Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KIMIA KOMPUTASI
STABILITAS KARBOKATION DAN HIPERKONJUGASI
Disusun oleh:
1. Ahmad Taupik (F1C113025)
2. Dwi Wahyu Ramadhan (F1C113003)
3. Fahrur Razi (F1C1130)
4. Zainudin Alamsyah (F1C1130)
I. Tujuan
Karbokation menunjukkan satu dari sangat penting dan sering dijumpai dari
jenis zat antara yang terlibat dalam reaksi senyawa organik. Stabilitas relatif
karbokation dapat dijadikan indikasi untuk keberadaanya dalam reaksi yang
sedang berlangsung. Banyak cara untuk menjelaskan kestabilan karbokation, salah
satunya adalah hiperkonjugasi.
Hiperkonjugasi melibatkan tumpang tindih antara suatu ikatan (orbital ikatan)
dengan orbital p yang kosong yang terdapat pada atom karbon bermuatan positif
(lihat gambar dibawah). Walaupun gugus alkil yang terikat pada atom karbon
positif tersebut dapat berputar, satu dari ikatan sigma selalu sebidang dengan
orbital p kosong pada karbokation. Pasangan elektron pada ikatan sigma ini
disebarkan ke orbital orbital p kosong sehingga menstabilkan atom karbon yang
kekurangan elektron.
Kita dapat memikirkan fenomena hiperkonjugasi seperti yang kita jumpai
dalam bentuk klasik. Sebagai contoh bahwa isopropyl kation distabilkan oleh
hiperkonjugasi menghasilkan beberapa bentuk resonansi seperti dinyatakan dalam
bentuk berikut :
Karbokation atau ion karbonium merupakan suatu spesi yang memiliki atom
karbon dengan muatan positif. Pada suatu karbokation, atom karbon yang
bermuatan positif berikatan dengan tiga atom lainnya dan tidak memiliki elektron
nonbonding, sehingga hanya memiliki enam elektron pada kulit valensinya.
Karbokation terhibridisasi sp2, dengan struktur planar dan sudut ikatan sekitar 120o.
Sebagai contoh, kation metil berbentuk planar, dengan sudut ikatan tepat 120 o.
Orbital p yang tidak terhibridisasi kosong dan berada tegak lurus dengan bidang
ikatan C-H. Struktur CH3+ mirip dengan struktur BH3. Dengan hanya enam
elektron dalam kulit valensi karbon positif, karbokation merupakan elektrofil kuat
(asam Lewis), dan dapat bereaksi dengan nukleofil apapun. Karbokation berperan
sebagai intermediet dalam banyak reaksi organik, contohnya reaksi SN1, E1.
Atom karbon ini berikatan sigma dengan orbital s hidrogen. Serupa dengan
radikal bebas, karbokation merupakan spesi yang kekurangan elektron (electron-
deficient). Keduanya sama-sama memiliki enam elektron dalam kulit valensi.
Selain itu, karbokation juga terstabilisasi oleh substituen alkil. Gugus alkil
menstabilisasi karbokation yang kekurangan elektron dengan dua cara: (1) melalui
efek induksi dan (2) melalui overlap orbital yang telah terisi ke orbital kosong
(hiperkonjugasi). Efek induksi merupakan donasi densitas elektron melalui ikatan
sigma molekul. Atom karbon yang bermuatan positif menarik sebagian densitas
elektron dari gugus alkil terpolarisasi yang berikatan dengan karbokation.
Distribusi muatan dalam molekul lebih stabil daripada muatan yang lebih
lokal. Telah ditentukan secara eksperimental bahwa ikatan ganda satu kelompok
vinil yang berdekatan menyediakan sekitar sebanyak stabilisasi dua gugus alkil.
Dengan demikian, kation alil dan 2 ° isopropil kation yang stabilitas sebanding.
Klasifikasi kation allylic sebagai 1 °, 2 °, dan 3 ° ditentukan oleh lokasi dari
muatan positif dalam struktur kontribusi lebih penting. berikut ini adalah contoh 2
° dan 3 ° karbokation allylic.
