Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KEPERAWATAN ANAK
(DIFTERI)
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat-Nyalah sehingga
makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang ada. Begitu pula penyusun
mengirimkan salam dan salawat atas junjungan Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “Difteri” ini dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak yang diberikan oleh dosen, sekaligus untuk
menambah wawasan pengetahuan peserta didik. Penyusun menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kerendahan hati dan keterbatasan serta satu harapan
dan kenyakinan semoga dapat bermanfaat dan bernilai ibadah disisi Allah SWT.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kosep Dasar Difteri.................................................................................. 3
2.1.1 Definisi .................................................................................................. 3
2.1.2 Etiologi .................................................................................................. 3
2.1.3 Tanda dan Gejala................................................................................... 3
2.1.4 Patofisiologi .......................................................................................... 5
2.1.5 Patway ................................................................................................... 6
2.1.6 Komplikasi ............................................................................................ 6
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 7
2.1.8 Penatalaksanaan .................................................................................... 8
2.2 Asuhan Keperawatan ............................................................................... 9
2.2.1 Pengkajian ............................................................................................. 9
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 9
2.2.3 Perencanaan......................................................................................... 10
2.2.4 Implementasi ....................................................................................... 10
2.2.4 Perencanaan Pemulangan .................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
8. Bagaimana asuhan keperawatan untuk anak dengan difteri?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penyakit difteri secara menyeluruh
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianti (2010), penyebab terjadinya difteri adalah adanya
bakteri berbentuk gram batang negative (Corynebacterium diphteriae). Biasanya
bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput lender mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung dapat
dialkuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan
dengan sediaan langsung dari lesi
3
kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas.
Penularan bakteri difteri umumnya melalui udara (batuk/bersin). Selain itu,
bakteri difteri dapat menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan yang berupa
reaksi radang lokal, dimana pembuluh – pembuluh darah melebar mengeluarkan
sel darah putih sedang sel-sel epitel pada daerah tersebut rusak, lalu terbentuklah
membran putih keabu-abuan (pseudomembrane). Membran ini sukar diangkat dan
mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-
kuman ini mengeluarkan exotoxin yang memberikan gejala-gejala yang lebih
berat dan kelenjar getah bening yang berada disekitarnya akan mengalami
hiperplasia dan mengandung toksin.
Tanda dan gejala dibedakan berdasarkan tempat terjadinya infeksinya, antara lain
1. Difteri hidung
Difteri hidung mula – mula seperti flu, pilek, dan sedikit demam. Kemudian
mukus/lendir menjadi kental dan bercampur darah serta menyebabkan luka
disekitar lubang hidung dan bibir atas.
2. Difteri tonsil dan faring
Difteri ini lebih berat gejalanya, yaitu panas tidak tinggi, lemah (malaise),
tidak mau makan, serak, dan radang tenggorokan. Satu hingga dua hari
kemudian terbentuk membran yang kemudian meluas tergantung imunitas
penderita. Membran putih abu – abu melekat dan melapisi mukosa tonsil dan
faring, dapat meluas ke langit – langit atau ke bawah (ke laring dan trakea).
Pada kasus yang berat terjadi pembengkakan jaringan leher yang disebut
“bull-neck”. Beratnya difteri tergantung dari banyaknya toksin dan
penyebaran membran.
3. Difteri laring
Difteri laring biasanya merupakan penyebaran dari faring dan tonsil. Sering
disertai gejala sumbatan jalan nafas, yang perlu tindakan trakeostomi.
4
4. Difteri kulit
Difteri kulit adalah infeksi nonprogresif lamban yang ditandai dengan ulkus
yang tidak menyembuh, superficial, ektimik dengan membrane coklat keabu
– abuan. Infeksi difteri kulit sering ditandai dengan nyeri, eritema, eksudat
khas, dan hiperestesi local (ketajaman abnormal kepekaan terhadap sentuhan,
nyeri, atau rangsangan sensorik lainnya).
2.1.4 Patofisiologi
1. Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada vulva,
kulit, mata, walaupun jarang terjadi. Kuman membentuk pseudomembran
dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbulloka l dan menjalar dari
faring, laring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak
membengkak dan mengandung toksin.
2. Eksotoksin bila mengenai otot ja:ntung akan mengakibatkan terjadinya
miokarditi dan timbul mralisis otot otot pernafasan bila mengenai jaringan
saraf.
3. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudo membran pada
laring dan trakea clan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.
5
2.1.5 Patway
Corynebacterium diphreriae Kontak langsung dengan orang yang
Terinfeksi atau barang barang yang Terkontaminassi.
Aliran Sistemik
Nasal Faring
Tonsil/laring
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi merupakan penyebab kematian terbanyak pada infeksi difteri, dapat
sebagai akibat langsung dari infeksi atau penyebaran toksin. Komplikasi yang
dapat menimbulkan kematian pada difteri laring dan trakea adalah sumbatan jalan
napas. Komplikasi akibat penyebaran toksin biasanya mengenai jantung, sistem
saraf dan ginjal akibat terlambatnya pemberian antitoksin. Contoh komplikasi:
1. Miokardiopati toksik
Ditandai dengan takikardi, disritmia, yang dapat berlanjut menjadi gagal
jantung kongestif
6
2. Neuropati toksik
Neuropati akan berbahaya jika telah sampai ke otak, seperti neuropati
kranial khas yang terjadi pada minggu ke-5 dan menyebabkan paralisis
okulomotor, paralisis siliaris, pandangan kabur, dan kesukaran akomodasi.
