Вы находитесь на странице: 1из 25

Defenisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi,
pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria
Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M.
Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
B. Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2.
5

Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah


serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri
menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal,
terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung
masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit
jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol

C. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Ada dua bentuk CVA bleeding

1. Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
2. Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan
tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini
seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis
dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan
glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses
metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

TINJAUAN KASUS
Pada BAB ini penulis menguraikan kasus yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi, penulis
mulai pengkajian pada tanggal 12 April sampai dengan 14 April 2015, dengan kasus Stroke
hemoragik, di Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat.
A. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Klien
Klien Bernama Tn. M, berumur 54 tahun, jenis kelamin laki - laki, status menikah, agama Islam,
suku Betawi. Pendidikan terakhir klien SMA, bahasa yang digunakan klien setiap hari bahasa
Indonesia. Pekerjaan TNI, Alamat Jln, Pulau Gadung Rt 001 / 007 Jakarta Timur.

Klien masuk ke IGD RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, tanggal 11 April 2015, Pukul 09.30
WIB, Pada tanggal 12 April 2015, Pukul 19.00 WIB, klien pindah keruang ICU, No. Register 40-
38-30, dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.

2. Resume
25

Tn. M, usia 54 tahun ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta tanggal 11 April 2015 pada pukul
09.30 WIB ke IGD, klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan
dikatakan infeksi saluran kemih ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa
dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri
kepala, tidak ada muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar
GCS 4 dengan nilai E1, M2, V1. Kemudian klien pindah keruang ICU untuk
mendapatkan perawatan intensive dengan ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %,
PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, TTV, TD: 140/90 mmHg, heart rate 160 x/menit, S:
38,5°C, Sa02 100%, kondisi pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- , ada akumulasi
sankret dimulut dan diselang ET, tidak ada terpasang mayo dan lidah tidak turun, terdapat
retaksi otot intecosta, dengan RR 38 x/menit, dan terdengar ronchi basah dan basal paru
kanan, CRT < 3 detik di ICU klien mendapatkan Brainact /12 jam, Aliminamin F /12
jam, Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m, Pada tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil
laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk,
trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl,
natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO2:
27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan ada
gambaran ST depresi inferior, hasil rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal,
tidak ada menunjukan infellrate.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2015 pukul 14.30 WIB. klien 2
hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan infeksi saluran
kemih ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat
tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada
muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan
nilai E1, M2, V1. Upaya untuk mengatasinya di bawa ke RSPAD Gatot Soebroto.
b. Riwayat Pemyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi ± 1 tahun
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti klien

B. Pengkajian Primer
1. Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi senkret dimulut dan selang ET, lidah tidak jatuh
kedalam dan tidak terpasang OPA.
2. Breating
RR 38 x/menit, tidak terdapat napas coping hidung, terdapat retaksi otot paru kanan, dan terdapat
wheezing, terpasang ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38
x/menit, suara dasar vesikuler.
3. Circulation
Td 140/90 mmHg, Map 112, Hr 124x/menit, Sa02 100%, capillang refill < 3 detik, kulit tidak
pucat, kunjung tipa tidak anemis.
4. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1,M2,VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis, dan besar pupil 2
mm.
5. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 ⁰C

C. Pengkajian Skunder
1. Tanda - tanda vital
Tanggal 12 April 2015, TD 140/90 mmhg, Map 112, Hr 124, Sa02 100%, RR 38
x/menit, S 38,5 0C.
Tanggal 13 April 2015, TD 145/97 mmhg, Map 113, Hr 130, Sa02 100%, RR 20
x/menit, S 38,2 0C.
Tanggal 14 April 2015, TD 88/81 mmhg, Map 63,3, Hr 97, Sa02 97%, RR 17 x/menit, S
40,7 0C.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada oedem
2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua pupil
miosis, reflek pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas cuping hidung
5. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta, tidak ada
penggunaan otot bantu napas, RR 38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi basah di basal
paru kanan
c. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
d. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
e. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas

E. Pola Eleminasi
1. Urin / Sift
a. Pada tanggal 12 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada,
ikontenensia tidak ada, jumlah 200 cc
b. Pada tanggal 13 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada,
ikontenensia tidak ada, jumlah 500 cc
c. Pada tanggal 14 April 2015 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi ada,
ikontenensia tidak ada, jumlah 100 cc
Pemeriksaan urin lab: tidak ada
2. Feses/shift
a. Pada tanggal 12 April 2015 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak.
b. Pada tanggal 13 April 2015 frekuensi tidak ada, warna tidak ada, konsistensi tidak
ada.
c. Pada tanggal 14 April 2015 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak.
Pemeriksaan lab Feses : tidak ada

F. Tingkat Kesadaran
1. Gasgow Coma Scale
a. Pada tanggal 12 April 2015, E 1, M 2, V ET.
b. Pada tanggal 13 April 2015, E 1, M 1, V ET.
c. Pada tanggal 14 April 2015, E 1, M 1, V ET.
2. Status kesadaran
a. Pada tanggal 12 April 2015, kesadaran soporokoma.
b. Pada tanggal 13 April 2015, kesadaran soporokoma.
c. Pada tanggal 14 April 2015, kesadaran koma.

G. Status Nutrisi dan Cairan


1. Nutrisi
Status nutrisi perhari :FxA
( BB x 30 kkal ) x indeks aktivitas
( 60 x 30 kkal ) x 0,9
1620 kkal/hari
Aminovel/comafusin hepar : 200 kkal/botol
Total nutrisi yang diterima : Sonde + 1 botol aminovel/comafusin hepar
1620 kkal/hari : sonde + 200 kkal
Jadi sonde/hari: 1420 kkal @ shift : 473.3 kkal
2. Cairan 24 Jam
a. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 1500 cc, enteral 500 cc, output, urin 200
cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1000 cc.
b. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 1800 cc, enteral 600 cc, output, urin 200
cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1800 cc.
c. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 500 cc, enteral 200 cc, output, urin 200
cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 100 cc.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%,
Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl,
Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107
mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%.

Pada tanggal 13 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH: 7,32, PCO2: 27, PO2:
199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 14 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3 gr/dl, Ht: 38%,
Eritrosit: 4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90 rb/mmk, Kreatinin 1,4 mg/dl,
Albumin 3,1 mg/dl, ureum: 17 mg/dl, natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106
mEq/L, AGD: pH: 7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3: 17,9, saturasi O2: 97%.

I. Penatalaksanaan
Pada tangal 12 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu : Ceftriaxone 2 mg/24
jam, ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12 jam, Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1
amp/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm,
Asering/ 24 jam 20 tpm, Aminovel/24 jam 20 tpm, Methylprednison 40 mg/12 jam,
Nebulizer/8 jam.

Pada tangal 13 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :


Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam, SNMC 1 amp/8
jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm, Precedek+Ns Siryng pump 3.2
cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat, Nebulizer/8 jam.

Pada tangal 14 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :


Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam, SNMC 1 amp/8
jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm, Precedek+Ns Siryng pump 3.2
cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat, Nebulizer/8 jam.

J. Data Fokus

Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar
bunyi ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas
cepat dan dangkal, terpasang ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5
dan SaO2 100%, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil
BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis
Metabolik terkompensasi sebagian, Kesadaran soporokoma, GCS E1M2VET, pupil miosis
(2mm), reaksi pupil +/-, Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu 38,5⁰C, terpasang
ET dan infus line, bedrest total, reflek motorik -/-.
K. Analisa Data
NO TGL/JAM DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1 12/04/15 DS : - Bersihan jalan napas Akumulasi secret


10.20 WIB DO : tidak efektif napas
KU soporokoma, terdapat secret di
ET dan mulut, RR 38x/menit,
terdengar bunyi senkret
2 12/04/15 DS : - Pola napas tidak efektif Depresi pusat per
10.25 WIB DO: (infark serebri pa
RR 38x/menit, terdapat retraksi batang otak etcau
intercosta, napas cepat dan intracerebral haem
dangkal, terdengar bunyi rochi
basah di basal paru kanan
terpasang ventilator dengan mode
P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP
+ 5 dan SaO2 100%
3 21/06/10 DS : - Gangguan pertukaran Kegagalan proses
10.30 WIB DO: gas pada alveoli
RR 38x/menit, terdapat retraksi
intercosta, napas cepat dan
dangkal, Hasil BGA : PH 7,334;
pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3;
BE -10,2 dengan interprestasi
Asidosis Metabolik terkompensasi
sebagian
4 12/04/15 DS : - Gangguan perfusi Perdarahan intras
10.35 WIB DO: jaringan serebral
Kesadaran soporokoma, GCS
E1M2VET, pupil miosis ( 2 mm ),
reaksi pupil +/-
5 12/04/15 DS : - Resiko tinggi infeksi Prosedur invasif d
10.40 WIB DO: bedrest total
Keadaan umum soporokoma,
panas dengan suhu 38,5⁰C,
terpasang ET dan infus line,
bedrest total, reflek motorik -/-

