Вы находитесь на странице: 1из 47

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


“Latihan Asertif”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II

 Kutsyatul Hasanah (1211011052)


 Nuraini (1211011058)
 Nurlaili Indayati (1211011059)
 Rafika Andika (1211011063)
 Shelly Dwi Anggraini (1211011070)
 M. Syamsun Ni’am (1211011085)
 M. Fahrur Ridwan (1211011086)
 Rico Yulianto (1211011093)

DOSEN PENGAMPU :
KOMARUDIN, S.Kp. M.Kep., Sp.Kep.J

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2014

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Proposal yang berjudul “ terapi aktivitas kelompok latihan asertif ” ini dengan
lancar. Penulisan proposal ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh Bapak Komarudin, S.Kp. M.Kep., Sp.Kep.J

Proposal ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan “terapi aktivitas kelompok
latihan asertif”, serta infomasi dari internet yang berhubungan dengan terapi
aktivitas kelompok latihan asertif, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
pengajar keperawatan jiwa atas bimbingan dan arahan dalam penulisan proposal
ini.

Kami berharap, dengan membaca Proposal ini dapat memberi manfaat


bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai terapi
aktivitas kelompok latihan asertif, khususnya bagi kami sendiri. Memang
Proposal ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 6

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 6

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 7

1.3 Tujuan............................................................................................................... 7

1.4 Manfaat............................................................................................................. 8

BAB 2 TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ............................................................... 9

2.1 Nama Terapi Aktivitas Kelompok ................................................................. 9

2.2 Landasan Teori ................................................................................................ 9

2.2.1 Definisi Terapi Aktivitas Kelompok Latihan Asertif ( TAK


Latihan Asertif ) .................................................................................... 9

2.2.2 Pengertian Latihan Asertif ................................................................. 9

2.2.3 Jenis perilaku asertif ........................................................................... 10

2.2.4 Tujuan Latihan Asertif ....................................................................... 10

2.2.5 Manfaat Latihan Asertif ..................................................................... 11

2.2.6 Prosedur Latihan Asertif .................................................................... 11

2.2.7 Pengertian Marah ................................................................................ 14

2.2.8 Pengertian Perilaku Kekerasan ......................................................... 16

2.2.9 Rentang Respons Marah ..................................................................... 16

3
2.2.10 Faktor Predisposisi ............................................................................ 17

2.2.11 Faktor Presipitasi .............................................................................. 18

2.2.12 Proses Marah ..................................................................................... 19

2.2.13 Gejala Marah ..................................................................................... 19

2.2.14 Perilaku Kekerasan ........................................................................... 19

2.2.15 Mekanisme Koping ............................................................................ 20

2.3 Karakteristik klien dengan masalah terkait ............................................... 21

2.4 Pengorganisasian ........................................................................................... 22

2.5 Tahap Terapi Aktivitas Kelompok .............................................................. 23

2.6 Aktivitas .......................................................................................................... 24

2.7 Setting ............................................................................................................. 33

2.8 Peraturan ........................................................................................................ 34

2.9 Antisipasi Masalah ........................................................................................ 34

2.10 Proses Evaluasi ............................................................................................ 35

BAB 3 APLIKASI ......................................................................................................... 41

3.1 Sesi 2 : Mencegah perilaku kekerasan fisik ................................................ 41

3.2 Karakteristik klien dengan masalah terkait ............................................... 41

3.3 Pengorganisasian ........................................................................................... 41

3.4 Setting ............................................................................................................. 42

3.5 Antisipasi Masalah ........................................................................................ 43

3.6 Langkah Kerja ............................................................................................... 43

3.7 Proses Evaluasi .............................................................................................. 45

4
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 47

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk social, yang terus menerus membutuhkan
adanya orang lain di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk melakukan
interaksi dengan sesame manusia. Interaksi ini dilakukan tidak selamanya
memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu.
Sedingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan individu untuk
interaksi dengan orang lain.
Salah satu contoh gangguan interaksi dengan orang lain (gangguan
berhubungan social) klien menarik diri, curiga. Alas an untuk memilih menarik
diri, curiga dalam terapi aktivitas kelompok, karena banyak klien menarik diri
yang ditemui di ruangan dan sesuai dengan kebutuhan ruangan sebagai transisi
dimana klien perlu belajar untuk interaksi.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu
dengan yang lain (struart & Laraia 2001). Anggota kelompok mungkin datang
dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya,
seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan ketidaksamaan, kesukaan
dan menarik (Yalom, 1995 dalam Stuart & Laria 2001).
Terapi kelompok adalah suatu psikotherapi yang dilakukan oleh
sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang
dipimpin, diarahkan oleh terapis/ petugas kesehatan yang telah dilatih.
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi dengan
sejumlah klien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok, agar
klien dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan orang lain,
sesuai dengan kebutuhannya memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal yang
sederhana dan memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain. Sehingga klien
dapat berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan
dengan orang lain.
Pada klien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk melakukan
kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Dan perilaku

