Вы находитесь на странице: 1из 6

A.

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa dalam darah masuk lewat vena porta hepatica kemudian masuk ke sel hati, lalu
diubah menjadi glikogen. Sebaliknya jika tubuh kekurangan glukosa, maka glikogen segera
diubah segera menjadi glukosa kembali. Hal ini dapat terjadi karena hati memiliki dua
enzim yang berperan merangsang proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Insulin
berperan besar dalam meningkatkan sintesis glikogen. Makanan yang kaya akan KH akan
merangsang sekresi insunlin dan mencegah sekresi glucagon. Insulin berfungsi untuk
mempermudah dan mempercepat masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan
afinitas molekul karier glukosa. Glukosa setelah berada di dalam sel oleh insulin akan
disimpan atau disintesis menjadi glikogen baik di hati, otot atau jaringan lainnya.

Kadar glukosa darah disamping memacu pembebasan insulin oleh pancreas juga
mempengaruhi glukostat yang terdapat pada basal hipotalamus yang merupakan pusat
kenyang atau satiety center. Pusat inimenghambat hipotalamus lateral yang merupakan
pusat makan. Pada kondisi kadar glukosa darah rendah, pusat kenyang tidak lagi
menghambat pusat makan sehingga mamacu pusat tersebut dan timbul keinginan untuk
makan. Setelah makan, glukosa meningkat dan kembali normal seperti semula. Organ yang
ikut ambil andil dalam proses metabolisme karbohidrat yaitu hati, pancreas, medulla
adrenal, dan kelenjar tiroid.

Jalut-jalur Metbolisme Karbohidrat


Terdapat beberapa jalur metabolisme karbohidrat yaitu glikolisis, oksidasi piruvat,
siklus asam sitrat, glikogenesis, glikogenolisis serta glukoneogenesis.
Secara ringkas, jalur-jalur metabolisme karbohidrat dijelaskan sebagai berikut:

1. Glukosa sebagai bahan bakar utama metabolisme akan mengalami glikolisis (dipecah)
menjadi 2 piruvat jika tersedia oksigen. Dalam tahap ini dihasilkan energi berupa ATP.

2. Selanjutnya masing-masing piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA. Dalam tahap ini dihasilkan
energi berupa ATP.

3. Asetil KoA akan masuk ke jalur persimpangan yaitu siklus asam sitrat. Dalam tahap ini
dihasilkan energi berupa ATP.

4. Jika sumber glukosa berlebihan, melebihi kebutuhan energi kita maka glukosa tidak dipecah,
melainkan akan dirangkai menjadi polimer glukosa (disebut glikogen). Glikogen ini disimpan
di hati dan otot sebagai cadangan energi jangka pendek. Jika kapasitas penyimpanan glikogen
sudah penuh, maka karbohidrat harus dikonversi menjadi jaringan lipid sebagai cadangan
energi jangka panjang.
B. METABOLISME LEMAK

Asam lemak setelah diserap oleh sel mukosa usus halus dengan cara difusi kemudian di
dalam sel, mukosa asam lemak dan gliserol mengalami resintesis menjadi trigliserida.
Kolesterol juga mengalami reesterifikasi menjadi ester kolesterol. Trigliserida dan ester
kolesterol bersatu diselubungi oleh protein menjadi kilomikron. Protein penyusun selubung
kilomikron disebut apoprotein. Selubung protein berfungsi mencegah menyatunya antar
molekul lemak dan membentuk bulatan besat yang dapat mengganggu sirkulasi darah.

Kilomikron keluar dari sel mukosa usus secara eksotisosis kemudian diangkut lewat sistem
limfatik dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah. Kadar kilomikron meningkat 2-4 jam
setelah makan. Kilomikron dalam darah dihidrolisis oleh enzim lipase endotel menjadi asam
lemak dan gliserol. FFA atau asam lemak dibebaskan dari kilomikron dan selanjutnya disimpan
dalam jaringan lemak atau jaringan perifer. Kilomikron yang telah kehilangan asam lemak
dengan demikian banyak mengandung kolesterol dan tetap berada di dalam sirkulasi disebut
chylomicron remnant dan akhirnya menuju ke hati yang selanjutnya didegradasi di dalam
lisosom. Sedangkan gliserol langsung diabsorpsi ke pembuluh darah porta hepatica.