L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas,
dapat ditandai dengan :
a. Adanya sekret di ET dan mulut
b. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri
pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), dapat ditandai dengan :
a. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
b. Terdapat retraksi intercosta
c. Napas cepat dan dangkal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli,
dapat ditandai dengan :
a. Napas cepat dan dangkal, RR 38x/menit
b. Hasil BGA : Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan
intraserebral, dapat ditandai dengan :
a. Penurunan kesadaran : Soporocoma
b. GCS : E1, M2, VET
c. Pupil miosis
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total.
M. Perencanaan, Pelaksanan dan Evaluasi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di
jalan napas ditandai dengan :
Data Subjektif : -
Data Objektif :
KU soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar bunyi
senkret
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
jalan napas klien dapat efektif adekuat.
Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas
normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.
Rencana Tindakan :
a. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ET dan mulut)
b. Auskultasi suara napas klien
c. Monitor status pernapasan klien
d. Monitor adanya suara gargling
e. Lakukan positioning miring kanan dan kiri
f. Pertahankan posisi head of bed (30-45⁰)
g. Lakukan suction sesuai indikasi
Kolaborasi :
a. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan berotec : Atroven : NaCl yaitu
18 tetes : 16 tetes : 1 cc
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul
15.00 WIB mengobservasi adanya akumulasi senkret dimulut dan ET, Pukul 15.30 WIB
melakukan suction dimulut dan ET, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30
0
, Pukul 17.00 WIB melakukan oral care dengan antiseptik.

Pada tangal 13 April 2015


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 124 x/menit,
RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB melakukan oral hygien, Pukul 10.00 WIB
memonitor status neurologis klien, Pukul 10.30 WIB mengobservasi adanya akumulasi
senkret dimulut dan ET, Pukul 11.00 WIB memberikan nebulizer via ventilator, Pukul
11.30 WIB melakukan suction dimulut dan ET, Pukul 12.00 WIB mempertahankan
head of bed 30 0, Pukul 13.00 WIB melakukan oral care dengan antiseptik.

Pada tangal 14 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate: 97x/menit, RR:
38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul 15.00
WIB melakukan pemeriksaan GDS, Pukul 15.30 WIB mempertahankan head of bed 30
0,
Pukul 16.00 WIB memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan setting
ventilator, Pukul 16.30 WIB melakukan oral care dengan anti septic, Pukul 17.00 WIB
mengambil spesimen darah untuk BGA, darah rutin, ureum dan kratinin.

Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 140/88, HR
112x/menit, SaO2 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C, GCS : E1M2VET, pupil miosis 2mm,
reflek pupil terhadap cahaya +/-, masih terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR
34, 70%, PEEP + 5, Sekret di mulut dan ET berkurang, Masih terdapat retraksi otot
intercosta, RR 34x/menit, Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3;
BE -10,2 dengan, interprestasi asidosis metabolik terkompensasi sebagian, masih
ada suara senkret, dan idak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK

A : Tujuan tercapai masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi dengan tetap memantau KU dan vital
sign serta status pernapasan klien serta kolaborasi untuk rencana koreksi bicnat,
nebulizer untuk jaga siang dan usulkan untuk extra pamol.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri
pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pola napas klien dapat efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi
otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Pantau status pernapasan klien
c. Pantau adanya retraksi otot intercosta
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
e. Monitor saturasi oksigen klien
Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator
dengan status pernapasan klien.
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status pernapasan klien dan
sesuai dengan setting ventilator, Pukul 15.00 WIB melakukan pemantauan adanya
retaksi otot intrecosta, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.30
WIB memonitor Sa02 97 % dalam batas normal.

Pada tangal 13 April 2015


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126 x/menit,
RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB memonitor status pernapasan klien dan
sesuai dengan setting ventilator, Pukul 10.00 WIB memantau adanya retaksi otot
intracosta berkurang, Pukul 10.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 11.30
WIB memonitor Sa02 97 %.

