Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
“GANGGUAN EMOSI”
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Gangguan Emosi“. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa.
2. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi dukungan baik secara
moril maupun materil selama proses pembuatan makalah ini.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Berdasarkan hasil penelitian, gejala yang sering kali dialami oleh
responden yang mengalami gangguan mental emosional adalah gejala
somatic yakni berupa sakit kepala. Gejala lain yang juga banyak dirasakan oleh
responden adalah gejala kecemasan yang berupa sulit tidur. Tanda-tanda dari
penurunan energi juga banyak dirasakan oleh responden yakni berupa mudah
lelah. Sedangkan gejala depresi tidak banyak dirasakan oleh responden
dengan gangguan mental emosional.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Bilamana afek dan emosi itu sudah begitu keras, sehingga fungsi individu
itu terganggu, maka dikatakan telah terjadi gangguan afek atau emosi yang
dapat berupa:
1. Depresi
dengan komponen psikologik, misalnya: rasa sedih, susah, rasa tak
berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang
patologis; dan komponen somatic, misalnya: anorexia, konstipasi, kulit
lembab (rasa dingin), tekanan darah dan nadi menurun sedikit. Bila
6
gangguan tidur, anorexia atau berkurangnya semangat bekerja/bergaul
dan nafsu sexsual timbul bersamaan, maka ingatlah akan adanya depresi.
Ada jenis depresi dengan penarikan diri dan ada pula dengan kegelisahan
atau agitasi.
2. Kecemasan (anxiety)
dapat dibedakan kecemasan (tidak jelas cemas terhadap apa) dari
ketakutan atau “fear” (jelas atau tahu takut terhadap apa). Komponen
psikologiknya dapat berupa : khawatir, gugup, tegang, cemas, rasa taka
man, takut, lekas terkejut, sedangkan komponen jenis somatiknya,
mislanya: palpitasi, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah
meninggi, respons kulit terhadp aliran listrik galvanic berkurang, peristaltic
bertambahlekositosis.
Kecemasan itu sangat menganggu homestatis dan fungsi individu,
karena itu perlu dihilangkan segera dengan berbagai macam cara
penyesuaian diri yang beroreintasi kepada tugas. Bila dipakai beberapa
mekanisme pembelaan ego, trauma represi, maka kecemasaan itu akan
hilang, tetapi timbul lagi dengan manifestasi yang lain dan terjadilah
gangguan jiwa. Kecemasaan ini dapat berupa :
a) Kecemasan yang mengambang (“free-floating anxiety”); kecemasan
yang menyerap dan tidak ada hubungannya dengan suatu pemikiran.
b) Agitasi : kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat
c) Panik : serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan,
kebinggungan dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.
3. Eforia
rasa riang, gembira, senang, bahagia yang berlebihan; bila tidak
sesuai dengan keadaan maka ini menunjukkan adanya gangguan jiwa;
jika lebih keras lagi dinamakan “elasi” dan jika keras sekali dinamakan
“exaltasi”.
4. Anbedonia
ketidakmampuan merasakan kesenangan, tidak timbul perasaan
senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan baginya.
5. Kesepian
merasa dirinya ditinggalkan
7
6. Kedangkalan
kemiskinan afek dan emosi secra umum ( berkurang secara
kwantitatif): dapat digambarkan juga sebagai “datar” , “tumpul”, atau
“dingin” yang sama maksudnya; istilah-istilah ini tidak mwnunjukkan
gradasi. Umpamanya kedangkalan emosi ialah tidak atau hanya sedikit
merasa/ kelihatan gembira atau sedih dalam keadaan atau menegenai
sesuatu hal yang benar-benar menggembirakan atau menyedihkan.
7. Afek dan emosi yang tak wajar
tak patut atau tak wajar dalam situasi tertentu (terganggu secara
kwalitatif), umpamanya ketawa terkikih-kikih waktu wawancara. Bila extrim
akan menjadi ‘inadequate’, yaitu afek dan emosi yang bertentangan
dengan keadaan atau isi pikiran dan dengan isi bicara.
8. Afek emosi yang labil
berubah-ubah secara cepat tanpa pengawasan yang baik,
umpamanya tiba-tiba marah-marah atau menangis.
9. Variasi afek dan emosi sepanjang hari (variasi diurnal)
perubahan afek dan emosi mulai sejak pagi sampai malam hari.
