Вы находитесь на странице: 1из 6

Kompetensi Keterampilan dan Prosedur Keperawatan

1. Pelaksanaan terapi intravena


Pada kondisi tertentu pemberian cairan intravena diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit tubuh. Langkah ini efektif untuk memenuhi kebutuhan cairan
elektrolit secara langsung. Secara umum, tujuan terapi intravena adalah untuk memenuhi
kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu mengonsumsi cairan oral secara adekuat,
menambah asupan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit, menyediakan
glukosa untuk kebutuhan energy dalam proses metabolisme, memenuhikebutuhan
vitamin larut air, serta menjadi media untuk pemberian obat melalui vena. Lebih khusus,
terapi intravena diberikan pada pasien yang mengalami syok, intoksikasi berat, pasien pra
dan pasce bedah atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
a. Cairan intravena
Jenis cairan intravena yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
1. Larutan nutrient. Larutan ini berisi beberapa jenis karbohidrat (missal dektrosa
dan glukosa) serta air. Larutan nutrient yang umum digunakan adalah 5% dektrosa
dalam air, 3,3% glukosa dalam 0,3% NaCl dan 5% glukosa dalam 0,45% NaCl.
Setiap satu liter cairan dektrosa 5% mengandung 170-200 kalori, mengandung
asam amino (Amigen, Anunosol, Travamin) atau lemak (Lipomul dan Lipsosin).
2. Larutan elektrolit. I larutan elektrolit meliputi larutan salin, baik isotonic,
hipotonik, maupun hipertonik. Jenis larutan elektrolit yang paling banyak
digunakan adalah normal salin (Isotonik) yaitu NaCl 0,9%. Contoh larutan
elektrolit lainnya adalah Laktat Ringer (Na+, K+, Cl-, Ca2+) dan cairan Butler (Na+,
K+, Mg2+, Cl-, HCO3-)
3. Cairan asam basa. Jenis cairan yang termasuk cairan asam basa adalah natrium
laktat dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan sejenis garam yang dapat
mengikuti ion H+ dari cairan sehingga mengurangi keasaman lingkungan.
4. Volume ekspander. Jenis larutan ini berfungsi meningkatkan volume pembuluh
darah atau plasma, misalnya pada kasus hemoragi atau luka bakar berat. Volume
ekspander yang umum digunakan antara lain dekstran, plasma dan albumin
serum. Cara kerjanya adalah dengan meningkatkan tekanan osmotic darah.

Konsep koreksi gangguan keseimbangan

1. Prinsip Terapi Cairan


Sebenarnya tubuh manusia akan melakukan kompensasi jika terjadi gangguan
keseimbangan yang dinamakan dengan proses hemostasis. Akan tetapi, jika gangguan
tersebut sudah melewati dari batas kompensasi, maka perlu dilakukan koreksi. Prinsip
dari koreksi ini adalah mencapai batas kompensasi saja (tidak mencapai batas normal).
Jadi, cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang.
Hal ini untuk menghindari penyulit iatrogenic yang terjadi akibat terapi yang berlebihan.
Dasar pertimbangan dari koreksi adalah volume, komposisi, ada atau tidaknya akibat
penyakit.
Pada pasien dengan kehilangan cairan akut, proses penggantian cairan harus
cepat. Akan tetapi, pada klien dengan kehilangan cairan yang kronis penggantian cairan
harus lebih berhati-hati, dikarenakan pemberian infus dengan cepat dapat menyebabkan
gagal jantung yang akibatnya sangat fatal karena beban jantungyang berat untuk
menerima jumlah cairan dalam komposisi yang besar. Sehingga, kehilangan cairan pada
kondisi ini dilakukan secara peroral saja dan jika tidak diare dapat dilakukan rehidrasi per
rektal. Jika klien hanya mengalami deficit air murni, maka pemberian natrium harus
dibatasi karena dapat memperberat kondisi pasien.
Pada kondisi dimana terjadi penurunan volume darah pada intravaskuler, maka
untuk melakukan kompensasi tersebut cairan dari interstitial akan ditarik untuk mengisi
di rongga intravaskuler. Pemberian cairan intravena yang terutama mengandung ion
natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 gram/liter atau 0,9%) atau larutan
Hartmann (larutan Ringer Laktat) yang dapat bergerak bebas akan efektif untuk
meningkatkan volume intravaskuler dalam waktu cepat. Untuk larutan dengan molekul
lebih besar, misalnya plasma, darah lengkap, dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin,
akan lebih efektif untuk mempertahankan sirkulasi jika diberikan secara intravena, karena
lebih lama berada dalam komponen intravaskuler. Sehingga cairan ini disebut sebagai
plasma expanders (Dobson, 1994)
1. Kekurangan natrium (Hiponatremi)/Salin
Salin merupakan air beserta natrium dalam proporsi normal atau isotonic. Kadar
normal ion natrium dalam serum antara 135-145 mEq/L. cairan ini berada di IVF dan
ISF. Kekurangan salin disebut dengan ECF deficit atau hypovolemia atau dehidrasi.
Secara umum hiponatremia disebabkan oleh :
a. Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi
b. Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (retensi cairan)
Kondisi yang bias menyebabkan terjadinya hiponatremia adalah muntah yang
berkepanjangan, bilas lambung yang berlebihan, keringat berlebihan, insufisiensi
adrenal atau infus dekstose yang berlebihan. Tanda dan gejala pada klien dengan
hiponatremia antara lain kejang, mual dan muntah (Kee & Hayes, 1996). Selain itu,
tanda gejala pada klien dengan hiponatremia adalah denyut nadi cepat namun lemah,
hipotensi, pusing, ketakutan kecemasan, kram abdomen, mual muntah, diare, koma,
konvulsi, kulit lembab dan dingin serta perubahan kepribadian.

