Вы находитесь на странице: 1из 7

Pengaruh Rehabilitasi Jantung pada Denyut Jantung dan Kapasitas Fungsional pada

Pasien Setelah Infark Miokard

Mandana Parvand1*, Babak Goosheh2

, Ali Reza Sarmadi1

1. Department of Physical Therapy, School of Medical Sciences, Tarbiat Modares University, Tehran,
Iran.

2. Department of Physiotherapy, University of Social Welfare & Rehabilitation Sciences, Tehran, Iran.

Tujuan: Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan metode dan cara
pencegahan dan pengobatan penyakit arteri koroner. Dalam penelitian ini, kami digunakan
metode baru yang berdampak pada denyut jantung dan kapasitas fungsional pasien setelah
infark miokard.
Metode: Studi cross sectional digunakan menilai uji klinis sebelum dan sesudah intervensi.
Efek metode baru dinilai menggunakan Bruce stress test. Nilai denyut jantung dan kapasitas
fungsional sebelum dan sesudah intervensi kemudian dibandingkan.
Hasil: Bruce stress test menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kapasitas fungsional
partisipan. Standar deviasi variabel kapasitas fungsional adalah 13,19 ± 2,242 METS dan
24,42 ± 6,00 METS, masing-masing sebelum dan sesudah sesi pelatihan.. Peningkatan nilai
METS (penilaian oksigen tubuh pada kondisi istirahat sama dengan 3,5 mililiter oksigen per
kilogram berat badan per menit) terlihat setelah metode rehabilitasi jantung dilakukan (P
<0,05). Penurunan denyut jantung terjadi setelah sepuluh sesi pelatihan. Standar deviasi
variabel detak jantung masing-masing sebelum dan setelah sesi adalah 83,30 ± 11,71 dan
81,60 ± 13,45 (P <0,05).
Diskusi: Rehabilitasi jantung dapat melancarkan sirkulasi darah dan pengambilan oksigen
oleh tubuh. Perubahan ini menyebabkan peningkatan signifikan pada kapasitas fungsional
dan pengurangan denyut jantung yang tidak signifikan.

1. Perkenalan
Salah satu anjuran penting untuk pasien infark miokard adalah istirahat total untuk
beberapa minggu dan mengurangi aktivitas fisik beberapa bulan [1-3]. Rehabilitasi
jantung berbasis latihan fisik dapat mengurangi efek dari tirah baring dan mencegah
timbulnya angina pektoris, gagal jantung kronis, dan infark miokard [1- 3, 12-14].
Batasan dari rehabilitasi jantung juga perlu dipertimbangkan [20].

Selain latihan fisik sebagai dasar rehabilitasi jantung, konseling psikologis dan nutrisi
rejimen juga turt berperan[4, 12, 18, 19]. Hal inii dapat meningkatkan kapasitas
fungsional dan mengurangi iskemia jantung, angina pektoris, dan detak jantung [6].
Meskipun latihan intensitas ringan dengan denyut nadi submaksimal awalnya
dikembangkan untuk dinilai manfaatnya [7-10, 15, 18], kini telah telah banyak
digunakan untuk studi pada pasien gagal jantung, infark miokard, CABG (Coronary
Artery Bypass Graft) dan penyakit kardiovaskular lainnya. Hal ini diketahui dapat
meningkatkan aliran darah meningkatkan Vascular Endothelial Growth Factor-A
(VEGF) dalam darah [11]. Dalam penelitian ini, kami menilai efek latihan fisik
intensitas rendah denyut nadi submaksimal pada pasien infark miokard. Tujuan dari
ini studi adalah untuk menilai efek metode tersebut terhadap denyut jantung dan
kapasitas fungsional pasien paska infark miokard

2. Metode
Penelitian ini dilakukan pada 40 pasien infark miokard (usia 50- 65 tahun) yang
dipilih secara acak pada data medis yang tersedia pada Heart and Veins Unit of
Modares Hospital of Tehran dan Pooya Rehabilitation Center.
. Kriteria inklusi untuk memilih subjek adalah sebagai berikut: tidak adanya variasi
yang luas pada denyut jantung dan EKG, fraksi ejeksi di atas 35% (rasio kontraktil),
terdapat selisih 4 minggu setelah kejadian infark miokard terakhir, dan merupakan
kandidat rehabilitasi jantung berdasarkan pandangan dokter. Pasien yang kehilangan
tekanan darah lebih sedikit dari 20 mmHg atau tekanan darah naik lebih dari 220/120
mmHg dikeluarkan dari partisipan. Begitu pula dengan pasien yang mengalami sakit
kepala, vertigo, ataksia, pucat yang ekstensif, mual, segmen ST dengan gambaran
repolarisasi prematur, dan variasi lainnya dalam EKG (seperti gelombang yang tidak
tepat pada ventrikel, PVC, dan lainnya), dan yang memiliki aritmia yang luas.