6
kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adaah perasaan jengkel yang
timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
(Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah wajar dan hal ini
kadang menyulitkan karena secara cultural ekspresi marah yang tidak
diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, Hlm 52 tahun 1996 : “Marah
adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil / tujuan yang
harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit
sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan
dengan langsung dan tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan
individu dan membantu mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan
fungsi positif marah.
Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan terapi aktivitas
kelompok (TAK) klien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal
sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, tentu saja klien yang mengikuti terapi
ini adalah klien yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan sehingga
saat TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok lain.

1.2 Perumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan TAK ( terapi aktivitas kelompok ) ?
 Apa yang dimaksud dengan TAK latihan asertif ?
 Bagaimana karakteristik klien perilaku kekerasan ?
 Bagaimana tahapan TAK latihan asertif ?

1.3 Tujuan
 Mengetahui pengertian TAK ( terapi aktivitas kelompok ).
 Mengetahui pengertian TAK latihan asertif.
 Mengetahui karakteristik klien perilaku kekerasan.
 Mengetahui Tahapan TAK latihan asertif.

7
1.4 Manfaat
 Mahasiswa dapat Mengetahui pengertian TAK (terapi aktivitas kelompok).
 Mahasiswa dapat Mengetahui pengertian TAK latihan asertif.
 Mahasiswa dapat Mengetahui karakteristik klien perilaku kekerasan.
 Mahasiswa dapat Mengetahui Tahapan TAK latihan asertif.

8
BAB II
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

2.1 Nama Terapi Aktivitas Kelompok


Topik :
1. Terapi Aktivitas Kelompok Latihan Asertif.
2.2 Landasan Teori
2.2.1. Definisi Terapi Aktivitas Kelompok Latihan Asertif ( TAK Latihan
Asertif )
Terapi aktivitas kelompok latihan asertif merupakan salah satu
terapi modalitas terapi keperawatan jiwa dalam bentuk terapi kelompok
dimana klien belajar mengkomunikasikan perasaan positif dan negatif
secara terbuka, jujur dan tidak menyakiti orang lain.

2.2.2 Pengertian Latihan Asertif


Asertivitas merupakan suatu kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan
pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta
perasaan orang lain. Latihan asertif merupakan latihan keterampilan-
sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak
mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang
lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya
dengan benar dan cepat tersinggung (lutfifauzan).
Corey (1995: 87) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan
asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta
sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan
menghargai hak-hak orang tersebut. Teknik ini digunakan untuk
melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa
tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,

9
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang
digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif
ini.

2.2.3 Jenis perilaku asertif


Ada tiga kategori perilaku asertif :
1. Asertif penolakan
Ditandai oleh ucapan memperhalus seperti : maaf.
2. Asertif pujian
Ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif
seperti menghargai, menyukai, mencintai, mengagumi, memuji dan
bersyukur.
3. Asertif permintaan
Terjadi jika seseorang meminta oranglain melakukan sesuatu yang
memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai, tanpa
tekanan atau paksaan.

2.2.4 Tujuan Latihan Asertif


Tujuan dari asertif training, yaitu:
1. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu
cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak
orang lain.
2. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa
menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku
seperti apa yang diinginkan atau tidak
3. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan
cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan
dan hak orang lain
4. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan
mengekspresikan dirinya dengan enak dalm berbagai situasi social
5. Menghindari kesalah pahaman dari pihak lawan komunikasi

10
2.2.5 Manfaat Latihan Asertif
Manfaat dari teknik Asertif Training, yaitu:
1. Melatih individu yang tidak dapat menyatakan kemarahan dan
kejengkelan
2. Melatih individu yang mempunyai kesulitan untuk berkata tidak dan
yang membiarkan orang lain memanfaatkannya.
3. Melatih individu yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki hak
untuk menyatakan pikiran, kepercayaan, dan perasaan-perasaannya.
4. Melatih individu yang sulit mengungkapkan rasa kasih dan respon-
repon positif yang lain.
5. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri.
6. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain.
7. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
8. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran
dan penolakan yang lebih sedikit.