Umpamanya, pada psikosa manic-manik depresif maka jenis depresinya
lebih keras pada pagi hari dan menjadi lebih ringan pada sore hari.
10. Ambivalensi
emosi dan efek yang berlawanan timbul bersama-sama terhadap
seorang, sautu objek atau suatu hal.
11. Apati
berkurangnya afek dan emosi terhadap suatu atau terhadap semua
hal dengan disertai rasa terpencil dan tidak peduli. Isyilah apati dipaki juga
untuk menunjukkan tinkat menurunnya kesadaran.
12. Amarah, kemurkaan atau permusuhan
sering dinyatakan dalam sifat agresif. Bila ditunjukkan kepada
pemecahan maslah dan dipaki sebagai pembelaan terhadap suatu
serangan yang nyata, maka agresif itu konstruktif sifatnya. Agresif itu
menjadi patologik bila tidak realistik, menghancurkan dirinya sendiri, tidak
ditunjukkan kepada pemecahan masalah dan jika merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan.
8
2.3 Proses Klinis Gangguan Emosi
1. Kemarahan
Kemarahan merupakan emosi yang normal pada manusia,
kemarahan seringkali dipersepsikan sebagai perasaan negative. Banyak
orang merasa tidak nyaman mengungkapkan kemarahan secara
langsung. Akan tetapi, kemarahan merupakan reaksi sehat dan normal
yang dapat terjadi dalam merespon situasi atau keadaan yang tidak adil,
ketika hak seseorang tidak dihormati, atau ketika harapan individu tidak
terpenuhi.
Apabila individu dapat mengungkapkan kemarahannya dengan
asertif, penyelesaian masalah atau resolusi konflik dapat terjadi. Hal ini
dapat menimbulkan masalah fisik seperti migraine, sakit kepala, ulkus,
atau penyakit arteri coroner atau masalah emosional seperti depresi dan
harga diri rendah.
Bushman dan Stack 1999 menemukan bahwa katarsis/aktivitas
agresif seperti memukul kantong tinju atau berteriak dapat meningkatkan
marah bukan menguranginya. Oleh karena itu aktivitas yang tidak agresif,
seperti berjalan atau berbicara dengan orang lain, lebih cenderung efektif
dalam mengurangi kemarahan.
Philips 1998 menemukan bahwa pria yang mengalami ledakan
kemarahan memiliki resiko stroke dua kali daripada pria yang
mengendalikan kemarahannya.
2. Permusuhan dan Agresi
Perilaku permusuhandan perilaku agresif dapat terjadi tiba-tiba
tanpa banyak peringatan. Akan tetapi, seringkali ada tahap atau fase yang
dapat diidentifikasi pada insiden agresif adalah, fase pemicu, fase
eskalasi, fase krisis, fase pemulihan, dan fase pascakrisis. Ketika perilaku
klien meningkat ke fase krisis, ia kehilangan kemampuan untuk
mempersepsikan kejadian dengan akurat, menyelesaikan masalah,
mengungkapkan perasaan dengan cara yang tepat, atau mengendalikan
perilakunya, yang dapat menimbulkan perilaku agresif secara fisik.
9
2.4 Tanda gejala gangguan emosi
10
Tanda gangguan emosi
Symptom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi 2
macam yaitu externalizing behavior dan internalizing behavior.
Externalizing behavior memiliki dampak langsung atau tidak langsung
terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif, membangkang, tidak
patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Tipe
externalizing behavior berupa Conduct disorder (gangguan perilaku)
merupakan permasalahan yang paling sering ditunjukkan oleh anak
dengan gangguan emosi atau perilaku.
Perilaku-perilaku tersebut seperti : memukul, berkelahi, mengejek,
berteriak, menolak untuk menuruti permintaan orang lain, menangis,
merusak, vandalism, memeras, yang apabila terjadi dengan frekuensi
tinggi maka anak dapat dikatakan mengalami gangguan. Orang normal
lain mungkin juga melakuakan perilaku-perilaku tersebut tetapi tidak
secara impulsive dan sesering orang dengan Conduct disorder.
(Hallahan & Kauffman, 2006). (Mahabbati, 2010)
Sedangkan internalizing behavior berupa berbagai macam
gangguan seperti kecemasan, depresi, menarik diri dari interaksi sosial,
gangguan makan, dan kecenderungan untuk bunuh diri. Kedua tipe
tersebut memiliki pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan
dalam belajar disekolah (Hallahan & Kauffman, 2006; Eggen & Kauchak,
1997).