Latihan fisik dilakukan dengan variasi peningkatan 1% pada slope dan kecepatan
(speed) 1 km / jam untuk mencapai target denyut jantung pasien (setiap durasi
latihan adalah 5 menit). Proses pemulihan dilakukan dengan slope 7,2% dan
kecepatan 1 km / jam, kemudian diikuti dengan istirahat. Partisipan menjalani 10 sesi
pelatihan rehabilitasi jantung. Denyut nadi target untuk 5 sesi pertama dihitung
sebagai 65% denyut jantung maksimum, dan untuk 5 sesi terakhir adalah 70%
denyut jantung maksimum. Setelah menyelesaikan sesi rehabilitasi jantung, denyut
jantung dan kapasitas fungsional pasien dievaluasi berdasarkan Bruce stress test.
Denyut jantung target dihitung sebagai 65% nilai denyut jantung maksimal.
Uji t berpasangan digunakan untuk menganalisa normalitas data. Dua kasus variabel
dengan distribusi abnormal dianalisa menggunakan metode Wilcoxon. Dalam
penelitian ini, P-value kurang dari 5% dianggap signifikan, dan perangkat lunak
SPSS digunakan untuk menganalisis data.

3. Hasil
Sebanyak 40 pasien yang diteliti, terdapat 28 laki-laki dan 12 perempuan. Rata-rata
usia partisipan adalah 57 tahun, 7 bulan, dan 7 hari. Lama penundaan rata-rata
adalah 25 sejak awal permulaan terapi. Penundaan paling singkat dan lama masing-
masing adalah 15 dan 30 hari. Skala METS (penilaian oksigen tubuh pada kondisi
istirahat sama dengan 3,5 mililiter oksigen per kilogram berat badan per menit)
digunakan untuk meninjau variabel kapasitas fungsional. Rata-rata standar deviasi
dari variable kapasitas fungsional adalah 13,19 ± 2,242 dan 24,42 ± 6,00 masing-
masing sebelum dan sesudah rehabilitasi jantun. Terdapat peningkatan signifikan
nilai METS setelah rehabilitasi jantung dengan nilai P <0,05(Gambar 1). Rata-rata
dan standar deviasi variabel denyut jantung sebelum dan sesudah rehabilitasi
jantung masing-masing adalah 83,30 ± 11,71 dan 81,60 ± 13,45 (Gambar 2).

4. Diskusi
Dalam penelitian ini, kapasitas fungsional yang diukur dengan skala METS
mengalami peningkatan signifikan setelah rehabilitasi jantung. Kenaikan ini
menandakan adanya perbaikan dalam kinerja otot, yang menyebabkan peningkatan
ambilan oksigen oleh jaringan. Terdapat beberapa penelitian lain tentang efek dari
latihan fisik intensitas rendah menggunakan skala METS pada pasien jantung.

Sullivan et al. [8] meyakini bahwa pasien setelah infark miokard memiliki cardiac
output rendah, sehingga peningkatan ambilan O2 akibat latihan fisik intensitas berat
menyebabkan lebih banyak kerugian dibandingkan manfaat. Karena alasan khusus
inilah latihan fisik intensitas rendah lebih disarankan untuk menambah kapasitas
fungsional. Sebaliknya, Haitsma et al. [9] melaporkan bahwa penelitan pada babi
paska infark miokard yang diberikan latihan fisik intensitas berat (denyut jantung
maksimal > 85%) tidak memiliki kelainan iskemik. Mereka juga menemukan bahwa
dengan penurunan ambilan oksigen, perfusi otot akan menjadi rendah.