2.2.6 Prosedur Latihan Asertif


Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa
pendekatan perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini
mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana
diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984):
1. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif
Dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti
dimana ketidakasertifan pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa
menolak ajakan temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi
padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu karena konseli sungkan,
khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti
ajakan temannya.
2. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan
harapan-harapannya

11
Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseling
sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan
yang diinginkannya.
3. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak
diperlukan
Dengan kata lain, konselor dapat menentukan perilaku yang
harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya dan juga
mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi
pendukung ketidakasertifannya. Contoh: Dengan mempelajari secara
mendetail kasus yang dialami konselinya, konselor menarik kesimpulan
awal bahwa, konseli tidak perlu menuruti terus ajakan temannya yang
sebenarnya tidak ia sukai. Perilaku yang ia perlukan adalah menolak
dengan jujur, tegas dan sopan ajakan temannya tersebut.
4. Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan
dan yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya
Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang
tidak dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang
apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka
menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat penjelasannya.
5. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan
kesalahpahaman yang ada difikiran konseling
Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak
rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan
kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah tersebut.
6. Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk
menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh)
7. Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya
Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku
asertif yang diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor
sebelumnya.
8. Melanjutkan latihan perilaku asertif

12
9. Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk
melancarkan perilaku asertif yang dimaksud
Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor
memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah
ataupun di tempat-tempat lainnya.
10. Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan
Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseling
harus dapat bersikap tegas terhadap permintaan orang lain padanya,
sehingga orang lain tidak mengambil mafaat dari kita secara bebas.
Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang
telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.
 Ada empat kategori yang dikelompokkan dalam perilaku
asertif (Walker,1996):
1. Kemampuan untuk berinisiasi dengan memulai percakapan,
menyambung dan menghentikan percakapan.
2. Berani berkata “tidak”.
3. Mengajukan suatu pertanyaan dan keinginan.
4. Mengekspresikan perasaan suka dan tidak suka.
 Karakteristik asssetiveness (social skills) training, yaitu:
1. Cocok untuk individu yang memiliki kebiasaan respon –
cemas (anxiety-response) dalam hubungan interpersonal,
yang tidak adaptif, sehingga menghambat untuk
mengekspresikan perasaan dan tindakan yang tegas dan tepat.
2. Latihan asertif terdiri dari 3 komponen, yaitu : Role Playing,
Modeling, Social Reward & Coaching
3. Dalam situasi social dan interpersonal, muncul kecemasan
dalam diri individu, seperti:
a. Merasa tidak pantas dalam pergaulan social.
b. Takut untuk ditinggalkan.
c. Kesulitan mengekspresikanperasaan cinta dan afeksinya
terhadap orang-orang disekitarnya.
 Ciri dari individu yang Asertif yaitu:

13
1. Mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan
dirinya, baik secara verbal maupun non verbal secara bebas,
tanpa perasaan takut, cemas, dan khawatir.
2. Mampu menyatakan “tidak” pada hal-hal yang memang
dianggap tidak sesuai dengan kata hati atau nuraninya.
3. Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal,
berbahaya, negatif, tidak diinginkan, atau dapat merugikan
orang lain.
4. Mampu untuk berkomunikasi secara terbuka, langsung, jujur,
terus terang sebagaimana mestinya.
5. Mampu menyatakan perasaannya secara jelas, tegas, jujur, apa
adanya, dan sopan.
6. Mampu untuk meminta tolong pada orang lain pada saat kita
memang membutuhkan pertolongan.
7. Mampu mengekspresikan kemarahan, ketidaksetujuan,
perbedaan pandangan secara proporsional.
8. Tidak mudah tersingung, sensitif, dan emosional.
9. Terbuka untuk ruang kritik.
10. Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial
dengan baik.
11. Mampu memberikan pandangan secara terbuka terhadap hal-
hal yang tidak sepaham.
12. Mampu meminta bantuan, pendapat, atau pandangan orang lain
ketika sedang menghadapi masalah.

2.2.7 Pengertian Marah


Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat,
1996). Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu
terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk

14
mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula
mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif
marah.

Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala


sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu
frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang
tidak terpenuhi.

1. Frustasi: sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai


tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi.
Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa
frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.

2. Hilangnya harga diri: pada dasarnya manusia itu mempunyai


kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak
berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

3. Kebutuhan akan status dan prestise: Manusia pada umumnya


mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui statusnya.

- Tanda dan Gejala:


1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi).
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik /menyalahkan
diri sendiri).
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999).

15
2.2.8 Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan
dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik
(Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan
khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-
perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993).

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko


tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
- Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan.
2. Mendekati orang lain dengan ancaman.
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai.
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan.
5. Mempunyai rencana untuk melukai.

2.2.9 Rentang Respons Marah

16
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif –
mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai
berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai
perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan
atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih
dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau
mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus
bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

2.2.10 Faktor Predisposisi


a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau
saksi penganiayaan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan
c. Sosial Budaya

17
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive)
d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotrasmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan

2.2.11 Faktor Presipitasi


Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep
diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut.

1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,


kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam, baik internal dari perusahaan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising.

