Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MODEL PEMBELAJARAN
Oleh: Dr. Moses Kopong Tokan, M.Si
11. SAVI
Pembelajaran ini merupakan penggabungan cara belajar somatis, auditori, visual
dan intelektual dan disingkat SAVI. Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang
menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa.
Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh
(hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory
yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak,
berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi;
Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui
mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan
alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan
kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan
berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan,
mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
Karakteristik pembelajaran SAVI adalah (a) mengutamakan hasil, (b) bersifat
alamiah, (c) penerimaan yang tinggi, dan (d) bersifat menyeluruh.
18. Jigsaw
Secara etimologi, Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada
yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyusun
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara
bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan
cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan
kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan
Lie ( 1993), bahwa pembelajaran model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif
dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan
enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif
dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas
29. KUASAI
Model pembelajaran KUASAI dikembangkan oleh Colin Rose dengan cara
mengadaptasi dan mensistensis hasil penelitian dari Dr Howard Gorden tentang multiple
intelligenses. Penelitian Actur Costa untuk gaya belajar dan hasil penelitian pemegang
hadiah nobel, Roger Sperry dan Robert Ornsten, tentang otak. Akan tetapi Colin tidak
hanya merangkum begitu saja, dia juga menciptakan model pembelajaran menjadi efektif
sehingga dapat diterapkan kepada semua orang, baik guru maupun siswa. Colin Rose
menyimpulkan bahwa pembelajaran efektif melibatkan enam tahap. Enam tahapan ini
diakronimkan menjadi KUASAI. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah: (a). Kerangka
pikir untuk sukses. Siswa harus kaya dengan kerangka pikir. Siswa tersebut sebaiknya
rileks dan penuh motivasi. Jika stress, atau tidak percaya pada kemampuan sendiri atau
tidak menetapkan tujuan dari hal yang sedang dipelajari maka yang bersangkutan tidak
akan bisa belajar dengan baik. (b). Uraikan faktanya. Siswa harus melibatkan fakta untuk
disesuaikan dengan gaya belajar yang disukai. Kebutuhan siswa untuk melihat,
mendengar, atau terlibat langsung secara fisik dalam hal yang sedang dipelajari. Saat
mempelajari hal baru, perlu memerlukan sesuatu untuk membuat informasi tersebut lebih
lekat dalam ingatan. Apa yang akan dilakukan bergantung pada gaya pembelajaran
visual, audiotri atau fisik (kinestetik) atau kombinasi ketiganya yang cocok untuk setiap
orang. (c). Apa maknanya. Siswa perlu menjelajahi hal yang sedang dipelajari.
Mengetahui sesuatu dan benar-benar memahami itu berbeda. Saat menjelajahi suatu
topik dengan sungguh-sungguh, maka akan mengubah pengetahuan yang dangkal
menjadi pemahaman dalam. Cara mencapai itu bergantung pada cara unik siswa dalam
menggunakan kecerdasan. (d). Sertakan ingatan. Siswa perlu menghafalkan unsur-unsur
kunci dalam ingatan. (e). Ajukan sesuatu yang anda ketahui. Siswa tidak dapat benar-
benar yakin telah memahami yangtelah dipelajari sampai ia mengujinya. Siswa perlu
menunjukkan bahwa dirinya tahu. Yang dimaksud menunjukkan disini adalah berusaha
membagikan ilmu kepada orang lain. Saat membagikan ilmu kepada orang lain justru
akan memperoleh ilmu yang lebih. (f). Introspeksi. Siswa perlu merenungkan sebaik apa
pembelajaran yang telah ia kerjakan. Tujuannya adalah meningkatkan sesuatu yang
tidak hanya diketahui, tetapi cara ia belajar. Dengan demikian, siswa akan menjadi
pembelajar yang semakin lama semakin baik dan dapat belajar lebih baik setiap saat.
Jika mempelajari teknik-teknik belajar yang paling cocok dengan gaya belajar yang
disukai, maka siswa akan belajar dengan cara yang alami. Karena terasa alami, maka
belajarpun akan terasa lebih mudah.
Sintaksnya sebagai berikut: (1) Kerangka pikir untuk sukses, (2) Uraikan fakta
36. Artikulasi
Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan
berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan
penjelasan guru pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model
pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus
berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif
dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing
siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya
tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode
pembelajaran ini.
Sintaksnya sebagai berikut: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk
kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru
diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya,
guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.
