Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori Respon Time

2.1.1. Definisi

Response Time merupakan kecepatan dalam penanganan

pasien, dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan

(Suhartati et al. 2011). Waktu tanggap yang baik bagi pasien yaitu

≤ 5 menit. Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time

Saving it’s Live Saving. Artinya seluruh tindakan yang dilakukan

pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan

efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat

kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas

selama 2 - 3 menit pada manusia dapat menyebabkan kematian

yang fatal (Sutawijaya, 2009).

Sistem tingkat kedaruratan triage mempunyai arti yang

penting karena triage merupakan suatu proses mengomunikasikan

kondisi kegawat daruratan pasien di Dalam UGD. Jika data hasil

pengkajian triage dikumpulkan secara akurat dan konsisten, maka

suatu UGD Dapat menggunakan keterangan tersebut untuk menilai

dan menganalisis, serta menentukan suatu kebijakan, seperti berapa

lama pasien dirawat di UGD, berapa hari pasien 26 harus dirawat

di rumah sakit jika pasien diharuskan untuk rawat inap, dan

sebagainya (Kartikawati, 2013).


2.1.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Respon Time

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode, dkk (2012)

mengatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan

ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di UGD bedah dan non

bedah adalah:

a. Ketersediaan stretcher

b. Ketersediaan petugas triase

c. Pola penempatan staf

d. Tingkat karakteristik pasien

e. Faktor pengetahuan, keterampilan dan pengalaman petugas

kesehatan yang menangani kejadian gawat darurat.

2.2. Konsep Teori Triage

2.2.1. Definisi

Triage diambil dari bahasa perancis “Trier” artinya

mengelompokkan atau memilih memilih (Ignatavicius, 2006 dalam

Krisanty, 2009). Tujuan dari triase dimanapun dilakukan, bukan

saja supaya bertindak dengan cepat dan waktu yang tepat tetapi

juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana triase

dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah

pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersdia serta

kemungkinan hidup pasien (Pusponegoro, 2010). Triage juga

diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokkan penderita

berdasarkan pada beratnya cidera yang diprioritaskan ada tidaknya

gangguan Airway (A), Breathing (B), dan Circulation (C) dengan


mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia dan probabilitas

hidup penderita

Triage di IGD Rumah Sakit harus selesaidi lakukan dalam

15-20 detik oleh staf medis atau paramedis (melalui traning)

sesegera mungkin setelah pasien dating begitu tanda

kegawatdaruratan terindetifikasi, penatalaksanaan dapat segera di

berikan untuk menstabilkan kondisi pasien. Dimana triage

dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah

pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersedia serta

kemungkinan hidup pasien (Pusponegoro, 2010).

Sistem klasifikasi Triage mengidentifikasi tipe pasien yang

memerlukan berbagai level perawatan. Prioritas di dasarkan pada

pengetahuan, data yang tersedia dan situasi terbaru yang ada. Huruf

atau angka yang sering digunakan antara lain sebagai berikut.

a. Prioritas 1 atau Emergency

b. Prioritas 2 atau Urgent

c. Prioritas 3 atau Nonurgent

2.2.2. Prinsip Triage

Prinsip Triage dalam rumah sakit mengutamakan perawatan

pasien berdasarkan gejala. Perawat triage menggunakan ABC

keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta

warna kulit, kelembapan suhu, nadi, respirasi tingkat kesadaran dan

inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar


untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di

ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk

pasien gangguan jalan nafas, bernafas,atau sirkulasi terganggu.

Pasien-pasien ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri

dada karena masalah jantung dan mereka menerima pengobatan

pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam

kehidupan diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka di

harapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber daya

medis (Bagus,2007).

Menurut Brooker (2008) Prinsip Triage diberlakukan

system prioritas, prioritas adalah penentuan penyeleksian mana

yang harus di dahulukan mengenai penanganan yang mengacu

pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien

berdasarkan:1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam

hitungan menit. 2) Dapat mati dalam hitungan jam. 3) Trauma

ringan: 4) Sudah meninggal.

2.2.3. Prioritas Triage

Triage adalah suatu proses penggolongan pasien

berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan kondisinya (Zimmermann

& Her, 2006). Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan

pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya cidera yang

diprioritaskan ada tidaknya gangguan Airway (A), Breathing (B),


dan Circulation (C) dengan mempertimbangkan sarana, sumber

daya manusia, dan probabilitas hidup penderita.

