Вы находитесь на странице: 1из 10

Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

untuk Pemetaan Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue


(Studi Kasus di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis
Provinsi Jawa Barat)
Andri Ruliansyah1*, Totok Gunawan2, and Sugeng Juwono M3

Utilization of Remote Sensing Image And Geographic Information System to


Mapping Vulnerable Areas to Dengue Hemorrhagic Fever
(Case Study in Pangandaran Sub-district, Ciamis, West Java)
Abstract. Dengue hemorrhagic fever (DHF) are acute febrile diseases, found in tropical and
subtropical regions, caused by dengue virus of the genus Flavivirus, family Flaviviridae. Sub
district Pangandaran is an area that is quite a sharp increase in his case. Ranging from no
cases in the period 1998-2002 increased 1 case in 2003, 4 cases in 2004, 22 cases in 2005,
35 cases in 2006, 10 cases in 2007, 12 cases in 2008, 14 cases in 2009 and 13 cases in 2010.
The purpose of this study was to determine the ability of remote sensing imagery and GIS in
the determination of physical environmental factors for the mapping of areas prone to den-
gue fever, dengue fever spreads are based on the distribution of cases, places, and times
from 2005 through to 2010 and determine the level of vulnerability to dengue based on envi-
ronmental variables and incidence of DHF. This study is an observational research with
cross sectional analysis approach. The results showed that the integration of remote sensing
imagery and GIS to analyze the physical environmental risk factors associated with the
spread of dengue include: land use, altitude, rainfall, area mosquito and fly larvae density
area. Distribution pattern of dengue in the district during the last 6 years Pangandaran con-
centrated in the southern region of Pangandaran sub-district, the Pangandaran village,
Pananjung and Babakan. Distribution of cases based on patient characteristics dominated
in the groups of children and adolescents, while based on gender, women are more exposed
cases compared to male. Incidence of dengue fever occur each after a decline in rainfall
from the previous month and decreased at the back there was an increase of rainfall. Zoning
level of vulnerability to dengue were in the southern district of Pangandaran, the village of
Pangandaran, Babakan, Pananjung, Wonoharjo and Most Sukahurip. Broad zone of high
vulnerability areas in the Pangandaran sub-district DHF is 22.76 km2 (30.07%), wide area
zone vulnerability is 46.16 km2 (60.99%) and broad zones of high vulnerability area 6.75
km2 (8.94%).

Keywords: remote sensing image, GIS, dengue risk factor, Pangandaran

PENDAHULUAN kat penting di Indonesia dan sering men-


imbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Demam berdarah dengue (DBD) adalah dengan kematian tinggi.1
penyakit febril akut yang ditemukan di dae-
rah tropis dan subtropis, disebabkan oleh vi- Di Indonesia, DBD pertama kali
rus dengue dari genus Flavivirus, famili Fla- ditemukan tahun 1968 di Surabaya
viviridae. Sampai sekarang, DBD masih dengan kasus 58 orang anak, 24 dian-
merupakan masalah kesehatan masyara- taranya meninggal (Case Fatality Rate/
CFR) = 41,3%. Sejak itu, DBD menun-
1. Loka Litbang P2B2 Ciamis, Badan Litbangkes
*email: drirul@yahoo.com jukkan kecenderungan peningkatan
1. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada jumlah kasus dan luas daerah jangkitnya.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