FFA digunakan sebagai sumber energi atau disimpan dalam bentuk lemak netral atau
trigliserida. Hati memanfaatkan asam lemak sebagai cadangan energi, pembentukan kolesterol,
dan menyimpan trigliserida sebagai lemak jaringan atau dapat juga diubah menjadi protein atau
asam amino.

C. METABOLISME PROTEIN DAN ASAM NUKLEAT

Metabolisme protein berproses dari usus besar dalam bentuk proteosa, pepton dan
polipeptida. Dalam usus, sebagian besar protein yang telah pecah bercampur dengan enzim
pancreas. Enzim tersebut memecah molekul protein menjadi polipeptida kecil. Kemudian
peptidase melepas asam amino yang kemudian diserap oleh dinding usus dan diedarkan
dalam darah. Dalam proses ini, hati memiliki peran sebagai pengatur konsentrasi asam amino
dalam darah. Asam amino mengganti jaringan yang rusak. Jika diperlukan dapat diubah
menjadi sumber energi.
Farmakokinetik
farmakokinetik menurut ilmu farmakologi sebenarnya dapat diartikan sebagai proses
yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan obat tersebut di dalam tubuh. Proses
farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi meliputi beberapa tahapan mulai dari proses
absorpsi atau penyerapan obat, distribusi atau penyaluran obat ke seluruh tubuh, metabolisme
obat hingga sampai kepada tahap ekskresi obat itu sendiri atau proses pengeluaran zat obat
tersebut dari dalam tubuh. Fase-fase tersebut diantaranya adalah:

1. Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinalke dalam cairan
tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis.Kebanyakan obat oral diabsorpsi
di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika sebagain dari vili ini
berkurang, karena pengangkatan sebagian dariusus halus, maka absorpsi juga berkurang.
Obat-obat yang mempunyai dasar protein,seperti insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak di
dalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui
difusi (pergerakan darikonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Dengan proses difusi, obat
tidak memerlukan energi untuk menembus membran. Absorpsi aktif membutuhkan
karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan konsentrasi. Sebuah enzim atauprotein
dapat membawa obat-obat menembus membran. Pinositosis berarti membawaobat menembus
membran dengan proses menelan.

Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres, kelaparan,makanan dan
pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, ataupenyakit yang
merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan makanan yang padat, pedas,dan berlemak dapat
memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam
lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah denganmengalihkan darah lebih banyak
mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi kesaluran gastrointestinal. Obat-obat yang
diberikan secara intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat diotot-otot yang memiliki lebih
banyak pembuluh darah, seperti deltoid, daripada otot-otot yang memiliki lebih sedikit
pembuluh darah, sehingga absorpsi lebih lambatpada jaringan yang demikian.

2. Distribusi

Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh danjaringan
tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatanpenggabungan)
terhadap jaringan,dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat didistribusi di dalam
plasma, kebanyakan berikatan denganprotein (terutama albumin) dalam derajat (persentase)
yang berbeda-beda. Obat-Obatyang lebih besar dari 80% berikatan dengan protein dikenal
sebagai obat-obat yangberikatan dengan tinggi protein. Salah satu contoh obat yang berikatan
tinggi denganprotein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin
49% berikatan dengan protein clan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein.

Abses, eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu distribusi obat.Antibiotika tidak dapat
didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat.Selain itu, beberapa obat dapat
menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak,tulang, hati, mata, dan otot.

3. Biotransformasi
Fase ini dikenal juga dengan metabolisme obat, diman terjadi proses perubahan
struktur kimia obat yang dapat terjadi didalam tubuh dan dikatalisis olen enzim.

4. Ekskresi atau eliminasi

Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu,
feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang
larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.Obat-obat yang
berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obatdilepaskan ikatannya
dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akandiekskresikan melalui urin.

pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8.Urin yang
asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Aspirin,suatu asam lemah,
dieksresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika seseorangmeminum aspirin dalam dosis
berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice
cranberry dalam jumlah yang banyak dapatmenurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin
yang asam.

Setiap orang mempunyai gambaran farmakokinetik obat yang berbeda-beda. Dosis


yang sama dari suatu obat bila diberikan pada suatu kelompok orang, dapat menunjukkan
gambaran kada dalam darah yang berbeda-beda dengan intensitas respon yang berbda-beda
pula. Kemudian setelah farmakodinamik, ada satu bahasan lagi dalam ilmu farmakologi,
yaitu farmakodinamik.

