam format. Zat
koagulan ini akan menurunkan pH lateks pada titik isoelektrik
sehingga lateks akan terkoagulasi pada pH antara 4,5-4,7. Ion H+
pada asam akan bereaksi dengan OH- padaprotein dan senyawa
lainnya untuk menetralkan muatan listrik sehingga terjadi koagulasi
pada lateks. Penambahan zat koagula pada lateks diikuti denga
pengadukan yang bertujuan untuk untuk pencampuran yang merata
dan mempercepat proses koagulasi (Pristiyanti, 2009).
2.5.2 Penambahan Amoniak
Amonia merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur nitrogen
dan hidrogen yang merupakan hasil transformasi N-organik melalui
proses amonifikasi. Amonia merupakan senyawa tidak berwarna
dengan titik didih 33,5oC. Amonia bersifat toksik dan juga korosif
untuk beberapa bahan. Amoniak merupakan zat antikoagulan yang
biasa digunakan oleh perkebunan karet besar maupun perkebunan
rakyat (Yuwono, 2010). Amonia digunakan untuk menghindari
proses penggumpalan pada lateks selama dalam perjalanan menuju
tempat pengolahan. Penambahan bahan kimia berupa amonia cair ini
digunakan sebanyak 5%. Lateks tidak dapat diolah apabila kadar
amonia melebihi batas atas yaitu 0,75 gr/Liter lateks.
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Beaker glass
2. Pengaduk/spatula
3. Saringan 40 mesh
4. Pengepres
5. Timbangan analitik
6. Oven
7. Gelas ukur
3.1.2 Bahan
1. Lateks segar
2. Asam format
3. Asam asetat
4. Amoniak
5. Tissue
6. Plastik dan karet
3.2 Skema Kerja
1. Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar
100 ml lateks segar

Penuangan ke beaker glass

Penambahan asam Penambahan asam


format 1% 20 ml asetat 1% 20 ml

Pengadukan hingga menggumpal

pengepresan

Pengering-anginan

Penimbangan (a gram )

Pengovenan 100oC selama 30 menit

Penimbangan (b gram )

Penentuan FP dan KKK


2. Pengenceran Lateks Pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe

100 ml lateks segar

Penyaringan

Penentuan KK dan KE

KE Sheet 15% KE Crepe 20%

Penambahan air
3. Pengaruh Penambahan Bahan Dadih dan Lama Pemisahan Terhadap
Sifat-Sifat Lateks Pekat yang Dihasilkan

250 ml lateks segar

Penyaringan

Penambahan amoniak 1,25 ml

Penambahan asam asetat

50 ml 60 ml 70 ml

Pengadukan

Pendiaman 4, 5, 6 hari

Pengamatan aroma dan warna


BAB 4 DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Data Pengamatan


1. Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar

Bahan Pengulangan Berat basah ( a Berat kering ( b


gram) gram)
Asam Format Ulangan 1 27,71 23,84
1% Ulangan 2 30,13 28,03
Asam Asetat Ulangan 1 10,41 7,87
1% Ulangan 2 12,17 10,69

2. Pengaruh Penambahan Bahan Dadih dan Lama Pemisahan Terhadap


Sifat-sifat Lateks Pekat yang Dihasilkan

Parameter yang diamati


Perlakuan Hari ke-
Warna Aroma
50 ml 4 + +++
5 + ++++
6 + +++++
60 ml 4 + ++
5 + +++
6 ++ ++++
70 ml 4 ++ +
5 +++ ++
6 ++++ +++
Keterangan :
1. Warna : semakin (+) semakin banyak bercak kuning
2. Aroma : semakin (+) semakin menyengat atau bau
4.2 Hasil Perhitungan
1. Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar

Bahan Pengulangan FP(%) KKK (%)


Asam Ulamgan 1 13,79 23,839
format 1% Ualangan 2 6,9697 28,03
Asam Ulangan 1 24,3996 7,870
Asetat 1% Ulangan 2 12,1610 0,691

2. Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheets dan Crepe

Perlakuan Berat Air yang Ditambahkan


Sheets 1 58,9 ml
Sheets 2 86,86 ml
Crepe 1 19,19 ml
Crepe 2 40,15 ml
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Fungsi Perlakuan


1. Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar
Langkah awal dari acara praktikum pertama adalah menyiapkan lateks
sebanyak 100 ml. Lateks yang sudah disiapkan dituangkan kedalam beaker
glass. Lalu diberikan dua perlakuan yakni penambahan asam format 1%
sebanyak 20 ml dan asam asetat 1% sebanyak 20 ml. Penambahan keduan
asam ini bertujuan untuk menurunkan pH lateks menjadi isoelektrik dan
menggumpalkan lateks. Penambahan asam ini tidak boleh terlalu banyak
dan tidak boleh terlalu sedikit. Jika penambahan asam yang berlebih akan
menyebabkan kesulita dalam proses penggilingan. Jika terlalu sedikit
lateks tidak bisa menggumpal dengan sempurna. Setelah dilakukan dua
pembeda perlakuan tersebut dilakukan pengepresan yang bertujuan untuk
mengurangi kadar air pada lateks dan memperbesar luas permukaan. Lalu
lateks tersebut dikering-anginkan sebentar dan ditimbang sebagai berat
basah. Kemudian latek dioven selama 30 menit dengan suhu 100oC. Suhu
yang digunakan adalah 100oC karena suhu tersebut bisa menguapkan air
secara sempurna pada lateks. Setelah dioven, lateks ditimbang sebagai
berat kering dan ditentukan FP dan KKKnya.
2. Pengenceran Lateks Pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe
Acara praktikum ini diawali dengan penyiapan 100 ml ateks segar yang
kemufian disaring dengan saringan 40 mesh. Praktikum ini menggunakan
saringan 40 mesh karena lateks akan diambil dalam bentuk cair dan
memisahkan lateks cair dengan lateks yang sudah terkoagulasi.
Selanjutnya ialah penentuan KKK dan KE. Berat lateks yang diharapkan
untuk sheet adalah 15% dan untuk crepe 20%. Kemudian ditambah dengan
air sesuai dengan perhitungan.
3. Pengaruh Penambahan Bahan Dadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-
Sifat Lateks Pekat yang Dihasilkan
Pada acara praktikum ini disiapka lateks segar sebanyak 250 ml. Lateks
tersebut kemudian disaring dengan saringan 40 mesh. Praktikum ini
menggunakan saringan 40 mesh karena lateks akan diambil dalam bentuk
cair dan memisahkan lateks cair dengan lateks yang sudah terkoagulasi.
Setelah disaring, latek dituang ke beaker glass. Kemudian ditambahkan
amoniak sekitar 1,25 ml. Amoniak merupakan zat antikoagulan yang biasa
digunakan oleh perkebunan karet besar maupun perkebunan rakyat. Selain
amoniak, juga terdapat penambahan asam asetat yang merupakan zat
koagulan untuk menurunkan pH lateks menjadi isoelektrik dan sebagi
bahan penggumpal lateks. Terdapat tiga perlakuan yakni penambahan
asam asetat sebanyak 50 ml, 60 ml, dan 70 ml. Perlakuan ini untuk
membandingkan mutu lateks dengan penambahn konsentrasi zat koagulan.
Kemudia dilakukan pengadukan hingga sedikit menggumpal. Beaker glass
yang berisi lateks akan ditutup dengan plastik agar memaksimalkan
pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada hari ke 4, 5, dan 6.
Pengamatan yang dilakukan adalah pegamatan aroma dan warna.
5.2 Analisa Data
1. Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar
Kadar Karet Kering merupakan kandungan padatan karet per satuan
berat (%). Prinsip penetuan nilai Kadar Karet Kering (KKK) lateks
berdasarkan pada kemampuan zat koagulan dalam menggumpalkan lateks
sehingga diperoleh KKK yang murni tanpa tambahan komponen selain
karet. KKK lateks sangat penting untuk diketahui karena selain dapat
digunakan sebagai pedoman penentuan harga juga merupakan standar
dalam pemberian bahan kimia untuk pembuatan produk lanjutan seperti
Ribbed Smoke Sheet (RSS), Thin Pale Crepe (TPC) dan Lateks Pekat
(LP) (Pristiyanti, 2009).
Pada praktikum ini dilakuan dua perlakuan yakni penambahan asam
format dan asetat dengan dengan dua ulangan. Pada penambahan asam
format ulangan pertama, berat basah lateks sebesar 27,71 gr dan berat
kering 23,84 gr. Pada ulangan kedua berat basah lateks adalah 30,13gr
dan berat keringnya sebesar 28,03 gr. Pada penambahan asam asetat
ulangan pertama didapat berat basah sebesar 10,41gr dan berat keringnya
7,87 gr. Sedangkan pada ulangan kedua didapat berat basah sebesar 12,17
gr dan berat keringnya adalah 10,69 gr. Pada data pengamatan tersebu
dapat dilihat bahwa berat basah lebih besar dari berat kering. Hal ini
dikarenakan pada berat basah telah dilakukan pengepresan sehingga
mengurangi jumlah air pada lateks dan menghasilkan berat kering. Pada
data pengematan juga dapat diamati bahwa berat basah maupun berat
kering dengan penambahan asam format lebih besar beratnya
dibandingkan dengan lateks yang ditambah asam asetat. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa penambahan asam format lebih efektif
dibandingkan asam asetat. Menurut Djumarti (2011), penggumpalan
lateks segar dengan menggunakan asam asetat lebih efektif dengan asam
asetat 2%.
Pada hasil perhitungan didapat nilai FP (%) dan KKK (%). Nilai FP
pada penambahan asam format setiap ulangan adalah 13,79% dan
6,9697% dan nilai KKK setiap ulangan adalah 23,839% dan 28,03%.
Maksud dari nilai KKK ynag dihasilkan tiap ulangan adalah dalam 100 ml
lateks mengandung 23,839 gram dan 28,03 gram partikel karet. Nilai FP
pada penambahan asam asetat setiap ulangan adalah 24,3996% dan
12,1610% dan nilai KKK setiap ulangan adalah 7,870% dan 0,691%.
Maksud dari nilai KKK ynag dihasilkan tiap ulangan adalah dalam 100 ml
lateks mengandung 7,870 gram dan 0,691 gram partikel karet. Dari hasil
yang didapat tersebut dapat diamati bahwa nilai FP dan KKK dengan
penambahan asam format lebih besar dibandingkan dengan penambahan
asam asetat. Hal ini menandakan bahwa dengan penambahan asam format
proses koagulasi lateks lebih bagus dibandingkan dengan penambahan
asam asetat (Vachlepi, 2016). Kualitas karet yang baik ditentukan oleh
KKK dan kebersihan dari karet sendiri.
Selain nilai FP dan KKK pada penambahan kedua asam, nilai FP ada
yang lebih besar dan lebih kecil dibandingkan nilai KKK. Pada lateks
dengan penambahan asam format nilai FP lebih besar dibandingkan nilai
KKK. Berkebalikan dengan penambahan asam format, lateks dengan
penambahan asam asetat nilai Fpnya lebih kecil dibandingkan dengan
nilai KKK. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa besar nilai FP
berbanding terbalik dengan besar nilai KKK. Semakin kecil nilai FP maka
semakin besar nilai KKK dan sebaliknya (Djumarti, 2011).
2. Pengenceran Lateks Pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe
Pengenceran lateks memiliki tujuan untuk menyeragamkan KKK
lateks. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai At (Air
yang harus ditambahkan) pada Sheet dan Crepe. Pada Sheet terdapat dua
ulangan yang dihitung dengan nilai At masing-masig adalah 58,9 ml dan
86,86 ml. Pada Crepe terdapat dua ulangan juga dengan nilai At masing-
masing adalah 19,19 ml dan 40,15 ml. Dari hasil tersebut dapat dianalisa
bahwa nilai At pada sheet lebih besar dibanding dengan crepe. Pada acara
ini, sheet menggunakan bahan dari lateks yang ditambah dengan asam
format dan crepe menggunakan bahan dari lateks yang ditambah asam
asetat. Hal ini menunjukkan bahwa untuk membuat sheet membutuhkan
air lebih banyak dibandig dengan crepe. Hasil tersbut juga dipengaruhi
oleh nilai KKK yang dihasilkan sebelumnya. Semakin besar nilai KKK
maka semakin besar nilai At atau air yang dibutuhkan untuk pengenceran
(Freida, 2015).
Pada acara ini data asam asetat menggunakan data asam format. Hal
ini dilakukan karena pada data asam asetat terjadi kesalahan pada saat
pengujian. Kesalahan yang terjadi dikarenakan lama pengadukan yang
singkat dan ikutnya kotoran pada saat pengepresan.
3. Pengaruh Penambahan Bahan Dadih dan Lama Pemisahan Terhadap
Sifat-Sifat Lateks Pekat yang Dihasilkan
Bahan pendadih ialah bahan yang ditambahkan dalam lateks untuk
memisahkan serum dengan dadih lateks. Selain itu, bahan pendadh juga
sebagai bahan antikoagulan. Pada acara ketiga dilakukan tiga perlakuan
yakni penambahan asam asetan sebanyak 50 ml, 60 ml, dan 70 ml.
Pengamatan dilakukan selama tiga hari terhitung dari hari keempat. Pada
lateks dengan penambahan asam asetat sebanyak 50 ml dari hari keempat
hingga keenam didapatkan data warna dengan skala +1 pada masing
masing pengamatan dan data aroma masing masing +3, +4, dan +5. Pada
lateks dengan penambahan asam asetat sebanyak 60 ml dari hari keempat
hingga keenam didapatkan data warna dengan skala +1, +1, dan +2 pada
masing masing pengamatan dan data aroma masing masing +2, +3, dan
+4. Pada lateks dengan penambahan asam asetat sebanyak 70 ml dari hari
keempat hingga keenam didapatkan data warna dengan skala +2, +3, dan
+4 pada masing masing pengamatan dan data aroma masing masing +1,
+2, dan +3.
Pengamatan warna dilakukan dengan melihat banyanya bintik kuning
pada lateks dan pengamtan aroma dilakukan dengan indera penciuman.
Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa semakin banyak asam asetat
yang ditambahkan maka semakin banyak pula bintik kuning pada lateks.
Hal ini mempengaruhi mutu dari lateks bahwa semakin banyak bintik
kuning pada lateks maka semakin rendah mutu lateks (Djumarti, 2011).
Selain itu semakin lama waktu pengamatan maka semakin besarnya
kemungkinan bertambahnya bintik kuning. Pada pengamatan aroma
didapatkan bahwa semakin banyak asam asetat yang ditambahkan maka
semakin berkurang aromanya. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya
asam maka aroma dari latek berkurang akibat reaksi muatan positif dari
lateks dengan muatan negatif dari asam asetat. Selain itu semakin lama
waktu pengamatan maka semakin menyengat aroma lateksnya.
BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. penambahan asam format lebih efektif dibandingkan asam asetat
2. penggumpalan lateks segar dengan menggunakan asam asetat lebih
efektif dengan asam asetat 2%
3. nilai FP dan KKK dengan penambahan asam format lebih besar
dibandingkan dengan penambahan asam asetat. Hal ini menandakan
bahwa dengan penambahan asam format proses koagulasi lateks lebih
bagus dibandingkan dengan penambahan asam asetat
4. besar nilai FP berbanding terbalik dengan besar nilai KKK. Semakin
kecil nilai FP maka semakin besar nilai KKK dan sebaliknya
5. semakin besar nilai KKK maka semakin besar nilai At atau air yang
dibutuhkan untuk pengenceran
6. kesalahan pada acara penghitungan KKK lateks dikarenakan lama
pengadukan yang singkat dan ikutnya kotoran pada saat pengepresan
7. mutu lateks dipengaruhi oleh warna lateks yaitu semakin banyak bintik
kuning pada lateks maka semakin rendah mutu lateks
8. bertambahnya asam asetat/zat koagulan maka aroma dari lateks
berkurang akibat reaksi muatan positif dari lateks dengan muatan negatif
dari zat koagulan.
6.2 Saran
Dari praktikum yang telah dilakukan ada beberapa saran agar praktikum
selanjutnya lebih baik. Sarn untuk praktikum kali ini adalah mahasiswa bisa
melakukan semua pengujian, kelengkapan alat perlu diperhatikan. Pada saat
praktikum lebih kondusif lagi dan lebih teliti dalam pengujian.
DAFTAR PUSTAKA