A. Tanda dan gejala


a. Fisik
1. Mata melotot
2. Pandangan tajam
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Wajah memerah
6. Postur tubuh kaku
b.Verbal
1. Mengancam
2. Mengumpat dengan kata-kata kotor

18
3. Suara keras
4. Bicara kasar, ketus
c. Perilaku
1. Menyerang orang
2. Melukai diri sendiri/orang lain
3. Merusak lingkungan
4. Amuk/agresif

2.2.12 Proses Marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari
yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.

2.2.13 Gejala Marah


Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang
menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu
bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien
dalam keadaan marah diantaranya adalah:

1. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan


pernapasan meningkat, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air
besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.

2. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi,


ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.

3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis,


curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.

2.2.14. Perilaku Kekerasan


Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

19
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan
sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif
dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di
samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku
“acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2.2.15. Mekanisme Koping


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
(Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33). Kemarahan merupakan ekspresi dari
rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme
koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain:

1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di


mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah

20
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

2.3. Karakteristik klien dengan masalah terkait


Klien sebagai anggota yang mengikuti therapy aktivitas kelompok ini
adalah :
a) Klien yang tidak terlalu gelisah.
b) Klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya Terapi
Aktifitas Kelompok.

21
c) Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu berinteraksi
dalam kelompok kecil.
d) Klien tenang dan kooperatif.
e) Kondisi fisik dalam keadaan baik.
f) Mau mengikuti kegiatan terapi aktifitas.

2.4. Pengorganisasian
A. Leader :
Bertugas :
1. Memimpin jalannya acara terapi aktivitas kelompok.
2. Memperkenalkan anggota terapi aktivitas kelompok.
3. Menetapkan jalannya tata tertib.
4. Menjelaskan tujuan diskusi.
5. Dapat mengambil keputusan dengan menyimpulkan hasil
diskusi pada kelompok terapi diskusi tersebut.
6. Kontrak waktu.
7. Menyimpulkan hasil kegiatan.
8. Menutup acara.
B. Co leader
Bertugas :
1. Mendampingi leader jika terjadi bloking.
2. Mengoreksi dan mengingatkan leader jika terjadi kesalahan.
3. Bersama leader memecahkan penyelesaian masalah.
C. Observer
Bertugas :
1. Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal
sampai akhir.
2. Mencatat semua aktifitas dalam terapi aktifitas kelompok.
3. Mengobservasi perilaku pasien.
D. Fasilitator
Bertugas :

22
1. Membantu klien meluruskan dan menjelaskan tugas yang harus
dilakukan.
2. Mendampingi peserta TAK.
3. Memotivasi klien untuk aktif dalam kelompok.
4. Menjadi contoh bagi klien selama kegiatan.

2.5. Tahap Terapi Aktivitas Kelompok

A. Sesi 1 : mengenal perilaku kekerasan yang bisa di lakukan.


1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahanya.
2. Klien dapat menyebutkan respons yang dirasakan saat marah (tanda dan
gejala marah).
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan).
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.
B.Sesi 2 : Mencegah perilaku kekerasan fisik.
1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan.
3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat
mencegah perilaku kekerasan.
C. Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial.
1. Klien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa.
2. Klien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa
kemarahan .
D.Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual.
1. Klien dapat melekukan kegiatan ibadah secara teratur.
E.Sesi 5 : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi
obat.
1. Klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat.
2. Klien dapat menyebutkan akibat/kerugian tidak patuh minum obat.
3. Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.

23
2.6. Aktivitas
A. Sesi 1 : mengenal perilaku kekerasan yang bisa di lakukan.
1. Persiapan
a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif.
b. Membuka kontrak dengan klien.
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien.
2. Perkenalan nama dan panggilan terapis (pakai papan
nama)
3. Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan
nama)
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan masalah yang dirasakan.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku
kekerasan yang bisa dilakukan.
2. Menjelaskan aturan berikut:
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,
harus mintak izin kepada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
1. Tanyakan pengalaman tiap klien.
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/ whiteboard.
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat
terpapar oleh penyebab marah sebelum perilaku kekerasan
terjadi.

