Вы находитесь на странице: 1из 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT FILARIASIS MASYARAKAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS


KECAMATAN KAIRATU BARAT
TAHUN 2016
RELATIONSHIP BETWEEN COMUNITY’S LEVEL OF KNOWLEDGE AND
ATTITUDE WITH COMPLIANCE OF TAKING LYMPHATIC FILARIASIS DRUGS IN
THE CATCHMENT AREA OF THE KAIRATU BARAT SUB-DISTRICT PUSKESMAS IN
2016

Elqadosy Sedubun1, Christiana R. Titaley2, Marissa Matinahoru2


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
2
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura

ABSTRAK

Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan minum obat filariasis masyarakat
wilayah kerja Puskesmas Keamatan Kairatu Barat.

Pengumpulan data dilakukan di Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku pada bulan Mei-
Juni 2017 dengan pendekatan cross sectional. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster Random Sampling, dengan
jumlah sampel 210. Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi square, metode 30 x 7 yang menghasilkan 210 responden yang
menjadi sampel dalam penelitian ini. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap dan kepatuhan
minum obat filariasis.

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa hanya 79% yang menerima obat filariasis dan yang minum obat semuanya hanya
57,2%. Responden yang tidak minum obat sama sekali 30,1%. Responden yang memiliki pengetahuan cukup sampai baik (67,6%)
dan pengetahuan kurang (30%). Responden yang memiliki sikap cukup (72,8%) dan sikap kurang (27,2%). Tidak ada hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat filariasis (p=0,968) dan tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan
minum obat filariasis (p=0,076). Walaupun hubungan sikap dengan kepatuhan minum obat filariasis tidak signifikan, namun jumlah
sikap cukup lebih besar dibandingkat sikap yang kurang.

Saran kepada tenaga kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat agar membentuk Pengawas Minum Obat (PMO) pencegahan
filariasis agas masyarakat lebih patuh minum obat dan menerima pengetahuan yang baik tentang program Pembagian Obat
Pencegahan Massal (POPM) filariasis.

Kata Kunci: Filariasis, Obat Filariasis, Kepatuhan Minum Obat, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten
Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
ABSTRACT

Filariasis is a disease caused by filaria worms transmitted through mosquitos bite. The purpose of this study is to examine
the relationship between community’s level of knowledge and attitude with their compliance of taking lymphatic filariasis drugs in the
catchment area of the Kairatu Barat Sub-district Puskesmas.

Data collection was conducted in Kairatu Barat Sub-district, Seram Bagian Barat District, Maluku Province in May until
June 2017 with cross sectional approach. Using cluster random sampling method, 30 x 7 sampling method was employed, yielding
210 respondents involved. The variables analyzed in this study are the level of knowledge, attitude and compliance of taking
lymphatic filariasis drugs.

Our study found that only 79% of respondents received lymphatic filariasis drugs. Of those receing lymphatic filariasis
drugs only 57.2% complied with taking all drugs distributed. There was 30.1% respondents who did not take any drugs at all. There
were 67.6% respondents who had moderate to high level of knowledge and 30% respondents with low level of knowledge. Regarding
the attitude towards lymphatic filariasis, 72.8% had moderate attitude and 27.2% with negative attitude. None had positive attitude.
There was no significant association between level of knowledge and compliance of taking lymphatic filariasis drugs (p-value=
0.968). Similarly, we also found that there was nosignificant association between attitude and compliance of taking lymphatic
filariasis drugs (p-value = 0.076). Nevertheless, the percentage of compliance with taking LF drugs increased along with the
increased level of attitude.

Suggestion to the Seram Bagian Barat District health workers to establishing supervisors taking lymphatic filariasis drugs in
order for the community to be more obdient in taking lymphatic filariasis drugs and have a good level of knowledge about mass
limphatic filariasis prevention drug programs.

