Вы находитесь на странице: 1из 20

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO

“STANDAR PROSEDUR KONSUL FORENSIK MEDIKOLEGAL”

Oleh:

Nurfitriyana R Hamka N 111 17 143


Unun Budiarti M.Gusti talombo N 111 17 138
Muhammad Aqsha MahmudN N 111 17 156

Pembimbing:
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

BAB I
PENDAHULUAN

Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat


sering dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga diperlukan oleh kalangan
penegak hukum dalam memeriksa korban maupun memberikan keterangan untuk
kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab,
cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan,
bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan. Pada korban yang tidak
dikenal diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui identitasnya. Begitu pula pada korban
penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran kandungan dan peracunan diperlukan
pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi secara medis. Hasil
pemeriksaan dan laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan alat
bukti dalam menyidik, menuntut dan mengadili perkara pidana maupun perdata. Pada
tahap penyidikan dipergunakan sebagai alat bukti dan petunjuk oleh para penyidik dan di
sidang pengadilan dipergunakan oleh jaksa, hakim dan pembela sebagai alat bukti yang
sah. Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran tertentu yang
memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi
yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme
yang ditetapkan oleh organisasi profesinya. Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat
profesi dengan masyarakat umum terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-
contract), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating
(otonomi profesi) dengan kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang
berpraktek hanyalah profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek
profesinya sesuai dengan standar. Sikap profesionalisme adalah sikap yang
bertanggungjawab, dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik
masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien). Beberapa ciri
profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan
kewenangan yang selalu “sesuai dengan tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai
dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya,
dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).
Uraian dari ciri-ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar
profesionalisme tersebut dapat terwujud. Profesi dokter mempunyai tugas lain yang tidak
kalah penting dari sekedar memberikan pelayanan medis klinis kepada masyarakat, yaitu
memberikan bantuan terhadap penegakan hukum dan keadilan (medical for law). Seperti
juga hak kehidupan, kesehatan, kesembuhan maka keadilan dan perlindungan hukum
merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Salah satu
cabang ilmu kedokteran yang begitu akrab dengan permasalahan penegakan hukum dan
keadilan adalah ilmu kedokteran forensik. Penegakan hukum di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari peran kedokteran forensik. Hal ini tampak dari berbagai macam bantuan
yang dapat diberikan oleh kedokteran forensik dalam mengungkap suatu tindak
pelanggaran hukum. Kata ”Forensik” berasal dari ”Forum” yang berarti pasar. Pada
zaman Romawi kuno pasar digunakan sebagai tempat pengadilan. Dari istilah ini
kemudian berkembang pengertian bahwa ilmu kedokteran forensik merupakan cabang

ilmu kedokteran yang mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologinya untuk
membantu penegakan hukum dan keadilan. Peranan dari kedokteran forensik dalam
penyelesaian perkara pidana di Pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan
dan membuktikan unsur-unsur yang di dakwakan dalam pasal yang diajukan oleh
penuntut. Serta memberikan gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara
korban dan pelaku kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et repertum.
Disamping itu, diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek persidangan yang memerlukan
keterangan dari kedokteran forensik, tidak pernah menghadirkan ahli dalam bidang ini
untuk diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti saksi. Implikasi teoritis persoalan
ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan suatu perkara yang memerlukan
keterangan dokter forensik, hanya memerlukan keterangan yang berupa visum et
repertum tanpa perlu menghadirkan dokter yang bersangkutan di sidang pengadilan.
Sedangkan implikasi praktisnya bahwa hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim
dalam menangani perkara yang memerlukan peran dari kedokteran forensik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
A. pengertian ilmu kedokteran forensik
Ada beberapa pengertiaan yang dikemukakan oleh ahli kedokteran forensik,
diantaranya :
Sidney Smith mendefinisikan ”Forensic medicine may be defined as the body of
medical and paramedical scientific knowledge which may services in the
adminitration of the law”, yang maksudnya ilmu kedokteran forensik
merupakan kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang pelaksanaan
penegakan hukum. Prof.Dr.Amri Amir,Sp.F (2007) mendefinisikan Ilmu
Kedokteran Forensik sebagai penggunaan pengetahuan dan keterampilan di
bidang kedokteran untuk kepentingan hukum dan peradilan. Sedangkan
menurut Prof.Dr.Budi Sampurna,Sp.F (2009) mendefinisikan Ilmu Kedokteran
Forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan
dan memecahkan masalah-masalah di bidang hukum.
B. pengertian dokter
Dokter adalah dokter lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.Institusi Pendidikan (Profesi Dokter) adalah
institusi yang melaksanakan pendidikan profesi dokter baik dalam bentuk
fakultas, jurusan atau program studi yang merupakan pendidikan universitas.
Profesi Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan
berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan
yang berjenjang, serta kode etik yang bersifat melayani masyarakat sesuai UU
No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Standar Profesi Dokter adalah
standar keilmuan dan keterampilan minimal yang harus dikuasai dokter dalam
menjalankan praktek kedokteran. Standar Kompetensi adalah kualifikasi yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP 19/2005).
Berdasarkan pengertian diatas standar prosedur konsul dokter di bidang
kedokteran forensik dapat kita definisikan sebagai standar keilmuan dan
keterampilan minimal yang harus dikuasai seorang dokter dalam mengunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk membantu penegakan
hukum, keadilan, dan memecahkan masalah-masalah hukum.