1. Panjang ikatan
Panjang ikatan C-H yang terlibat hiperkonjugasi akan bernilai lebih besar
daripada yang tidak terlibat konjugasi. Hiperkonjugasi akan memanjangkan ikatan
C-H yang ditandai perubahan kerapatan elektron pada orbital p. Atom H yang
terlibat hiperkonjugasi akan selalu ditarik oleh orbital p kosong. Akibat dari
tarikan ini maka atom H akan lebih menjauh dari atom C dan akan
memperpanjang ikatannya. Muatan pada atom H yang terlibat hiperkonjugasi akan
lebih besar daripada yang tidak mengalami hiperkonjugasi.karena muatan positif
pada atom karbon dipindahkan ke atom H yang terlibat hiperkonjugasi.
Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh kerapatan dari t-butil pada C 1-H5
= 0.169, pada sek-butil kerapatan dari C1-H5 = 0.217 dan untuk ikatan n-butyl
kerapatan dari ikatan C dan H pada C2-H7=0.191. Dari data ini dapat dilihat bahwa
ternyata hiperkonjungsi dari senyawa n-butil lebih besar dibandingkan dengan ter-
butil dan sek-butil sehingga atom H yang menjauh dari atom C pada n-butil
semakin besar dan kerapatannya lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya.
Hiperkonjugasi akan meningkatkan order ikatan dari ikatan C-C dan akan
berakibat terjadinya pemendekkan ikatan C-C. Panjang ikatan C-C yang terlibat
hiperkonjugasi lebih pendek daripada yang tidak terlibat hiperkonjugasi. Hal ini
dikarenakan hiperkonjugsi yang melibatkan tumpang tindih antara suatu ikatan
dengan orbital p yang kosong yang terdapat pada atom karbon yang bermuatan
positif. Satu ikatan sigma pada gugus alkil selalu sebidang dengan orbital p kosong
pada karbokation. Pasangan elektron pada ikatan sigma ini disebarkan ke orbital p
kosong sehingga menstabilkan atom karbon yang kekurangan elektron.
Sudut ikatan pada senyawa yang dianalisa dalam percobaan ini diperoleh dari
menghubungkan 3 ikatan karbon yang berbeda. Sudut terhadap Csp 2 pada
karbokation t-butil lebih kecil dibandingkan pada karbokation sek-butil dan n-
butil. Karena pada karbokation sek-butil terjadi deviasi sudut ikatan, dimana atom
C yang terlibat hiperkonjugasi mengalami tarikkan sehingga sudutnya menjadi
lebih besar dari hibridisasi. Sedangkan untuk atom C yang tidak terlibat
hiperkonjugasi tidak mengalami tarikkan dengan antar atom C.
Pada sek-butil yang terlibat hiperkonjugasi hanya 2 atom C dan ada satu
gugus alkil yang tidak terlibat dalam hiperkonjugasi. Sedangkan pada n-butil
hanya satu gugus alkil yang terlibat dalam hiperkonjugasi. Sehingga pada t-butil
pasangan elektron ketiga gugus alkilnya tumpang tindih dengan orbital p yang
kosong pada atom C bermuatan positif. Dan ini juga yang menstabilkan atom
karbon yang bermuatan negatif. Sedangkan pada n-butil hanya 1 gugus alkil yang
memberikan pasangan elektronnya untuk disebarkan pada orbital p kosong dan ini
menyebabkan n-butil sangat tidak stabil.
Dari data pengamatan untuk panjang ikatan C-C yang telah mengalami
hiperkonjugasi menunjukkan bahwa pemendekan dari ikatannya. Pada ter-butil
untuk ikatan C1-C2 nilainya 1.4553 A, sedangkan pada sek-butil panjang ikatan
antara C1-C2 yaitu 1.43812 A dan untuk n-butil panjang ikatan antara C 1-C2 yaitu
1.42302 A. Dari data ini dapat dilihat bahwa hiperkonjungsi orde ikatan C-C pada
senyawa n-butil lebih besar dibandingkan dengan sek-butil dan ter-butil, karena
pemendekan ikatan pada C-C lebih besar.
VII. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Brown William H., 2012, Organic Chemistry Sixth Edition, Brooks /Cole
Cengage Learning, USA
McMurry, J. 2012, Organic Chemistry. 3rd edition, Brooks/Cole Publishing
Company, Callifornia
Smith, Janice Gorzynski., 2011, Organic ChemistryThird Edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc., New
LAMPIRAN
Kerapatan t-butil
Energy pembentukan Sek butyl
Kerapatan sek-butil
Energy Pembentukan n-butil