Pada tangal 14 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 97 x/menit, RR:
17 x/mnt, S:38,5°C. Pukul , Pukul 15.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul
16.00 WIB memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator,
Pukul 15.30 WIB memonitor Sa02 97 %.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 145/97, HR
126x/menit, SaO2 97% dalam batas normal, dan Suhu 38.2 ⁰C,
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, rencana kolaborasi

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
pertukaran gas klien dapat adekuat
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Napas adekuat spontan (16-24x/menit)
c. BGA dalam batas normal
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Observasi status pernapasan klien
c. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
Kolaborasi : Pantau hasil BGA sesuai indikasi, Pertahankan penggunaan ventilator
dengan oksigenasi yang adekuat.
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul
17.00 WIB pantau status pernapasan. Pukul 17.30 WIB pantau adanya tanda-tanda
hipoksia.
Pada tangal 13 April 2015
Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126 x/menit,
RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB pantau status pernapasan, Pukul 11.00 WIB
pantau adanya tanda-tanda hipoksia.

Pada tangal 13 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 97 x/menit, RR:
17 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00
WIB pantau status pernapasan. Pukul 17.30 WIB pantau adanya tanda-tanda hipoksia.

Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporokoma dengan vital sign : TD 140/90, HR
160x/menit, SaO2 97%, dan RR 38 x/menit, Suhu 38.5 ⁰C.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi

4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi
jaringan serebral klien dapat adekuat.
Kriteria hasil :
a. Kesadaran membaik
b. Reflek pupil +/+
c. Pupil isokor
Rencana Tindakan
a. Monitor status neurologi
b. Pantau tanda-tanda vital tiap jam
c. Evaluasi pupil, refleks terhadap cahaya
d. Pantau adanya peningkatan TIK
e. Posisikan kepala lebih tinggi 30-45⁰
Kolaborasi: Pertahankan oksigenasi adekuat melalui ventilator
Pelaksanaan :
Pada tangal 12 April 2015
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit, RR:
38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul 15.00
WIB melakukan reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head
of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau adanya peningkatan TIK.
Pada tangal 13 April 2015
Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 130 x/menit, RR:
20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 10.00 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul 11.00
WIB melakukan reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 11.30 WIB mempertahankan head
of bed 30 0, Pukul 12.00 WIB pantau adanya peningkatan TIK.

Pada tangal 14 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate: 97x/menit, RR: 17
x/mnt, S:40,7°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status neurologis klien Pukul 15.00 WIB
melakukan reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed
30 0, Pukul 17.00 WIB pantau adanya peningkatan TIK.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran coma dengan vital sign : TD 88/51, HR 96x/menit,
SaO2 97%, dan Suhu 40.6 ⁰C, pupil miosis 2 mm, reflek pupil terhadap cahaya -/-.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi pada klien.

Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Suhu normal (36.5-37.5)
c. Leukosit normal
d. Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam
Rencana Tindakan
a. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
b. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
c. Lakukan personal dan oral care setiap hari
d. Lakukan early mobilization
e. Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan
Kaloborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi dan pantau hasil foto thorak
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.25 WIB melakukan tehnic aseptic setiap
melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral care, 15.00 WIB pantau
adanya tanda-tanda infeksi. 15.00 WIB lakukan penilaian CPIS.

Pada tangal 13 April 2015


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 126 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 14.25 WIB melakukan tehnic aseptic setiap
melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral care, 15.00 WIB pantau
adanya tanda-tanda infeksi.

Pada tangal 14 April 2015


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 97 x/menit,
RR: 38 x/mnt, S:38,2°C, Pukul 14.15 WIB melakukan tehnic aseptic setiap
melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral care, 15.00 WIB pantau
adanya tanda-tanda infeksi. 15.00 WIB lakukan penilaian CPIS.
Evaluasi
S:-
O : Kesadaran Umum lemah, kesadaran koma dengan vital sign : TD 88/65 mmHg,
Hr 130 x/menit, Sa02 90 %, dan suhu 38,5°C. Leokosit 8,4 ribu/mmk
A : masalah belum teratasi
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.
Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest, HR turun terus,
Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan RJP selama 15 menit dengan SA 4
ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital sign TD 117/63, HR 126,
dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi dan klien
dinyatakan meninggal pukul 14.55 WIB.

BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang terjadi selama
melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. M dengan kasus Stroke Haemoragik di
Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Dalam bab ini penulis membandingkan antara
teori yang ada pada literature dengan kasus yang ditemukan pada klien. Selain itu penulis juga
membahas mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat, yang penulis temukan pada saat
melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M, serta alternatif pemecahan masalah yang penulis
berikan selama melakukan asuhan keperawatan pada tiap tahap keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
44

Stroke hemoragik merupakan defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan berlangsung
dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh
aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau infark pada
jaringan fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982). Klien datang dari IGD dengan diagnosa
stroke haemoragik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa stroke Haemoragik terjadi karena
pecahnya pembuluh darah di otak. Dari hasil ST-Scan klien didapatkan bahwa klien terjadi
perdarahan intraserebral. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stroke yaitu hipertensi dan
penggunaan obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi kurang lebih sejak satu
tahun yang lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal tersebut menyebabkan
pecahnya pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan
peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat mengakibatkan
penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika masuk dengan kesadaran
soporocoma dengan GCS E1M2VET. Soporocoma yaitu mata tetap tertutup walaupun
dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan
primitive.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary assesment dan
terdapat tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu terdengar bunyi ronkhi di basal paru
kanan. Kepatenan jalan napas harus menjadi prioritas karena jika ada sumbatan berupa sekret
ataupun benda yang lain akan menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan
jaringan akan kekurangan oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu soporocoma
sehingga tidak mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan sekret yang ada di jalan napas.
Sehingga tindakan yang dilakukan antara lain tetap memantau adanya akumulasi sekret di ET
dan mulut, kemudian lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk
mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten dan oksigen bisa
sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat dipakai oleh jaringan. Selain itu positioning klien
miring kanan dan kiri selain untuk mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan
keluarnya sekret. Hal ini juga dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan
kombinasi obat Berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc. Kombinasi obat
tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai mukolitik sehingga secret yang masih
tertempel dalam dinding paru dapat hancur dan keluar sehingga jalan napas dapat paten dan
bersih.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan dangkal, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator dengan mode P SIMV
dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%. Mode P SIMV digunakan karena klien masih
mempunyai usaha napas sehingga ventilator di setting dengan sinkronize antara napas klien
dengan ventilator. Klien dengan stroke haemoragik akan terjadi ruptur atau pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga aliran darah yang mengangkut oksigen ke otak juga
terganggu. Hal ini lama-lama akan menimbulkan infark serebri dan dapat mengenai berbagai
bagian di otak termasuk salah satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat
pernapasan, sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi pula depresi
pusat pernapasan yang dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi paru. Karena
ketidakadekuatan ventilasi paru klien, maka klien terpasang ventilator. Tindakan yang bisa
dilakukan antara lain posisikan klien elevasi head of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih
mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain itu observasi status pernapasan juga penting
karena hal ini mempengaruhi setting ventilator dengan mode yang disesuaikan usaha napas
klien. Monitor usaha napas klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat hiperpnue
dengan nampak retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu dinaikkan
setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli
Diagnosa ini diambil karena ditemukan data pada klien bahwa setelah dilakukan BGA
ternyata hasilnya asidosis metabolik terkompensasi sebagian. Selain itu klien juga
menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR 38 x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa
di alveoli klien terjadi gangguan pertukaran gas karena ketidakadekuatan ventilasi klien
sehingga mempengaruhi proses difusi O2 dan CO2. Tindakan yang dilakukan hampir sama
dengan diagnosa yang kedua karena pada prinsipnya saling mempengaruhi. Observasi status
pernapasan tetap harus dilakukan karena untuk menentukan keefektifan penggunaan
ventilator. Hasil BGA juga perlu dipantau juga untuk mengetahui keefektifan pemakaian
ventilator dan terapi yang diberikan, jika hasil BGA normal, PH, PaO2, PCO2, dan BE dalam
batas normal maka bisa menjadi pertimbangan untuk proses penyapihan dari ventilator. Jika
BGA tidak normal maka akan dilakukan koreksi. Hasil BGA klien pada tanggal 21 juni 2010
menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi sebagian sehingga memerlukan koreksi
bicnat untuk mengatasi hal tersebut. Bicnat tujuannya untuk menetralkan kadar asam dalam
