Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pelindung:
Hamid Muhammad, Ph.D
Pengarah:
Dr. Thamrin Kasman
Drs. Wowon Widaryat, M.Si
Dr. Supriano, M.Ed
Drs. Purwadi Sutanto, M.Si
Drs. M. Mustaghfirin Amin, MBA
Ir. Sri Renani Pantjastuti, MPA
Penyusun: Penyunting:
Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D (081328175350) Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D
Prof. Dr. Kisyani-Laksono (08123167348) Prof. Dr. Kisyani-Laksono
Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D (082140591164) Penanggung Jawab:
Sofie Dewayani, Ph.D (082117522572) Yudistira W. Widiasana, M.Si
Wien Muldian, S.S (0811889829) Sekretariat:
Dr. Susanti Sufyadi (082119172202) Satriyo Wibowo, M.A
Dwi Renya Roosaria, S.H (0818801304) Katman, M.A
Dr. Dewi Utama Faizah (082298521251) Desain Sampul:
Sulastri, M.Si (081310101524) Wien Muldian, S.S
Nilam Rahmawan, S.Psi (085777925527) Layout:
Endang Sadbudhy Rahayu, MBA (085776147844) Kambali
R. Achmad Yusuf SA, M.Ed (08129732414)
Billy Antoro, S.Pd (081284096776)
ISBN:
KATA SAMBUTAN
Desain Induk ini disusun guna memberi arahan strategis bagi kegiatan literasi
di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah. Pelaksanaan GLS akan
melibatkan unit kerja terkait di Kemendikbud dan juga pihak-pihak lain yang
peduli terhadap pentingnya literasi. Kerja sama semua pemangku kepentingan di
bidang pendidikan sangat diperlukan untuk melaksanakan gerakan bersama yang
terintegrasi dan efektif.
Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah
Hamid Muhammad
NIP 195905121983111001
KATA SAMBUTAN i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR BAGAN v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Landasan Filosofi dan Landasan Hukum 4
C. Tujuan 5
D. Sasaran 5
BAB II KONSEP DASAR 7
A. Literasi 7
B. Komponen Literasi 7
C. Literasi di Sekolah 8
D. Ihwal Literasi di Sekolah 10
BAB III PELAKSANAAN LITERASI DI SEKOLAH 17
A. Rancangan Program Literasi di Sekolah 17
B. Peran Pemangku Kepentingan 18
C. Tahapan Pengembangan Literasi di Sekolah 26
D. Strategi 30
E. Peningkatan Kapasitas 32
F. Target Pencapaian 33
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI 39
A. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 39
B. Dinas Pendidikan Propinsi 40
C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota 40
D. Satuan Pendidikan 41
BAB V PENUTUP 43
GLOSARIUM 44
REFERENSI 45
LAMPIRAN 47
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
iii
DAFTAR TABEL
A. Latar Belakang
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi
angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan
masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8%
untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia
telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun
demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca.
Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga
menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini
memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk
memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis,
kritis, dan reflektif.
Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi kemajuan teknologi
dan keterbaruan/kekinian. Deklarasi Praha (Unesco, 2003) mencanangkan
pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk
mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi
pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan
sosialnya.
Dalam era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria
pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa
literasi informasi adalah:
2. Landasan Hukum
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Sasaran
Sasaran gerakan literasi sekolah adalah ekosistem sekolah pada jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
A. Literasi
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis.
Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga
mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga
bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,
dan budaya (UNESCO, 2003).
Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait
pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan
mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-
kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi
dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut
pembelajaran sepanjang hayat.
C. Komponen Literasi
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup
keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai
literasi informasi.
Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan
bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi
perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks
Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap
selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Literasi Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak,
memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang
dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di
rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu
menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
Dalam konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan, pengawas), dan kepala sekolah.
Semua komponen warga sekolah ini berkolaborasi dalam Tim Literasi Sekolah (TLS)
di bawah koordinasi kepala sekolah dan dikuatkan dengan SK kepala sekolah. TLS
bertugas untuk membuat perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program. TLS
dapat memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu
membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.
a. Lingkungan Fisik
1) Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor
dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2) Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesem- patan yang
seimbang kepada semua peserta didik.
3) Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
4) Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/
pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.
5) Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk
anak.
6) Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah.
b. Lingkungan Sosial dan Afektif
1) Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik)
diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah
satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
2) Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
3) Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya
merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
4) Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran
masing-masing.
5) Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan
program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
6) Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam
menjalankan program literasi.
c. Lingkungan Akademik
1) Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila
diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
2) Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan
literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku
dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca
terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell
presentation).
3) Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.
4) Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksanaan gerakan literasi
sekolah.
5) Buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku
cerita fiksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
a. Kemendikbud
• Membuat kebijakan literasi.
• Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS.
• Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen
pendukung pelaksanaan GLS.
• Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi,
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
• Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan
masyarakat.
• Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.
• Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi pelaksanaan GLS.
b. LPMP
• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
untuk pelaksanaan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS.
• Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.
• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di
satuanpendidikantingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan
kabupaten/kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
f. Masyarakat
• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan
kemampuan literasi warga sekolah.
• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku
untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke
taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman
bacaan di ruang publik yang ramah anak.
b. LPMP
• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
untuk pelaksanaan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS.
• Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.
• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di satuan
pendidikan tingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/
kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
f. Masyarakat
• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan
kemampuan literasi warga sekolah.
• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku
untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke
taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman
bacaan di ruang publik yang ramah anak.
PEMBELAJARAN 3
PENGEMBANGAN 2
PEMBIASAAN 1
Pada Tabel 3.1 berikut dipaparkan tahap dan kegiatan literasi sekolah.
TAHAPAN KEGIATAN
PEMBIASAAN 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
(belum ada melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring (read
tagihan) aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati
(sustained silent reading).
PENGEMBANGAN 1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
(ada tagihan melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring,
sederhana untuk membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca
penilaian terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik,
non-akademik) contoh: membuat peta cerita (story map), menggunakan
graphic organizers, bincang buku.
D. Strategi
1. Strategi Umum
2. Strategi Pelaksanaan
Kemendikbud, Dinas
Pendidikan Propinsi,
Sosialisasi
Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota
Kapasitas Pemangku
Kepentingan
Pelatihan Kepsek
Pelaksanaan GLS
Pelatihan Tenaga
Ketersediaan Sarana dan Kependidikan
Prasarana
Tanggung Jawab
Pemda dan Sekolah
E. Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas di semua lini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan:
1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan dengan tujuan agar program dan kebijakan GLS
tersampaikan ke publik secara masif dan efektif. Semua lapisan masyarakat
dapat dengan mudah mengakses informasi penting seputar kegiatan literasi.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Oleh karena itu,
kegiatan sosialisasi sebaiknya dikemas semenarik mungkin untuk memikat minat
masyarakat.
2. Lokakarya
Lokakarya diperlukan untuk menyamakan persepsi dan menentukan langkah
bersama dalam gerakan literasi. Forum ini mengundang sejumlah pihak terkait
dan berkompeten untuk membahas berbagai persoalan dari sudut pandang ilmiah
mengenai problematika literasi dan cara terbaik penanganannya. Lokakarya dapat
menghasilkan rekomendasi dan kesepa- katan di bidang literasi yang mengikat
semua pihak untuk menjalankannya secara konsisten.
3. Pendampingan
Pendampingan adalah upaya untuk memastikan keberlangsungan program
literasi sekolah terus-menerus dilaksanakan. Pendampingan dilakukan melalui dua
cara, yaitu pendampingan teknis dan pendampingan operasional.
F. Target Pencapaian
Program literasi sekolah diharapkan dapat menciptakan ekosistem sekolah
yang literat, yang akhirnya, menumbuhkan budi pekerti peserta didik. Ekosistem
sekolah yang literat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring
dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program
dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut);
2. dampak pelaksanaan sosialiasi kepada pemangku kepentingan tingkat
provinsi dan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota di wilayahnya
masing-masing; dan
3. dampak pelaksanaan kegiatan-kegiatan terkait GLS di tingkat provinsi
terhadap kemampuan literasi warga sekolah.
D. Satuan Pendidikan
Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan literasi di sekolah masing-masing.
Desain Induk GLS ini diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan
konseptual untuk memahami bagaimana sebaiknya GLS dilaksanakan, mulai dari
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan.
Desain induk ini diharapkan berkembang secara kreatif dan inovatif dari
tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hingga masyarakat pegiat literasi.
Untuk mendukung desain induk ini dilengkapi dengan panduan praktis dalam
bentuk media: cetak, elektronik, dan digital (infografis, poster, dan videografis)
untuk memandu guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, warga sekolah dan
pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan kegiatan GLS.
Akhir kata, terbitnya Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Pendidikan Dasar
dan Menengah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas kepada
semua pihak untuk berperan aktif dalam menyukseskan GLS.
Graphic Organizer : Peta konsep pemahaman dari bacaan yang disajikan dalam
bentuk diagram atau bagan.
Membaca dalam hati (sustained silent reading) : Membaca buku secara mandiri
tanpa bersuara.