37. Debate
Model pembelajaran Debate melatih siswa untuk mengemukakan pendapat
seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam
debate situasi pembelajaran sengaja dibuat menjadi 2 kelompok yang berseberangan
(pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan
mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat
dipertanggungjawabkan. Di sini siswa juga dilatih untuk menghargai adanya perbedaan.
Debat adalah model pembalajaran dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok
40. Refleksi-evaluasi.
Pembelajaran Refleksi merupakan proses mental yang menerapkan
kegiatan pembelajaran dengan mengaktifkan siswa untuk menggunakan pemikiran
yang kritis (critical thinking) untuk menguji informasi yang didapat, bertanya tentang
kebenarannya dan menyimpulkan berdasarkan ide-ide yang dihasilkannya. Proses yang
dilakukan secara berkesinambungan mengarahkan individu untuk mampu membuat
alternatif pemecahan dan kesimpulan akhir, sehingga memiliki pemahaman yangg lebih
baik. Tanpa refleksi, pembelajaran menjadi berakhir sementara pengelolaan cara berfikir
yangg dalam memerlukan proses pembelajaran (Ewell, 1997).
Pembelajaran yang efektif mensyaratkan waktu bagi peserta untuk selalu
berfikir. Siswa perlu merefleksikan apa yang mereka pelajari dengan
mengevaluasi proses berfikir yang digunakan dalam menentukan strategi kerja yang
terbaik. Kemudian menerapkan pengetahuan yang didapat dari proses pembelajaran
sebagai pendekatan yang akan digunakan pada pembelajaran selanjutnya. Proses
berfikir yang terus menerus tentang apa yang ditemukan dan dikerjakan merupakan
proses yang membangkitkan kreatifitas untuk selalu melakukan perubahan dan inovasi,
sportivitas untuk menilai kelemahan dan kelebihan yang dimiliki.
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok,
pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja
kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain,
kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
43. Demonstration
Model pembelajaran demonstrasi adalah pembelajaran dengan memperagakan
barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu kegiatan baik secara langsung
maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang dibeljarkan Muhibbin Syah, 2000). Metode demontrasi adalah
metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu
benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi yaitu sebagai berikut: (a).
Lebih memfokuskan perhatian siswa, (b). proses belajar siswa lebih terarah pada materi
45. Scramble
Kata scramble berasal dari bahasa Inggris yang berarti perebutan, pertarungan,
perjuangan. Seperti yang diungkapkan oleh Fadmawati (2009), pembelajaran kooperatif
metode scramble adalah pembelajaran secara berkelompok dengan mencocokkan kartu
pertanyaan dan kartu jawaban yang telah disediakan sesuai dengan soal, sedangkan
Soeparno (1998) berpendapat bahwa metode scramble adalah salah satu permainan
bahasa, pada hakikatnya permainan bahasa merupakan suatu aktivitas untuk
memperoleh keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan.
Scramble merupakan metode mengajar dengan membagikan lembar soal dan
lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia. Siswa diharapkan
mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal yang ada. Dijelaskan juga oleh
(Daud, 2010) bahwa istilah scramble berasal dari bahasa Inggris yang berarti “perebutan,
pertarungan, perjuangan”. Scramble dipakai untuk jenis permainan anak-anak yang
merupakan latihan pengembangan dan peningkatan wawasan pemikiran kosa kata.
Sesuai dengan sifat jawabannya scramble terdiri atas bermacam-macam bentuk yakni :
(a). Scramble kata, yakni sebuah permainan menyusun kata-kata dan huruf-huruf yang
telah dikacaukan letaknya sehingga membentuk suatu kata tertentu yang bermakna
misalnya : alpjera = pelajar; ktarsurt = struktur ; (b). Scramble kalimat : yakni sebuah
permainan menyusun kalimat dari kata-kata acak. Bentuk kalimat hendaknya logis,
bermakna, tepat, dan benar. Contoh nya : komme – Ich – aus – Bandung = Ich komme
aus Bandung dan (c). Scramble wacana : yakni sebuah permainan menyusun wacana
logis berdasarkan kalimat-kalimat acak. Hasil susunan wacana hendaknya logis,
bermakna.
Melalui pembelajaran kooperatif metode scramble, siswa dapat dilatih berkreasi
menyusun kata, kalimat, atau wacana yang acak susunannya dengan susunan yang
bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya.