Berdasarkan etiologi dari hiponatremia tersebut, hiponatremia dapat dibagi menjadi


beberapa macam antara lain (Parlindungan, 2009)

a. Hiponatremia dengan ADH meningkat


Terjadi karena deplesi volume sirkulasi, misalnya : muntah, diare, perdarahan,
jumlah urine meningkat, gagal jantung, sirosis hati, insufisiensi adrenal,
hipotiroidisme.
b. Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologis
Misalnya pada pasien dengan polidipsi primer dan gagal ginjal. Kondisi ini
menyebabkan retensi air di dalam tubuh.
c. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi
Peningkatan osmolalitas plasma pada kondisi hiperglikemia atau karena
pemberian manitol intravena memicu pengeluaran cairan dari intrasel ke ekstrasel.
Sehingga jumlah cairan ekstrasel menjadi meningkat dan konsentrasi natrium
tertekan (hiponatremia)

Pemberian cairan dengan isoosmotik yang tidak mengandung natrium ke dalam


ekstrasel juga memicu terjadinya hiponatremia. Akan tetapi, kondisi osmolalitas
plasma tetap normal. Hal ini dikarenakan penambahan cairan tersebut tidak
mengganggu osmolalitas, akan tetapi akan menurunkan konsentrasi natrium serum.

Berdasarkan waktu terjadinya, hiponatremia dibagi menjadi (Perlindungan, 2009)

a. Hiponatremia Kronik
Kondisi ini berlangsung lambat (> 48 jam). Gejalanya yaitu terjadi malaise
b. Hiponatremia Akut
Kejadian hiponatremia akut berlangsung cepat (< 48 jam). Gejala yang terjadi
adalah penurunan kesadaran dan kejang. Penurunan kesadaran dan kejang ini
terjadi karena iritabilitas pada saraf di otak. Edema pada sel otak karena air
dari ekstrasel masuk ke intrasel.

Prinsip terapi
Pada gastroenteritis, peritonitis dan ileus, deficit dapat terjadi pada ISF
saja atau pada IVF sekaligus. Pada DSS dan sepsis lanjut terjadi deficit IVF
karena kebocoran kapiler menyebabkan perembesan ke interstitial dan ruang
ketiga. Hypovolemia intravaskuler segera diatasi sampai kondisi perfusi
perifer, nadi, dan tekanan darah meningkati batas normal, sehingga perfusi
organ vital (otak, jantung) dapat bertahan. Hipovolemi interstitial lebih
perlahan teratasinya karena harus menunggu cairan intravena merembes ke
interstitial. Kembalinya turgor kulit, tegangan fontanel, basahnya mukosa
lidah, berkurangnya haus akan pulih seiring dengan meningkatnya produksi
urine (Sjamsuhidajat, 2005)
Cairan pengganti yang sesuai dengan IVF adalah ringer laktat, ringer
asetat, NaCl 0,9%. Karena ISF dan IVF tergabung dalam ECF, maka cairan
replacement untuk ISF adalah ringer laktat ringer asetat, NaCl 0,9%
(Sjamsuhidajat, 2005).
Jika kadar natrium serum antara 125-135 mEq/L, maka salin normal (0,9%
natrium klorida) efektif untuk meningkatkan kadar natrium dalam cairan
vaskuler. Akan tetapi, jika kadar natrium serum sekitar 115 mEq/L, maka
diperlukan penatalaksanaan dengan menggunakan larutan hipertonik yaitu
larutan salin 3% atau 5% (Kee & Hayes, 1996)
Pemberian larutan natrium hipernotik bertujuan untuk meningkatkan kadar
natrium dalam waktu cepat. Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5
mEq/L dari kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/Ltiap 1 jam
sampai mencapai kadar normal. Rumus yang digunakan dalam menaikkan
kadar natrium plasma adalah

Jumlah cairan hipertonik yang diberikan = 0,5 x BB (kg) x delta Na

Delta natrium adalah selisih antara kadar natrium yang diinginkan dengan
kadar natrium awal. Pada hiponatremia kronik, koreksi Na harus dilakukan
secara perlahan yaitu 0,5 mEq/L tiap 1 jam. Kadar maksimalnya adalah 10
mEq/L dalam 24 jam.