72
Pemanfaatan Citra ......(Andri Ruliansyah, et al.)

Seluruh wilayah Indonesia mempunyai Perkembangan nyamuk juga di-


risiko untuk terjangkit penyakit DBD , pengaruhi karakteristik dan distribusi cu-
kecuali daerah yang memiliki ketinggian rah hujan di suatu wilayah. Semakin ban-
lebih dari 1000 meter di atas permukaan yak hari hujan dengan intensitas normal,
laut.2 mengakibatkan perkembangan nyamuk
cenderung meningkat, namun sebaliknya
Penyebaran DBD dipengaruhi oleh pada intensitas curah hujan normal akan
kondisi lingkungan, mobilitas dan tetapi hari hujannya relatif sedikit,
kepadatan penduduk, keberadaan kontain- perkembangan nyamuk cenderung berku-
er buatan maupun alami di tempat pembu- rang. Selain itu, apabila terjadi kemarau
angan akhir sampah (TPA) ataupun di basah biasanya pertumbuhan nyamuk
tempat sampah lainnya, perilaku masyara- cenderung lebih banyak3. Faktor lain yang
kat maupun kegiatan pemberantasan yang berpengaruh bagi penyebaran DBD ada-
dilakukan.2 lah banyaknya perpindahan penduduk
Kabupaten Ciamis, selama beberapa dari daerah satu ke daerah lainnya.
tahun terakhir ini mengalami fluktuasi Penduduk yang di dalam tubuhnya ter-
kasus yang cukup signifikan. pada tahun dapat virus dengue (menderita sakit DBD
2003 terdapat 45 kasus dengan kematian atau tidak), dimungkinkan dapat menjadi
1 orang kemudian meningkat tajam men- penyebab DBD bagi penduduk lain.
capai 222 kasus di tahun 2004, pada tahun Informasi keruangan tentang
2005 sebesar 123 kasus, pada tahun 2006 penyebaran kasus DBD, misalnya pada
sebesar 354 kasus, pada tahun 2007 sebe- lingkungan fisik dan sosial dalam batas
sar 477, pada tahun 2008 sebesar 251, tertentu, didapatkan Melalui teknologi
pada tahun 2009 sebesar 734 dan pada penginderaan jauh. Wilayah dipermukaan
tahun 2010 sebesar 205. bumi dikaji berdasarkan keragaman pola
Sebagai bahan pertimbangan pen- yang tampak pada citra satelit, selanjut-
gendalian DBD, diperlukan informasi nya dirubah menjadi satuan-satuan daerah
lengkap dan akurat, salah satunya dalam analisis dalam bentuk satuan bentang la-
bentuk peta tematik yang berisi informasi han yang berkorelasi dengan tipe-tipe
lokasi dan sebaran termasuk pola penyeb- habitat vektor DBD.
aran kasusnya, yang salah satu kompo- Sistem Informasi Geografis
nennya adalah gambaran bumi baik (Geographic Information System/GIS)
seutuhnya maupun sebagian yang dibuat yang selanjutnya akan disebut SIG meru-
dalam format analog maupun digital. pakan sistem informasi berbasis komputer
Fenomena penyebaran virus DBD, yang digunakan untuk mengolah dan me-
antara lain dapat dilihat dari perspektif nyimpan data atau informasi geografis4.
informasi keruangan (geospasial), misal- Secara umum pengertian SIG adalah Sua-
nya berdasarkan informasi suhu, curah tu komponen yang terdiri dari perangkat
hujan, kelembaban, dan penutupan lahan keras, perangkat lunak, data geografis dan
tertentu yang merupakan faktor yang sumberdaya manusia yang bekerja bersa-
mempengaruhi terjadinya DBD. Dari be- ma secara efektif untuk memasukan, me-
berapa laporan, diketahui DBD sering nyimpan, memperbaiki, memperbaharui,
muncul pada saat musim penghujan di mengelola, memanipulasi, mengintegrasi-
daerah dengan temperatur tropis, kelem- kan, menganalisa dan menampilkan data
baban tinggi, tutupan vegetasi relatif dalam suatu informasi berbasis geo-
rapat, kawasan pemukiman yang padat, grafis5.
dan ketinggian kurang dari 1.000 m dpl.3 Sebagai suatu sistem informasi, SIG
dapat digunakan sebagai basis data yang

