Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Remaja merupakan suatu kondisi terjadinya perubahan-perubahan

mendasar baik dari dalam ataupun dari bagian luar tubuh yang disebabkan karena

adanya masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Terjadinya

perkembangan identitas personal serta seksual yang lebih jelas dan fase remaja

berlangsung dari usia 12-21 tahun pada perempuan (Ali, 2008).

2.1.2 Perkembangan Fisik Masa Remaja

Perkembangan dan pertumbuhan yang menandai masa remaja yaitu

meliputi perubahan emosi dan intelektual serta seksual, terdapat 3 tahapan dalam

perkembangan remaja dalam proses menyesuaikan diri menuju tahap dewasa yaitu

(Sarwono, 2006) :

1. Remaja awal

Pada tahap ini seorang remaja masih berusia 10-12 tahun. Pada ciri-ciri seks

primer yaitu perempuan terjadi ovulasi serta menarche. Ciri-ciri sekunder

pada perempuan yaitu terjadi berkembangnya payudara, penebalan pada

mukosa vagina, tumbuh rambut pada aksila, pigmentasi bertambah, adanya

pembesaran klitoris, muncul jerawat dan erotisasi pada labia mayor.

7
8

2. Remaja pertengahan

Pada tahap pertengahan, remaja berusia 13-15 tahun. Perubahan yang terjadi

pada tahap ini adalah ciri seks primer ovarium membesar, korpus uteri

membesar, serviks membesar dan endometrium berkembang. Sedangkan

seks sekunder terjadi pembesaran areola.

3. Masa remaja akhir

Pada tahap akhir, remaja berusia 16-19 tahun. Pada tahap akhir terjadi fase

kematangan secara fisik dan kebanyakan mencapai body image yang stabil.

Remaja tahap akhir dari perkembangan pubertas sebelum masa dewasa,

yaitu ciri seks primer sudah terjadi menarche. Dan pada ciri seks sekunder

yaitu perubahan payudara yang berbentuk dewasa lebih besar dan khas.

2.2 Menstruasi

2.2.1 Definisi Menstruasi

Menstruasi atau haid merupakan suatu perdarahan uterus secara periodik

dan siklik dan disertai dengan pelepasan endometrium. Secara umum panjang siklus

menstruasi yaitu kurang lebih 28 hari dan lama terjadinya menstruasi kurang lebih

4-6 hari. Terjadinya menstruasi pertama kali pada remaja perempuan disebut

menarche dan usia menarche pertama kali pada remaja perempuan bervariasi antara

10-16 tahun dan lamanya 3-5 hari (Wiknjosastro, 2005).


9

2.2.2 Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi dibagi menjadi 3 fase (Sarwono, 2006) :

1. Fase menstruasi

Pada fase menstruasi sangat terlihat dengan ditandai keluarnya darah serta

sisa endometrium melalui vagina, saat fase ini endrometrium lepas dari

dinding uterus. Diakibatkan oleh berhentinya sekresi hormon estrogen serta

progresteron dan menyebabkan kandungan hormon di dalam darah tidak ada.

Pada fase ini berlangsung selama 2-8 hari.

2. Fase Proliferasi

Pada fase proliferasi endrometrium tumbuh kembali yang disebut dengan

endrometrium mengadakan proliferasi. Pada fase ini terjadi sampai hari ke

14, diantara hari ke 12-14 terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut

ovulasi.

3. Fase sekretorik

Pada fase terakhir, fase ini berlangsung bersamaan dengan fase luteal

ovarium. Fase sekresi ini ditandai dengan terjadi corpus luteum yang

mengecil atau hilang serta berubah menjadi corpus albicans yang mempunyai

fungsi untuk menghambat sekresi hormon progesterone dan estrogen

sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH (folikel stimulating hormone)

serta LH (leutining hormone). Terhentinya sekresi hormon progesterone akan

menyebabkan terjadi penebalan pada dinding endometrium dan akan terhenti

sehingga akan menyebabkan endometrium kering serta robek, dan terjadilah

fase perdarahan atau yang disebut dengan menstruasi.