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu
53. Improve
Model pembelajaran IMPROVE (Introducing the New Concept, Meta-cognitive
Questioning, Practicing, Reviewing and Reducing Difficulties, Obtaining Mastery,
Verification, and Enrichment) merupakan model pembelajaran dimana setiap kata dalam
akronimnya merupakan langkah pembelajaran:
a. Introducing the New Concept. Siswa diberikan suatu konsep baru oleh guru
tanpa memberikan hasil akhir atau bentuk jadinya saja. Konsep ini diberikan
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa terlibat
secara aktif dan dapat menggali kemampuan diri mereka sendiri.
b. Meta-cognitive Questioning. Pertanyaan yang dapat diajukan guru kepada siswa
meliputi pertanyaan pemahaman misalnya seorang guru memberikan
permasalahan kepada siswa mengenai suatu materi, setelah itu guru bertanya
kepada siswa, “Apa masalah ini?”, pertanyaan koneksi merupakan pertanyaan
mengenai apa yang siswa dapat sekarang dengan apa yang telah didapatnya
dahulu, misalnya, “Apakah masalah sekarang sama atau berbeda dari
pemecahan masalah yang telah Anda lakukan dimasa lalu?”, Pertanyaan strategi
berkaitan dengan solusi-solusi yang akan diajukan siswa untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapinya seperti “Strategi apa yang cocok untuk
memecahkan masalah tersebut?”dan pertanyaan refleksi yang mendorong siswa
untuk mempertimbangkan cara atau strategi yang telah diajukannya seperti
54. Generatif
Intisari dari model pembelajaran genertif adalah bahwa otak tidak menerima
informasi dengan pasif melainkan justru juga aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari
informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan.
Di antara alternatif model pembelajaran matematika yang dapat mendukung
tercapainya tujuan mata pelajaran matematika adalah model pembelajaran yang
berlandaskan pada paham konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan
dikonstruksi dalam pikiran siswa yaitu Model Pembelajaran Generatif (MPG). Menurut
Astuti (2005) model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivis salah satunya adalah
MPG yang di usulkan oleh Osborn & Wittrock (1985).
Menurut Hassard (2008) MPG adalah suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada suatu pandangan bahwa pengetahuan itu dikonstruksi oleh siswa itu
sendiri. Menurut Tytler (dalam Fahinu, 2007) bahwa MPG merupakan salah satu model
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika yang terdiri dari empat fase.
Untuk lebih jelasnya kelima tahapan dalam model pembelajaran generatif
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk membangun kesan mengenai
konsep yang sedang dipelajari dengan mengaitkan materi dengan pengalaman
sehari-hari. Tujuannya agar siswa termotivasi mempelajari konsep tersebut.
b) Pengungkapan ide, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan ide
mereka mengenai konsep yang dipelajari. Pada tahap ini siswa akan menyadari
bahwa ada pendapat yang berbeda mengenai konsep tersebut.
c) Tantangan dan restrukturisasi, yaitu guru menyiapkan suasana dimana siswa
diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan
mengemukakan keunggulan dari pendapat mereka tentang konsep yang
dipelajari. Kemudian guru mengusulkan peragaan demonstrasi untuk menguji
kebenaran pendapat siswa. Pada tahap ini diharapkan siswa sudah mulai
mengubah struktur pemahaman mereka (conceptual change).
d) Penerapan, yaitu kegiatan dimana siswa diberi kesempatan untuk menguji ide
alternatif yang mereka bangun unuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi.
Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan konsep baru yang dia
kembangkan. Melalui tahap ini guru dapat meminta siswa menyelesaikan
persoalan baik yang sederhana maupun yang kompleks.
e) Melihat kembali, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan
60. Superitem
Biggs dan Collis (dalam Sumarmo 1993) melakukan studi tentang struktur hasil
belajar dengan tes yang disusun dalam bentuk superitem. Biggs dan Collis dalam
61. Hibrid
Model pembelajaran hybrid yaitu sebuah model pembelajaran yang
menggabungkan beberapa metode pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan
pengalaman yang paling efektif dan efisien dengan cara menggabungkan pertemuan
konvensional atau tatap muka (face to face) di kelas dengan pengelolaan lingkungan e-
learning secara integrasi. Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang
berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep.