7
b. Uji Schick dapat positif apabila pada bekas suntikan timbul warna
merah kecoklatan dalam 24 jam.
c. Uji Schick negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung
antitoksin yang tinggi
d. Positif palsu terjadi akibat reaksi alergi terhadap protein antitoksin yang
akan menghilang dalam 72 jam. (FKUI Kapita Selekta Kedokteran)
2.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terutama ditujukan untuk menetralisasi toksin dan membunuh bakteri
penyebab secepatnya dengan antitoksin difteri dan antibiotik. Terapi yang tepat
antara lain :
1. Antibiotik Penisilin G Kristal aqua (diberikan intramuscular atau intravena
100.000 – 150.000 U/kg/hari dibagi dalam 4 dosis)
2. Antibiotik Penisilin prokain (25.000 – 50.000 U/kg/bb dibagi dalam dua
dosis)
3. Antibiotik Eritromisin (diberikan secara oral atau parenteral 40 – 50 mg/kg
BB/hari)
4. Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasar atas luasnya membran dan beratnya penyakit.
a. 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi
sebagian/seluruh tonsil secara unilateral/bilateral.
b. 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga
melewati tonsil, meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring.
c. 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi
difteri laring dan faring, komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi
dan kasus lanjut.
5. Cara – cara lain
Penderita difteri diberikan pengobatan suportif dengan istirahat total selama 2
– 3 minggu, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya miokarditis,
pemberian cairan dan nutrisi yang cukup dan penatalaksanaan komplikasi
yang sesuai.
8
Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi toksoid difteri selama hidup untuk
memberikan kadar antitoksin protektif konstan dan untuk mengurangi penghuni
C. diphtheriae. Walaupun imunisasi tidak menghalangi pengidap C. diphtheria
saluran pernapasan atau kulit, imunisasi mengurangi penyebaran jaringan local,
mencegah komplikasi toksik, menghilangkan penularan organisme, dan
memberikan imunitas kelompok bila sekurang-kurangnya 70 – 80 % dari populasi
diimunisasi. (Behrman, 2000)
Pada bayi diberikan difteri toksoid bersamaan dengan tetanus toksoid dan pertusis
antigen. Vaksinasi dasar diberikan mulai umur 3 bulan, sebanyak 3 kali dengan
interval 5 – 6 minggu. Suntikan booster diberikan pada umur satu setengah dan
empat tahun. Imunisasi difteri tidak memberikan kekebalan penuh, karena vaksin
dimaksudkan untuk melawan toksin, bukan infeksinya. Sehingga seorang yang
divaksinasi lengkap masih dapat menjadi karier atau terkena infeksi ringan. (Anik
Maryunani, 2010)
9
2.2.3 Perencanaan
1. Anak. akan menunjuk.kan tanda tanda jalan nafas efektif
2. Penyebarluasan infeksi tidak terjadi
3. Anak. menunjuk.kan tanda tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi
4. Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan.
2.2.4 Implementasi
1. Meningkatkanjalan nafas efektif
a. Kaji status pemafasan, observasi irama dan bunyi pemafasan.
b. Atur posisi kepala dengan posisi ekstensi
c. Suction jalan nafas jika terdapat sumbatan
d. Berikan oksigen sebelum dan setelah dilakukan suction
e. Lakukan fisioterapi dada
f. Persiapkan anak untuk dilak.ukan trakeostomi
g. Lakukan perneriksaan analisa gas darah Lakukan intubasi jika ada
indikasi
2. Perluasan infeksi tidak terjadi
a. Tempatkan anak pada ruang kbusu s
b. Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit
c. Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan
anak.
d. Berikan antibiotik sesuai order
3. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
a. Mernonitor intake output secara tepat, pertahankan intake cairan dan
elektrolit yang tepat
b. Kaji adanya tanda tanda dehidrasi (membran mukosa kering, turgor,
kulit kurang, produksi urin menurun, frekuensi denyut jantung dan
pernafasan. rneningkat , tekanan darah menurun, fontanel cekung).
c. Kolaborasi untuk pernberia n cairan parentera l jika pernberian
cairan melalui oral tidak memungkinkan.
2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi
a. Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
10
b. Memasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak
c. Kolaborasi untuk pernberian nutrisi parenteral
d. Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar
lengan, membran mukosa) yang adekuat.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
corynebacterium diphtheria, dan lebih sering menyerang anak-anak. Bakteri ini
biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan faring. Tetapi
tidak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakaan
saraf dan juga jantung.
3.2 Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk
anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib
pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah
imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT)
setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati
carier difteri dan dilkaukan uji schick.
Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena
minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi
tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan
badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan
yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus
bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.
12
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: CV.
Info Trans Media.
Suriadi. R.Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Agung Seto.
Yogyakarta
13