Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB III

SIMPULAN

3.1 Penyediaan Air Bersih


3.1.1 Sistem Penyediaan Air Bersih
Dalam tinjauan aspek teknis, penyediaan air bersih dapat dibedakan dua sistem
(Chatib, 1996:25), yaitu:
1. Sistem penyediaan air bersih individual (Individual Water Supply System). Sistem
penyediaan air bersih individual adalah sistem penyediaan air bersih untuk
penggunaan individual atau pelayanan terbatas.
2. Sistem penyediaan air bersih komunitas (Community/Municipality Water Supply
System). Sistem penyediaan air bersih komunitas atau perkotaan adalah suatu sistem
penyediaan air bersih untuk masyarakat umum atau skala kota, dan untuk pelayanan
yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan rumah tangga (domestik), sosial maupun
industri.
Pada waktu ini sistem penyediaan air bersih yang banyak digunakan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
 Sistem sambungan langsung.
 Sistem tangki atap.
 Sistem tangki tekan.
 Sistem tanpa tangki (booster system).

3.1.2 Infrastruktur Air Bersih


Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan
sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat
didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan,
instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat (Grigg dalam Kodoatie, 2003:9).
Peran infrastruktur sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosial dalam tatanan
kehidupan manusia dengan lingkungan alam menjadi sangat penting. Adapun penanganan
infrastruktur sektor air bersih pada prinsipnya diutamakan bagi masyarakat yang belum
memiliki akses terhadap air bersih, terutama pada daerah-daerah rawan air, permukiman
kumuh, nelayan dan daerah tertinggal (Kodoatie, 2003:151-152).

25
3.1.3 Penyediaan Air Bersih di Perkotaan
Menurut Kemmemer dalam Raharjo, 2002:20, pemanfaatan sumber daya air untuk
pemenuhan kebutuhan air bersih di perkotaan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu :
1. Mengalirkan air dari sumber ke tempat pengguna atau pelayanan umum.
2. Mengusahakan sendiri dengan menggali sumur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air bersih perkotaan adalah sebagai
berikut (Linsley et al dalam Raharjo, 2002:23) :
1. Iklim,
2. Ciri-ciri penduduk.
3. Harga air dan meteran.
4. Ukuran kota.

3.2 Penyediaan Air Untuk Irigasi


3.2.1 Ketahanan Air
Definisi ketahanan air tersebut adalah (1) Kemampuan masyarakat untuk menjaga
keberlanjutan dalam pemenuhan kebutuhan air, baik dalam jumlah yang mencukupi serta
mutu yang dapat diterima; (2) Pemenuhan kebutuhan air tersebut dimaksudkan untuk: (a)
menjaga keberlanjutan kehidupan, kesejahteraan umat manusia, dan perkembangan sosial-
ekonomi; (b) menjamin perlindungan atas pencemaran air dan bencana terkait air; serta (c)
melestarikan ekosistem dalam suasana damai dan kondisi politik yang stabil.

3.2.2 Indikator Ketahanan Air


Pada prinsipnya indikator ketahanan air meliputi aspek-aspek: 1) Ketersediaan air; 2)
Aksesibilitas; 3) Kualitas dan keamanan; dan 4) Pengelolaan (Gain, Giupponi, & Wada,
2016). Secara lebih rinci, indikator ketahanan air antara lain: 1) Jumlah air tersedia; 2) Rasio
antara kapasitas tampungan dengan potensi tampungan yang ada; 3) Alokasi anggaran
sumber daya air; 4) Penggunaan air; 5) Penggunaan konsumtif; 6) Persentase penduduk
dengan sanitasi baik; produktivitas sektor industri; 7) Produktivitas listrik tenaga air; 8)
Produktivitas irigasi; dan sampel kualitas air yang memenuhi standar (Mason & Calow,
2012).
Lebih lanjut (Fischer et al., 2015) memformulasikan bahwa ketahanan air pada dasarnya
dapat dikaji dari 4 indikator, yaitu: 1) Jumlah air per-kapita; 2) Rasio antara penggunaan air