10

2.2.3 Klasifikasi gangguan Menstruasi

Gangguan menstruasi terjadi disebabkan oleh berbagai hal. Adapun

beberapa klasifikasi gangguan menstruasi pada reproduksi yaitu (Masriroh, 2013)

1. Hipermenorea

Merupakan terjadinya perdarahan menstruasi dengan jumlah darah atau

sangat deras yang lebih banyak atau terjadi dalam waktu yang lama dari

siklus menstruasi normal dan disertai dengan gumpalan-gumpalan.

2. Hipomenorea

Merupakan terjadinya perdarahan menstruasi dengan jumlah darah yang

lebih sedikit atau terjadi dalam waktu yang lebih pendek dari normal.

3. Polimenorea

Merupakan siklus menstruasi yang terjadi lebih pendek yaitu terjadi klerang

dari 21 hari.

4. Oligomenorea

Merupakan terjadi menstruasi dengan siklus yang lebih panjang yaitu lebih

dari 35 hari.

5. Amenorea

Merupakan remaja tidak mengalami menstruasi pada waktu yang kurun

lama.

6. Dysmenorrhea

Merupakan terjadi gangguan menstruasi yang berkaitan dengan pelepasan

prostaglandin dan terjadi nyeri dibagian perut bawah. Nyeri yang terjadi

beberapa hari sebelum dan sesudah menstruasi.


11

2.3 Dysmenorrhea

2.3.1 Definisi Dysmenorrhea

Dysmenorrhea adalah rasa nyeri di bagian abdomen yang dirasakan sesaat

sebelum dan pada saat terjadi menstruasi serta dapat mengganggu aktivitas

perempuan sehari-hari. Bahkan akibat nyeri yang terjadi, beberapa kali penderita

dysmenorrhea harus beristirahat dan meninggalkan pekerjaannya dalam waktu

yang lama (Bobak, 2004).

2.3.2 Klasifikasi Dysmenorrhea

Berdasarkan ada atau tidaknya kelainan dan sebab yang diamati nyeri pada

saat menstruasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu dysmenorrhea primer dan

dysmenorrhea sekunder.

a. Dysmenorrhea primer

Dysmenorrhea primer merupakan nyeri saat menstruasi tanpa dijumpai

dengan adanya kelainan pada alat genital yang nyata. Nyeri yang terjadi

pada dysmenorrhea primer berasal dari kontraksi. Rahim yang dirangsang

oleh prostaglandin (kelenjar kelamin) serta mencapai puncaknya pada pada

usia 15-25 tahun. Perbedaan berat ringannya nyeri yang dirasakan penderita

berdasarkan kadar prostaglandin. Pada wanita yang mengalami

dysmenorrhea mempunyai kadar prostaglandin 5-13 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dysmenorrhea. (El

Manan, 2011).
12

b. Dysmenorrhea sekunder

Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri mentruasi yang disertai oleh

adanya kelainan anatomis genitalis. Tanda-tanda klinik yang terdapat dari

dysmenorrhea sekunder adalah endometriosis, radang pelvis, kista ovarium

dan kongesti pelvis (Hacker, 2001).

2.3.3 Patofisiologi Dysmenorrhea Primer

Saat fase luteal dan menstruasi, prostaglandin F2 alfa (PGF2a) disekresi.

Pada pelepasan PGF2a yang berlebihan menyebabkan peningkatan amplitudo serta

frekuensi kontraksi uterus yang menyebabkan vasospasme arteriol uterus. Sehingga

mengakibatkan iskemik serta kram pada abdomen bawah yang bersifat siklik.

Respon sistem PGF2a meliputi nyeri punggung kelemahan pengeluaran keringat

gejala saluran cerna (anoreksia, muntah, mual serta diare) serta gejala sistem saraf

pusat seperti pusing, sinkop, konsentrasi buruk dan nyeri kepala (Slap, 2008).