Di sisi lain, Nieuwland et al. [10, 19] menemukan bahwa ambang ventilasi atau
ventilation of air threshold (VAT) akan meningkat lebih banyak pada pasien yang
menjalani latihan fisik intensitas rendah dengan frekuensi tinggi lebih banyak
dibandingkan intensitas rendah dengan frekuensi rendah. Namun, mereka
melaporkan bahwa nilai O2 puncak di kedua kelompok pasien (60% hingga 70%
Reserve Heart Rate) akan sama. Oleh karena itu, latihan fisik intensitas rendah
dengan frekuensi tinggi direkomendasikan untuk meningkatkan kapasitas fungsional.
Pasien paska infark miokard yang menjalani metode tersebut dapat bertahan lebih
lama dalam stress test karena mereka memiliki lebih sedikit kadar laktat dalam darah
akibat naiknya VAT. Hal lain yang mendukung adalah peningkatan kekuatan otot dan
kinerja keterampilan motorik yang lebih baik.
Kami menemukan bahwa latihan fisik intensitas rendah perlu diberikan kepada
pasien untuk meningkatkan secara signifikan kapasitas fungsionalnya selama
perawatan. Afify et al. [11] melaporkan bahwa dibandingkan dengan latihan fisik
frekuensi rendah, latihan fisik frekuensi tinggi memiliki dampak yang lebih besar
pada hemodinamik pasien penyakit jantung koroner. Mereka mengamati bahwa
latihan fisik frekuensi tinggi secara efektif meningkatkan kapasitas fungsional,
kualitas hidup, dan tekanan darah. Di sisi lain, Nieuwland et al. [10, 19] meyakini
bahwa hanya latihan fisik frekuensi tinggi yang dapat meningkatkan denyut jantung
dan tekanan darah. Karena dalam penelitian ini, kami menggunakan latihan fisik
dengan frekuensi rendah, kami mengamati adanya penurunan signifikan pada
denyut jantung selama istirahat.

5. Kesimpulan
Rehabilitasi jantung adalah proses panjang yang dilakukan dengan peralatan mahal.
Hal ini secara efektif meningkatkan kapasitas fungsiona dan memperbaiki berbagai
faktor hemodinamik seperti tekanan darah dan denyut jantung. Karena adanya efek
positif dari ini pada kualitas hidup untuk pasienpenyakit jantung koroner, kami
merekomendasikan terapi medis atau fisik secara rutin pada pasien paska infark
miokard di bawah pengawasan dokter profesional, ahli fisioterapi rehabilitasi jantung,
dan perawat. Selain itu juga diperlukan penelitian lebih lanjut di bidang rehabilitasi
jantung yang melibatkan latihan fisik intensitas berat dan frekuensi tinggi.
Pesan kunci
Apa yang sudah diketahui tentang topik ini? Beberapa penelitian telah melaporkan
hubungan antara rehabilitasi jantung dan peningkatan FC, penurunan tekanan darah
dan detak jantung, dan peningkatan kualitas hidup pada pasien pasca-MI. Skor
rendah pada Bruce stress test menjelaskan hilangnya FC dan kualitas hidup pada
pasien setelah MI, menunjukkan hal itu pasien beresiko mengalami gangguan
mobilitas. Efek positif rejimen jantung baru ini hab membuka jendela kehidupan baru
untuk pasien pasca-MI. Apa yang ditambahkan studi ini? Penelitian ini menganalisis
karakteristik klinis dan ukuran kinerja fisik yang berkaitan dengan stres Bruce Tes
sebagai metode alternatif untuk menjelaskan peningkatan FC Ini juga menunjukkan
bahwa setelah rehabilitasi jantung menggunakan rejimen yang diusulkan secara
signifikan meningkatkan FC. Ucapan Terima Kasih Penelitian saat ini belum
menerima dukungan keuangan apa pun. Konflik kepentingan Penulis menyatakan
tidak ada konflik kepentingan.

References

[1] Thompson PD, Braunwald, S. Exercise-based, comprehen-

sive cardiac rehabilitation. In: Eugene Braunwald MD, editor.

Heart Disease Text Book of Cardiovascular Medicine. Phila-

delphia: Elsevier Saunders; 2012, p. 1036-041.

[2] Jensen L, Pilegaard H, Neufer PD, Hellsten Y. Effect of

acute exercise and exercise training on VEGF splice variants

in human skeletal muscle. American Journal of Physiology-

Regulatory, Integrative & Comparative Physiology. 2004;

287(2):397-402. doi: 10.1152/ajpregu.00071.2004

[3] Saltin B, Gollnick PD. Skeletal muscle adaptability: Sig-

nificance for metabolism and performance. Comprehensive

Physiology. 1983. doi: 10.1002/cphy.cp100119

[4] Sundberg CJ. Exercise and training during graded leg is-

chaemia in healthy man with special reference to effects on

skeletal muscle. Acta Physiologica Scandinavica. 1993; 615:1-

50. PMID: 8140900

[5] Yang HT, Ogilvie RW, Terjung RL. Low-intensity training

produces muscle adaptations in rats with femoral artery ste-

nosis. Journal of Applied Physiology. 1991; 71(5):1822-9.