Keywords: Lymphatic Filariasis, Lymphatic Filariasis Drugs, Drugs Compliance, Knowledge, Attitude, Kairatu Barat Sub-district
Puskesmas, Seram Bagian Barat District, Maluku Province.
PENDAHULUAN

Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

dari cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.1 Penyakit infeksi filariasis dapat menyerang

masyarakat luas di pedesaan maupun perkotaan tanpa mengenal golongan usia dan jenis kelamin.1,2

Penyakit kaki gajah atau filariasis dapat menyebabkan kecacatan, mempengaruhi psikososial dan

penurunan produktifitas penderita dan lingkungannya.2 Kecacatan yang disebabkan oleh filariasis bertahan

seumur hidup dan dapat mengganggu aktifitas penderita kaki gajah atau filariasis.1,2

Penyakit filariasis mendapat perhatian dari World Health Organization (WHO) mulai tahun 1999. WHO

mendeklarasikan “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the

Year 2020” pada tahun 2000.1 Program ini ditujukan untuk mengatasi infeksi kaki gajah atau filariasis pada

daerah endemis khususnya negara-negara tropis dan subtropis, dengan harapan pada tahun 2020 negara-negara

endemis sudah berhasil menurunkan jumlah kejadian kasus filariasis hingga <1%.1 Program ini patut

dilaksanakan dengan baik mengingat terdapat 1,3 miliar dari penduduk dunia yang beresiko tertular penyakit

kaki gajah atau filariasis pada > 83 negara dengan 60% kasus berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia. 1

Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis terutama Indonesia Timur.1,2 Sejak tahun

2000-2009 diterima 11.914 laporan kasus kronis kaki gajah atau filariasis yang tersebar di 401 kabupaten/kota.2

Di Indonesia, pada tahun 2015 terdapat 13.032 kasus filariasis. Grafik berikut memberikan gambaran

peningkatan kasus filariasis di Indonesia sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2015.3

Lima provinsi di Indonesia dengan kasus klinis filariasis tertinggi pada tahun 2015 yaitu Nusa Tenggara

Timur (2.864 kasus), Aceh (2.372 kasus), Papua Barat (1.244 kasus), Papua (1.184 kasus) dan Jawa Barat (904

kasus).3 Indonesia memberantas kaki gajah atau filariasis sebagai bagian dari program eliminasi filariasis global

melalui dua pilar kegiatan yaitu memutuskan mata rantai penularan filariasis dengan Pemberian Obat

Pencegahan Massal (POPM) filariasis di daerah endemis sekali setahun selama lima tahun berturut-turut (obat

yang dipakai adalah Diethylcarbamazine (DEC) 6 mg/KgBB dikombinasikan dengan Albendazole 400 mg) dan

mencegah serta membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis mandiri.3 Berdasarkan hasil

pemetaan yang dilakukan daerah endemis di Indonesia sebanyak 241 kabupaten/kota dari total 514
kabupaten/kota yang ada di Indonesia.3 Hal ini menunjukan bahwa hampir sebagian dari penduduk Indonesia

tinggal di daerah endemis kaki gajah atau filariasis sehingga beresiko tertular filariasis.3 Dari 241

kabupaten/kota endemis filariasis sebanyak 54% kabupaten sedang melaksanakan POPM filariasis dan 22%

telah selesai POPM lima putaran. Namun, masih terdapat 18% kabupaten/kota yang belum memulai

pelaksanaan POPM filariasis dan 6% kabupaten/kota yang putus POPM filariasis.3

Dalam upaya mencapai keberhasilan program eliminasi kaki gajah atau filariasis maka perlu dilakukan

sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya minum obat pencegahan filariasis yang diberikan setahun

sekali dalam lima tahun berturut-turut.3 Tingkat pengetahuan masyarakat serta sikap masyarakat mengenai

program eliminasi filariasis perlu ditingkatkan khususnya mengenai kepatuhan minum obat pencegahan

filariasis.3

Provinsi Maluku yang termasuk daerah endemis filariasis juga melaksanakan POPM filariasis lima

tahun berturut-turut. Kasus filariasis (kronis) yang dilaporkan tahun 2014 adalah 44 kasus yang tersebar di 11

kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Maluku Tenggara tidak ada kasus filariasis.4,5 Pada Profil Kesehatan

Provinsi Maluku tahun 2014 jumlah kasus filariasis tertinggi ada pada Kota Ambon dengan 16 kasus kaki gajah

atau filariasis, diikuti oleh Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dengan 11 kasus.4,5

Penelitian mengenai kaki gajah atau filariasis dilakukan oleh Diana Andriyanti dan Siti Alfiah 6 tentang

“Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat berdasarkan Riwayat Filariasis di Desa Sokaraja