24
1. Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab
(tanda dan gejala).
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/ whiteboard.
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
klien (verbal, merusak lingkungan, mencederai/ memukul
orang lain, dan memukul diri sendiri).
1. Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/ whiteboard.
d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang
paling sering dilakukan untuk diperagakan.
e. Melakukan bermain peran/ simulasi untuk perilaku kekerasan
yang tidak berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan
klien yang melakukan perilaku kekerasan).
f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran/
simulasi.
g. Mendiskusikan dampak/ akibat perilaku kekerasan.
1. Tanyakan akibat perilaku kekerasan.
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/ whiteboard.
h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.
i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku
kekerasan; dan akibat peilaku kekerasan.
k. Menanyakan kesedian klien untuk mempelajari cara baru yang
sehat menghadapi kemarahan.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK.
2. Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien
yang positif.
b. Tindak lanjut

25
1. Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi
penyebab marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan
yang terjadi; serta akibat perilaku kekerasan.
2. Menganjurkan klien mengingat penyebab; tanda dan gejala;
perilaku kekerasan dan akibatnya yg belum diceritakan.
c. Kontrak yang akan dating
1. Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

B.Sesi 2 : Mencegah perilaku kekerasan fisik.


1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi / validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan:
penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan serta
akibatnya

c. Kontrak
1.Menjelaskan tujuan kegiatan , yaitu cara fisik untuk
mencegah perilaku kekerasan.
2.Menjelaskan aturan main berikut:
 jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,
harus minta izin kepada terapis.
 lama kegiatan 45 menit.

26
 setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
akhir.
3. Tahap kerja
a) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1. Menanyakan kegiatan: rumah tangga ,harian, dan olahraga
yang biasa dilakukan.
2. Tulis di papan tulis /flipchart/whiteboard.
b) Menjelaskan kegiatan fisik yang dapatdigunakan untuk
menyalurkan kemarahan secara sehat: tarik nafas dalam,
menjemur/memukul kasur/bantal, meniat kamar mandi, main
bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul
gendang
c) Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d) Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dapat
dilakukan
1. Terapis mempraktikan.
2. Klien melakukan rekomendasi.
e) Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara
penyaluran kemarahan.
f) Memberikan pujian pada peran serta klien.
g) Upayakan semua klien berperan aktif.
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan erasaan klien setelah mengikuti
TAK.
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah
perilaku kekerasan.
b) Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah
dipelajari jika stimulus penyebab perilaku kekerasan.
2. Menganjurkan klien melatih seara teratur cara yang
telah dipelajari.

27
3. Memasukan pada jadwal kegiatan harian klien.
c) Kontrak yang akan dating
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu
interaksi social yang asertif.
2. Menyepakati waktu dan tempat.
A. Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial.
1. Persiapan
a) Mengikatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 2 .
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan .
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien .
2. Klien dan terapis memakai papan nama .
b) Evaluasi / validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini .
2. Menanyakan apakah ada penyebab marah , tanda dan gejala
marah, serta perilaku kekerasan .
3. Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan sudah dilakukan .
c) Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan , yaitu cara social untuk
mencegah perilaku kekerasan .
2. Menjelaskan aturan main berikut .
 Jika ada klien yang meninggalkan kelompaok, harus
meminta izin kepada terapis .
 Lama kegiatan 45 menit .
 Setiap klien mengikuti dari awal sampai selesai .
3. Tahap Kerja
a) Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu .
b) Menuliskan cara – cara yang disampaikan klien .
c) Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan ,
yaitu “ sayaperlu / ingin / minta yang akan saya gunakan untuk “

28
d) Memilih 2 orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara
ada poin c.
e) Ulangi d sampai semua klien mencoba .
f) Memberikan pujian pada peran serta klien .
g) Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa
sakit hati pada oaring lain yaitu “ Saya tidak dapat melakukan “ atau
“ Saya tidak menerima dikatakan “ atau “ Saya kesal dikatakan
seperti “
h) Memilih 2 orang klien secara bergilir mendemontarasikan ulang cara
ada poin d.
i) Ulangi h sampai semua klien mencoba.
j) Memberikan pujian pada peran serta klien.

4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK .
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dipelajari .
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar .
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi
yang asertif , jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi.
2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dan interaksi social
yang asetif secara teratur.
3. Memasukkan interaksi social yang asertif pada jadwal kegiatan
harian klien .
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain , yaitu kegaiatan
ibadah .
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya .

B. Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual.

29
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi.
b. Menyiapkan alat dan tempat.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien.
2. Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi/ validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala
marah,serta perilaku kekerasan.
3. Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi social yang asertif
untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk
mencegah perilaku kekerasan.
2. Menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus
meminta izin kepada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit.
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Menanyakan agama dan kepercayaan masing-masing klien.
b. Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing-
masing klien.
c. Menuliskan kegiatan ibadah masing-masing klien.
d. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan ibadah.
e. Meminta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
dipilih.
f. Memberikan pujian pada penampilan klien
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi

30
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK.
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan atas jawaban yang
benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi
social yang asertif, dan kegiatan ibadah jika stimulus
penyebab perilaku kekerasan terjadi.
2. Menganjurkan klien melatih kegitan fisik, intraksi social
yang asertif, dan kegiatan ibadah secara teratur.
3. Memasukkan kegitan ibadah pada jadwal kegiatan harian
klien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar carabaru yang lain, yaitu minum
obat teratur.
2. Memyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.