[6] Gustafsson T, Puntschart A, Kaijser L, Jansson E, Sundberg

CJ. Exercise-induced expression of angiogenesis-related tran-

scription and growth factors in human skeletal muscle. Amer-

ican Journal of Physiology-Heart and Circulatory Physiology.

1999; 276(2):679-85. PMID: 9950871

[7] Sullivan M, McKirnan MD. Errors in predicting functional

capacity for postmyocardial infarction patients using a modi-

fied Bruce protocol. American Heart Journal. 1984; 107(3):486-

92. PMID: 6695692

[8] Haitsma DB, Bac D, Raja N, Boomsma F, Verdouw PD,

Duncker DJ. Minimal impairment of myocardial blood flow

responses to exercise in the remodeled left ventricle early af-

ter myocardial infarction, despite significant hemodynamic

and neurohumoral alterations. Cardiovascular Research.

2001; 52(3):417-28. doi: 10.1016/s0008-6363(01)00426-6

[9] Nieuwland W, Berkhuysen MA, van Veldhuisen DJ, Brüge-

mann J, Landsman ML, van Sonderen E, et al. Differential

effects of high-frequency versus low-frequency exercise

training in rehabilitation of patients with coronary artery

disease. Journal of the American College of Cardiology. 2000;

36(1):202-7. PMID: 10898435

[10] El-Tantawy RM, Mounir EM. Evaluation of high versus

low frequency cardiac rehabilitation programs in patients

with coronary artery disease. Egyptian Heart Journal. 2008;

60(3):213-221.

[11] Frown FD, Dean E. Cardiovascular and pulmonary physi-

cal therapy; Evidence and practice. Philadelphia: Mosby;

2006.

[12] Redwood DR, Rosing DR, Epstein SE. Circulatory and

symptomatic effects of physical training in patients with

coronary-artery disease and angina pectoris. New England


Journal of Medicine. 1972; 286(18):959-65. doi: 10.1056/

NEJM197205042861801

[13] Detry JM, Rousseau M, Vandenbroucke G, Kusumi F, Bras-

seur LA, Bruce RA. Increased arteriovenous oxygen differ-

ence after physical training in coronary heart disease. Circula-

tion. 2005; 44(1):109-18. PMID: 5561413

[14] Ades PA. Cardiac rehabilitation and secondary prevention

of coronary heart disease. New England Journal of Medicine.

2001; 345(12):892-902. doi: 10.1056/NEJMra001529

[15] Thompson PD. Exercise prescription and proscription

for patients with coronary artery disease. Circulation. 2005;

112(15):2354-363. doi: 10.1161/circulationaha.104.50259

[16] Ades PA,Coello CE: Effect of exercise and cardiac rehabili-

tation on cardiovascular outcome. Medical Clinics of North

America. 2000; 84(1):251-65. PMID: 10685138

[17] Lavie CJ, Milani RV. Effects of cardiac rehabilitation pro-

grams on exercise capacity, coronary risk factors, behavioral

characteristics, and qualify of life in a large elderly cohort.

American Journal of Cardiology. 1995; 76(3):177-79. doi:

10.1016/s0002-9149(99)80054-x

[18] Taylor RS, Brown A, Ebrahim S, Jolliffe J, Noorani H, Rees

K, et al. Exercise-based rehabilitation for patients with coro-

nary heart disease: systematic review and meta-analysis of

randomized controlled trials. American Journal of Medicine.

2004; 116(10):682-92. doi: 10.1016/j.amjmed.2004.01.009

[19] Berkhuysen MA, Nieuwland W, Buunk BP, Sanderman R,

Viersma JW, Rispens P. Effect of high versus low frequency

exercise training in multidisciplinary cardiac rehabilitation

on health-related quality of life. Journal of Cardiopulmonary

Rehabilitation. 1999; 19(1):22-28. PMID: 10079417


[20] Afrasiabi-Far A, Hosseini P, Fallahi-Khoshknab M, Yagh-

maei F. [The barriers to myocardial infarction patients' partici-

pation in cardiac rehabilitation program (Persian)]. Journal of

Rehabilitation. 2008; 9(3-4):75-99.

Вам также может понравиться