Anak dengan gangguan ini, menunjukkan perilaku immature (tidak
matang atau kekanak kanakan) dan menarik diri. Mereka mengalami
keterasingan sosial, hanya mempunyai beberapa orang teman jarang
bermain dengan anak seusianya, dan kurang memiliki ketrampilan
sosial yang dibutuhkan untuk bersenang-senang.
Bebrapa diantara mereka mengasingkan diri untuk berkhayal atau
melamun, merasakan ketakutan yang melampaui kedaan sebenarnya,
mengeluhkan rasa sakit yang sedikit dan membiarkan “penyakit” mereka
terlibat dalam aktifitas normal. Ada diantara mereka mengalami regresi
yaitu kembali pada tahap-tahap awal perkembangan dan selalu
meminta bantuan dan perhatian, dan beberapa diantara mereka jadi
tertekan (depresi) tanpa alasan yang jelas (Hallahan & Kauffman, 2006).
(Mahabbati, 2010)
11
2.5 Pencegahan gangguan emosi
1) Pendekatan perilaku
Berfokus pada penyediaan lingkungan yang sangat terstruktur. Intervensi
dirancang dan dilaksanakan untuk meningkatkan atau mengurangi
perilaku, kemajuan tujuan diukur drngan hati-hati dan sesering mungkin.
2) Pendekatan ekologi
Masalah dipandang sebagai hasil dari interaksi dengan keluarga dan
masyarakat seiring dengan hal tersebut keluarga dan masyarakat juga
akan diubah dalam rangak untuk meningkatkan interaksi.
3) Pendekatan social-kognitif
Mengajarkan interaksi antara pengaruh lingkungan dan perilakunya
4) Pendekatan psikoedukasional
Memberikan edukasi agar bisa menuangkan emosinya dalam sebuah ide
yang kreatif dan bernilai seni tinggi.
5) Pendekatan psikoanalitik
Menampilkan masalah-masalah yang dinilai sebagai dasar dalam konflik
bawah sadar dan motivasi. Psikoterapi individu jangka panjang yang
dirancang untuk mengungkap dan menyelesaikan masalah-masalah yang
mendalam adalah dengan cara perawatan umum.
6) Pendekatan humanistic
Membangun kepercayaan agar seseorang dapat terbuka dan individu dapat
membebaskan pikirannya dari gangguan emosi.
7) Pendekatan biogenic
Menggunakan intervensi fisiologis seperti Diet, pengobatan dan
biofeedback.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Gangguan mental emosional
merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan adanya perubahan
emosional pada individu yang dapat berkembang pada keadaan patologis
(Idaini et al., 2009).
Jenis-jenis gangguan emosi : Depresi ,Kecemasan (anxiety), Eforia,
Anbedonia, Kesepian, Kedangkalan , Afek dan emosi yang tak wajar, Afek
emosi yang labil , Variasi afek dan emosi sepanjang hari (variasi diurnal),
Ambivalensi, Apati , Amarab, kemurkaan atau permusuhan Symptom
gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi 2 macam yaitu
externalizing behavior dan internalizing behavior. Externalizing behavior
memiliki dampak langsung atau tidak langsung terhadap orang lain, contohnya
perilaku agresif, membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan
kurangnya kendali diri. Tipe externalizing behavior berupa Conduct disorder
(gangguan perilaku) merupakan permasalahan yang paling sering ditunjukkan
oleh anak dengan gangguan emosi atau perilaku.
Pencegahan gangguan emosi dilakukian dengan berbagai macam
pendekatan yaitu Pendekatan perilaku, Pendekatan ekologi, Pendekatan
social-kognitif, Pendekatan psikoedukasional, Pendekatan psikoanalitik,
Pendekatan humanistic dan Pendekatan biogenic.
3.2 Saran
Dalam penerapan penanganan pada klien dengan gangguan emosi
pasti tidak lepas dari yang namanya kesalahan. Maka dari itu di harapkan
bagi perawat ataupun individu dapat bekerjasama untuk meningkatkan
metode yang tepat dalam penanganan gangguan emosi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Idaini, S., Suhardi & Kristanto, A.Y., 2009. Analisis Gejala Gangguan
Mental Emosional Penduduk Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia,
59,pp.473-79.
File.edu/directori/FIP/JUR._PEN._LUAR_BIASA/195604121983011-
ATANG_SETIAWAN /PENDIDIKAN_ATL/TERJEMAHAN_.pdf
14