2.1 Lingkup Pelayanan


Pelayanan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam beberapa
kasus masih diperlukan disiplin ilmu lain. Di bidang kesehatan bantuan tersebut
dapat mencakup Patologi Forensik, Psikiatri Forensik, Toksikologi Forensik,
Antopologi Forensik, Odontologi Forensik dan Radiologi Forensik yaitu. Jurusan
Biologi yang dekat dengan ilmu kedokteran yaiu Entomologi Forensik yang dalam
dua decade ini menunjukkan peranan yang meningkat. Patologi forensik adalah
pengetahuan tentang pemeriksaan kelainan pada jaringan tubuh oleh karena
kekerasan atau mati tiba-tiba untuk kepentingan pengadilan. Psikiatri Forensik

tentang pembuktian adanya kelainan jiwa pada tersangka. Toksikologi Forensik
adalah peristiwa keracunan yang berhubungan dengan peristiwa pidana. Radiologi
Forensik yang sudah lama berperan adalah cabang ilmu kedokteran yang sudah
banyak membantu dalam pemeriksaan korban dan jaringan tubuh menggunakan
pengetahuan dan teknologi radiologi. Odontologi forensik penggunaan pengetahuan
ilmu kedokteran gigi untuk kepentingan hukum dan peradilan terutama dalam
identifikasi. Entomologi Forensik adalah pengetahuan tentang serangga yang
berguna untuk masalah forensik.
Kedokteran forensik sebenarnya suatu ilmu yang dimiliki oleh setiap dokter karena
tanpa terkecuali semua dokter pernah mendapatkan pengetahuan ilmu kedokteran
forensik diwaktu perkuliahan. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi dokter untuk
tidak memberikan bantuan dalam penegakan hukum dan keadilan. Satu lagi yang
harus diingat bahwa dokter juga dapat menerima sanksi bila tidak memberikan
bantuan tersebut seperti tercantum dalam pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP): Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi
saksi ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban
menurut undangundang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di
atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman selama-lamanya 6 bulan.
Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah membantu pembuktian
melalui pembuktian ilmiah termasuk dokumentasi informasi/prosedur, dokumentasi
fakta, dokumentasi temuan, analisis dan kesimpulan, presentasi (sertifikasi).

2.3 Prosedur medikolegal


Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai
aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis
besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter
dan etika kedokteran. Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum
et repertum, pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan
pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, kaitan visum et repertum dengan
rahasia kedokteran, penerbitan surat kematian dan surat keterangan medik,
pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik), dan kompetensi
pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.
2.4 Penjabaran Kompetensi Dokter di bidang Kedokteran Forensik
A. Area Komunikasi efektif 8
Kompetensi Inti
Seorang dokter dituntut mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal
dan non verbal dengan pasien (korban hidup) pada semua usia, anggota
keluarga (pada korban meninggal), masyarakat, kolega dan profesi lain.
Komunikasi antara dokter dan korban/pasien atau dengan keluarganya harus
dilakukan seefektif mungkin oleh dokter agar pasien atau keluarga pasien
bersedia dilakukan pemeriksaan walaupun secara hukum untuk pemeriksaan
forensik dokter tidak perlu izin keluarga melainkan kewajiban penyidik untuk

memberitahu korban atau keluarga korban (meninggal). Hal ini sesuai pasal
134 KUHAP. 1

Pasal 134 KUHAP

1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menjelaskan dengan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang.