Secara teknis, pengembangan pembelajaran model hybrid/blended merupakan
kombinasi model pembelajaran yang menggunakan beberapa model pembelajaran yang
dilakukan dalam konteks on-line dan off-line, yakni model pembelajaran tatap muka on-
62. Treffinger
Model pembelajaran Treffinger merupakan salah satu model yang membutuhkan
kreativitas dalam menangani masalah secara secara langsung, dengan melibatkan baik
keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat dari model ini. Treffinger
menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong
belajar kreatif. Model pembelajaran Treffinger dapat membantu siswa untuk berpikir
kreatif dalam memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep
materi yang diajarkan, serta memberikan kepada siswa untuk menunjukkan potensi-
potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan kemampuan
pemecahan masalah. Dengan kreativitas yang dimiliki siswa, berarti siswa mampu
menggali potensi dalam berdaya cipta, menemukan gagasan serta menemukan
pemecahan atas masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses berpikir.
Model pembelajaran Treffinger mendorong siswa belajar kreatif sehingga dapat
mengembangkan kreativitas siswa, melibatkan kemampuan afektif dan kognitif yang
digambarkan melalui tiga tingkatan berpikir yang meliputi tingkat I adalah basic tools yaitu
pengembangan fungsi-fungsi divergen, tingkat II adalah practice with proses yaitu berpikir
secara kompleks dan perasaan majemuk, serta tingkat III adalah working with real
problem yaitu keterlibatan dalam tantangan nyata. Misalnya pada tingkat I, Treffinger
memusatkan perhatian pada bagaimana anak dapat berpikir secara divergen atau
terbuka tanpa memikirkan bahwa pendapat yang disampaikan benar atau salah.
Kemampuan afektif yang dikembangkan meliputi rasa ingin tahu (dapat dilihat dari
keaktifan siswa dalam bertanya), keberanian mengambil resiko (keberanian dalam
menjawab pertanyaan walaupun jawaban yang disampaikan salah), percaya diri (siswa
berani dalam menentukan jawaban yang berbeda dengan jawaban temannya) dan lain
sebagainya. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan meliputi
kelancaran (dapat dilihat dari waktu yang digunakan anak dalam menjawab dan
mengungkapkan gagasan yang berbeda), kelenturan (dilihat dari banyaknya idea tau
gagasan yang berbeda yang disampaikan siswa) dan lain sebagainya. Pada tingkat II,
Treffinger lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan kemampuan
penyelesaian masalah dan keterbukaan terhadap perbedaan. Kemampuan afektif pada
tingkat ini meliputi keterbukaan perasaan majemuk (yaitu keterbukaan dalam menerima
gagasan yang berbeda), meditasi dan kesantaian (kebiasaan dan ketenangan dalam
menerima gagasan yang berbeda), penggunaan khayalan dan tamsil (kemampuan
berimajinasi dalam menggambarkan masalah yang dihadapi) dan lain sebagainya.
Sedangkan kemampuan kognitif yaitu meliputi penerapan (penggunaan apa yang
tersedia dalam menyelesaikan masalah yang diberikan), analisis (mendiskripsikan segala
masalah yang ada), sintesis (ketrampilan memadukan hal yang didapat dengan
pengetahuan sebelumnya), evaluasi (penilaian terhadap jawaban teman dan diri sendiri
sehingga menghasikan jawaban yang paling tepat) dan lain-lain. Pada tingkat III,
Treffinger memusatkan pada bagaimana anak dapat mengelola dirinya sendiri dan
kemampuannya sehubungan dengan keterlibatannya dalam tantangan-tantangan yang
ada dihadapannya. Kemampuan afektif pada tingkat ini meliputi pemribadian nilai
(berkaitan dengan pengevaluasian diri dan ide-ide sebelumnya), pengikatan diri terhadap
hidup produktif (berusaha untuk tetap menghasilkan ide baru dalam setiap kegiatan
penyelesaian masalah), dan lain-lain. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat
dikembangkan meliputi pengajuan pertanyaan secara mandiri (pertanyaan yang timbul
dari pemikiran sendiri), pengarahan diri (mampu menentukan sendiri langkah-langkah
63. Kumon
Kumon adalah suatu model pembelajaran dari Jepang, dikembangkan oleh Toru
Kumon, seorang guru matematika SMU yang ingin membantu pelajaran matematika
anaknya yang masih duduk di kelas 2 SD.
Model Kumon memberikan program belajar secara perseorangan sesuai dengan
kemampuan masing-masing, yang memungkinkan siswa menggali potensi dirinya dan
mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Selain itu, pembelajaran Kumon
mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual dan menjaga suasana nyaman-
menyenangkan.
Metode Kumon menggunakan bahan pelajaran berupa lembar kerja yang
disusun sedemikian rupa secara sistematis dan small step yang berisi materi pelajaran
dari tingkat prasekolah sampai dengan tingkat SMU. Bahan pelajarannya dirancang
sehingga siswa dapat mengerjakan dengan kemampuannya sendiri, bahkan
memungkinkan bagi siswa untuk memperlajari bahan pelajaran di atas tingkatan
kelasnya di sekolah.