C. Sesi 5 : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat.


1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 4.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien.
2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi / validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah,
serta perilaku kekerasan.
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik,interaksi sosial yang asertif dan
kegiatan ibadah untuk mencegah perilaku kekerasan sudah
dilakukan.

31
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu patuh minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut.
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit.
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan macam obat yang dimakan klien: nama dan warna
(upayakan tiap klien menyampaikan ).
b. Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan klien.
c. Tuliskan di whiteboard hasil a dan b.
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu
minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat,
benar dosis obat.
e. Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara
bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di
whiteboard).
h. Mendiskusikan peranan klien setelah teratur minum obat (catat di
whiteboard).
i. Menjelaskan keuntugan patuh minum obat yaitu salah satu cara cara
mencegah perilaku kekerasan / kambuh.
j. Menjelaskan akibat / kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu
kejadian perilaku kekerasan / kambuh.
k. Minta klien menyebutkan kembali keuntugan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat.
l. Memberikan pujian setiap kali klien benar.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi

32
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dipelajari.
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial
asertif, kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2) Memasukkan minum obat pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan , dan disepakati
jika klien perlu TAK yang lain.

2.7. Setting
 Waktu
Kegiatan terapi aktivitas kelompok latihan asertif selama 1 hari pada :

Hari : Selasa, 13 mei 2014

Jam : 10 : 30 WIB

Terapi aktivitas kelompok latihan asertif selama 30 menit.

 Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
 Alat
1. Papan tulis/ Flipchart/whiteboard.
2. Kapur/ spidol.
3. Buku catatan dan bullpen.
4. Jadwal kegiatan klien.
 Metode
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi dan tanya jawab.

33
3. Bermain peran/ simulasi.

2.8. Peraturan
1) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK.
2) Berpakaian rapi dan bersih.
3) Peserta tidak diperkenankan makan, minum dan merokok selama
kegiatan TAK.
4) Peserta tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum tata tertib dibacakan
selama 5 menit, dan bila peserta tidak kembali ke ruangan maka peserta
tersebut diganti peserta cadangan.
5) Peserta tidak diperkenankan meninggalkan ruangan setelah tata tertib
dibacakan. Bila peserta meninggalkan ruangan dan tidak bisa mengikuti
kegiatan lain setelah dibujuk oleh fasilitator, maka peserta tersebut tidak
dapat diganti oleh peserta cadangan.
6) Paserta hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai.
7) Peserta yang ingin mengajukan pernyataan, mengangkat tangan terlebih
dahulu dan berbicara setelah dipersilahkan.

2.9 Antisipasi Masalah


1) Usahakan dalam keadaan terapeutik.
2) Anjurkan kepada terafis agar dapat menjaga perasaan anggota
kelompok, menahan diri untuk tertawa atau sikap yang menyinggung.
3) Bila ada peserta yang direncanakan tidak bisa hadir, maka diganti oleh
cadangan yang telah disiapkan dengan cara ditawarkan terlebih dahulu
kepada peserta.
4) Bila ada peserta yang tidak menaati tata tertib, diperingatkan dan jika
tidak bisa diperingatkan, dikeluarkan dari kegiatan setelah dilakukan
penawaran.
5) Bila ada anggota cadangan yang ingin keluar, bicarakan dan dimintai
persetujuan dari peserta TAK yang lain.

34
6) Bila ada peserta TAK yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai
dengan tujuan, leader memperingatkan dan mengarahkan kembali bila
tidak bisa, dikeluarkan dari kelompok.
7) Bila peserta pasif, leader memotivasi dibantu oleh fasilitator.

2.10 Proses Evaluasi


Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja.Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1,
kemampuan yang di harapkan adalah mengetahui penyebab perilaku,
mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 1: TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan
kemampuan psikologis

Memberi Tanggapan Tentang


Nama Penyebab
NO
Klien PK Tanda Gejala Perilaku Akibat
PK Kekerasan PK
1
2
3
4
5
6
7
8

35
 Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui
penyebabperilaku kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Beri
tanda (√) jika klien mamapu dan (x) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. contoh: klien mengikuti sesi 1, TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan. klien mampu menyebutkan
penyebab perilaku kekerasanya (disalahkan dan tidak diberi uang),
mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (geregetan dan deg-degan),
perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan
(tangan sakit dan dibawa kerumah sakit jiwa). anjurkan klien mengingat
dan menyampaikan jika semua dirasakan selama dirumah sakit.