Perantara yang mempunyai peran penting dalam terjadinya dysmenorrhea

primer adalah prostaglandin F2 alfa (PGF2a). Peningkatan PGF2a pada

endometrium diikuti dengan adanya penurunan progresteron pada fase luteal yang

mengakibatkan membran lisosom menjadi tidak stabil dan terjadi pelepasan enzim

lisososm. Dengan lepasnya enzim lisosom akan merangsang pelepasan enzim

phospholipase A2 yang akan menghidrolisis senyawa fosfolipid menjadi asam

arakidonat. Melalui siklus endoperoxidase dengan perantara prostaglandin G2

(PGG2) serta prostaglandin H2 (PGH2) selanjutnya akan menjadi PGF2a. PGF2a

yang berlebihan bisa meningkatkan amplitudo serta frekuensi kontraksi uterus serta
13

menyebabkan vasokontriksi arteriol uterus dan terjadi iskemik dan kram pada

bagian abdomen didaerah bawah (Dawood, 2008).

2.3.4 Gejala dysmenorrhea primer

Dysmenorrhea primer muncul ditandai dengan gejala serangan ringan, kram

pada bagian tengah bawah perut, menyebar kepunggung bawah atau paha bagian

dalam. Pada umumnya ketidaknyamanan muncul 1-2 hari sebelum terjadi

menstruasi, tapi rasa nyeri hebat atau kram muncul saat hari pertama mentsruasi.

Gejala lain kerap terjadi efek seperti muntah, diare, sakit kepala dan nyeri kaki.

Selain itu gejala lain dysmenorrhea primer yaitu nyeri terjadi secara berulang dan

teratur ketika pertama kali terjadi menstruasi dan terjadi keringat yang berlebih

serta badan merasa lemah (Hamilton, 2009).

2.3.5 Faktor Resiko Dysmenorrhea Primer

Merurut Smeltzer & Bare (2002), terdapat beberapa faktor resiko terjadinya

dysmenorrhea primer yaitu :

1. Menarche pada usia lebih awal (kurang dari 12 tahun)

Terjadinya menarche pada usia lebih awal akan menyebabkan alat-alat

reproduksi belum berfungsi secara optimal serta belum siap mengalami

perubahan-perubahan sehingga menimbulkan rasa nyeri saat terjadi

menstruasi.

2. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari)

Lamanya menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi akan

menimbulkan adanya kontraksi uterus yang terjadi lebih lama

mengakibatkan uterus lebih sering mengalami kontraksi serta semakin


14

banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Dengan produksi prostaglandin

yang berlebihan akan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus

yang secara terus-menerus menyebabkan suplai darah ke uterus terhenti dan

terjadilah nyeri dysmenorrhea.

3. Mengkonsumsi alkohol

Minuman alkohol merupakan racun bagi tubuh serta hati yang

bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen untuk disekresi oleh

tubuh. Adanya konsumsi alkohol secara terus-menerus, dan estrogen tidak

bisa disekresi dari tubuh, akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan

dapat menimbulkan serta meningkatkan gangguan nyeri pada pelvis dan

merokok juga mengakibatkan lamanya terjadi menstruasi dan meningkatkan

dysmenorrhea.

4. Aktivitas Fisik dan Olahraga

Kejadian dysmenorrhea akan meningkat dengan kurangnya aktivitas fisik

selama menstruasi dan kurang olah raga. Hal ini dapat menyebabkan

sirkulasi darah dan oksigen menurun dan dampak pada uterus yaitu dengan

berkurangnya aliran darah serta sirkulasi oksigen akan menyebabkan

terjadinya nyeri.

2.3.6 Dampak Dysmenorrhea Primer

Pengaruh dysmenorrhea terhadap aktivitas fisik remaja cukup banyak.

Kejadian tersebut akan menyebabkan menurunnya kualitas hidup remaja putri.

Dysmenorrhea membuat wanita tidak mampu beraktivitas dengan normal serta

memerlukan resep dokter untuk penurunan nyerinya. Salah satu contoh yaitu pada
15

remaja putri yang masih bersekolah, rasa nyeri yang dirasakan akan mengganggu

aktivitas belajarnya disekolah selian itu, konsentrasi siswa terhadap pelajara akan

berkurang dan menyebabkan prestasi remaja disekolah akan menurun (Kurniawati,

2011).