Prioritas triage menurut (Mosby,2008):

a. Prioritas pertama / immediate (MERAH)

Korban membutuhkan stabilisasi segera dan ataudalam keadaan

kritis akan tetapi masih memiliki harapan untuk diselamatkan /

dapat diatasi, seperti:

1. Syok oleh berbagai kausa

2. Trauma kepala dengan pupil anisokor

3. Perdarahan eksternal massif

4. Penurunan respon

5. Tension pneumothorax

6. Distress pernafasan (RR<30x/mnt)

7. Perdarahan internal vasa besar dsb

b. Prioritas kedua / delayed (KUNING)

Korban membutuhkan pertolongan dan pengawasan ketat tetapi

perawatan dapat ditunda sementara selama 10 menit, tidak ada

ancaman nyawa, seperti:

1. Korban dengan resiko syok

2. Multiple fraktur

3. Luka bakar tanpa gangguan jalan nafas

4. Gangguan kesadaran /trauma kepala

5. Cidera vertebra tanpa gangguan pernafasan


Korban dalam keadaan ini harus segera diberikan perawatan

dan pengawasan akan timbulnya komplikasi.

c. Prioritas ketiga / minimal (HIJAU)

Korban yang masih mampu berjalan, pemberian pengobatan

dapat ditunda selama 60 menit dan atau tidak memerlukan

pengobatan,seperti:

1. Fraktur minor

2. Luka minor / luka bakar minor

Korban dalam keadaan ini setelah di lakukan perawatan luka,

imobilisasi dan fiksasi dapat dipindahkan pada akhir operasi

lapangan.

d. Prioritas keempat / nol / expectant (HITAM)

Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.

Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma

kepala berat.

Table 2.1 Triage Australia dan Skala Akuitasnya

Tingkat Waktu perawatan Persentase tindakan

Sangat mengancam hidup Langsung 100

Sedikit mengancam hidup 10 menit 80

Beresiko mengancam hidup 30 menit 75

Darurat 60 menit 70

Biasa 120 menit 70


2.2.4. Proses Triage Keperawatan

Proses triage menurut (Rutenberg, 2009) mengikuti

langkah-langkah proses keperawatan yaitu tahap pengkajian,

penetapan diagnose, perencanaan, intervensi,dan evaluasi.

a. Pengkajian

Komunikasi dilakukan ketika perawat melihat keadaan

pasien secara umum. Perawat mendengarkan apa yang

dikatakan pasien, dan mewaspadai isyarat oral. Riwayat

penyakit yang diberikan oleh pasien sebagai informasi

subjektif. Tujuan informasi dapat dikumpulkan dengan

mendengarkan nafas pasien kejelasan berbicara, dan kesesuaian

wacana. Temuan seperti mengi, takipnea, batuk produktif

(kering), bicara cadel, kebingungan, dan disorientasi adalah

contoh data objektif yang dapat langsung dinilai. Informasi

tambahan lain dapat diperoleh dengan pengamatan langsung

oleh pasien. Lakukan pengukuran objektif seperti suhu, tekanan

darah, berat badan, gula darah dan sirkulasi darah. Aturan

praktis yang baik untuk diingat bahwa perawatan apapun dapat

dilakukan dengan mata, tangan atau hidung dengan arahan

yang cukup dari perawat.

b. Diagnose

Triage dalam diagnose dinyatakan sebagai ukuran yang

mendesak. Apakah masalah termasuk ke dalam kondisi


Emergency (mengancam kehidupan anggota badan, atau

kecacatan). Urgent (mengancam kehidupan, anggota badan,

atau kecacatan) atau nonurgent. Diagnosa juga meliputi

penentuan kebutuhan pasien untuk perawatan seperti

dukungan, bimbingan, jaminan, pendidikan, pelatihan, dan

perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan pasien

untuk mencari perawatan.

c. Perencanaan

Triage dalam sebuah rencana harus bersifat kolaboratif.

Perawat harus dengan seksama menyelidiki kaedaan yang

berlaku dengan pasien, mengidentifikasi factor-faktor kunci

yang penting, dan mengembangkan rencana perawatan yang

diterima pasien. Adalah tugas perawat untuk bertindak

berdasarkan kepentingan terbaik pasien dan kemungkinan

pasien dapat mengikuti. Kolaborasi juga mungkin perlu dengan

tim anggota tim kesehatan lain juga.

d. Intervensi

Intervensi dalam analisis akhir, bisa memungkinkan

bahwa perawat tidak dapat melakukan apa-apa untuk pasien.