Bhatnagar, M.S. 2009. A Text Book of Polymers. New Delhi : S.Chand and
Company.
Cahyono. 2010. Karet. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam- Universitas Sumatera Utara.
Dalimunte, V. H. (2008). Penentuan Kandungan Padatan Total (% TSC) Lateks
Pekat dan Pengaruhnya terhadap Kekuatan Tarik Benang, Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Damanik, S., et al. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Desrosier, Norman W. (2008). The Technology of Food preservation, Third
Edition (Teknologi Pengawetan Pangan, Edisi Ketiga). Penerjemah: Muchji
Mulijohardjo. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas
Perkebunan di Indonesia Tahun 2011 – 2015. http://www.pertanian.go.id/
Indikator/tabel-3-prod-lsareal-prodvitas-bun.pdf [27 November 2016].
Djumarti. 2010. Teknologi Pengolahan Lateks. Handout. Jember : FTP Unej.
Djumarti. 2011. Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula dan
Lateks. Jember: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.
Freida, S. 2015. Teknologi Pengolahan Karet. Jember: Universitas Jember.
Hardoyo, A.E.T. 2009. Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan
Acetobacter aceti. Jakarta: UI Press.
Janudianto, et al. 2013. Panduan budidaya karet untuk petani skala kecil: Lembar
Informasi AgFor 5. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast
Asia Regional Program.
Pristiyanti, E. N. W. 2009. Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap
Depolemerasi Lateks denga Reduksi-Oksidasi. Bogor: IPB Press.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Setyamidjaja, D. 2011. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta:Kanisius
Surya, I. 2006. Buku Ajar Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, USU.
Sutresna, N. 2009. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Kimia.
Vachlepi, A. 2016. Teknologi Pengolahan Bakar Bersih: Bimbingan Teknis
Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Berbasis GMP. Sumbawa: Pusat
Penelitian Karet Balai Penelitian Sumbawa.
Yuwono. 2010. Penentuan Kadar Amonia Di Perairan Teluk Lampung Dengan
Spektrofotometer Uv-Vis. Lampung: UNILA Press.
Zuhra, F. 2010. Karet. Medan: Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Acara 1.
Asam Format 1 %
Ulangan 1
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐹𝑃 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
𝑥 100%