darah karena bicnat mengandung basa.
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral
Klien menderita Stroke Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan menunjukkan adanya
perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral.
Oksigen yang dibawa ke otak menjadi berkurang, sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini
menyebabkan klien terjadi penurunan kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi
oleh otak. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain adalah menaikkan posisi kepala klien 30-
45⁰ dengan tujuan mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dari
kepala dan memperbaiki sirkulasi serebral.Status neurologis klien juga perlu dimonitor setiap
jam untuk mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi jaringan serebral.
Sehingga oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya kebutuhan oksigenasi serebral
tercukupi.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total Adanya
prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri
mikroorganisme sehingga dalam melakukan perawatan perlu memperhatikan teknik steril dan
aseptik untuk mencegah mikroorganisme patogen dapat masuk ke tubuh melalui prosedur
invasif tersebut seperti infus, ET, kateter dan NGT. Selain itu oral care, early
mobilization dan head of bed juga berguna untuk mencegah infeksi. Jika infeksi berlanjut
akan bisa menimbulkan sepsis yang sangat berbahaya bagi klien yang bisa menimbulkan
kematian karena infeksi menyebar secara sistemik ke tubuh klien. Klien dengan bedrest total
akan mengalami penurunan produksi fibronectin di mulutnya sehingga mengalami penurunan
kemampuan mekanisme melawan kuman yang patogen sehingga perlu dibersihkan dengan
oral care yang menggunakan antiseptic. Selain itu dengan adanya head of bed juga akan
meminimalkan kontaminasi kuman patohen dengan mencegah terjadinya aspirasi isi
lambung. Sedangkan early mobilzation dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi pertahanan
tubuh. Klien yang diposisikan supine dan immobility akan menimbulkan fungsi normal paru
seperti reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak dapat bekerja dengan baik sehingga
beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu klien yang tidak
dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot termasuk otot pernapasan sehingga
proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi VAP.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien semakin menurun. Pada
hari ketiga klien juga mengalami hiperglikemia yaitu 482 mg/dl sehingga menyebabkan
darah menjadi sangat kental dan daya alirannya berkurang. Aliran darah yang lambat secara
otomatis akan menyebabkan suplai oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga jaringan
akan melakukan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang
berlebih dapat menjadi toksik pada jaringan tubuh sehingga akan memperparah kondisi klien.
Pada perawatan hari ke dua, tidak ada produksi urin klien. Hari kedua sudah diberikan extra
lasik 20 mg/jam syring pump jalan 0.5 cc/jam tapi tetap sedikit urin yang keluar. Hari ketiga
di cek darah menunjukkan ureumnya tinggi yaitu 319 dan kreatininnya 12.4 sehingga
dikatakan terjadi insufisiensi ginjal. Pada tanggal 14 April 2015 Jam 14.20 WIB, kondisi
klien drop, gambaran EKG arrest, HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal,
dilakukan RJP selama 15 menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan
vital sign TD 117/63, HR 126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien
drop lagi dan klien dinyatakan meninggal pukul 14.55 WIB

C. Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan kebutuhan klien
sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori Stroke Hemoragik yaitu
memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya adalah
menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi
yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.

Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada
teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu dan pencapaian tujuan
yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan kondisi klien, kemampuan
perawat serta kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan perawat
ruangan yang menjadi faktor pendukung.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua diagnosa. Dalam melakukan
tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien,
karena ada kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis bekerjasama dengan perawat ruangan
dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan yang dibuat
sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena keluarga dan perawat ruangan sangat
membantu penulis dalam melakukan proses keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x 24 jam diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret di ET dan
mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang
atau hilang.

Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), Tujuan :Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta
berkurang, dan Weaning off ventilator.

Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan
proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas adekuat
spontan (16-24x/menit), dan BGA dalam batas normal.

Pada diagnosa keperawatan keempat, gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
adanya perdarahan intraserebral, tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24
jam diharapkan perfusi jaringan serebral klien dapat adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran
membaik, Reflek pupil +/+, Pupil isokor.

Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur
invasif dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu normal (36.5-
37.5), Leukosit normal, dan Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam.

Вам также может понравиться