73
Aspirator Vol. 3 No. 2 Tahun 2011: 72-81

dapat digunakan dan diaplikaskan pada BAHAN DAN METODE


bidang kesehatan terutama untuk
pengambilan keputusan pada pengendali- Penelitian ini berupa penelitian ob-
an dan pemberantasan penyakit. Sehing- servational dengan analisa pendekatan
ga kegiatan tersebut akan lebih tepat cross sectional, yaitu suatu rancangan
sasaran. penelitian untuk mengetahui korelasi an-
tara faktor risiko dan efek.
Dalam pembuatan peta daerah ra-
wan DBD, banyak hal yang harus diper- Populasi dari penelitian ini adalah
hatikan sebelum terwujudnya peta yang semua penduduk yang tinggal di Keca-
siap dipublikasikan dan mempunyai matan Pangandaran Kabupaten Ciamis.
akurasi baik secara geometris maupun Sedangkan sampel penelitian yaitu se-
kontennya. luruh anggota populasi yang menderita
DBD beserta kondisi lingkungan biotik
Penelitian ini bertujuan untuk (kerapatan vegetasi dan kepadatan
Mengetahui kemampuan citra penginder- vektor) dan lingkungan abiotik (curah
aan jauh dan SIG dalam penentuan faktor hujan dan penggunaan lahan).
– faktor lingkungan fisik untuk pemetaan
daerah rawan DBD dan mengetahui seba- Jenis data dalam penelitian ini ada-
ran DBD berdasarkan peta sebaran kasus, lah data primer dan sekunder. Data pri-
tempat, dan waktu mulai tahun 2005 mer didapatkan dari hasil survey dan
sampai dengan 2010 serta menentukan pengukuran variabel lingkungan misal-
tingkat kerawanan DBD berdasarkan var- nya: penentuan koordinat posisi rumah
iabel lingkungan dan kejadian DBD. penderita DBD, pengamatan kepadatan

Gambar 1.Diagram Alur Penelitian

74
Pemanfaatan Citra ......(Andri Ruliansyah, et al.)

vektor. Data sekunder didapatkan dari Di Kecamatan Pangandaran hub-


dokumentasi instansi terkait berupa data ungan antara kepadatan pemukiman
curah hujan dan penggunaan lahan. Citra dengan kasus pada tahun 2005 65,6 %
yang digunakan adalah: Quickbird wila- kasus berada di pemukiman padat se-
yah Kecamatan Pangandaran Kabupaten dangkan 34,4 % kasus berada di pem-
CiamisTahun 2007, dan peta digital rupa- ukiman tidak padat. Tahun 2006 65,4 %
bumi Badan Koordinasi Survei dan kasus berada di pemukiman padat se-
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) skala dangkan 34,6 % kasus berada di pem-
1:25.000. ukiman tidak padat. Tahun 2007 62,5 %
kasus berada di pemukiman padat se-
Pengolahan data meliputi analisis dangkan 37,5 % kasus berada di pem-
data kasus DBD data sekunder dari Ta- ukiman tidak padat. Tahun 2008 64,7 %
hun 2005 sampai dengan Tahun 2010 kasus berada di pemukiman padat se-
dilakukan secara spasial dan temporal dangkan 35,3 % kasus berada di pem-
untuk memperoleh gambaran distribusi ukiman tidak padat. Tahun 2009 75 %
kasus menurut orang, tempat dan waktu/ kasus berada di pemukiman padat se-
temporal. Untuk interpretasi Cita digital dangkan 25 % kasus berada di pem-
resolusi tinggi (Quickbird) yaitu dengan ukiman tidak padat. Sedangkan Tahun
cara visualisasi bentuk/kenampakan yang 2010 100 % kasus berada di pemukiman
dilihat dan dilakukan digitasi on-screen / tidak padat, hal ini setelah dilakukan
delineasi, sehingga akan diperoleh peta penelusuran bahwa penderita beraktifitas
poligon. Analisis data SIG yang
digunakan adalah diskriptif analisis data
spasial yang meliputi analisis data vektor Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kecamatan
dan raster. Dengan menggunakan proses Pangandaran Hasil Interpretasi dari Citra
overlay akan diperoleh informasi baru Quickbird Pangandaran
yaitu peta tematik tingkat kerawanan
DBD yaitu daerah rawan/endemis, dae- Luas
KETERANGAN %
rah rawan sedang/sporadis, daerah poten- (km2)
sial dan daerah rendah / bebas DBD. Perkantoran 0,16 0,21
Hotel 0,39 0,51
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hutan 5,13 6,79
Pada penelitian ini citra yang Jalan 1,02 1,35
digunakan adalah citra Quickbird wila- Kebun 50,61 66,93
yah pangandaran tahun 2007 yang meru-
pakan gabungan dari 2 scene meliputi Kolam 0,08 0,11
pangandaran bagian utara dan selatan. Lahan Kosong 1,30 1,73
Hasil digitasi on-sreen citra Quickbird Pasar 0,11 0,15
dengan ArcGIS 9.3 sebagai berikut : area
Pasir Laut 0,66 0,87
pemukiman padat mempunyai luas 0,86
km2 (1,14%) dan pemukiman tidak padat Pemukiman Padat 0,86 1,14
mempunyai luas 2,04 km2 (2,70%). Se- Pemukiman Tidak 2,04 2,70
dangkan penggunaan lahan terluas di Padat
kecamatan pangandaran adalah berupa Sawah 11,73 15,51
kebun/perkebunan sebesar 50,61 km2 Sekolah 0,09 0,11
(66,93%) dan sawah sebesar 11,73 km2
Sungai 0,68 0,91
(15,51%). Tabel 1 dibawah ini merupa-
kan hasil secara keseluruhan hasil digi- Taman Bermain 0,01 0,02
tasi citra Quickbird kecamatan Pangan- Tambak 0,74 0,97
daran (Tabel 1) Luas Total 75,62 100