Ditinjau dari area komunikasi efektif di bidang kedokteran forensik,seorang


lulusan dokter harus mampu:

1. Berkomunikasi efektif dengan Korban atau dengan keluarga korban

• Berkomunikasi dengan korban serta anggota keluarganya, dengan cara


memberi penjelasan apa tujuan dilakukan pemeriksaan, cara dan prosedur
pemeriksaan, kemungkinan timbulnya rasa tidak nyaman saat dokter
melakukan pemeriksaan, dan informasi lainnya sesuai etika klinis.
• Bersambung rasa dengan korban dan keluarganya, seorang dokter saat
melakukan pemeriksaan forensik harus menunjukkan rasa simpati dengan
kejadian yang meninpa korban, menunjukkan rasa empati dan dapat
dipercaya.

Memberikan situasi yang nyaman bagi korban dengan menjaga privasi


pasien, Aktif dan mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberi waktu
yang cukup pada pasien untuk menyampaikan keluhannya dan menggali
permasalahan pasien serta kronologis kejadiaan.
2. Berkomunikasi dengan sejawat

• Memberi informasi yang tepat kepada sejawat tentang kondisi pasien baik
secara lisan, tertulis, atau elektronik pada saat yang diperlukan demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.
• Menulis surat rujukan dan laporan penanganan pasien dengan benar, demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran. Seorang dokter umum harus
merujuk korban apabila apa yang dimintakan penyidik bukan kompetensi
dokter umum. Misalnya, identifikasi tulang, identifikasi gigi (odontologi),
pemeriksaan DNA, dan lain-lain.
• Melakukan presentasi laporan kasus secara efektif dan jelas, demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.

3. Berkomunikasi dengan masyarakat

• Menggunakan bahasa yang dipahami oleh masyarakat, menggali masalah


kronologis kejadian menurut persepsi masyarakat.
• Menggunakan teknik komunikasi langsung yang efektif agar masyarakat
memahami bahwa pemeriksaan forensik demi penegakan keadilan sebagai
hak asasi manusia.
• Melibatkan tokoh masyarakat dalam mempromosikan kesehatan secara
professional.

4. Berkomunikasi dengan profesi lain

• Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi waktu cukup kepada


profesi lain untuk menyampaikan pendapatnya. Memberi informasi yang
tepat waktu dan sesuai kondisi yang sebenarnya ke perusahaan jasa asuransi
kesehatan untuk pemprosesan klaim demi kepentingan hukum.
• Memberikan informasi yang relevan kepada penegak hukum atau sebagai
saksi ahli di pengadilan (jika diperlukan), termasuk pembuatan visum et
repertum atas permintaan penyidik, pemeriksaan korban mati mendadak,
tanda-tanda kematiaan dan lain sebagainya.
• Melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam rangka pemecahan masalah
yang harus dipecahkan secara hukum.

B. Area Keterampilan Klinis


 Kompetensi Inti
Seorang dokter umum harus mampu melakukan prosedur pemeriksaan forensik klinis
sesuai masalah, kebutuhan korban dan sesuai kewenangannya,.Kaitannya dengan
kedokteran forensik adalah seorang dokter umum harus mampu:

• Memeriksa dan membuat Visum et Repertum korban luka karena kecelakaan


lalu lintas.
• Memeriksa dan membuat Visum et Repertum luka karena penganiayaan.
• Memeriksa dan membuat Visum et Repertum Kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT).
• Melakukan pemeriksaan luar korban meninggal. Pemeriksaan luar meliputi
pemeriksaan label, benda di samping mayat, pakaian, ciri identitas fisik, ciri
tanatologis, perlukaan dan patah tulang.
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli
pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan VeR
dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan
segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah. (Pasal 224 KUHP)

Hukum dengan tegas memberikan wewenang “utama” pemeriksaan forensik kepada


dokter forensik. Namum, karena ketidaktersediaan dokter forensik hukum memberi
peluang kepada dokter (umum dan spesialis apasaja) sebagai pemeriksa, hal ini
merujuk pada pasal 133 KUHAP.

Kurikulum pendidikan profesi dokter mengharuskan seorang dokter umum pada
waktu pendidikan harus mempelajari patologi forensik dan forensik klinik, maka
dokter umum berwenang melakukan pemeriksaan forensik.3,7

 Keterampilan Dokter di Bidang Forensik


Menurut Standar Kompetensi Dokter keterampilan adalah kegiatan mental dan atau
fisik yang terorganisasi serta memiliki bagian-bagian kegiatan yang saling
bergantung dari awal hingga akhir. Dalam melaksanakan praktik dokter di bidang
forensik, lulusan dokter perlu menguasai keterampilan klinis yang akan digunakan
dalam mendiagnosis, menjawab permintaan Visum et Repertum, maupun
menjelaskan suatu perkara hukum menurut keahliannya di bidang kedokteran.
Keterampilan ini perlu dilatihkan sejak awal pendidikan dokter secara
berkesinambungan hingga akhir pendidikan dokter.