Farmakodinamik ialah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi


dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat
ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dalam sel, dan mengetahui
urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi. pengetahuan yang baik
mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Farmakodinamik lebih fokus membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri
di dalam tubuh baik dari segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta
mekanisme kerja obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh manusia. Farmakodinamik juga
sering disebut dengan aksi atau efek obat. Efek Obat merupakan reaksi Fisiologis atau
biokimia tubuh karena obat, misalnya suhu turun, tekanan darah turun, kadar gula darah
turun.

Kerja obat dapat dibagi menjadi onset (mulai kerja) merupakan waktu yang
diperlukan oleh obat untuk menimbulkan efek terapi atau efek penyembuhan atau waktu yang
diperlukan obat untuk mencapai maksimum terap. Peak (puncak), duration (lama kerja)
merupakan lamanya obat menimbulkan efek terapi, dan waktu paruh. Mekanisme kerja obat
dipengaruhi oleh reseptor, enzim, dan hormon.

Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik terjadi di mana efek dari satu obat yang


diubah oleh kehadiran obat lain di tempat kerjanya. Kadang-kadang obat
secara langsung bersaing untuk reseptor tertentu (misalnya agonis beta2,
seperti salbutamol, dan beta blockers, seperti propranolol) tetapi sering
reaksi yang lebih langsung dan melibatkan gangguan fisiologis mekanisme
(Stockley, 2008).

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja


pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama
sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi
perubahan kadar obat dalam plasma (Setiawati, 2007). Hal ini terjadi
karena kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem
fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokkan seperti
interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentrasi obat dalam tubuh,
tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah diperkirakan dari efek
farmakologi obat yang dipengaruhi (Fradgley, 2003)

Beberapa mekanisme interaksi obat dengan farmakodinamika mungkin


terjadi bersama-sama, antara lain :

 Sinergisme

Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah


sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim
yang sama dengan efek farmakologi yang sama. Semua obat yang
mempunyai fungsi depresi pada susunan saraf pusat- sebagai contoh,
etanol, antihistamin, benzodiazepin (diazepam, lorazepam, prazepam,
estazolam, bromazepam, alprazolam), fenotiazin (klorpromazina,
tioridazina, flufenazina, perfenazina, proklorperazina, trifluoperazina),
metildopa, klonidina- dapat meningkatkan efek sedasi.

Semua obat antiinflamasi non steroid dapat mengurangi daya lekat


platelet dan dapat meningkatkan (pada derajat peningkatan yang tidak
sama) efek antikoagulan. Suplemen kalium dapat menyebabkan
hiperkalemia yang sangat berbahaya bagi pasien yang memperoleh
pengobatan dengan diuretik hemat kalium (contoh amilorida, triamteren),
dan penghambat enzim pengkonversi angiotensin (contoh kaptopril,
enalapril) dan antagonis reseptor angiotensin-II (contoh losartan,
valsartan). Dengan cara yang sama verapamil dan propanolol (dan
pengeblok beta yang lain), keduanya mempunyai efek inotropik negatif,
dapat menimbulkan gagal jantung pada pasien yang rentan.

 Antagonisme

Antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek


farmakologi yang berlawanan. Hal ini mengakibatkan pengurangan hasil
yang diinginkan dari satu atau lebih obat. Sebagai contoh, penggunaan
secara bersamaan obat yang bersifat beta agonis dengan obat yang
bersifat pemblok beta (Salbutamol untuk pengobatan asma dengan
propanolol untuk pengobatan hipertensi, dapat menyebabkan
bronkospasme); vitamin K dan warfarin; diuretika tiazid dan obat antidiabet.

Beberapa antibiotika tertentu berinteraksi dengan mekanisme


antagonis. Sebagai contoh, bakterisida seperti penisilin, yang menghambat
sintesa dinding sel bakteri, memerlukan sel yang terus bertumbuh dan
membelah diri agar berkhasiat maksimal. Situasi ini tidak akan terjadi
dengan adanya antibiotika yang berkhasiat bakteriostatik, seperti tetrasiklin
yang menghambat sintesa protein dan juga pertumbuhan bakteri.

Вам также может понравиться