75
Aspirator Vol. 3 No. 2 Tahun 2011: 72-81

di daerah yang rawan penularan seperti, penderita beraktifitas maupun di rumah


sekolah, PUSTU dan Puskesmas. Sehing- dan sekitar rumah penderita.
ga kemungkinan penularan berada di
lingkungan tersebut dan bukan berada di Analisis spasial berdasarkan potensi
rulah atau sekitar rumah. terbang nyamuk didasarkan dua pertim-
bangan : jarak terbang nyamuk sepanjang
Hasil survei jentik dari 90 rumah hidupnya dan rata – rata jarak berpergian
responden yang diperiksa ada jentik perhari nyamuk tersebut. Rata – rata nya-
dengan responden pernah sakit DBD muk Aedes aegypti hidup selama 8 – 15
sebanyak 60 rumah responden 66,7%. hari dan rata – rata nyamuk tersebut
Hal ini dikarenakan masih banyak dapat terbang 30 – 50 m per hari
ditemukan jentik Aedes spp setiap kon- (Suryana, 2006). Dari data tersebut berar-
tainer yang diperiksa di rumah responden ti dapat diketahui umumnya nyamuk Ae-
saat dilakukan observasi. Sedangkan des aegypti betina dapat berpindah seki-
jenis kontainer yang ditemukan berupa : tar 240 – 750 m selama hidupnya. Se-
bak mandi, ember, tempayan, baskom, hingga dapat dilakukan operasi multiple
dispenser, penampungan air lemari es, ring buffer dari lokasi yang memung-
tong, gentong, kotak kayu, kotak ste- kinkan Aedes aegypti dapat berkembang
reofom, botol minuman, panci, jerigen, biak dengan baik seperti pemukiman,
tempat minum burung, drum, ban bekas, sekolah, perkantoran dan pasar. Hal ini
kaleng bekas dan pot. dilakukan dikarenakan diasumsikan bah-
wa lokasi tersebut sangat memungkinkan
Wilayah Kecamatan Pangandaran untuk nyamuk Aedes spp berkembang
pada tahun 2005 sampai dengan 2010 dengan baik dan menjadi nyamuk dewasa
hampir semua kasus berada pada keting- dan nyamuk tersebut mengandung virus
gian 0 – 100 mdpl. Hal tersebut dikare- dengue. Dan di lokasi tersebut adalah
nakan konsentasi pemukiman berada pa- tempat dimana orang beraktifitas pada
da daerah pesisir dikarenakan pusat saat aktifitas Aedes spp memuncak yaitu
perekonomian berada di daerah selatan pada pagi hari dan sore hari.
yang dekat dengan area wisata pantai
Pangandaran. Hujan mempengaruhi dengan dua
cara yaitu menyebabkan turunnya tem-
Pemanfaatan lahan untuk pem- peratur dan naiknya kelembaban nisbi
ukiman memiliki keterkaitan yang sangat udara. Nyamuk dapat bertahan hidup pa-
erat terhadap persebaran DBD, hal terse- da suhu rendah, tetapi metabolismenya
but menyangkut habitat nyamuk Aedes menurun bahkan berhenti bila suhu turun
spp berkembangbiak. Pemukiman yang sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu
padat, tingkat sanitasi yang rendah dan yang lebih dari 35 oC juga mengalami
kesadaran masyarakat akan kebersihan perubahan dalam arti lebih lambatnya
lingkungan yang kurang akan meningkat- proses fisiologis. Rata – rata suhu opti-
kan risiko transmisi virus dengue oleh mum untuk pertumbuhan nyamuk adalah
nyamuk Aedes spp. Di Kecamatan Pan- 25 – 27 oC. Pertumbuhan nyamuk akan
gandaran konsentrasi kasus lebih banyak berhenti sama sekali apabila suhu kurang
pada daerah pemukiman padat. dari 10oC dan lebuh dari 40oC. Ke-
Di daerah pemukiman yang tidak cepatan perkembangan proses metabo-
padat pun terdapat kasus DBD tetapi seb- lisme yang sebagian dipengaruhi oleh
arannya tidak seperti pada pemukiman suhu
padat. Hasil wawancara bahwa kemung- Dari Gambar 2 dapat diambil suatu
kinan terjadi penularan di tempat dimana kesimpulan bahwa kejadian DBD terjadi
setiap setelah terjadinya penurunan curah