2. Kelebihan Natrium (Hipernatremia)/Salin


Kondisi ini bias dijumpai pada dekompensaisi jantung dan pada pasien gagal
ginjal akut dengan oliguria. Kelebihan cairain iatrogenikdisebabkan oleh terapi cairan
ringer atau NaCl 0,9% berlebihan > 20-40 ml/kg di atas kebutuhan cairan normal.
Penyebab lain adalah pemberian natrium bikarbonat berlebih. Natrium bikarbonat
8,4%adalah 9 kali lebih pekat dari NaCl 0,9%. Pemberian 100ml natrium bikarbonat
intravena akan menyebabkan pergeseran cairan dari interstitial ke intravaskuler
sebanyak 900ml, dikarenakan air akan menuju tempat yang konsentrasi natriumnya
lebih tinggi (Sjamsuhidajat, 2005).
Dalam tubuh manusia sebenarnya bias melakukan kompensasi fisiologis untuk
menghadapi kondisi hypernatremia. Respon tersebut adalah dengan meningkatnya
sekresi ADH dari hipotalamus. Dampak dari retensi ADH adalah penurunan ekskresi
urine (osmolalitas urine tinggi). Secara patofisiologi terjadinya hypernatremia adalah
sebagai berikut :
1) Deficit cairan tubuh karena ekskresi air lebih besar daripada ekskresi natrium,
sehingga kadar natrium dalam serum meningkat. Kondisi dimana terjadi
pengeluaran air berlebih, tetapi natrium tidak ikut diekskresikan adalah insensible
water loss (paling sering adalah keringat), diare osmotic, diabetes insipidus sentral
maupun nefrogenik, pemberian diuresis osmotic berlebihan dan kondisi deplesi
volume cairan yang lain. Pada kondisi ini kadar natrium dalam urine akan rendah
(< 25 mEq/L)
2) Asupan natrium berlebih juga menyebabkan kadar natrium serum meningkat.
Misalnya koreksi asidosis metabolic dengan bikarbonat. Pada kondisi ini kadar
natrium dalam urine akan tinggi (>100 mEq/L)
3) Pemasukan air tanpa elektrolit ke dalam sel juga akan memacu terjadinya
hypernatremia. Saat kita melakukan aktifitas/olahraga yang berat maka hasil
sampingan aktifitas tersebut adalah laktat. Laktat akan menyebablkan osmolalitas
sel juga meningkat, sehingga air dari ekstrasel akan masuk ke intrasel
Dalam hypernatremia ini kita harus mengetahui tentang perbedaan antara deplesi
cairan dan dehidrasi. Deplesi cairan merupakan pengeluaran cairan dan natrium
secara seimbang dari tubuh. Sedangkan dehidrasi merupakan perupakan air tanpa
diikuti natrium. Perlu diingat bahwa pengeluaran cairan yang berlebih tanpa diikuti
pengeluaran natrium akan menyebabkan peningkatan kadar natrium (hypernatremia).
Padan dehidrasi pengurangan air terjadi pada ekstrasel maupun intrasel. Sedangkan
pada deplesi cairan pengurangan air hanya terjadi pada rkstrasel.

Pada klien yang mengalami hypernatremia dapat dijumpai tanda dan gejalameliputi
kulit yang terasa panas, temperature tubuh dan tekanan darahmeningkat, lidah kering
dan kasar (Kee & Hayes, 1996). Selain itu juga sering ditemukan hipotensi postural,
membrane mukosa kering, agitasi, konvulsi, haus. Peningkatan natrium secara akut
(>158 mEq/L) akan mengakibatkan pengecilan volume otak karena terjadi
pengeluaran air dari dalam sel. Dampak dari mengecilnya volume otak juga
berdampak pada pembuluh darah (vena), yaitu terjadinya robekan. Sehingga akan
terjadi perdarahan pada otak. Hal inilah yang akan menimbulkan gejala, antara lain
latergi, lemas, twitching, kejang bahkan koma.

Prinsip Terapi

Sebelum melakukan tindakan pertolongan pada klien dengan hypernatremia, lita


harus mengetahui terlebih dahulu tentang morfologi kejadian hypernatremia tersebut.
Setelah kita mengetahui penyebabnya, maka langkah kita adalah menurunkan kadar
natrium plasma ke nilai normal. Penatalaksanaan pada kondisi hypernatremia dimana
kadar natrium serum di atas 146 mEq/L yaitu harus dilakukan pembatasan natrium.
Kelebihan salin dikeluarkan dengan diuretic. Misalnya furosemide intravena 1-2
mg/kg dapat menghasilkan diuresis 1-2 L. Dosis ulangan diberikan sampai tercapai
keseimbangan yang lebih baik. Pada excess berat seperti oedema paru, terapi
dikombinasi dengan dopamine intravena 3-5 mcg/kg/menit sampai gejala depresi
napas hilang (Sjamsuhidajat, 2005).

Вам также может понравиться