Oleh karena itu harus ada pendukung lain yang tersedia,

misalnya dokter untuk menentukan tindakan yang diinginkan.

Untuk itu, perawat triage harus mengidentifikasi sumber daya

untuk mengangkut pasien dengan tepat. Oleh karena itu,


perawat triage juga memiliki peran penting dalam

kesinambungan perawat pasien. Protocol triage atau protap

tindakan juga dapat dipilih dalam pelaksanaan triage.

e. Evaluasi

Langkah terakhir dalam proses keperawatan adalah

evaluasi. Dalam konteks organisasi keperawatan, evaluasi

adalah ukuran dari apakah tindakan yang diambil tersebut

efektif atau tidak. Jika pasien tidak membaik, perawat memiliki

tanggung jawab untuk menilai kembali pasien,

mengkomfirmasikan diagnose urgen, merevisi rencana

perawatan jika diperlukan, merencanakan, dan kemudian

mengevaluasi kembali.

Pertemuan ini bukan yang terakhir, sampai perawat

memiliki keyakinan bahwa pasien akan kembali atau mencari

perawatan yang tepat jika kondisi mereka memburuk atau gagal

untuk meningkatkan seperti yang diharapkan. Sebagai catatan

akhir, adalah penting bahwa perawat triage harus bertindak

hati-hati, jika ada

2.3. Konsep Teori LOS (Length of Stay)

2.3.1. Definisi LOS (Length of Stay)

LOS (Length of Stay =Lama Hari Rawat) adalah

menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat

inap pada satu periode perawatan. Satuan untuk lama rawat


adalah hari, sedangkan cara menghitung lama rawat adalah

dengan menghitung selisish antara tanggal pulang (keluar

dari rumah sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan

tanggal masuk rumah sakit. Umumnya data tersebut

tercantum dalam formulir ringkasan masuk dan keluar di

Rekam Medik (Barbara J., 2006).

Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau

aspek asuhan dan pelayanan di rumah sakit yang dapat

dinilai atau diukur. Pasien yang dirawat di rumah sakit,

maka yang diharapkan tentunya ada perubahan akan derajat

kesehatannya. Apabila yang diharapkan baik oleh tenaga

medis maupun oleh penderita itu sudah tercapai maka

tentunya tidak ada seorang pun yang ingin berlama-lama di

rumah sakit. Lama hari rawat secara signifikan berkurang

sejak adanya pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan

dengan diagnosa yang tepat. Penentukan apakah penurunan

lama hari rawat itu meningkatkan efisiensi atau perawatan

yang tidak tepat, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut

berhubungan dengan keparahan atas penyakit dan hasil dari

perawatan (Indradi, 2007).

Penghitungan statistik pelayanan rawat inap di

rumah sakit dikenal istilah yang lama dirawat (LD) yang

memiliki karakteristik cara pencatatan, penghitungan, dan

penggunaan yang berbeda. LD menunjukkan berapa hari


lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu episode

perawatan. Satuan untuk LD adalah hari. Cara menghitung

LD yaitu dengan menghitung selisih antara tanggal pulang

(keluar dari rumah sakit, hidup maupun mati) dengan

tanggal masuk rumah sakit. Pasien yang masuk dan keluar

pada hari yang sama, lama dirawatnya dihitung sebagai 1

hari dan pasien yang belum pulang atau keluar belum bisa

dihitung lama dirawatnya (Indradi, 2007

Fokus rumah sakit dalam pemberian pelayanan

perawatan yang berkualitas bertujuan untuk memulangkan

pasien lebih awal dengan aman kerumahnya. Hari rawat

yang pendek akan memberi keuntungan antara lain

penghematan biaya dan sumber yang lebih sedikit terhadap

rumah sakit terutama bagi pasien sendiri (Imbalo S., 2007).

Beberapa istilah yang berkaitan dengan indikator

LOS atau Lama Hari Rawat, antara lain;

1. Penerimaan Pasien (Inpatient admission)

Penerimaan secara resmi seorang penderita oleh

pihak rumah sakit dimana yang bersangkutan diberi

fasilitas berupa ruangan, tempat tidur, pelayanan

perawatan yang terus menerus serta fasilitas lain di


rumah sakit dimana penderita tersebut umumnya

tinggal paling sedikit satu malam.