Untuk stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 2, kemampuan


yang diharapkan adalah 2 kemapuan mencegah perilaku kekerasan secara
fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Sesi 2
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik
NO Nama Mempraktikan cara fisik Mempraktikan cara fisik
klien yang pertama yang kedua
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

36
 Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien , beri penilaian tentang kemampuan mempraktikan dua
cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda (√) jika klien
mamapu dan (x) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien . contoh : klien mengikuti sesi 2 TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan, klien mampu mempraktikan tarik
nafas dalam, tetapi belum mampu mempraktikan pukul kasur dan bantal.
Anjurkan dan bantu klien mempraktikan di ruang rawat ( buat jadwal).
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 3,
kemampuan klien yang diaharapkan adalah mencegah perilaku kekerasan
secara social. Formulir evaluasi sebagai berikut:

SESI 3 : TAK
STIMULASI PERSEPSI PERILAKU KEKERASAN
KEMAMPUAN MENCEGAH PERILAKU KEKERASAN SOSIAL
Memperagakan
Memperagakan Memperagakan Cara
No. Nama Klien Cara Meminta Cara Menolak Mengungkapkan
Tanpa Paksa yang Baik Perasaan yang
Baik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

37
 Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien .
2. Untuk tiap klien , beri penilaian akan kemampuan mempraktikan
pencegahan perilaku kekerasan secara social : meminta tanpa paksa ,
menolak dengan baik , mengungkapkan kekesalan dengan baik . Beri
tanda (√) jika klien mamapu dan (x) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien .Contoh : klien mengikuti Sesi 3 , TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan . klien mampu mempragakan cara
meminta tanpa paksa , menolak dengan baik dan mengungkapkan
kekerasan . anjurkan klien mempraktikkan diruang rawat ( buat jadwal ).

Tujuan TAK stimulasi presepsi perilaku kekerasan Sesi 4,


kemampuan klien diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk
mencegah kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 4: TAK
Stimulasi presepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan spiritual
Mempraktikan kegiatan ibadah Mempraktikan kegiatan
No Nama klien
pertama ibadah kedua
1
2
3
4
5
6
7
8

 Petunjuk:

38
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua
kegiatan ibadah pada saat TAK. Beri tanda (√) jika klien mamapu dan (x)
jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 4,
TAKstimulasi prepsepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan
dua cara ibadah. Anjurkan klien melakukannya secara teratur diruangan
(buat jadwal).

Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemapuan


yang diharapkan adalah mengetahui lima benar cara minum obat,
keuntugan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir
evaluasi sebagai berikut.

Sesi 5: TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan


kemampuan mancegah perilaku kekerasan
dengan patuh minum obat
Menyebutkan
Menyebutkan Menyebutkan
akibat tidak
No Nama Klien lima benar keuntungan
patuh minum
minum obat minum obat
obat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

39
 Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan menyebutkan lima
benar cara minum obat, keuntungan minum obat. Beri tanda (√) jika klien
mamapu dan (x) jika klien tidak mampu.
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 5 , TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan lima
benar cara minum obat, belum dapat menyebutkan keuntungan minum
obat dan akibat tidak minum obat. Anjurkan klien mempraktikkan lima
benar cara minum obat, bantu klien merasakan keuntugan minum obat,
dan akibat tidak minum obat.

40
BAB III
APLIKASI

3.1. Sesi 2 : Mencegah perilaku kekerasan fisik


Tujuan

1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien


2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan
3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah
perilaku kekerasan

3.2. Karakteristik klien dengan masalah terkait


Klien sebagai anggota yang mengikuti therapy aktivitas kelompok ini
adalah :
a) Klien yang tidak terlalu gelisah.
b) Klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya
Terapi Aktifitas Kelompok.
c) Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu berinteraksi
dalam kelompok kecil.
d) Klien tenang dan kooperatif.
e) Kondisi fisik dalam keadaan baik.
f) Mau mengikuti kegiatan terapi aktifitas.

3.3. Pengorganisasian

1. Leader : Rico Yulianto


2. Co. Leader : Shelly Dwi Anggraini
3. Observer : Nurlaili Indayati
4. Fasilitator : Rafika Andika
5. Pasien : 1. M. Fahrur Ridwan
2. Kutsyatul Hasanah
3. M. Syamsun Ni’am

41
4. Nuraini
3.4. Setting
 Waktu
Kegiatan terapi aktivitas kelompok latihan asertif selama 1 hari pada :

Hari : Selasa, 13 mei 2014

Waktu : 30 Menit

 Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
 Alat
1. Papan tulis/ Flipchart/whiteboard.
2. Kapur/ spidol.
3. Buku catatan dan bullpen.
4. Jadwal kegiatan klien.
 Metode
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi dan tanya jawab.
3. Bermain peran/ simulasi.