2.3.7 Penanganan Dysmenorrhea Primer

Untuk mengatasi terjadinya dysmenorrhea primer dapat dilakukan dengan

memberikan penanganan terapi farmakologi dan non farmakologi (Prawirohardjo,

2009) :

1. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi yaitu dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan

prostaglandin inhibitor serta obat-obat analgesik. Penggunaan obat-obatan

analgesik akan berdampak ketagihan pada remaja dan memberi efek

sampng yang berbahaya bagi pasien.

2. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara kompres hangat,

teknik relaksasi seperti nafas dalam, yoga, massage, distraksi dan exercise

atau latihan.

2.3.8 Numerical Rating Scale (NRS)

Pada skala penilaian numerik (Numeric Rating Scale) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata dengan menilai nyeri dengan

menggunakan skala numeral 0-10. Numeric Rating Scale adalah skala yang lebih

efektif yang dapat digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah

intervensi terapiutik dan menilai apakah nyeri mengalami peningkatan atau terjadi
16

penurunan. Pada skala 0 artinya tidak nyeri, 1-3 intensitas nyeri ringan, 4-6 dengan

intensitas nyeri sedang dan 7-10 dengan intensitas nyeri berat. NRS dapat

digunakan dengan cara memberi tanda pada salah satu angka berdasarkan intensitas

nyeri yang dirasakan oleh pasien. Katagori intensitas skala nyeri dapat di

interprestasikan sebagai berikut (Meliala, 2007) :

1. 0 : Tidak ada keluhan nyeri atau kram pada perut bagian

bawah

2. 1-3 : Terasa kram pada perut bagian bawah, masih dapat ditahan

masih dapat melakukan aktivitas, masih dapat berkonsentrasi

belajar

3. 4-6 : Terasa kram pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke

pinggang, paha, pungung, tidak nafsu makan dan dengan

usaha yang cukup untuk menahan

4. 7-10 : Terasa kram yang sangat berat, nyeri berat dan terasa sangat

mengganggu atau tidak tertahankan sehingga harus meringis,

menjerit, dan berteriak bahkan sampai pingsan.

Gambar 2.1. Numerical Rating Scale (NRS) (Potter dan Perry, 2006)
17

2.4 Yoga

2.4.1 Definisi Yoga

Yoga merupakan salah satu teknik relaksasi yang dianjurkan dalam

penurunan nyeri saat menstruasi dan suatu intervensi holistik yang menggabungkan

pikiran serta tubuh melalui praktek psikofisik yang meliputi latihan fisik,

pernafasan, relaksasi dan meditasi. Selain itu, yoga juga untuk meingkatkan

kekuatan serta keseimbangan. Beberapa gerakan yoga mampu merubah pola

penerimaan rasa sakit ke fase yang lebih menenangkan dan lebih mudah dilakukan

pada kehidupan sehari-hari. Latihan yang terarah serta berkesinambungan

dipercaya mampu menurunkan nyeri serta menyehatkan badan secara keseluruhan

(Senior, 2008).

2.4.2 Manfaat Yoga

Adapun manfaat yoga yaitu meningkatkan sirkulasi darah keseluruh tubuh,

meningkatkan kapasitas paru saat bernafas, mengurangi ketegangan otot tubuh,

pikiran, merileksasikan otot skeletal yang mengalami spasme, mental dan

mengurangi intensitas nyeri saat terjadi dysmenorrhea (Amalia, 2015).

2.4.3 Metode Yoga

Gerakan yoga yang dilakukan pada prosedur ini merupakan seperangkat

teknik relaksasi seperti pernafasan, latihan otot perut, meditasi serta posisi tubuh.

Langkah-langkah yoga adalah sebagai berikut (Pujiastuti, 2014) :


18

1. Marjaryasana (cat pose)

a. Kedua telapak tangan dan lutut menempel pada lantai seperti sikap

“meja”, siku dan bahu sejajar tegak lurus ke arah lantai, kepala posisi

netral dan pandangan kearah lantai atau perut.

b. Hembuskan nafas , regangkan punggung hingga pandangan kearah

langit-langit lalu pandangan ke atas.

c. Tarik nafas dengan lembut dan kembali ke posisi meja dengan

pandangan ke lantai

d. Tahan posisi tersebut selama 10 detik dan ulangi 3 kali.

