Вы находитесь на странице: 1из 10

HAM DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata


karena ia manusia. Hak asasi manusia bersifat universal, hak-hak itu juga tidak
dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami
oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan
berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Sejumlah
hak universal atau yang umum dimiliki oleh setiap manusia yaitu diantaranya hak
hidup, kebebasan dan keamanan. Hak-hak tadi dimilki oleh setiap manusia tanpa
memandang ras, suku, budaya, agama, warna kulit, jenis kelamin, pendapat politik,
asal kebangsaan, status sosial, atau latar belakang lainnya.

Menurut Thomas Hobbes, manusia selalu berada dalam situasi hommo


homini luppus bellum omnium comtra omnes. Sementara John Lock memandang
masyarakat benegara merupakan kehendak manusia yang diwujudkan dalam dua
bentuk perjanjian, yakni pactum unionis, perjanjian antar anggota masyarakat untuk
membentuk masyarakat politik dan negara, dan pactum subjectionis, perjanjian
antara rakyat dengan penguasa untuk melindungi hak-hak rakyat yang tetap melekat
ketika berhadapan dengan kekuasaan sang penguasa.. Selain Hobbes dan Locke,
filsuf Prancis Montesqieu sangat mempengaruhi perkembangan perlindungan hak
asasi di Prancis. Bersama-sama dengan Rousseau ia melahirkan Deklarasi Hak
Manusia dan Warganegara pada tahun 1789. Deklarasi inilah yang kemudian
melahirakan hak atas kebebasan (Liberty), harta (Property), keamanan (Safety), dan
perlawanan terhadap penindasan (Resistence to Oppression).
Selain pandangan Internasional terhadap hak asasi manusia, bangsa
Indonesia juga mempunyai pandangan bahwa hak asasi manusia harus dijunjung
tinggi sesuai dengan Pancasila. Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia
mengalami berbagai kesengsaraan dan penderitaan yang disebabkan oleh
penjajahan. Oleh karena itu pandangan mengenai hak asasi manusia yang dianut
oleh bangsa Indonesia bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai
luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.

Hak warga negara Indonesia antara lain:

1. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1 UUD Hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2 UUD 1945);

2. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (Pasal 28 UUD 1945);

3. Hak / kebebasan memeluk agama atau kepercayaan masing-masing (Pasal 29 ayat


1 dan 2 UUD 1945);
4. Hak dan kewajiban membela negara (Pasal 30 ayat 1 UUD 1945);
5. Hak mendapat pengajaran (Pasal 31 ayat 1 UUD 194
6. Kebudayaa Nasional Indonesia (Pasal 32 UUD 1945);
Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 ayat 1,2, dan 3 Pasal 34 UUD 1945).

Sejarah Perkembangan Hukum yang Mengatur HAM


Sejarah membuktikan bahwa kesadaran manusia terhadap hak-hak asasi akan meningkat
bila terjadi pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan seperti adanya perbudakan, penjajahan,
dan ketidakadilan. Perjuangan atas pengakuan dan usaha menegakkan hak-hak asasi
manusia dari berbagai bangsa banyak dituangkan dalam berbagai konvensi, konstitusi,
perundang-undangan, teori dan hasil pemikiran yang pernah hadir di muka bumi ini.
Sejarah hak asasi manusia secara khusus dapat ditelusuri sejak adanya Magna Charta di
Inggris (1215), Habeas Corpus Act (1679), Petition of Rights (1689), dan Bill of Rights
(1689).

Setelah Perang Dunia II (1939-1945) yang memakan banyak korban dan banyak
menimbulkan pelanggaran hak-hak asasi manusia, Franklin D Roosevelt (Presiden AS)
mencetuskan The Four Freedom yakni kebebasan untuk berbicara dan mencetuskan
pendapat, kebebasan untuk beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari
kemelaratan. Setelah Universal Declaration of Human Rights diterima PBB pada 10
November 1948 di Paris kemudian diterima pula Convenants of Human Rights pada sidang
PBB tanggal 16 Desember 1966, hingga sekarang masalah hak asasi manusia telah diakui
dalam hukum internasional.