2. Pemulangan pasien

Pelepasan secara resmi seorang penderita oleh pihak rumah

sakit sebagai batas akhir waktu ia dirawat di rumah sakit.

3. Lama hari rawat seorang pasien (Length of Stay for One

Patient)

Jumlah hari perawatan (sesuai dengan kalender) mulai saat

penerimaan sampai saat pemulangan pasien yang

bersangkutan.

4. Diagnosa

Adalah suatu istilah dalam dunia kedokteran yang lazim

digunakan oleh tenaga medis untuk mengenal suatu

penyakit yang diderita oleh pasien, atau kondisi yang

menyebabkan pasien menginginkan, mencari atau

menerima perawatan medis.

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi LOS (Length of Stay)

Beberapa faktor baik yang berhubungan dengan

keadaan klinis pasien, tindakan medis, pengelolaan pasien di

ruangan maupun masalah adminstrasi rumah sakit bisa

mempengaruhi terjadinya penundaan pulang pasien. Ini akan

mempengaruhi LOS. Terutama untuk pasien yang

memerlukan tindakan medis atau pembedahan, faktor-faktor

yang berpengaruh tersebut antara lain:


1. Komplikasi atau infeksi luka operasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka

operasi dan komplikasi pada umumnya menurut Fakhrul,

2011 yaitu waktu / lama operasi.Makin lama waktu yang

dibutuhkan untuk operasi maka akan mempengaruhi

terhadap penyembuhan luka operasi dan juga akan

meningkatkan terjadinya infeksi luka operasi, sehingga

lama hari rawat akan lebih panjang.

2. Jenis operasi

Jenis operasi pada elektif pasien dipersiapkan secara

optimal, sedangkan pada operasi yang berjenis cyto

persiapannya tidak sebaik seperti pada operasi yang

bersifat elektif,karena dengan ditundanya tindakan operasi

akan membahayakan jiwa pasien. Sehingga dengan

persiapan yang kurang optimal terutama pada operasi yang

bersifat cyto, resiko untuk terjadinya infeksi luka operasi

menjadi lebih besar (Erbaydar, 2004).

3. Jenis kasus atau penyakit

Kasus yang akut dan kronis akan memerlukan lama hari

rawat yang berbeda, dimana kasus yang kronis akan

memerlukan lama hari rawat lebih lama dari pada kasus-

kasus yang bersifat akut.Demikian juga penyakit yang

tunggal pada satu penderita akan mempunyai lama hari


rawat lebih pendek dari pada penyakit ganda pada satu

penderita (Barbara J, 2008).

4. Tenaga dokter yang menangani atau pelaksana operasi

Faktor tenaga dokter yang menangani pasien cukup

berperan dalam menentukan memanjangnya lama hari

rawat, dimana perbedaan ketrampilan antar dokter akan

mempengaruhi kinerja dalam penanganan kasus, juga

waktu memutuskan untuk melakukan tindakan (Lacy,

Antonio M, 2008).

5. Hari masuk rumah sakit

Pasien yang masuk rumah sakit menjelang hari minggu

akan memperpanjang lama hari rawat, karena kesibukan

menjelang hari libur dimana pemeriksaan oleh dokter dan

pemeriksaan penunjang diundur sampai hari kerja biasa

dimana pegawai rumah sakit bagian tertentu sudah bekerja

seperti biasa.Perpanjangan lama hari rawat juga terjadi

apabila pasien masuk diluar jam kerja rumah sakit atau

saat terjadi pergantian jaga. Perpanjangan lama hari rawat

terjadi karena adanya perpanjangan dari lama hari rawat

pra bedah, yang akan berdampak pada perpanjangan

jumlah keseluruhan lama hari rawat (Barbara J.,2008).

6. Hari pulang dari rumah sakit

Pernyataan beberapa praktisi rumah sakit mengemukakan

bahwa pasien yang pulang dari rumah sakit yang jatuh hari
senin mempunyai lama hari rawat lebih panjang dari pada

pasien yang pulang pada hari lain. Ini lantaran banyak dari

pasien tersebut sebenarnya sudah bisa pulang di akhir

pekan sebelumnya yang terhambat oleh urusan adminstrasi

karena tidak pada hari kerja.