26
terhadap air yang tersedia; 3) Variabilitas debit bulanan; dan 4) Bagian ketersediaan air
yang berasal dari dalam negeri.
Alam menghitung ketahanan air negara-negara Asia, Asian Development Bank (ADB,
2016) menggunakan indikator dalam 5 dimensi utama, yaitu: 1) Indikator Ketahanan Air
Rumah Tangga, 2) Indikator Ketahanan Air Ekonomi, 3) Indikator Ketahanan Air
Perkotaan, 4) Indikator Ketahanan Air Lingkungan, dan 5) Indikator Ketahanan Air terhadap
Bencana Air. Lebih lanjut Ketahanan Air Ekonomi dibagi atas 3 sub-indikator, yaitu: a)
Ketahanan Air Pertanian; b) Ketahanan Air Industri; dan c) Ketahanan Air Energi.

3.2.3 Ketahanan Air Irigasi


Menurut (ADB, 2016), dimensi utama ketahanan air perekonomian terdiri atas: 1)
Ketahanan air perekonomian secara umum; 2) Ketahanan air pertanian, 3) Ketahanan air
industri; dan 4) Ketahanan air energi. Ketahanan air perekonomian secara umum terdiri atas
sub-indikator: (a) keandalan pasok air; (b) tekanan penggunaan air; (c) kapasitas tampungan
air; dan (d) kondisi ketersediaan data. Sedangkan ketahanan air untuk pertanian terdiri atas:
(a) produktivitas sawah beririgasi, yang bentuk asalnya adalah produktivitas dalam bentuk
ton gabah/liter air; dan (b) swasembada (self-sufficiency) pangan, yang merupakan
kebalikan dari ketergantungan pangan, yang dinyatakan sebagai rasio antara kebutuhan
pangan dalam bentuk air maya dan produksi pangan dalam bentuk air maya.

3.2.4 Analisis Data Ketahanan Air Irigasi


Indikator ketahanan air irigasi dibagi atas komponen, yaitu: kondisi pasok air, kondisi
penggunaan air, dan kondisi irigasi, sebagai berikut:
1. Kondisi pasok air, yang terdiri atas:
a) Indikator Variabilitas Pasok Air, dalam bentuk koefisien variasi dalam setahun.
𝑠
𝐶𝑣 =
𝑄𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎
Keterangan:
Cv = koefisien variasi limpasan
S = simpangan baku limpasan bulanan
Qrerata = rerata limpasan bulanan
Data limpasan bulanan diperoleh dari Puslitbang Sumber Daya Air, Badan
Litbang PUPR.

27
b) Indikator Tampungan Air, berupa rasio antara jumlah kapasitas tampungan air
pada wilayah sungai dengan jumlah ketersediaan air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
𝑇
𝑅𝑇 =
𝑆
Keterangan:
RT = indicator Tampungan Air
T = jumlah tampungan air
S = jumlah ketersediaan air
Data tampungan bendungan diperoleh dari Pusan Bendungan, dan diolah
menjadi per wilayah sungai oleh Puslitbang Sumber Daya Air, Badan Litbang
PUPR.
2. Kondisi penggunaan air untuk berbagai keperluan, yang merupakan Indikator Tekanan
Penggunaan Air, dinyatakan dengan Indeks Penggunaan Air (IPA), yaitu rasio antara
jumlah kebutuhan air terhadap ketersediaan air pada wilayah sungai.
𝐷
𝐼𝑃𝐴 =
𝑆
Keterangan:
IPA = Indeks Penggunaan Air
D = Jumlah Kebutuhan Air
S = Jumlah ketersediaan air
Data kebutuhan air dan ketersediaan air setiap wilayah sungai diperoleh dari
Puslitbang Sumber Daya Air, Badan Litbang PUPR.
3. Kondisi sawah irigasi, berupa Indikator Swasembada Beras, dan Indikator
Produktivitas.
a) Indikator Swasembada Beras, merupakan kebalikan dari ketergantungan beras,
yang merupakan rasio antara jumlah kebutuhan beras terhadap jumlah produksi
beras.
𝐾
𝑁𝑜𝑛𝑆𝑤𝑎 =
𝑃
Keterangan:
NonSwa = Indikator Ketergantungan Beras
K = Jumlah Kebutuhan Beras
P = Jumlah Produksi Beras