Pengakuan dan penghargaan HAM tidak diperoleh secara tiba-tiba, tetapi melalui sejarah
panjang. Berdasarkan sejarah perkembangannya, ada tiga generasi hak asasi manusia,
sebagai berikut:

1. Generasi pertama adalah Hak Sipil dan Politik yang bermula di dunia Barat (Eropa),
contohnya hak atas hidup, hak atas kebebasan dan kemananan, hak atas kesamaan di
muka peradilan, hak kebebasan berpikir dan berpendapat, hak beragama, hak
berkumoul dan hak untuk berserikat.
2. Generasi kedua adalah Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang diperjuangkan oleh
negara Sosialis di Eropa Timur, misalnya hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan
yang layak, hak membentuk serikat pekerja, hak atas pangan, kesehatan, hak atas
perumahan, pendidikan dan hak atas jaminan sosial.
3. Generasi ketiga adalah Hak Perdamaian dan Pembangunan yang diperjuangkan oleh
negara-negara berkembang ( Asia-Afrika), misalnya hak bebas dari ancaman musuh,
hak setiap bangsa untuk merdeka, hak sederajat dengan bangsa lain, dan hak
mendapatkan kedamaian.
Perkembangan berikutnya yaitu muncul generasi keempat hak asasi manusia (TIM ICCE
UIN, 2003). Hak asasi manusia generasi keempat ini mengkritik peranan negara yang
sangat dominan dalam proses pembangunan yang berfokus pembangunan ekonomisehingga
menimbulkan dampak negatif bagi keadilan rakyat. Program pembangunan dijalankan tidak
memenuhi kebutuhan rakyat banyak tetapi untuk sekelompok atau elite penguasa saja.
Pemikiran hak asasi manusia generasi keempat dipelopori oleh negara-negara Asia pada
tahun 1983 yang melahirkan deklarasi Hak Asasi Manusia yang disebut Declaration of The
Basic Duties of Asian People and Government. Pemikiran generasi keempat ini lebih maju
dari generasi ketiga, karena tidak saja mencakup struktural, tetpai juga berpijak pada
terciptanya tataan sosial yang berkeadilan. Deklarasi Hak Asasi Manusia Asia selain
berbicara tentang Hak Asasi juga berbicara tentang kewajiban asasi.

Kelembagaan Nasional HAM di Indonesia

Dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, di samping
dibentuk aturan-aturan hukum juga dibentuk kelembagaan yang menangani masalah yang
berkaitan dengan penegakkan hak asasi manusia, antara lain:

1. Komnas HAM
Komisi Nasional HAM pada awalnya dibentuk dengan keppres No. 50 tahun 1993 sebagai
respon terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional mengenai
perlunya penegakkan hak-hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya
undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Komnas HAM terbentuk
dengan keppres tersebut harus sesuai dengan UU No. 39 tahun 1999. Yang bertujuan untuk
membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak-hak asasi manusia
dan meningkatkan perlindungan dan penegakkan hak-hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam
berbagai bidang kehidupan.

1. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan


Dibentuk berdasarkan Keppres No. 181 tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan
komisi nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sifatnya independen dan bertujuan untuk
menyebarluaskan pemahaman bentuk kekerasan terhadap perempuan, menegmbangkan
kodisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan serta
meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan hak asasi perempuan.

1. LSM Prodemokrasi dan HAM


Di samping lembaga penegakkan hak-hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah,
ada juga lembaga sejenis yang dibentuk oleh masyarakat, misalnya Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) atau Non Governmental Organization (NGO) yang programnya
terfokus pada demokratisasi dan pengembangan HAM. Yang termasuk dalam LSM ini
antara lain adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( KONTRAS).
Implementasi HAM di Indonesia

Ideologi yang dianut oleh suatu negara pada dasarnya akan mempengaruhi kehidupan
masyarakat di negara tersebut, termasuk penerapan hak-hak asasi masyarakatnya. Negara-
negara Barat, seperti Amerika, dengan paham Liberalismenya memungkinkan
masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan sebebas-bebasnya (peran swasta
lebih dominan), sedangkan peran pemerintah sangat kecil dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat. Hal tersebut berdampak pada kondisi kehidupan masyarakatnya yang
“kebablasan” pada beberapa sisi, seperti pergaulan bebas, persaingan bebas, dan sebagainya
yang banyak menimbulkan masalah-masalah baru bagi sebagian masyarakat. Imbas lainnya
dari paham Liberalisme adalah terhimpitnya kaum ekonomi lemah karena para pemilik
modal (kaum kapitalis) memiliki kebebasan dalam melakukan investasi di berbagai sektor
usaha. Paham lainnya yang berkembang di negara-negara Timur (seperti di Uni Soviet dan
RRC pada masa lalu) adalah komunisme. Dampak yang ditimbulkan oleh ideologi tersebut
adalah berkebalikkan dengan apa yang ditimbulkan oleh Liberalisme. Hak-hak masyarakat
diakui, namun tidak sepenuhnya dipedulikan oleh pemerintah. Peran pemerintah sangat
dominan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan. Pada praktik kehidupan bernegara,
pemerintah bersikap otoriter dan tidak peduli terhadap aspirasi rakyat. Hal tersebut
berdampak pada pembungkaman suara rakyat dan pers, sehingga mencukur demokrasi
yang seharusnya menjadi hak rakyat.

Berbeda dengan negara-negara tersebut, Indonesia menganut ideologi Demokrasi Pancasila,


sehingga implementasi hak asasi manusia di Indonesia seharusnya berjalan dengan baik
sesuai dengan sifat-sifat dasar dari paham Demokrasi Pancasila. Menurut ideologi tersebut,
hak-hak asasi setiap rakyat Indonesia pada dasarnya diimplementasikan secara bebas,
namun tetap dibatasi oleh hak-hak asasi orang lain. Jadi, ideologi ini menawarkan
kebebasan yang bertanggung jawab dalam mengimplementasikan hak asasi manusia.
Namun hal tersebut perlu dikaji lebih dalam, sebab ideologi yang dianut oleh negara
Indonesia tercinta ini belum tentu dapat diterapkan oleh rakyat tersebut dengan benar
sepenuhnya.

Sejak era reformasi berbagai produk hukum dilahirkan untuk memperbaiki kondisi hak
asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara lain, UUD 1945 pasal
28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk rasa),
UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol, UU Otonomi Daerah,
perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan
UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial. Dari sisi politik, rakyat Indonesia telah
menikmati kebebasan politik yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan
berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan
berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan, yang vital bagi bekerjanya
sistem politik dan pemerintahan demokratis telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat
Indonesia.

Melalui berbagai media hampir semua lapisan rakyat Indonesia sudah dapat
mengekspresikan perasaan dan pendapatnya tanpa rasa takut atau was-was seperti pada
zaman Orde Baru. Rakyat Indonesia relatif bebas mengkomunikasikan gagasan dan
informasi yang dimilikinya. Rakyat menikmati pula hak atas kebebasan berkumpul.
Pertemuan-pertemuan rakyat, seperti, seminar, rapat-rapat akbar tidak lagi mengharuskan
meminta izin penguasa seperti di masa Orde Baru. Kelompok-kelompok masyarakat,
seperti, buruh, petani, seniman, dan lain sebagainya yang ingin melakukan demonstrasi atau
unjuk rasa di depan kantor atau pejabat publik tidak memerlukan izin, tapi sebelum
menjalankan unjuk rasa diwajibkan untuk memberitahu polisi.

Rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan berorganisasi. Rakyat tidak hanya bebas
mendirikan partai-partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan aspirasi politiknya.
Rakyat bebas pula untuk mendirikian organisasi-organisasi kemasyarakatan, seperti serikat
petani, serikat buruh, perkumpulan masyarakat adat, dan lain sebagainya. Selain itu,
tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan memperkuat masyarakat sipil
yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.