Gambar 2.2 Marjaryasana (Martinez.D, 2007)

2. Balasana (child’s pose)

a. Posisi awal dengan kaki berlutut di lantai, buka lutut selebar pinggul,

dan tarik nasfas dalam dan angkat kedua tangan ke atas.

b. Hembuskan nafas, rebahkan tubuh ke depan diikuti dengan kedua

tangan , tubuh diantara paha dan lepaskan bahu depan ke lantai hingga

dahi menempel pada lantai.

c. Tahan posisi selama 15 detik dan ulangi 3 kali.


19

Gambar 2.3 Balasana (Nelson.J, 2007)

3. Janu Sirsasana (Head to knee forward bend)

a. Posisi awal duduk di lantai atau matras dengan kaki lurus ke depan,

tarik nafas tekuk atau lipat salah satu kaki ke dalam hingga tumit

menyentuh perineum.

b. Hembuskan nafas turunkan badan menyentuh salah satu kaki yang

lurus sampai dahi menyentuh lutut dan kedua tangan memegang ujung

telapak kaki yang lurus dan pandangan kea rah lutut.

c. Ulangi secara bergantian di kedua kaki, tahan gerakan selama 10

detik dan ulangi sebanyak 3 kali.

Gambar 2.4 Janu Sirsasana (Nelson.J, 2007)


20

4. Baddha Kosana (bound angle pose)

a. Posisi awal duduk dengan tegak, luruskan kedua kaki ke depan.

b. Tekuk atau lipat kedua kaki ke dalam (kedua telapak kaki saling

bertemu) dan pegang dengan kedua tangan dan tarik nafas dalam.

c. Hembuskan badan turun atau menunduk hingga dahi atau kepala

menyentuh lantai.

d. Tahan posisi tersebut selama 15 detik dan ulangi sebanyak 2 kali.

Gambar 2.5 Baddha Kosana (Fanning.C, 2007)

5. Supta Baddha Kosana (reclining bound angle pose)

a. Posisi awal tidur terlentang, tekuk atau satukan kedua kaki hingga

kedua telapak kaki bertemu dan paha tetap menempel di lantai.

b. Tangan dalam posisi netral, telapak tangan menghadap ke atas dan

pandangan ke atas.

c. Tarik nafas dan hembuskan selama 30 detik.


21

Gambar 2.6 Supta Baddha Kosana (Winkler.M, 2007)

2.6 Efektivitas Yoga terhadap Penurunan Nyeri Dysmenorrhea Primer

Salah satu manfaat yoga yang paling utama yaitu dapat meningkatkan

fleksibilitas. Melakukan latihan yoga akan menyebabkan sendi-sendi digerakkan

secara optimal yaitu sesuai dengan rentang geraknya (range of motion) sehingga

kartilago berfungsi kembali yang jarang dipakai dan mengalirkan oksigen serta

darah ke arah tersebut. Hal diatas dapat mencegah kondisi seperti nyeri

dysmenorrhea kronis. Tahap gerakan-gerakan yoga berfokus pada fleksibilitas

tulang belakang dimana tulang belakang mempunyai fungsi penting dalam sistem

persarafan tubuh. Menjaga fleksibilitas dan kekuatan tulang belakang, maka

sirkulasi peredaran darah meningkat sehingga suplai nutrisi dan oksigen menuju

saraf akan menjadi lancar pula. Meningkatnya fleksibilitas dan kekuatan akan

menghasilkan postur tubuh yang lebih baik. Latihan yoga juga dapat meningkatkan

propioseptif dan keseimbangan, kebanyakan orang tidak menggunakan kapasitas


22

maksimal paru-paru saat bernafas atau terdapat tekanan pada leher serta punggung

(Woodyard, 2011).

Hal ini disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dapat memengaruhi pola

pernafasan seperti membungkukkan bahu ketika bernafas atau adanya tekanan

berlebihan pada leher dan punggung. Unsur lain dari yoga berfokus pada pernafasan

yang baik serta dalam melalui teknik pernafasan abdominal atau diafragma. Teknik

pernafasan ini lebih baik dibandingkan teknik pernafasan clavicula maupun thorax

karena dapat mengalirkan udara ke bagian terbawah dan terbesar dari paru-paru .

Melakukan gerakan yoga, aliran darah menjadi lebih lancar serta mampu

meningkatkan kadar hemoglobin sehingga menyokong suplai oksigen lebih banyak

menuju sel-sel tubuh (Narasimhan, 2012).

Selain teknik relaksasi nafas, saat melakukan yoga juga berhubungan

dengan pelepasan endorphin. Berhentinya tubuh memproduksi hormon adrenalin

serta semua hormon yang diperlukan saat stres terjadi pada saat tubuh dalam

kondisi rileks, hormon seks estrogen dan progesteron serta hormon stres adrenalin

diproduksi dari satu tempat yang sama. Seseorang ingin mengurangi stres maka

harus mengurangi produksi dua hormon tersebut. Memproduksi hormon yang

penting agar menghasilkan menstruasi yang bebas dari rasa nyeri. Efek lain dari

relaksasi yoga adalah memberikan seseorang kontrol diri saat terjadi rasa yang tidak

nyaman dan nyeri, stres fisik, emosi serta menstimulus pelepasan endorphin

(Simkin, 2008).

Pelepasan hormon endorphin mampu meningkatkan respon saraf

parasimpatis yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah seluruh


23

tubuh serta uterus dan meningkatkan aliran darah uterus sehingga terjadi penurunan

intensitas nyeri dysmenorrhea primer. Endorphin yang dihasilkan dari beberapa

gerakan yoga juga mampu berfungsi sebagai suatu obat penenang alami yang

mampu memberikan rasa nyaman dan tenang. Otak dan sumsum tulang belakang

akan menghasilkan hormon endorphin, saat terjadi peningkatan hormon endorphin

maka nyeri dapat berkurang saat berkontraksi. Melakukan gerakan yoga endorphin

akan keluar dan ditangkap oleh reseptor didalam hipotalamus serta sistem limbik

yang mempunyai fungsi sebagai pengaturan emosi. Manfaat lain yaitu juga

berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, memperbaiki nafsu makan,

mengurangi ketegangan otot, memperbaiki peredaran darah dan mengatur

pernafasan sehingga gerakan yoga baik dalam penurunan nyeri dysmenorrhea

primer (Harry, 2007).

Yoga merupakan salah satu bentuk teknik relaksasi yang mampu

menurunkan intensitas nyeri dengan cara merileksasikan otot-otot skelet yang

terjadi spasme. Spasme otot dapat menimbulkan rasa nyeri pada saat menstruasi,

rasa nyeri disebabkan oleh pengaruh spasme otot yang menekan pembuluh darah

dan menyebabkan iskemik. Nyeri akibat iskemik jaringan terjadi bila aliran darah

yang menuju jaringan terhambat. Spasme pada otot skelet yang disebabkan oleh

peningkatan prostaglandin, saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin,

prostaglandin dan substansi lain akan merangsang syaraf simpatis sehingga

menyebabkan vasokonstriksi. Akhirnya akan menyebabkan meningkatkan tonus

otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan

pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan


24

metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medula spinalis

ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. Efek dari teknik relaksasi merangsang

mekanoreseptor pada kulit abdomen yang memberikan efek pengalihan yang dapat

mengurangi nyeri spasme bagian bawah perut akibat dysmenorrhea primer

(Smeltzer, 2002).

Teknik yoga yang berpaduan dengan teknik relaksasi nafas dalam, meditasi

serta posisi tubuh untuk meningkatkan kekuatan dan keseimbangan maka akan

mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan

enkefalin adalah senyawa yang berfungsi untuk menghambat nyeri. Postur-postur

yang menekuk ke arah depan yang bermanfaat untuk memberikan rasa tentram,

melepaskan ego dan membawa tubuh serta pikiran untuk melebur kembali bersatu

dengan bumi. Postur yang ditimbulkan oleh gerakan yoga juga dapat melenturkan

sendi pinggul dan sangat baik untuk melepaskan ketegangan pada persendian

pinggul, melenturkan otot hamstring dan persendian lutut dan melancarkan

sirkulasi darah ke arah panggul agar tetap sehat (Pujiastuti, 2007).