76
Pemanfaatan Citra ......(Andri Ruliansyah, et al.)

Gambar 2 Kasus DBD perBulan dan Curah Hujan Tahun 2005 – 2010 Kecamatan
Pangandaran

hujan dari bulan sebelumnya dan Pemberian skor/penilaian pada mas-


menurun pada saat curah hujan kembali ing – masing variabel didasarkan pada
terjadi peningkatan. Hal ini menandakan besarnya pengaruh variabel/parameter
bahwa kemungkinan terjadinya penu- lingkungan tersebut terhadap kejadian
laran DBD pada saat sebelum dan DBD. Sebagai bahan acuan penilaian
sesudah curah hujan tinggi. adalah dari hasil – hasil penelitian ter-
dahulu dan modifikasi. Proses tumpang
Wilayah Kecamatan Pangandaran susun dilakukan setelah penjumlahan
dengan luas 75,62 km2 dengan 8 Desa harkat dari masing – masing variabel.
yang tentunya tidak semua wilayah Proses penggabungan (dissolve) pada
merupakan daerah rawan terjadinya pen- hasil akhir tumpangsusun dilakukan
ularan DBD. Oleh karena itu dalam pe- dengan tujuan untuk mengeompokkan
nanganan dan intervensi DBD harus di- harkat yang memiliki nilai sama pada
prioritaskan pada zona – zona tertentu masing – masing variabel, sehingga
yang merupakan daerah rawan. Daerah dapat dihitung luas area lokasi kera-
rawan DBD ditentukan oleh beberapa wanan DBD.
faktor lingkungan diantaranya :
Penentuan klasifikasi zona tingkat
a. Penggunaan Lahan kerawanan DBD di Kecamatan Pangan-
b. Kepadatan Jentik (DF daran didasarkan pada formula Strugess
c. Ketinggian sebagai berikut :
d. Curah Hujan
e. Kemampuan Terbang Nyamuk

77
Aspirator Vol. 3 No. 2 Tahun 2011: 72-81

taranya Desa Pangandaran, Desa Baba-


kan, Desa Pananjung, Desa Wonoharjo
dan sebagian Desa Sukahurip.
KI = (24-6)/3
KI = 6 Persentase ketepatan sebaran DBD
Hasil analisis GIS dengan metode tahun 2005 pada zona tingkat kerawanan
tumpangsusun dari variabel lingkungan adalah sebagai berikut : pada zona kera-
fisik untuk menentukan zona tingkat wanan tinggi mencapai 96,88 %, zona
kerawanan DBD di Kecamatan Pangan- kerawanan sedang 3,13 % sedangkan pa-
daran adalah sebagai berikut : luas zona da zona kerawanan rendah tidak terdapat
daerah kerawanan tinggi DBD di Keca- kasus 0%. Sedangkan pada tahun 2006
matan Pangandaran adalah 22,76 km2 sampai dengan 2010 persentase ketepatan
(30,07 %), luas zona daerah kerawanan sebaran kasus DBD pada zona tingkat
sedang 46,16 km2 (60,99 %) dan luas zo- kerawanan, sebagai berikut semua kasus
na daerah kerawanan tinggi 6,75 km2 berada pada daerah zona kerawanan ting-
(8,94 %) (gambar 2). Zonasi kerawanan gi 100% sedangkan pada zona kerawanan
DBD di Kecamatan Pangandaran secara sedang dan rendah tidak terdapat kasus
umum terkonsentrasi di wilayah selatan 0%. Jika dilakukan pengelompokkan an-
Kecamatan Pangandaran yaitu dian- tara zona kerawanan tinggi dan zona