Rakyat Indonesia telah pula menikmati hak politiknya, yaitu hak untuk turut serta dalam
pemerintahan di mana rakyat berperan serta memilih secara langsung para anggota DPR
dan DPRD pada tahun 1999 dan tahun 2004. Pada tahun 2004 untuk pertama kali rakyat
memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya pada tingkat provinsi,
kabupaten, dan kotamadya, rakyat dapat memilih langsung Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Sebelum ini belum pernah ada presiden perwujudan hak atas kebebasan politik dalam
sejarah Indonesia.

Selain itu, kebebasan politik yang membuka jalan bagi terpenuhinya empat kebebasan dasar
yang mencakup hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan
berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam
pemerintahan, belum dinikmati oleh kelompok minoritas agama. Sejumlah daerah juga
memberlakukan perda bermuatan syariah yang sangat bertentangan dengan konsep
penghormatan kepada hak asasi manusia dan UUD 1945 pasal 29 yang menjamin
kebebasan. warga negara dalam memeluk agama dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.
Demikian pula kelompok minoritas dalam agama, misalnya Ahmadiyah terus mengalami
diskriminasi dan pengawasan oleh negara. Bukan hanya itu, sebagian penganut Ahmadiyah
juga sempat menjadi korban dari tindakan anarkis yang dilakukan oleh sejumlah oknum
dari organisasi masyarakat tertentu. Kebebasan politik yang dinikmati oleh masyarakat
Indonesia ternyata juga tak diimbangi dengan perlindungan hukum yang semestinya bagi
hak-hak sipil, seperti, hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan dari
penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat, hak atas pemeriksaan yang adil dan proses hukum yang semestinya,
hak atas pengakuan pribadi di depan hukum, dan larangan atas propaganda untuk perang
dan hasutan kebencian. Dari berbagai daerah, seperti, Poso, Lombok, Papua, juga Jakarta,
dan tempat-tempat lain di Indonesia, dilaporkan masih terjadi kekerasan horisontal yang
melibatkan unsur-unsur polisi dan militer. Penganiayaan dilaporkan masih terus di alami
oleh kelompok-kelompok masyarakat, seperti, buruh, petani, masyarakat adat, kelompok
minoritas agama, dan para mahasiswa.

Begitu pula dengan kejahatan terorisme yang dilakukan oleh mereka yang menyebut
dirinya sebagai Jemaah Islamiyah telah menimbulkan korban, berupa hilangnya nyawa
manusia, dan hancurnya harta benda miliknya. Kejahatan terorisme telah menimbulkan rasa
takut dan tidak aman yang relatif luas di kalangan masyarakat sipil. Pada sisi yang lain
kejahatan terorisme di Indonesia telah mengundang lahirnya UU Anti-Kejahatan Terorisme
yang mengesampingkan UU Hukum Acara Pidana biasa. Di bawah UU Anti Kejahatan
Terorisme itu, polisi dengan mengesampingkan perlindungan hak sipil yang diatur di bawah
hukum acara pidana biasa, dengan mudah dapat melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan pemeriksaan terhadap siapa saja yang diduga menjadi bagian dari
jaringan aktivitas terorisme. Pelaksanaan UU baru ini telah memberikan dampak buruk bagi
hak-hak sipil meskipun belum tentu berdosa, namun karena dicurigai mempunyai hubungan
dengan pelaku kejahatan terorisme, bisa mengalami penangkapan, penahanan, kekerasan,
penyiksaan, dan pemeriksaan. Keadaan ini jelas memperburuk kondisi hak sipil dan politik.
Karena itu, Komnas HAM bersama Komnas-HAM se Asia Pasifik, mendesak agar negara-
negara Asia Pasifik tetap tegas dalam memberantas kejahatan terorisme, namun
pemberantasan kejahatan itu harus dilakukan dengan mengindahkan hukum HAM.

Sumber : https://meilabalwell.wordpress.com/ham-dan-implementasinya-di-indonesia/

Вам также может понравиться