27,71 𝑔𝑟𝑎𝑚−23,84 𝑔𝑟𝑎𝑚


= 27,71 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 100%

3,87 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100 %
27,71𝑔𝑟𝑎𝑚

= 13,97 %
𝑘𝑘𝑘 = ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − (𝐹𝑃/100 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ)%

= (27,71 − (13,97/100 x 27,71))%

= (27,71 − (0,1397𝑥27,71))%

= (27,71 − 3,871)%

= 23,839 %
Ulangan 2

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


𝐹𝑃 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ

30,13 𝑔𝑟𝑎𝑚−28,03 𝑔𝑟𝑎𝑚


= 30,13 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 100%

2,1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100 %
30,13 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 6, 9697 %

𝑘𝑘 = ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − (𝐹𝑃/100 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ)%

= (30,13 − (6,9697/100 x 30,13))%

= (30,13 − (0,06967 𝑥 30,13))%

Asam Asetat 1% = (30,13 − 2,1000)%

= 28,03 %
Ulangan 1

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


𝐹𝑃 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
𝑥 100%

10,41 𝑔𝑟𝑎𝑚−7,87 𝑔𝑟𝑎𝑚


= 10,41 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 100%

2,54𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100 %
10,41 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 24,3996 %

𝑘𝑘 = ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − (𝐹𝑃/100 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ)%

= (10,41 − (24,3996/100 x 10,41 ))%

= (10,41 − (0,24,3996𝑥 10,41))%

= (10,41 − 2,539)%

= 7,870 %

Ulangan 2

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


𝐹𝑃 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ

12,17𝑔𝑟𝑎𝑚−10,69𝑔𝑟𝑎𝑚
= 12,17 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 100%

1,48 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100 %
12,17 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 12,1610 %

𝑘𝑘 = ( 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − (𝐹𝑃/100 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ)%

= ( 12,17 − (12,1610/100 x 12,17 ))%

= (12,17 − (0,121610 𝑥12,17 ))%

= (12,17 − 1,479)%

= 0,691 %
ACARA 2

Sheets 1

𝐾𝐾−𝐾𝐸
AT = × 𝑁 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝐾𝐸
23,839%−15%
= × 0,1 𝐿
15%

8,359%
= × 0,1 𝐿
15%

= 05893 × 0,1 𝐿

= 0,05893 𝐿

= 58,9 𝑚𝐿

Sheets 2

𝐾𝐾−𝐾𝐸
AT = × 𝑁 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝐾𝐸
28,03%−15%
= × 0,1 𝐿
15%

13,03%
= × 0,1 𝐿
15%

= 0,8686 × 0,1 𝐿

= 0,08686 𝐿

= 86,86 𝑚𝐿

Crepe 1

𝐾𝐾−𝐾𝐸
AT = × 𝑁 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝐾𝐸
23,839%−20%
= × 0,1 𝐿
20%

3,839%
= × 0,1 𝐿
20%

= 0,1919 × 0,1 𝐿
= 0,01919 𝐿

= 19,19 𝑚𝐿

Crepe 2

𝐾𝐾−𝐾𝐸
AT = × 𝑁 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝐾𝐸
28,03%−20%
= × 0,1 𝐿
20%

8,03%
= × 0,1 𝐿
20%

= 0,4015 × 0,1 𝐿

= 0,04015 𝐿

= 40,15 𝑚𝐿

Вам также может понравиться