28
Data jumlah produksi beras per provinsi diperoleh dari data Badan Pusat
Statistik (BPS) mengenai produksi tahunan Gabah Kering Giling (GKG) tiap
provinsi. Sedangkan jumlah kebutuhan beras diperoleh dari perkalian jumlah
penduduk tiap provinsi dengan kebutuhan beras per orang per tahun dari BPS.
Selanjutnya data provinsi dikonversi ke wilayah sungai dengan asumsi
homogenitas, menggunakan sistem informasi geografis. Dengan asumsi bahwa
sistem pertanian di seluruh wilayah sungai di Indonesia adalah sama, maka
swasembada pangan dalam produksi beras akan sebanding dengan swasembada
pangan dalam bentuk air maya sebagaimana digunakan oleh ADB (2016).
b) Indikator Produktivitas Sawah, merupakan indeks produksi GKG per
hektar/tahun, yang data setiap provinsi diperoleh dari BPS. Dengan
mengasumsikan bahwa faktor produksi padi selain air adalah sama di seluruh
wilayah sungai di Indonesia, maka produktivitas sawah akan mencerminkan
produktivitas air, yang merupakan salah satu komponen penting dari Ketahanan
Air Irigasi namun datanya sulit diperoleh.

3.3 Metode Penyaliran Tambang


Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada
daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk
ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas
penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan.
Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan
alat serta mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis yang
digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lama.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Mine Drainage
Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah penambangan. Hal ini
umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari sumber air
permukaan.
Beberapa metode penyaliran Mine drainage:
a) Metode Siemens
b) Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)
c) Metode Elektro Osmosis
29
d) Small Pipe With Vacuum Pump
2. Mine Dewatering
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah penambangan.
Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air hujan. Beberapa metode
penyaliran mine dewatering adalah sebagai berikut:
a) Sistem Kolam Terbuka
b) Cara Paritan
c) Sistem Adit

3.4 Amblesan Tanah


3.4.1 Pengertian Amblesan Tanah
Amblesan tanah adalah proses penurunan permukaan tanah yang terjadi secara
alamiahkarena penurunan tekanan air tanah pada sistem akuifer dibawahnya, akibat
pengaruh kegiatan manusia diatas permukaan tanah dan pengambilan air tanah.

3.4.2 Proses Terjadinya Amblesan Tanah


Amblesan tanah adalah suatu proses pengecilan isi tanah jenuh secara perlahan-lahan
dengan permeabilitas rendah akibat keluarnya air pori. Proses tersebut terus berlangsung
sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan air total telah
benar-benar hilang.
Dalam keadaan seperti ini pengaliran juga akan berjalan, terutama dalam arah yang
vertikal saja. Hal yang demikian disebut konsolidasi satu matra (one dimentional
consolidation) dan perhitungan konsolidasi hampir selalu berdasarkan teori konsolidasi satu
matra. Pada waktu konsolidasi berlangsung maka konstruksi diatas lapisan tanah tersebut
akan menurun (settle).

3.4.3 Penyebab Amblesan Tanah


Berdasarkan Whittaker and Reddish, 1989 dalam Metasari 2010, secara umum faktor
penyebabnya antara lain:
1. Penurunan tanah alami (natural subsidence)
2. Penurunan akibat pengambilan air tanah (groundwater extraction)
3. Penurunan akibat beban bangunan (settlement)
Secara umum penurunan tanah akibat pembebanan dapat dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu:
30
a) Penurunan konsolidasi
b) Penurunan segera

3.4.4 Dampak Amblesan Tanah


Beberapa dampak yang terjadi akibat amblesan tanah, diantaranya:
1. Banjir pada daerah rendah atau menjadi rawa.
2. Bangunan-bangunan tinggi menjadi tidak seimbang.
3. Kerusakan pada jaringan pipa atau terjadinya aliran balik didalam pipa.
4. Kerusakan konstruksi bangunan akibat retakan terbuka sampai ke permukaan
tanah.
5. Perubahan pola aliran permukaan dan air tanah.