7. Umur penderita

Usia dalam kamus bahasa Indonesia adalah waktu hidup

atau sejak dilahirkan. Menurut pertimbangan pembedahan

pengelompokan umur dibagi menjadi usia anak-anak

(umur antara 0 sampai 18 tahun), usia dewasa (umur

antara 19 sampai 45 tahun), usia tua (usia yang lebih dari

45 tahun). Usia mempunyai hubungan dengan tingkat

keterpaparan, besarnya resiko, serta sifat resistensi

tertentu. Usia juga mempunyai hubungan yang erat dengan

beragam sifat yang dimiliki oleh seseorang. Perbedaan

penyakit menurut umur mempunyai pengaruh yang akan

berhubungan dengan perbedaan tingkat keterpaparan dan

kerentanan menurut umur, proses pathogenesisdan

pengalaman terhadap penyakit tertentu Makin besar umur

penderita maka akan memerlukan lama hari rawat lebih

lama. Pada beberapa penelitian, faktor umur

mempengaruhi panjang lama hari rawat pasien bedah.

Pasien yang sudah lanjut usia (diatas 45 tahun) cenderung

lebih panjang lama hari rawatnya dibandingkan dengan


pasien usia muda. Afif & Ahmad (2008) menemukan

bahwa pasien usia 65 tahun keatas berpotensi memiliki

lama hari rawat yang lebih panjang.Bertambahnya usia

akan mempengaruhi kemampuan sistem kekebalan tubuh

seseorang untuk menghancurkan bakteri dan jamur

berkurang. Disfungsi sistem imun dapat diperkirakan

menjadi faktor di dalam perkembangan penyakit kronis

seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler serta

infeksi. (Herman C., 2009).

8. Pekerjaan

Pekerjaan tidak secara langsung mempengaruhi lama hari

rawat pasien, namun mempengaruhi cara pasien dalam

membayar biaya perawatan. Pekerjaan menentukan

penghasilan serta ada atau tidaknya jaminan kesehatan

untuk menanggung biaya selama perawatan di rumah sakit

(Anggraini, 2008).

9. Jenis Penanggung biaya

Hasil penelitian Adriani (2008) dan Angraini (2008),

disimpulkan bahwa penderita yang biaya perawatannya

dibayar oleh perusahaan atau asuransi kesehatan akan

mempunyai lama hari rawat lebih lama dari pada penderita

yang biaya perawatannya dibayar sendiri, ini dikarenakan

proses penyelesaian administrasi pembayaran dengan

pihak penjamin akan memakan waktu terutama jika pasien


belum melengkapi syarat-syarat administrasinya. Kondisi

sosioekonomi yang rendah akan berdampak terhadap lama

hari rawat. Negara yang sedang berkembang dan bagi

masyarakat yang kurang beruntung dan biasanya dengan

jumlah anak yang cukup banyak, biaya untuk perawatan

atau pengobatan anaknya yang sakit tentunya sangat

memberatkan, sehingga mereka berusaha untuk

mempercepatlama hari rawatnya.

10. Alasan keluar dari rumah sakit

Secara lege artis pasien akan pulang/keluar dari rumah

sakit apabila telah mendapat persetujuan dari dokter yang

merawatnya. Beberapa penderita walaupun telah

dinyatakan sembuh dan boleh pulang, oleh karena masih

harus menunggu pengurusan pembayaran oleh pihak

penanggung biaya (perusahaan/ asuransi kesehatan) atau

surat keterangan tidak mampu, Jamkesmas dari pihak yang

berwenang khususnya untuk pasien-pasien yang tidak

mampu membayar, sehingga kepulangan pasien juga

tertunda yang mengakibatkan lama hari rawat menjadi

lebih lama. Sebaliknya ada beberapa pasien yang pulang

atas permintaan sendiri/keluarga (pulang paksa) hal ini

akan memperpendek lama hari rawat (Anggraini, 2008).

11. Pemeriksaan Penunjang Medis


Banyak pemeriksaan penunjang diagnostik yang

sebenarnya tidak dibutuhkan dalam menegakkan diagnose

bagi penderita, pemeriksaan yang berlebihan inilah yang

menyebabkan penderita berada di rumah sakit lebih lama

sehingga berakibat juga pada perpanjangan lama hari

rawat. Ketidaklengkapan tenaga dan fasilitas di unit

penunjang (laboratorium, radiologi dan lain-lain) juga

berpengaruh terhadap lama hari rawat yang disebut

hospital bottle neck (Andriani, 2008).