Tabel 2. Klasifikasi Variabel – Variabel Lingkungan di Kecamatan Pangandaran

Variabel Klasifikasi Skor


Penggunaan Lahan Pemukiman padat 6
Perkantoran, Sekolah, Pabrik, Hotel, Pasar 5
Pemukiman tidak padat 4
Kolam, Kebun, Sawah, Hutan 3
Lahan Kosong, Taman 2
Jalan, Sungai 1
Kepadatan Nyamuk DF > 5 6
DF 1-5 3
DF < 1 1
Ketinggian (mdpl) < 100 mdpl 6
100 – 500 mdpl 3
> 500 mdpl 1
Kemampuan Terbang < 240 meter 6
Nyamuk 240 – 750 meter 3
> 750 meter 1
Curah Hujan > 25 mm/hari 6
20 – 25 mm/hari 5
15 – 20 mm/hari 4
10 – 15 mm/hari 3
5 – 10 mm/hari 2
< 5 mm/hari 1

78
Pemanfaatan Citra ......(Andri Ruliansyah, et al.)

Tabel 3. Kelas Potensi / Zona Tingkat Kerawanan DBD di Kecamatan Pangandaran

Kelas Interval Zona


1 19 – 12 Kerawanan Tinggi
2 13 – 18 Kerawanan Sedang
3 6 – 12 Kerawanan Rendah

Gambar 3. Zona Tingkat Kerawanan DBD di Kecamatan Pangandaran

79
Aspirator Vol. 3 No. 2 Tahun 2011: 72-81

Tabel 3. Persentase Ketepatan Sebaran DBD Tahun 2005 – 2010 pada Zona Kerawanan
DBD di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat

Persentase Sebaran Kasus DBD


Zona Tingkat Kerawanan
Menurut Pemodelan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Kerawanan Tinggi 96,88 100 100 100 100 100

Kerawanan Sedang 3,13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00


Kerawanan Rendah 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

kerawanan sedang menjadi kelas rawan DBD yang dibentuk oleh desa. Pojka
DBD sedangkan zona kerawanan rendah DBD tersebut merupakan forum koordi-
menjadi zona bebas DBD, maka secara nasi kegiatan pemberantasan penyakit
umum (dengan ketepatan mencapai DBD.
100%) kasus DBD tersebar di daerah ra-
wan DBD. Bentuk intervensi lain yaitu berupa
penyuluhan tentang DBD. Penyuluhan
Wilayah rawan DBD yang men- tentang DBD adalah kegiatan pendidikan
capai 91,06% dari luas wilayah Kecama- yang dilakukan dengan cara menyebar-
tan Pangandaran dengan rincian rawan kan pesan, menanamkan keyakinan, se-
tinggi 30,07% dan rawan sedang 60,99%, hingga masyarakat tidak saja sadar, tahu
tentunya harus menjadikan perhatian seri- dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa
us baik oleh pemerintah daerah maupun melakukan suatu anjuran yang ada hub-
pusat dalam hal pencegahan dan pengen- ungannya dengan DBD. Penyuluhan
dalian penularan DBD. Salah satu cara yang diberikan tidak hanya berisi
yaitu dengan melakukan manajemen ling- mengenai bahaya DBD, tetapi juga
kungan sehingga lingkungan yang rawan berisikan informasi mengenai cara
menjadi tidak rawan lagi. Manajemen pencegahan dan penanggulangannya.
lingkungan menjadi bagian penting da-
lam program penanggulangan DBD. Intervensi lingkungan yang harus
Aspek manajemen lingkungan dilakukan oleh masyarakat adalah Pen-
menyangkut empat bidang yaitu plan- gendalian Sarang Nyamuk (PSN),
ning, organizing, actuating dan control- kegiatan ini sering dinamakan gerakan
ling. 3M PLUS (Menguras, Menutup, Men-
gubur PLUS membubuhkan larvasida,
Upaya pemberantasan penyakit memelihara ikan, menggunakan kelam-
DBD dilaksanakan dengan cara tepat bu , menyemprot sendiri dll). Sedangkan
guna oleh pemerintah dengan peran serta intervensi yang dilakukan oleh
masyarakat yang meliputi: 1) pencega- pemerintah adalah pemberian larvasida
han, 2) penemuan, pertolongan dan (abate) pada semua penampungan air.
pelaporan, 3) penyelidikan epidemiologi Pembubuhan larvasida bertujuan untuk
dan pengamatan penyakit DBD, 4) Pe- menghambat pertumbuhan larva dan
nanggulangan seperlunya, 5) penaggulan- membunuh larva Aedes spp. Sehingga
gan lain dan 6) penyuluhan. Di tingkat dapat menimalisir kemungkinan ter-
desa, perencanaan dilakukan oleh Pokja jadinya penularan.