RICO SHELLY

NURLAILI RAFIKA

FAHRUR NURAINI

KUTSY SYAMSUN

42
KETERANGAN :

Merah : Leader

Biru : Co Leader

Orange : Fasilitator

Hijau : Obsevator

Merah Mudah : Pasien

3.5. Antisipasi Masalah

1) Usahakan dalam keadaan terapeutik.


2) Anjurkan kepada terafis agar dapat menjaga perasaan anggota kelompok,
menahan diri untuk tertawa atau sikap yang menyinggung.
3) Bila ada peserta yang direncanakan tidak bisa hadir, maka diganti oleh
cadangan yang telah disiapkan dengan cara ditawarkan terlebih dahulu
kepada peserta.
4) Bila ada peserta yang tidak menaati tata tertib, diperingatkan dan jika
tidak bisa diperingatkan, dikeluarkan dari kegiatan setelah dilakukan
penawaran.
5) Bila ada anggota cadangan yang ingin keluar, bicarakan dan dimintai
persetujuan dari peserta TAK yang lain.
6) Bila ada peserta TAK yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
tujuan, leader memperingatkan dan mengarahkan kembali bila tidak bisa,
dikeluarkan dari kelompok.
7) Bila peserta pasif, leader memotivasi dibantu oleh fasilitator.

3.6. Langkah Kerja


1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

43
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. salam dari terapiskepada klien
2. klien dan terapis pakai papan nama
b. evaluasi / validasi
1. menanyakan perasaan klien saat ini
2. menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan:
penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan serta akibatnya
c. kontrak
1. menjelaskan tujuan kegiatan , yaitu cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan
2. menjelaskan aturan main berikut:
 jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
minta izin kepada terapis
 lama kegiatan 45 menit
 setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

3.Tahap kerja

a) mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien


1. tanyakan kegiatan: rumah tangga ,harian, dan olahraga yang biasa
dilakukan
2. tulis di papan tulis /flipchart/whiteboard
b) menjelaskan kegiatan fisik yang dapatdigunakan untuk menyalurkan
kemarahan secara sehat: tarik nafas dalam, menjemur/memukul
kasur/bantal, meniat kamar mandi, main bola, senam, memukul bantal
pasir tinju, dan memukul gendang
c) membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d) Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dapat dilakukan
1. Terapis mempraktikan
2. Klien melakukan rekomendasi.

44
e) Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran
kemarahan.
f) Memberikan pujian pada peran serta klien
g) Upayakan semua klien berperan aktif

4.Tahap terminasi

a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan erasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku
kekerasan
b) Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika
stimulus penyebab perilaku kekerasan
2. Menganjurkan klien melatih seara teratur cara yang telah
dipelajari
3. Memasukan pada jadwal kegiatan harian klien
c) Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi
social yang asertif
2. Menyepakati waktu dan tempat

3.7. Proses Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada


tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 2, kemampuan
yang diharapkan adalah 2 kemapuan mencegah perilaku kekerasan secara
fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut.

45
Sesi 2
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik
NO Nama Mempraktikan cara fisik Mempraktikan cara fisik
klien yang pertama yang kedua
1
2
3
4
5
6
7
8

Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
klien
2. Untuk tiap klien beri penilaian tentang kemampuan mempraktikan
dua cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda (√)
jika klien mamapu dan (x) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien . contoh : klien mengikuti sesi 2
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan, klien mampu
mempraktikan tarik nafas dalam, tetapi belum mampu mempraktikan
pukul kasur dan bantal. Anjurkan dan bantu klien mempraktikan di
ruang rawat ( buat jadwal).

46
DAFTAR PUSTAKA

http://keperawatanjiwaeksdu28.blogspot.com/2013/11/makalah-keperawatan-
jiwa-resiko.html,Di akses tanggal 9 mei 2014.
http://gootoez.blogspot.com/2012/03/proposal-terapi-aktivitas-kelompok.html,Di
akses tanggal 9 mei 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25993/4/Chapter%20II.pdf,Di
akses tanggal 9 mei 2014.
http://id.scribd.com/doc/32342267/Pengaruh-Terapi-Aktifitas-Kelompok,Di akses
tanggal 9 mei 2014.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19600201198703-
SUNARDI/karya_tls-materi_ajar_pdf/LATIHAN_ASERTIF.pdf,Di akses tanggal
9 mei 2014.
http://irvanhavefun.blogspot.com/2012/03/teknik-asertif-training.html,Di akses
tanggal 9 mei 2014.
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:PT
Refika Aditama.
Fefendy. (2008). Internet. Pengaruh tarapi aktivitas kelompok; latihan asertif.
Jakarta: http://www.indonesiannursing.com.
Keliat,Budi Anna.2004.Keperawatan Jiwa : terapi aktivitas kelompok. Jakarta
EGC
Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC

47

Вам также может понравиться