Berikut ini pembagian tingkat kemampuan menurut Piramid Miller8 :


Tingkat kemampuan 1
Mengetahui dan Menjelaskan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini, sehingga
dapat menjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun klien tentang konsep,
teori, prinsip maupun indikasi, serta cara melakukan, komplikasi yang timbul, dan
sebagainya. Contoh keterampilan ini adalah Pemeriksaan DNA untuk identifikasi.

Tingkat kemampuan 2
Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik
konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya). Selain itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah
didemonstrasikan keterampilan ini. Contohnya autopsi, exhumasi, identifikasi
tulang dan gigi.

Tingkat kemampuan 3
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik
konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
keterampilan ini, dan pernah. menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah
supervisi. Contohnya: Pemeriksaan luar Jenazah, termasuk label mayat, sebab-
sebab kematian, tanatologi,menentukan lama kematian dan lain sebgainya.

Tingkat kemampuan 4
Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik
konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan
ketrampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah
supervisi serta memiliki pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan
keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri. Contohnya dokter

harus mampu memeriksa korban hidup dan membuat Visum et Repertum korban
kecelakaan lalu lintas penganiyaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain
sebagainya.

C. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran


Kompetensi Inti
Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang
penyelesaian masalah kesehatan dan hukum secara ilmiah menurut ilmu kedokteran
kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum dan dalam upaya
maksimal menghadirkan keadilan seobyektif mungkin.

Kemampuan lulusan dokter


Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut mampu:

1. Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik,


perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan
tingkat primer ·prinsip-prinsip ilmu kedokteran dasar yang berhubungan
dengan terjadinya masalah hukum sesuai pandangan ilmu kesehatan, beserta
patogenesis dan patofisiologinya.
2. Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan forensik baik
secara molecular maupun selular melalui pemahaman mekanisme normal
dalam tubuh.
3. Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh terhadap masalah
hukum dan kesehatan.
4. Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam jenis
pemeriksaan forensik.
5. Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan kaitan temuan
pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut penyidik baik peran dokter
sebagai ahli, atau melakukan pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.

D. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

Kompetensi Inti
Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang
penyelesaian masalah kesehatan dan hukum secara ilmiah menurut ilmu
kedokteran kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum dan dalam
upaya maksimal menghadirkan keadilan seobyektif mungkin.

Kemampuan lulusan dokter


Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut mampu:
Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku,
dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat
primer ·prinsip-prinsip ilmu kedokteran dasar yang berhubungan dengan
terjadinya masalah hukum sesuai pandangan ilmu kesehatan, beserta patogenesis
dan patofisiologinya.

a. Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan forensik baik
secara molecular maupun selular melalui pemahaman mekanisme normal
dalam tubuh.
b. Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh terhadap masalah
hukum dan kesehatan.
c. Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam jenis
pemeriksaan forensik.
d. Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan kaitan temuan
pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut penyidik baik peran dokter
sebagai ahli, atau melakukan pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.

E. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum


Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengelola masalah-masalah yang sering ditemukan dalam
ilmu kedokteran forensik secara komprehensif, holistik, berkesinambungan,
koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks memberikan pelayanan bantuan
hukum terbaik kepada masyarakat.
Dilihat dari segi pengelolaan masalah kedokteran dan hukum maka lulusan
dokter diharapkan mampu:
1. Menginterpretasi data klinis dan temuan hasil pemeriksaan forensik untuk
merumuskannya menjadi bukti sah penegakan hukum.

2. Menjelaskan penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan perubahan-perubahan


klinis yang didapatkan dari korban suatu pelanggaran hukum.
3. Mengidentifikasi berbagai pilihan pengelolaan korban sesuai kondisi korban
atau penanganan lanjutan terhadap korban.
4. Melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan, contohnya pada
pemeriksaan korban pemerkosaan bisa meminta konsultasi dokter ahli
kandungan.
5. Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang
berlaku, tanpa atau sesudah pemeriksaan.
6. Mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang mungkin
berpengaruh terhadap perubahan kondisi korban.
7. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran hukum dan memotivasi masyarakat agar tidak keberatan dilakukan
pemeriksaan forensik pada diri maupun keluarganya demi penegakan hukum
dan keadilan.
8. Mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor psikologis, kultur, sosial,
ekonomi, kebijakan, dan faktor lingkungan yang berpengaruh pada suatu
masalah kesehatan yang melibatkan korban dalam masalah hukum.
9. Mengelola sumber daya manusia dan sarana – prasarana secara efektif dan
efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran
forensik.

10. Menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai pemimpin, pemberi
informasi, dan pengambil keputusan) dalam upaya memberikan pelayanan
terbaik dalam masalah hukum.

F. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

 Kompetensi Inti

Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang


penyelesaian masalah kesehatan dan hukum secara ilmiah menurut ilmu kedokteran
kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum dan dalam upaya maksimal
menghadirkan keadilan seobyektif mungkin.
 Kemampuan lulusan dokter

Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut mampu:

6. Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan


ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer
·prinsip-prinsip ilmu kedokteran dasar yang berhubungan dengan terjadinya masalah
hukum sesuai pandangan ilmu kesehatan, beserta patogenesis dan patofisiologinya.
7. Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan forensik baik secara
molecular maupun selular melalui pemahaman mekanisme normal dalam tubuh.
8. Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh terhadap masalah hukum
dan kesehatan.
9. Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam jenis pemeriksaan
forensik.
10. Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan kaitan temuan
pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut penyidik baik peran dokter sebagai
ahli, atau melakukan pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.

G. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum

Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengelola masalah-masalah yang sering ditemukan dalam ilmu
kedokteran forensik secara komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan
kolaboratif dalam konteks memberikan pelayanan bantuan hukum terbaik kepada
masyarakat.
Dilihat dari segi pengelolaan masalah kedokteran dan hukum maka lulusan dokter
diharapkan mampu:

11. Menginterpretasi data klinis dan temuan hasil pemeriksaan forensik untuk
merumuskannya menjadi bukti sah penegakan hukum.
12. Menjelaskan penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan perubahan-perubahan klinis
yang didapatkan dari korban suatu pelanggaran hukum.

13. Mengidentifikasi berbagai pilihan pengelolaan korban sesuai kondisi korban atau
penanganan lanjutan terhadap korban.
14. Melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan, contohnya pada
pemeriksaan korban pemerkosaan bisa meminta konsultasi dokter ahli kandungan.
15. Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang berlaku, tanpa
atau sesudah pemeriksaan.
16. Mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang mungkin berpengaruh
terhadap perubahan kondisi korban.
17. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
hukum dan memotivasi masyarakat agar tidak keberatan dilakukan pemeriksaan
forensik pada diri maupun keluarganya demi penegakan hukum dan keadilan.
18. Mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor psikologis, kultur, sosial,
ekonomi, kebijakan, dan faktor lingkungan yang berpengaruh pada suatu masalah
kesehatan yang melibatkan korban dalam masalah hukum.
19. Mengelola sumber daya manusia dan sarana – prasarana secara efektif dan efisien
dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran forensik.

20. Menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai pemimpin, pemberi informasi,


dan pengambil keputusan) dalam upaya memberikan pelayanan terbaik dalam
masalah hukum.

H. Area Pengelolaan Informasi

Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan
kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau
mengambil keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di bidang kedokteran
forensik di tingkat primer.
Berdasarkan tinjauan pengelolaan informasi maka lulusan dokter harus mampu:

1. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan


diagnosis, sebab perubahan kondisi tubuh korban, sebab-seban kematian, tindakan
pencegahan dan promosi hukum kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status
korban.
2. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (internet) dengan baik.
3. Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai relevansi dan validitas
datadata forensik dengan masalah hukum.
4. Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan informasi ilmiah.
5. Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk menghimpun data
relevan menjadi arsip pribadi.
6. Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk melakukan validasi
informasi ilmiah secara sistematik.
7. Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam merangkum dan menyimpan
arsip .

8. Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.
9. Menerapkan prinsip teori teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu
penggunaannya, dengan memperhatikan secara khusus potensi untuk berkembang
dan keterbatasannya.

10. Memanfaatkan informasi kesehatan dan menemukan database dalam praktik


kedokteran secara efisien.

11. Menjawab pertanyaan yang terkait dengan praktik kedokteran dan peranannya dalam
penegakan hukum dengan menganalisis arsipnya dan rekam medis untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di bidang kedokteran forensik.

I. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri

Kompetensi Inti
Dokter harus melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas kemampuan
dan keterbatasannya, mengatasi masalah emosional, personal, kesehatan, dan
kesejahteraan yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya. Dokter harus belajar
sepanjang hayat dan mampu merencanakan, menerapkan dan memantau perkembangan
profesi secara berkesinambungan.
Berdasarkan kompetensi area mawas diri dan pengembangan diri, maka lulusan dokter
harus mampu:

1. Menerapkan prinsip mawas diri, menilai kemampuan dan keterbatasan diri


berkaitan dengan praktik kedokterannya dan berkonsultasi bila diperlukan.
2. Mengenali dan mengatasi masalah emosional, personal dan masalah yang berkaitan
dengan kesehatannya yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya
3. Menyesuaikan diri dengan tekanan yang dialami selama pendidikan dan praktik
kedokteran.
4. Menyadari peran hubungan interpersonal dalam lingkungan profesi dan pribadi.
5. Mendengarkan secara akurat dan bereaksi sewajarnya atas kritik yang membangun
dari pasien/korban, keluarga korban, sejawat, instruktur, dan masyarakat.
6. Mengenali nilai dan keyakinan diri yang sesuai dengan praktik kedokteran.
7. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat.
8. Mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan yang baru.
9. Berperan aktif dalam Program Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan
(PPPKB) dan pengalaman belajar lainnya.

10. Menunjukkan sikap kritis terhadap praktik kedokteran berbasis bukti


(EvidenceBased Medicine).

11. Mengambil keputusan apakah akan memanfaatkan informasi atau evidence untuk
penanganan korban dan justifikasi alasan keputusan yang diambil secara literatur
kedokteran.

12. Menyadari kinerja professionalitas diri dan mengidentifikasi kebutuhan belajarnya.



13. Mengidentifikasi kesenjangan dari ilmu pengetahuan yang sudah ada dan
mengembangkannya menjadi pertanyaan penelitian yang tepat,

14. Merancang, mengimplementasikan penelitian untuk menemukan jawaban dari


pertanyaan penelitian.

15. Menuliskan hasil penelitian sesuai dengan kaidah artikel ilmiah.

16. Membuat presentasi ilmiah dari hasil penelitiannya.

J. Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan


Pasien

Kompetensi Inti
Di dalam praktik kedokteran seorang dokter mempunyai kewajiban antara lain:

• Berperilaku professional dan mendukung kebijakan kesehatan.


• Bermoral dan beretika serta memahami isu-isu etik maupun aspek medikolegal
dalam
praktik kedokteran.
• Menerapkan program keselamatan pasien/korban.

Ditinjau dari segi etika, moral, medikolegal, dan Professionalisme serta keselamatan
pasien/korban seorang lulusan Dokter diharapkan mampu:

1. Memiliki Sikap profesional

• Menunjukkan sikap yang sesuai dengan Kode Etik Dokter Indonesia.


• Menjaga kerahasiaan dan kepercayaan pasien.
• Menunjukkan kepercayaan dan saling menghormati dalam hubungan dokter pasien.
• Menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang menyeluruh.
• Mempertimbangkan masalah pembiayaan dan hambatan lain dalam memberikan
pelayanan kesehatan serta dampaknya.
• Mempertimbangkan aspek etis dalam penanganan pasien sesuai standar profesi.
• Mengenal alternatif dalam menghadapi pilihan etik yang sulit.
• Menganalisis secara sistematik dan mempertahankan pilihan etik dalam
pemeriksaan/pengobatan setiap individu pasien/korban.

1. Berperilaku profesional dalam bekerja sama

• Menghormati setiap orang tanpa membedakan status social.


• Menunjukkan pengakuan bahwa tiap individu mempunyai kontribusi dan peran yang
berharga, tanpa memandang status sosial.
• Berperan serta dalam kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan para petugas
kesehatan lainnya.

• Mengenali dan berusaha menjadi penengah ketika terjadi konflik.
• Memberikan tanggapan secara konstruktif terhadap masukan dari orang lain.
• Mempertimbangkan aspek etis dan moral dalam hubungan dengan petugas kesehatan
lain, serta bertindak secara professional.
• Mengenali dan bertindak sewajarnya saat kolega melakukan suatu tindakan yang
tidak professional.

1. Berperan sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan yang Profesional dalam masalah
pasien dan menerapkan nilai-nilai profesionalisme
1. Bekerja dalam berbagai tim pelayanan kesehatan secara efektif

• Menghargai peran dan pendapat berbagai profesi kesehatan


• Berperan sebagai manager baik dalam praktik pribadi maupun dalam sistem
pelayanan kesehatan.
• Menyadari profesi medis yang mempunyai peran di masyarakat dan dapat
melakukan suatu perubahan.
• Mampu mengatasi perilaku yang tidak profesional dari anggota tim pelayanan
kesehatan lain.
• Melakukan praktik kedokteran dalam masyarakat multikultural di Indonesia.
• Menghargai perbedaan karakter individu, gaya hidup, dan budaya dari pasien dan
sejawat.
• Memahami heterogenitas persepsi yang berkaitan dengan usia, gender, orientasi
seksual, etnis, kecacatan dan status sosial ekonomi.

K. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

 Kompetensi Inti

Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang penyelesaian


masalah kesehatan dan hukum secara ilmiah menurut ilmu kedokteran kesehatan mutakhir
untuk mendapat hasil yang optimum dan dalam upaya maksimal menghadirkan keadilan
seobyektif mungkin.
 Kemampuan lulusan dokter

Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut mampu:

11. Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan
ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer ·prinsip-
prinsip ilmu kedokteran dasar yang berhubungan dengan terjadinya masalah hukum
sesuai pandangan ilmu kesehatan, beserta patogenesis dan patofisiologinya.
12. Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan forensik baik secara
molecular maupun selular melalui pemahaman mekanisme normal dalam tubuh.
13. Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh terhadap masalah hukum dan
kesehatan.
14. Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam jenis pemeriksaan
forensik.
15. Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan kaitan temuan pemeriksaan
forensik dengan kasus yang diusut penyidik baik peran dokter sebagai ahli, atau
melakukan pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.

L. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum

Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengelola masalah-masalah yang sering ditemukan dalam ilmu
kedokteran forensik secara komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan
kolaboratif dalam konteks memberikan pelayanan bantuan hukum terbaik kepada
masyarakat.
Dilihat dari segi pengelolaan masalah kedokteran dan hukum maka lulusan dokter
diharapkan mampu:

21. Menginterpretasi data klinis dan temuan hasil pemeriksaan forensik untuk
merumuskannya menjadi bukti sah penegakan hukum.
22. Menjelaskan penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan perubahan-perubahan klinis yang
didapatkan dari korban suatu pelanggaran hukum.
23. Mengidentifikasi berbagai pilihan pengelolaan korban sesuai kondisi korban atau
penanganan lanjutan terhadap korban.
24. Melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan, contohnya pada pemeriksaan
korban pemerkosaan bisa meminta konsultasi dokter ahli kandungan.
25. Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang berlaku, tanpa
atau sesudah pemeriksaan.

26. Mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang mungkin berpengaruh terhadap perubahan
kondisi korban.
27. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum
dan memotivasi masyarakat agar tidak keberatan dilakukan pemeriksaan forensik pada
diri maupun keluarganya demi penegakan hukum dan keadilan.
28. Mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor psikologis, kultur, sosial, ekonomi,
kebijakan, dan faktor lingkungan yang berpengaruh pada suatu masalah kesehatan yang
melibatkan korban dalam masalah hukum.
29. Mengelola sumber daya manusia dan sarana – prasarana secara efektif dan efisien dalam
pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran forensik.

30. Menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai pemimpin, pemberi informasi, dan
pengambil keputusan) dalam upaya memberikan pelayanan terbaik dalam masalah
hukum.

M. Area Pengelolaan Informasi

Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan
kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau
mengambil keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di bidang kedokteran
forensik di tingkat primer.
Berdasarkan tinjauan pengelolaan informasi maka lulusan dokter harus mampu:

12. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan


diagnosis, sebab perubahan kondisi tubuh korban, sebab-seban kematian, tindakan
pencegahan dan promosi hukum kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status
korban.
13. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (internet) dengan baik.
14. Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai relevansi dan validitas
datadata forensik dengan masalah hukum.
15. Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan informasi ilmiah.
16. Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk menghimpun data relevan
menjadi arsip pribadi.
17. Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk melakukan validasi informasi
ilmiah secara sistematik.
18. Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam merangkum dan menyimpan
arsip .
19. Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.
20. Menerapkan prinsip teori teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu
penggunaannya, dengan memperhatikan secara khusus potensi untuk berkembang dan
keterbatasannya.

21. Memanfaatkan informasi kesehatan dan menemukan database dalam praktik kedokteran
secara efisien.

22. Menjawab pertanyaan yang terkait dengan praktik kedokteran dan peranannya dalam
penegakan hukum dengan menganalisis arsipnya dan rekam medis untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan di bidang kedokteran forensik.

N. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri

Kompetensi Inti
Dokter harus melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas kemampuan dan
keterbatasannya, mengatasi masalah emosional, personal, kesehatan, dan kesejahteraan
yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya. Dokter harus belajar sepanjang hayat
dan mampu merencanakan, menerapkan dan memantau perkembangan profesi secara
berkesinambungan.
Berdasarkan kompetensi area mawas diri dan pengembangan diri, maka lulusan dokter
harus mampu:

17. Menerapkan prinsip mawas diri, menilai kemampuan dan keterbatasan diri berkaitan
dengan praktik kedokterannya dan berkonsultasi bila diperlukan.
18. Mengenali dan mengatasi masalah emosional, personal dan masalah yang berkaitan
dengan kesehatannya yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya
19. Menyesuaikan diri dengan tekanan yang dialami selama pendidikan dan praktik
kedokteran.
20. Menyadari peran hubungan interpersonal dalam lingkungan profesi dan pribadi.
21. Mendengarkan secara akurat dan bereaksi sewajarnya atas kritik yang membangun dari
pasien/korban, keluarga korban, sejawat, instruktur, dan masyarakat.
22. Mengenali nilai dan keyakinan diri yang sesuai dengan praktik kedokteran.
23. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat.
24. Mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan yang baru.
25. Berperan aktif dalam Program Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan
(PPPKB) dan pengalaman belajar lainnya.

26. Menunjukkan sikap kritis terhadap praktik kedokteran berbasis bukti (EvidenceBased
Medicine).

27. Mengambil keputusan apakah akan memanfaatkan informasi atau evidence untuk
penanganan korban dan justifikasi alasan keputusan yang diambil secara literatur
kedokteran.

28. Menyadari kinerja professionalitas diri dan mengidentifikasi kebutuhan belajarnya.

29. Mengidentifikasi kesenjangan dari ilmu pengetahuan yang sudah ada dan
mengembangkannya menjadi pertanyaan penelitian yang tepat,

30. Merancang, mengimplementasikan penelitian untuk menemukan jawaban dari


pertanyaan penelitian.

31. Menuliskan hasil penelitian sesuai dengan kaidah artikel ilmiah.

32. Membuat presentasi ilmiah dari hasil penelitiannya.


O. Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien

Kompetensi Inti
Di dalam praktik kedokteran seorang dokter mempunyai kewajiban antara lain:

• Berperilaku professional dan mendukung kebijakan kesehatan.


• Bermoral dan beretika serta memahami isu-isu etik maupun aspek medikolegal dalam
praktik kedokteran.
• Menerapkan program keselamatan pasien/korban.

Ditinjau dari segi etika, moral, medikolegal, dan Professionalisme serta keselamatan
pasien/korban seorang lulusan Dokter diharapkan mampu:

1. Memiliki Sikap profesional

• Menunjukkan sikap yang sesuai dengan Kode Etik Dokter Indonesia.


• Menjaga kerahasiaan dan kepercayaan pasien.
• Menunjukkan kepercayaan dan saling menghormati dalam hubungan dokter pasien.
• Menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang menyeluruh.
• Mempertimbangkan masalah pembiayaan dan hambatan lain dalam memberikan
pelayanan kesehatan serta dampaknya.
• Mempertimbangkan aspek etis dalam penanganan pasien sesuai standar profesi.
• Mengenal alternatif dalam menghadapi pilihan etik yang sulit.
• Menganalisis secara sistematik dan mempertahankan pilihan etik dalam
pemeriksaan/pengobatan setiap individu pasien/korban.

1. Berperilaku profesional dalam bekerja sama

• Menghormati setiap orang tanpa membedakan status social.


• Menunjukkan pengakuan bahwa tiap individu mempunyai kontribusi dan peran yang
berharga, tanpa memandang status sosial.
• Berperan serta dalam kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan para petugas
kesehatan lainnya.
• Mengenali dan berusaha menjadi penengah ketika terjadi konflik.
• Memberikan tanggapan secara konstruktif terhadap masukan dari orang lain.
• Mempertimbangkan aspek etis dan moral dalam hubungan dengan petugas kesehatan
lain, serta bertindak secara professional.
• Mengenali dan bertindak sewajarnya saat kolega melakukan suatu tindakan yang tidak
professional.

1. Berperan sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan yang Profesional dalam masalah
pasien dan menerapkan nilai-nilai profesionalisme
1. Bekerja dalam berbagai tim pelayanan kesehatan secara efektif

• Menghargai peran dan pendapat berbagai profesi kesehatan


• Berperan sebagai manager baik dalam praktik pribadi maupun dalam sistem pelayanan
kesehatan.

• Menyadari profesi medis yang mempunyai peran di masyarakat dan dapat melakukan
suatu perubahan.
• Mampu mengatasi perilaku yang tidak profesional dari anggota tim pelayanan kesehatan
lain.
• Melakukan praktik kedokteran dalam masyarakat multikultural di Indonesia.
• Menghargai perbedaan karakter individu, gaya hidup, dan budaya dari pasien dan
sejawat.
• Memahami heterogenitas persepsi yang berkaitan dengan usia, gender, orientasi seksual,
etnis, kecacatan dan status sosial ekonomi.

Вам также может понравиться