Вам также может понравиться

  • Stakis KLP N
    Stakis KLP N
    Документ18 страниц
    Stakis KLP N
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Kuisioner Diagnosis Dismenorrhea Primer
    Kuisioner Diagnosis Dismenorrhea Primer
    Документ2 страницы
    Kuisioner Diagnosis Dismenorrhea Primer
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Dermatom Tubuh
    Dermatom Tubuh
    Документ8 страниц
    Dermatom Tubuh
    Melisa E. Sumarauw
    100% (2)
  • Dismin
    Dismin
    Документ1 страница
    Dismin
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Lesi Nervus Radialis dan Penatalaksanaan Fisioterapi
    Lesi Nervus Radialis dan Penatalaksanaan Fisioterapi
    Документ20 страниц
    Lesi Nervus Radialis dan Penatalaksanaan Fisioterapi
    Ni Putu Santi Agustini
    0% (1)
  • Aris Ulan
    Aris Ulan
    Документ12 страниц
    Aris Ulan
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Kak Cin
    Kak Cin
    Документ33 страницы
    Kak Cin
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • ARIS Jurnal
    ARIS Jurnal
    Документ3 страницы
    ARIS Jurnal
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KLINIS
    LAPORAN KLINIS
    Документ18 страниц
    LAPORAN KLINIS
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Stakis Uph Fix
    Stakis Uph Fix
    Документ19 страниц
    Stakis Uph Fix
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Reviewan Kasus
    Reviewan Kasus
    Документ9 страниц
    Reviewan Kasus
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Clinical Reasoning Terbaru
    Clinical Reasoning Terbaru
    Документ3 страницы
    Clinical Reasoning Terbaru
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Reviewan Kasus
    Reviewan Kasus
    Документ9 страниц
    Reviewan Kasus
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KLINIS
    LAPORAN KLINIS
    Документ18 страниц
    LAPORAN KLINIS
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KLINIS
    LAPORAN KLINIS
    Документ18 страниц
    LAPORAN KLINIS
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Reviewan Kasus
    Reviewan Kasus
    Документ9 страниц
    Reviewan Kasus
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Stakis KLP N
    Stakis KLP N
    Документ18 страниц
    Stakis KLP N
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Presus Rso Baru
    Presus Rso Baru
    Документ28 страниц
    Presus Rso Baru
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KLINIS
    LAPORAN KLINIS
    Документ18 страниц
    LAPORAN KLINIS
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Dermatom Tubuh
    Dermatom Tubuh
    Документ8 страниц
    Dermatom Tubuh
    Melisa E. Sumarauw
    100% (2)
  • Clinical Reasoning Terbaru
    Clinical Reasoning Terbaru
    Документ3 страницы
    Clinical Reasoning Terbaru
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KLINIS
    LAPORAN KLINIS
    Документ18 страниц
    LAPORAN KLINIS
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Revjur KUMPUL
    Revjur KUMPUL
    Документ1 страница
    Revjur KUMPUL
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Dermatom Tubuh
    Dermatom Tubuh
    Документ8 страниц
    Dermatom Tubuh
    Melisa E. Sumarauw
    100% (2)
  • Clinical Reasoning Terbaru
    Clinical Reasoning Terbaru
    Документ3 страницы
    Clinical Reasoning Terbaru
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Dermatom Tubuh
    Dermatom Tubuh
    Документ8 страниц
    Dermatom Tubuh
    Melisa E. Sumarauw
    100% (2)
  • Clinical Reasoning Terbaru
    Clinical Reasoning Terbaru
    Документ3 страницы
    Clinical Reasoning Terbaru
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Presus Rso Baru
    Presus Rso Baru
    Документ28 страниц
    Presus Rso Baru
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Revjur - Dhita Prianthara
    Revjur - Dhita Prianthara
    Документ8 страниц
    Revjur - Dhita Prianthara
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет
  • Clinical Reasoning Terbaru
    Clinical Reasoning Terbaru
    Документ3 страницы
    Clinical Reasoning Terbaru
    Bambang Ulan Aeiyu
    Оценок пока нет