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual,
dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep,
latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung
dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.
64. Quantum
Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti
efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Quantum Learning
pertama kali digunakan di Supercamp. Di Supercamp ini menggabungkan rasa percaya
diri, keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang
menyenangkan.
Belajar dengan menggunakan quantum learning akan didapatkan berbagai
manfaat yaitu:
a) Bersikap positif.
b) Meningkatkan motivasi.
c) Keterampilan belajar seumur hidup.
d) Kepercayaan diri.
e) Sukses atau hasil belajar yang meningkat.
Langkah-langkah pembelajaran Quantum sebagai berikut:
1. Kekuatan Ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara
manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan [3]. Motivasi sangat diperlukan dalam
belajar karena dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu
ada. Pada langkah ini siswa akan diberi motivasi oleh guru agar siswa dapat
mengidentifikasi dan mengetahui manfaat atau makna dari setiap pengalaman atau
peristiwa yang dilaluinya dalam hal ini adalah proses belajar.
2. Penataan lingkungan belajar
Dalam proses belajar dan mengajar diperlukan penataan lingkungan yang
1. Pengertian
Dilihat dari namanya, metode ini mengatur tentang cara pembelajaran dalam
kelompok. Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar
dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas
kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai
metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai bermacam-macam
tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa faktor misalnya tujuan
khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas pengajaran di dalam
keIas. Sagala (2006) mengatakan bahwa metode kerja kelompok adalah cara
pembelajaran dimana siswa dalam kelas dibagi dalam beberapa kelompok, dimana
setiap kelompok dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditetapkan untuk diselesaikan secara bersama-sama.
Pada umumnya materi pelajaran yang harus dikerjakan secara bersama-sama
dalam kelompok itu diberikan atau disiapkan oleh guru. Materi itu harus cukup kompleks
isinya dan cukup luas ruang lingkupnya sehingga dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang
cukup memadai bagi setiap kelompok. Materi hendaknya membutuhkan bahan dan
informasi dari berbagai sumber untuk pemecahannya. Masalah yang bisa diselesaikan
hanya dengan membaca satu sumber saja tentu tidak cocok untuk ditangani melalui kerja
kelompok. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perbedaan individual dalam
kemampuan belajar, perbedaan bakat dan minat belajar, jenis kegiatan, materi pelajaran,
dan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tugas yang harus diselesaikan, siswa dapat
dibagi atas kelompok paralel yaitu setiap kelompok menyelesaikan tugas yang sama, dan
kelompok komplementer dimana setiap kelompok berbeda-beda tugas yang harus
diselesaikan.
Unsur-unsur yang menjiwai metode kerja kelompok, yakni saling ketergantungan
positif, adanya tanggung jawab individual, tatap muka, komunikasi antar anggota dan
evaluasi proses kelompok.
2. Tujuan
Metode kerja kelompok yang digunakan dalam suatu strategi pembelajaran
bertujuan untuk :
1) memecahkan masalah pembelajaran melalui aktivitas kelompok
2) mengembangkan kemampuan bekerjasama di dalam kelompok
1. Pengertian
Metode karya wisata adalah cara pembelajaran yang dilaksanakan dengan jalan
mengajak para murid keluar kelas mengunjungi suatu tempat untuk mempelajari atau
menyelidiki hal tertentu, dibawah bimbingan guru.
Sagala (2006) menyatakan bahwa karya wisata atau studi wisata sebagai
metode pembelajaran adalah siswa dibawah bimbingan guru mengunjungi tempat-tempat
tertentu dengan maksud untuk mempelajari obyek belajar yang ada di tempat itu. Lalu,
apa perbedaannya dengan tamasya? Tamasya berbeda dari karya wisata dalam hal
bahwa kepergian orang ke suatu tempat itu dengan maksud untuk mencari hiburan.