3.4.5 Solusi Penanggulangan Amblesan Tanah


Salah satu penanggulangannya adalah memperkuat daya dukung tanah dengan cara
melakukan rekayasa geoteknik seperti suntik semen, melakukan pembangunan pondasi pada
struktur tanah yang tepat, melakukan pergantian tanah lunak dengan tanah yang relatif lebih
kompak, memanfaatkan penggunaan air tanah seperlunya tanpa melakukan eksploitasi
berlebihan.
Solusi lain untuk amblesan tanah adalah sumur resapan. Sumur resapan adalah
salahsatu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa
sehinggamenyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai
tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan
meresapkannya ke dalam tanah.

3.5 Intrusi Air Laut


3.5.1 Pengertian Intrusi Air Laut
Intrusi air laut adalah masuk atau menyusupnya air laut kedalam pori-pori batuan dan
mencemari air tanah yang terkandung didalamnya, Proses masuknya air laut mengganti air
tawar disebut sebagai intrusi air laut. Masuknya air laut ke sistem akuifer melalui dua proses,
yaitu intrusi air laut dan upconning. Intrusi air laut telah terjadi di beberapa tempat, terutama
daerah pantai.

31
3.5.2 Faktor Penyebab Intrusi Air Laut
Intrusi air laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Aktivitas Manusia
2. Faktor Batuan
3. Karakteristik Pantai
4. Fluktuasi Airtanah di Daerah Pantai

3.5.3 Penentuan Intrusi Air Laut


Menurut konsep Ghyben – Herzberg, air asin dijumpai pada kedalaman 40 kali tinggi
muka airtanah di atas muka air laut. Fenomena ini disebabkan akibat perbedaan berat jenis
antara air laut (1,025 g/cm3) dan berat jenis air tawar (1,000 g/cm3).

keterangan:
hf = elevasi muka airtanah di atas muka air laut (m)
z = kedalaman interface di bawah muka air laut (m)
ρs = berat jenis air laut (g/cm3)
ρf = berat jenis air tawar (g/cm3)

3.5.4 Upaya Pengendalian Intrusi Air Laut


Terdapat beberapa cara untuk mengendalikan atau menanggulangi intrusi laut,
diantaranya:
1. Mengubah Pola Pemompaan
2. Pengisian Airtanah Buatan
3. Extraction Barrier
4. Injection Barrier
5. Subsurface Barrier

32
3.6 Pencemaran Limbah
Dengan demikian kita bisa mengetahui bahwasannya pencemaran limbah pabrik
merupakan pencemaran yang disebabkan karena adanya limbah pabrik dari hasil
industrialisasi.

3.6.1 Dampak Pencemaran Limbah


Adapun dampak- dampak yang dapat muncul sebab adanya pencemaran limbah pabrik
ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Dampak bagi kesehatan
 Menyebabkan adanya sampah beracun.
 Timbul penyakit yang menular dari rantai makanan.
 Timbulnya penyakit jamur.
 Menyebabkan penyakit kolera, diare, dan tifus.
 Timbul sampah yang dapat menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan tikus.
 Timbul sampah yang akan menjadi tempat perkembangbiakan lalat sehingga mudah
menularkan infeksi.
2. Dampak bagi lingkungan
 Menurunnya kualitas lingkungan.
 Menurunnya estetika atau nilai keindahan lingkungan.
 Terhambatnya pengembangan negara.
 Membuat lingkungan kurang nyaman untuk ditempati.
 Membuat makhluk hidup yang terkena pencemaran menjadi musnah atau mati.
3. Dampak bagi airtanah
 Berkurangnya persediaan air bersih karena air tanah sebagai sumber air bersih sudah
tercemar.
 Naiknya populasi bakteri- bakteri berbahaya. Bakteri yang bersifat phatogen akan
berkembangbiak dengan cepat di dalam air yang tercemar. Tingginya populasi bakteri
phatogen juga akan mengurangi tingkat oksigen di dalam air.
 Turunnya tingkat kesehatan.

33
3.6.2 Upaya Penanggulangan Limbah
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi pencemaran yang diakibatkan
limbah pabrik antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengupayakan pengelolahan limbah sebaik mungkin
2. Tidak membuang limbah cair langsung ke sumber air
3. Mengubur limbah- limbah yang bersifat organik
4. Menanam banyak pepohonan

34

Вам также может понравиться