Kulon Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas Tahun 2013”.Penelitian tersebut mencermati tingkat

pengetahuan, sikap dan perilaku pada responden antara yang memiliki riwayat filariasis dengan yang tidak

memiliki riwayat filariasis. Hasil analisis data dari penelitian ini menunjukkan pada responden yang memiliki

riwayat filariasis maupun tidak memiliki tingkat pengetahuan tentang filariasis tergolong cukup.6 Kemudian

dalam bersikap dan berperilaku, responden dengan riwayat filariasis bersikap mendukung dalam upaya

pencegahan filariaisis, namun memiliki perilaku kurang baik. Sementara itu, pada responden yang tidak

memiliki riwayat filariasis bersikap tidak mendukung dalam upaya pencegahan filariasis, namun perilakunya

baik.6
Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Donny Pangemanan, Budi dan Adi Pramono7 yang meneliti

tentang “Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di RW 1 Desa Nanjung Kecamatan

Margaasih Kabupaten Bandung Jawa Barat tentang Filariasis Tahun 2014”. Penelitian ini melaporkan 238

responden (96,35%) yang memiliki tingkat pengetahuan tentang filariasis tinggi dan sembilan responden

(3,64%) memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Sedangkan 247 responden (100%) memiliki sikap baik dan

246 responden (99,6%) memiliki perilaku baik serta hanya satu responden (0,4%) yang memiliki perilaku baik.7

Muhammad Gilang Rijalul Ahdy8 dalam penelitiannya tentang “Hubungan Pengetahuan dan Sikap

tentang Pencegahan Filariasis dengan Praktek Minum Obat dalam Program Pemberian Obat Masal Pencegahan

(POMP) Filariasis Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015” menunjukkan adanya hubungan

antara pengetahuan tentang pencegahan filariasis dengan praktek minum obat filariasis (p = 0,007). Sedangkan,

yang tidak berhubungan dengan praktek minum obat filariasis adalah sikap tentang pencegahan filariasis (p =

0,113).8

Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) merupakan kabupaten kedua setelah Kota Ambon yang memiliki

kasus filariasis di Provinsi Maluku, oleh sebab itu penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap

terhadap kepatuhan minum obat dirasakan perlu dilakukan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).

Puskesmas Kecamatan Kairatu Barat telah melakukan POPM sebanyak dua kali, pada tahun 2015 dan 2016.

Peneliti mengambil wilayah kerja puskesmas tersebut disebabkan adanya satu kasus filariasis pada salah satu

desa di Kecamatan Kairatu Barat yaitu desa Lohiatala.9 Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian terkait hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat wilayah kerja Puskesmas Kecamatan

Kairatu Barat terhadap kepatuhan minum obat filariasis. Diharapkan penelitian ini dapat membantu Dinas

Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam meminum

obat pencegahan filariasis.


METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional menggunakan data primer yang

diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari kuesioner milik Rusmanto32 dan telah divalidasi

dalam penelitiannya mengenai “Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap

kepatuhan minum obat anti filariasis di RW II Kelurahan Pondok Aren”. Populasi dalam penelitian ini adalah

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kairatu Barat Kabupaten Seram Bagian Barat dengan

sasaran usia 18-65 tahun yang ada pada saat penelitian dilakukan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian

ini menggunakan metode pengambilan sampel cluster random sampling dengan metode 30 x 7 (30 cluster dan

tujuh responden per Rukun Tetangga (RT). Cluster yang ada di tingkat kelurahan/desa dipilih dengan metode

proportionate probability to size (PPS) dimana desa dengan jumlah penduduk yang besar akan lebih berpeluang

untuk terpilih dan mungkin lebih dari satu cluster. Selanjutnya, untuk setiap kelurahan atau desa yang terpilih

akan dilakukan pemilihan RT sesuai dengan jumlah cluster yang telah terpilih menggunakan metode simple

random sampling. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 210 responden.

ANALISIS DATA

Data yang telah diperoleh dari pengisian kuesioner tersebut diolah dan diproses dengan menggunakan program computer
Microsoft Office Excel 2010 dan Software Statistic Packages for Social Sciences (SPSS) for Windows SPSS versi 16.0,
kemudian dengan metode analisis univariat dan bivariat dan selanjutnya data yang diproses, disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik.

Вам также может понравиться