80
Pemanfaatan Citra ......(Andri Ruliansyah, et al.)

KESIMPULAN 2010 seluruhnya (100%) tersebar di dae-


rah rawan DBD.
Citra Quickbird cukup baik dengan
tingkat akurasi sebesar 76,8% untuk
digunakan dalam menentukan faktor – DAFTAR PUSTAKA
faktor lingkungan fisik untuk penentuan 1. Koban, Antonius Wiwan. Kebijakan Pem-
daerah rawan DBD, misalnya berantasan Wabah Penyakit Menular:
penggunaan lahan dengan cara inter- Kasus Kejadian Luar Biasa Demam
pretasi visual dan digitasi on-screen un- Berdarah Dengue (KLB DBD). The Indo-
tuk membuat peta skala rinci. Integrasi nesian Institute Center For Public Policy
citra penginderaan jauh dan SIG dapat Research. 2005.
menganalisis faktor – faktor risiko ling- 2. Yudhastuti, Ririh, dan Vidiyani A, Hubungan
kungan fisik yang terkait dengan penyeb- Kondisi Lingkungan, Kontainer, Dan Perilaku
aran DBD diantaranya : penggunaan la- Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nya-
han, ketinggian, curah hujan, area terbang muk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis
nyamuk dan area kepadatan jentik. Demam Berdarah Dengue Surabaya, Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol.1, No.2, Jan-
Persebaran spasial kasus DBD di uari 2005 p:170-182, 2005.
Kecamatan Pangandaran pada Tahun
2005 – 2010 hampir merata di seluruh 3. Suryana, Nana, Interpretasi citra dan factor-
desa kecuali Desa Pagergunung dan Desa faktor yang mempengaruhi penyebaran
Purbahayu, walaupun dalam satu wilayah Demam Berdarah (DBD) studi kasus kota ban-
desa hanya dilaporkan 1 kasus. Pola seb- dung, Fakultas Teknik Sipil Dan Lingkungan
Institute Teknologi Bandung, 2006.
aran DBD di Kecamatan Pangandaran
selama 6 tahun terakhir terkonsentrasi 4. Aronoff S, Geographic Information Sys-
pada wilayah bagian selatan Kecamatan tems: A Management Perspective, WDL
Pangandaran, yaitu Desa Pangandaran, Publication, Otawa, Canada, 1989.
Desa Babakan dan Desa Pananjung. Per-
5. Prahasta E.,2002, Konsep-konsep dasar
sebaran kasus berdasarkan karakteristik Sistem Informasi Geografis. Penerbit In-
penderita didominasi pada kelompok formatika, Bandung
anak – anak dan remaja, sedangkan ber-
dasarkan jenis kelamin, perempuan lebih
banyak terkena kasus dibanding laki –
laki. Pola fluktuasi kasus DBD perbulan
sejak tahun 2005 sampai dengan tahun
2010 terjadi sangat fluktuatif. kejadian
DBD terjadi setiap setelah terjadinya
penurunan curah hujan dari bulan sebe-
lumnya dan menurun pada saat curah hu-
jan kembali terjadi peningkatan.
Zonasi tingkat kerawanan DBD ter-
konsentrasi pada daerah selatan Kecama-
tan Pangandaran , yaitu Desa Panganda-
ran, Desa Babakan, Desa Pananjung, De-
sa Wonoharjo dan Sebagian Desa Suka-
hurip. Luas zona rawan tinggi 22,76 km2
(30,07%) dan sedang 46,16 km2
(60,99%) meliputi lebih dari tiga perem-
pat luas wilayah Kecamatan Panganda-
ran. Dan kasus DBD tahun 2005 hingga

81

Вам также может понравиться