12. Pemilikan, Kebijakan dan Kegiatan Administrasi Rumah

sakit

Pre admission testing yang dijalankan dengan baik di

poliklinik rumah sakit untuk pasien yang operasinya

termasuk kelompok yang elektif akan sangat bermanfaat

dalam memperpendek lama hari rawat pra bedah, dimana

cara ini harus menjadi kebijakan dalam penatalaksanaan

masuknya pasien ke rumah sakit yang ditetapkan dalam

manajemen rumah sakit (Chriswardani S., 2006)

13. Kelas Perawatan yang dipilih

Pasien yang dirawat pada kelas yang lebih tinggi akan

mempunyai lama hari rawat lebih pendek dari pada pasien

yang dirawat pada kelas yang lebih rendah. Kebanyakan

mereka yang dirawat di kelas atau vip merupakan pasien

dengan diagnosa yang lebih jelas, pasien sudah dapat


memprediksi lama rawatnya dan kebetulan golongan

pasien ini lebih berpendidikan (Adriani, 2008).

2.3.3. Pengukuran Lamanya Hari Rawat

Pengukuran lamanya perawatan merupakan lamanya

hari rawat inap seorang bayi dengan berat lahir rendah yang

dihitung dengan jumlah hari perawatan (sesuai dengan

kalender) mulai saat penerimaan sampai saat pemulangan

pasien yang bersangkutan. Lama perawatan di sini secara

umum dapat diukur dengan skala ordinal, yaitu baik (< 6 jam)

dan kurang baik(>6 jam).

2.3.4. Manfaat Length of Stay

1. Untuk mengatur efisiensi pelayanan rumah sakit


(Instansi Rawat Inap)
2. Indikator ini disamping memberikan gambaran mutu
pelayanan apabila ditetapkan pada diagnosa tertentu
yang dijalankan “tracer” (yang perlu pengamatan lebih
lanjut)
2.4. Hubungan Response Time Triase dengan LOS (length of stay)

Response Time merupakan kecepatan dalam penanganan

pasien, dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan

(Suhartati et al. 2011). Waktu tanggap yang baik bagi pasien ≤ 5

menit. Respon time triage merupakan waktu tanggap pasien dengan

memberikan pertolongan dan intervensi sesuai dengan prioritas pada

triase. Waktu tanggap triase dikatakan tepat atau tidak terlambat

apabila waktu yang di perlukan tidak melebihi rata-rata sesuai

kategori pada triase. Response time pada triase merupakan masalah

dalam kegawatdaruratan pasien dalam IGD.

Triage merupakan suatu proses memilih pasien dengan tingkat

kegawatdaruratan. Penentuan prioritas penanganan di pengaruhi oleh

dengan tingkat kegawatan pasien, jumlah pasien yang datang,

ruangan dan ketersediaan alat pendukung. Triage memiliki fungsi

penting pada saat pasien datang secara bersamaan. Hal ini bertujuan

untuk memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan

kegawatannya untuk keperluan intervensi. Triage juga diperlukan

untuk penempatan pasien ke area penilaian dan penanganan yang

tepat serta membantu untuk menggambarkan keragaman kasus di IGD

(Gilboy, 2005).

Petugas kegiatan IGD dapat melakukan triage berdasarkan

ABCD (Airway, Breathing, Circulation, Disability). Triage dapat

dilakukan oleh dokter ahli, dokter umum ataupun tenaga keperawatan


sesuai dengan kelas atau kebijaksanaan rumah sakit (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pasien ditangani bukan urutan

kedatangan nya tetapi karena tingkat kegawatannya. Sistem triage

mulai dikembangkan mulai pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah

kunjungan IGD yang melampaui kemampuan sumber daya yang ada

untuk melakukan penanganan segera. Perawat saat menilai pasien,

perawat juga melakukan tindakan diagnostik sehingga waktu yang

diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien tidak terlalu lama

(Brooker, 2009). Fenomena yang sering terjadi di IGD terkait

response time adalah LOS (Length of Stay) terlambatnya proses

penanganan.

Pada instalasi gawat darurat total Length Of Stay (LOS)

digunakan untuk melihat tingkat kepadatan dan kinerja klinis.

Pengukuran LOS setiap pasien diukur dari awal kedatangan pasien

sampai dengan perpindahan pasien ke unit lain yang digunakan

sebagai indikator kunci penilaian efesiensi peningkatan kinerja

operasional dan klinis (Niels et al, 2012).

Response time triage memiliki hubungan dengan LOS (length

of stay) karena proses ini dimulai saat pasien datang sampai proses

lama penanganan dalam tingkat kegawatan.

Вам также может понравиться