2. Tujuan
Rusyan (dalam Sagala, 2006) menyatakan walaupun karya wisata banyak unsur
non akademisnya, tetapi tujuan pendidikan dapat pula tercapai terutama mengenai
wawasan dan pengalaman tentang dunia luar seperti tempat yang memiliki situs
bersejarah, musium, peternakan, atau pertanian (agro wisata), dan sebagainya. Tetapi
kalau karya wisata itu sengaja disiapkan sebagai metode pembelajaran maka unsur
akademiknya harus menonjol. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas,
materi pembelajaran yang akan dipelajari harus ditulis berupa tugas yang harus diperoleh
melalui observasi atau wawancara dengan nara sumber yang ada ditempat wisata itu,
dan ketika akan kembali atau setelah sampai di sekolah guru harus mengevaluasi hasil
belajar yang baru mereka kerjakan melalui karya wisata itu. Dengan demikian tujuan
karya wisata sebagai metode pembelajaran adalah untuk :
a) Mengkaji materi pembelajaran tertentu sebagaimana direncanakan dalam
kurikulum/silabus. Misalnya untuk mempelajari cara berternak sapi perah dan
1. Pengertian
Penemuan (discovery) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan penyelidikan
(inquiry). Penemuan (discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada
pengalaman langsung. Pembelajaran dengan metode penemuan lebih mengutamakan
proses daripada hasil belajar. Dalam metode ini tidak berarti sesuatu yang ditemukan
oleh siswa benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh orang yang lain.
b. Tujuan
Tujuan metode eksperimen sebagai berikut:
a. Siswa mampu menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau data yang diperoleh.
b. Siswa mampu merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan
percobaannya.
c. Siswa mampu menggunakan logika berpikir induktif untuk menarik kesimpulan
dari fakta, informasi atau data yang dikumpulkan melalui percobaan.
d. Siswa mampu berpikir sistematis, disiplin tinggi, hidup teratur dan rapi.
b. Tujuan
Sumantri dan Permana (1998/1999) mengemukakan tujuan metode
pembelajaran unit sebagai berikut :
1) Melatih siswa berpikir komprehensif dengan cara mengkaji dan memecahkan
masalah dari berbagai disiplin ilmu atau aspek.
2) Melatih siswa menggunakan keterampilan proses atau metode ilmiah dalam
pemecahan masalah.
3) Membentuk sikap kritis, kerjasama, rasa ingin tahu, menghargai waktu dan
menghargai pendapat orang lain.
4) Melatih siswa agar memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisasikan dan
memimpin suatu kegiatan.
5) Mengembangkan keterampilan berkomunikasi.
2. Kegiatan Pelaksanaan
a) Kegiatan Persiapan
Guru menanyakan materi pelajaran sebelumnya.
Guru berceritera tentang kehidupan di masyarakat yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang akan diajarkan melalui pembelajaran unit.
Guru mengingatkan kembali tentang TIK yang telah dirumuskan dan bagaimana
penyelesaiannya oleh kelompok.
b) Kegiatan Inti
Para siswa mengatur tempat mereka belajar / bekerja, apakah tempat belajar itu
di dalam kelas maupun di luar kelas.
Mempelajari sesuatu sesuai dengan tugas masing-masing, misalnya : melakukan
percobaan-percobaan, mengerjakan soal-soal, menggambar, mempelajari
nyanyian, mengunjungi tempat-tempat yang telah direncanakan, mengikuti
ceramah dari nara sumber, dan sebagainya
Dalam rangka penyelesaian tugas, siswa mengadakan diskusi, mengatur bahan,
dan berkoordinasi dengan kelompok lain.
Menyiapkan laporan kelompok untuk disajikan pada laporan kelompok sewaktu
diadakan pleno.
Laporan kelompok yaitu laporan lisan dan tertulis yang dilakukan oleh setiap
kelompok dalam sidang pleno, sehingga semua siswa dapat belajar dari
kelompok lain.
Pameran. Setelah laporan kelompok selesai, kegiatan berikutnya adalah
melakukan pameran. Yang dipamerkan adalah semua yang telah dihasilkan oleh
kelompok. Pameran dapat berbentuk :
Statis, yaitu pameran tentang karya belajar yang berwujud laporan
tertulis/paper, gambar-gambar, hasil pekerjaan tangan, hasil memasak,
grafik, bagan, dan sebagainya.
Dinamis, yaitu pameran tentang hasil belajar yang berupa pementasan
sandiwara, pembacaan puisi, pagelaran seni (tari, nyanyi, dan sebagainya),
pidato dan sebagainya.
Dalam pameran ini dapat diundang siswa dari sekolah lain, instansi lain yang
berkaitan dengan pendidikan, dan terutama adalah orang tua siswa.
b. Tujuan
Tujuan metode pembelajaran dengan modul adalah:
1) Agar siswa aktif belajar secara mandiri.
2) Agar siswa terbiasa mengontrol kecepatan dan mengevaluasi belajarnya sendiri.