Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Berikut merupakan tatalaksana sindrom koroner akut menurut PERKI (2015) adalah :
a. Tindakan Umum dan Langkah Awal Sindrom Koroner Akut
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA
atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri <95% atau
yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya
terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual
(di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2
x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik (Kelas I-B)
atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada
pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat
reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika nyeri dada tidak hilang dengan satu
kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena
diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C).
dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).
Menurut Depkes (2006), prinsip penatalaksanaan SKA secara umum adalah mengembalikan
aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark
miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA
perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA
dalam keadaan dini merupakan
kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis pasien.
Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai terapi reperfusi akan
sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini mungkin, reperfusi/rekanalisasi
sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan
pemantauan EKG kontiniu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan pada pasien
dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse
oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi kurang (SaO2
<90%).
Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan nitrat, bila terjadi endema paru
dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila hipertensi menetap walaupun telah
diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal
jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila ditemukan
iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat
instabilitas hemodinamik berat (Depkes, 2006).
b. Tatalaksana Sebelum ke Rumah Sakit (RS)
Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil pada prinsipnya
sebagai berikut :
a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA
Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah
Berikan nitrat sublingual
Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan
Jika mungkin periksa petanda biokimia
b. Jika EKG dan petanda biokimia curiga adanya SKA
Kirim pasien ke fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi defenitif dapat diberikan
c. Jika EKG dan petanda biokimia tidak pasti akan SKA
Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan
Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat
Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan ambulan dan
fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan oksigen
nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi kepala 40 derajat
dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan khusus.
c. Tatalaksana di Rumah Sakit
Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan
bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah
terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung.
Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:
Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,
Berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
Pasang monitoring EKG secara kontiniu,
Pemberian obat:
Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD
sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,
Aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol, tiklopidin
atau klopidogrel, dan
Mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit
sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg
intravena.
2. Hasil penilaian EKG, bila:
a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan
atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas
(BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan
reperfusi dengan :
- terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun
dan tidak ada kontraindikasi.
- angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA
primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila ada
kontraindikasi terapi trombolitik
b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-
iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan
c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan
monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim
jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
- EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress test
atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan
- EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien di rawat di ICCU.
d. Terapi pada Angina Tidak Stabil dan Infark Miokard Non ST Elevasi
Berikut merupakan terapi pada angina tidak stabil dan STEMI menurut PERKI (2015) :
1. Anti Iskemia
Beta Blocker
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang
mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada
pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi
akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat
hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-B). penyekat
beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Penyekat beta juga
diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra
(Kelas I-B). Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta
kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip ≥III
(Kelas I-B). Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Jenis dan Dosis Beta Blocker untuk Terapi IMA
DAFTAR PUSTAKA
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Central Communications.
Depkes. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom
Koroner Akut. Jakarta.
RUMUSAN MASALAH
3. FR → endothelial injury → aterosklerosis → oklusi total → infark miokard (STEMI) → suplai
oksigen ke miokard tidak adekuat → ujung-ujung saraf sensorik di miokardium terangsang → serat-
serat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang kardiak trunkus simpatikus → masuk ke medula
spinalis melalui akar dorsal T1-T5 → nyeri beralih ke daerah kulit lengan kiri (dipersarafi oleh saraf
brakhialis interkostal (T2)) → nyeri lengan kiri, selain itu di dalam SSP terjadi penyebaran sejumlah
impuls nyeri → kadang-kadang nyeri terasa di rahang.
Saat ini penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-proyeksi.
Menurun teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari otot
dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik yang sama (misalnya sel proyeksi
spinotalamikus). Karena tidak ada cara untuk mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah
memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah somatik (dermatom).
Sebagai contoh, iskemia/infark miokardium menyebabkan pasien merasa nyeri hebat di bagian
tengah sternum yang sering menyebar ke sisi medial lengan kiri, pangkal leher, bahkan rahang. Nyeri
diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolik dan defisiensi oksigen, yang merangsang ujung-
ujung saraf sensorik di miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang
kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsalis lima saraf torakalis
paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tetapi beralih ke bagian kulit
(dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang sesuai, karena itu, daerah kulit yang
dipersarafi oleh lima saraf interkostalis teratas dan oleh saraf brachialis interkostal (T2) akan terkena.
Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah penyebaran impuls nyeri karena nyeri kadang-kadang terasa
di leher dan rahang.
8. Zat yang terkandung dalam rokok seprti nikotin yang mengakibatkan pelepasan
katekolamin(adrenalin dan noradrenalin) yang menyebabkan konduksi jantung dipercepat hal ini lah
yang nmengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berahir hipertensi. Selain itu terjadi
atherockolorsis yang apabila yang menyerang a.coronaria maka akan terjadilah nyeri dada.