Peta cerita: Peta pemahaman terhadap struktur dan elemen-elemen cerita yang
disajikan dalam bentuk diagram atau bagan.
Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J. O. (2009). A Principal’s Guide to Literacy
Instruction. New York: Guilford Press.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Drucker, K. T. (2012). PIRLS 2011
International Results in Reading.
http://doi.org/10.1097/01.tp.0000399132.51747.71
OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus. Programme for International Student
Assessment, 1–44.
http://doi.org/10.1787/9789264208070-en
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi
Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara
dan Bahasa Daerah.
Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning
Organization. New York: Currency Doubleday.
Unesco. 2006. Literacy for Life. Education for All Global Monitoring Report.
LAMPIRAN 1
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
Pasal 2
Pasal 3
(1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah
dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk jenjang
sekolah menengah pertama, sekolahmenengah atas, sekolah menengah
kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus.
(2) PBP dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan
komunikasi, serta kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) PBP dilaksanakan:
a. dalam bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan,
dan/atau tahunan;
b. melalui interaksi dan komunikasi antara sekolah, keluarga, dan/atau masya-
rakat.
(4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan
dengan kondisi sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1) Pemantauan dan evaluasi kegiatan MOPDB dilaksanakan pada awal tahun
pelajaran baru olehpemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan serta interaksi dan komunikasi
di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh
pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan dilaksanakan pada akhir
tahun pelajaran oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 6
Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan
masyarakat agar menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 21Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di
Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
TTD.
ANIES BASWEDAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2015
TTD
YASONNA H. LAOLY
TTD
A. Pengantar
B. Metode Pelaksanaan
1) Sekolah Dasar
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang pendidikan sekolah dasar
masih merupakan masa transisi dari masa bermain di pendidikan anak usia
dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode
pelaksanaan dilakukan dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan
kepala sekolah sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan
dan pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk mendorong
peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman dalam aktivitas
kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan
simulasi, bermain peran di dalam kelompok.
2) Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah
pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian peserta didik
membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai sejak dari masa
orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstra kurikuler, intra kurikuler,
sampai dengan lulus.
Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh
nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan yang
mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan menjaga
semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa;
memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga
keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; interaksi
sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta didik dengan
figur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk
dikembangkan; Penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat yang terkait.
D. Cara Pelaksanaan
Kegiatan wajib:
1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam
atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan sekolah.
2. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan MOPDB untuk jenjang SMP,
SMA/SMK,dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara SMP/SMA/
SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas upacara
serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara.
3. Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, guru dan peserta didik
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib
nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan semangat patriotisme
dan cinta tanah air.
4. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari pembelajaran, guru dan peserta didik
menyanyikan.
5. Satu lagu daerah (lagu-lagu daerah seluruh Nusantara).
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta didik dan
orang tua. Interaksi positif antara tiga pihak tersebut dibutuhkan untuk membangun
persepsi positif, saling pengertian dan saling dukung demi terwujudnya pendidikan
yang efektif.
Kegiatan wajib:
Sekolah mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa pada setiap tahun
ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d)
rencana capaian belajar siswa agar orang tua turut mendukung keempat poin
tersebut.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi
juga belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan
pembelajaran dari rekan(peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar
bersosialisasi.
Kegiatan wajib:
Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk
kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan siswa.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
Kegiatan wajib:
1. Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain
buku mata pelajaran (setiap hari).
2. Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) memanfaatkan wak-
tu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan
olah fisik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan
rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
TTD.
ANIES BASWEDAN
TTD.
No Nama Institusi
1 Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Prodi Sastra Indonesia, Fakultas
Ph.D. (Ketua) Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Yogyakarta
2 Wien Muldian, S.S (Wakil Ketua) Biro Komunikasi dan Layanan
Masyarakat Kemendikbud
3 Dr. Susanti Sufyadi Direktorat Pembinaan Sekolah
(Sekretaris) Dasar
Anggota
4 Dr. Dewi Utama Faizah Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
5 Dwi Renya Roosaria, S.H. Reading Bugs-Komunitas Read
Aloud Indonesia
6 Prof. Dr. Kisyani-Laksono Prodi Sastra Indonesia, Fakutas
Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Surabaya
7 Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D Prodi Sastra Inggris, Fakultas
Bhasa dan Seni, Universitas
Negeri Surabaya
8 Sofie Dewayani, Ph.D Yayasan Litara Bandung
9 Lanny Anggraini, S.Pd., M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
10 Waluyo, S.S., M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
11 Dra. Mujiyem, M.M. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
12 Dra. Ninik Purwaning Setyorini, M.A. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
13 Sulastri, S.Pd, M.Si. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
14 Umi Syarifah Hidayati, S.Pd. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama