Вы находитесь на странице: 1из 60

BAB III

MODEL PEMBELAJARAN
Oleh: Dr. Moses Kopong Tokan, M.Si

A. Pengertian Model Pembelajaran


Menurut Aunurrahman (2009), “model pembelajaran dapat diartikan sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk tujuan belajar tertentu”. Aunurrahman
(2009: 146) juga berpendapat bahwa “model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman
bagi perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran”.
Brady (dalam Aunurrahman, 2009) mengemukakan bahwa “model pembelajaran
dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di
dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran”.
Istilah model pembelajaran yang diintrodusir oleh Joyce dan Weil adalah istilah
lain yang memiliki kaitan makna/pengertian dengan strategi pembelajaran. Secara umum,
istilah model diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya,
seperti globe adalah model dari bumi, replica pesawat terbang yang biasa dipajang di
travel/biro-biro perjalanan adalah model dari pesawat terbang, dsb. Secara khusus istilah
“model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan dalam melakukan
sesuatu kegiatan. Dengan mengacu kepada pengertian khusus tersebut, model
pembelajaran, menurut Joyce dan Weil (1986) adalah “kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran”.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, model pembelajaran merupakan
unsur yang penting untuk menjalankan kegiatan belajar siswa di sekolah. Karena dengan
model pembelajaran yang baik, guru akan mudah untuk mengajar dan terjadi proses
belajar pada diri siswa.

B. Penggolongan Model Pembelajaran


Berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai model pembelajaran yang secara
khusus telah dikembangkan dan di tes oleh para pakar dalam bidang pendidikan dan
pembelajaran, Joyce dan Weil mengintrodusir sejumlah model pembelajaran. Setiap
model pembelajaran tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri yang
membedakannya dari model pembelajaran yang lain. Berdasarkan karakteristik dari
setiap model pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil mengklasifikasi model-model
pembelajaran kedalam empat rumpun model, yaitu :
1. Rumpun Model Pengolahan Informasi (The Information Processing Models).
Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun ini bertolak dari
prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia dengan memperkuat dorongan-
dorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia dengan cara menggali
dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan
keluarnya serta pengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Kelompok model ini
menekankan pada peserta didik agar memilih kemampuan untuk memproses informasi
sehingga peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah yang memiliki kemampuan
dalam memproses informasi.
Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat 7 model pembelajaran, yaitu :
a. Pencapaian Konsep (Concept Attainment)
b. Berpikir induktif (InductiveThinking)
c. Latihan Penelitian (Inquiry Training)

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 1


d. Pemandu Awal (Advance Organizer)
e. Memorisasi (Memorization)
f. Pengembangan Intelek (Developing Intelect)
g. Penelitian Ilmiah (Scientic Inquiry)
2. Rumpun Model Personal (Personal Models)
Rumpun model personal bertolak dari pandangan kedirian atau “selfhood” dari
individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan yang memungkinkan seseorang dapat
memahami diri sendiri dengan baik , sanggup memikul tanggung jawab untuk pendidikan
dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Penggunaan model-
model pembelajaran dalam rumpun personal ini lebih memusatkan perhatian pada
pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif
sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya.
Dalam rumpun model personal ini terdapat 4 model pembelajaran, yaitu :
a. Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)
b. Model Sinektik (Synectics Model)
c. Latihan Kesadaran (Awareness Training)
d. Pertemuan Kelas (Classroom Meeting)

3. Rumpun Model Interaksi Sosial (Social Models)


Penggunaan rumpun model interaksi sosial ini menitik beratkan pada
pengembangan kemampuan kerjasama dari para siswa. Model pembelajaran rumpun
interaksi sosial didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu (a) masalah-masalah sosial
diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui kesepakatanm-kesepakatan yang
diperoleh di dalam dan dengan menggunakan proses-proses sosial, dan (b) proses sosial
yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan masyarakat dalam arti
seluas-luasnya secara build-in dan terus menerus.
Dalam rumpun model interaksi sosial ini terdapat 5 model pembelajaran, yaitu :
a. Investigasi Kelompok (Group Investigation)
b. Bermain Peran (Role Playing)
c. Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential Inquiry)
d. Latihan Laboratoris (Laboratory Training)
e. Penelitian Ilmu Sosial
4. Rumpun Model Sistem Perilaku (Behavioral Systems)
Rumpun model system perilaku mementingkan penciptaan sistem lingkungan
belajar yang memungkinkan penciptaan sistem lingkungan belajar yang memungkinkan
manipulalsi penguatan tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk
pola tingkah laku yang dikehendaki. Model ini memusatkan perhatian pada perilaku yang
terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikaksikan
keberhasilan.
Dalam rumpun model sistem perilaku ini terdapat 5 model pembelajaran, yaitu :
a. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
b. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
c. Belajar Kontrol Diri (Learning Self Control)
d. Latihan Pengembangan Keterampilan dan Konsep (Training for Skill and Concept
Development)
e. Latihan Assertif (Assertive Training.
Keempat rumpun model pembelajaran yang telah dikemukakan di atas, menurut
Jioyce dan Weil (1986) memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Sintaks (Syntax) yaitu urutan langkah pengajaran yang menunjuk pada fase-fase
/tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila ia menggunakan modelpembelajaran
tertentu. Misalnya model eduktif akan menggunakan sintak yang berbeda dengan model
induktif 2. Prinsip Reaksi (Principles of Reaction) berkaitan dengan pola kegiatan yang

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 2


menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para siswa,
termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Prinsip ini
memberi petunjuk bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan permainan yang
berlaku pada setiap model. 3. Sistem Sosial (The Social System adalah pola hubungan
guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran (situasi atau suasana dan
norma yang berlaku dalam penggunaan model pembelajaran tertentu) 4. Sistem
Pendukung (Support System) yaitu segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk
menunjang terlaksananya proses pembelajaran secara optimal. 5. Dampak Instruksional
(Instructional Effect) dan Dampak Pengiring (Nurturant Effects). Dampak instruksional
adalah hasil belajar yang dicapai atau yang berkaitan langsung dengan materi
pembelajaran, sementara dampak pengiring adalah hasil belajar samapingan (iringan)
yang dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran tertentu.

C. Model-Model Pembelajaran Inovatif


Pembelajaran inovatif mampu membawa perubahan belajar bagi siswa, telah
menjadi barang wajib bagi guru. Pembelajaran lama telah usang karena dipandang
hanya berkutat pada metode mulut. Siswa sangat tidak nyaman dengan metode mulut.
Sebaliknya, siswa akan nyaman dengan pembelajaran yang sesuai dengan pribadi siswa
saat ini.
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga
tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran.
Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang
paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model
pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar,
fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan
alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian
yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur)
yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan
penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.

1. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)


Pada prinsipnya, tidak ada manusia termasuk siswa yang bebas dari masalah.
Dengan demikian kita sering mendengar bahwa kehidupan identik dengan menghadapi
masalah. Berkaitan dengan hal ini, maka dikembangkan model pembelajaran berbasis
masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual
siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Suasna pembelajaran harus
dipelihara agar tetap kondusif, terbuka, negosiatif, demokratis, nyaman dan
menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognisi, elaborasi (analisis),
interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi,
dan inkuiri. Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin,
belum dikenal cara penyelesaiannya. Jadi problem solving adalah mencari atau
menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma).
Sintaknya adalah: menyajikan masalah yang memenuhi criteria di atas, siswa
berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa
mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan
solusi atau pemecahan masalah.
2. Problem Posing
Pada dasarnya pembelajaran problem poising mirip dengan pembelajaran
berbasis masalah. Perbedaannya terletak pada adanya penyederhanaan masalah.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 3


Problem posing yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan
kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami.
Sintaknya adalah: pemahaman, merumuskan jalan keluar, identifikasi kekeliruan,
menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternatif, menyusun soal-pertanyaan.
3. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran ini juga mengharuskan adanya pemecahan masalah secara
fleksibel. Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang
menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya
juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan
orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan,
dan sosialisasi. Siswa dituntut unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau
pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam.
Selanjutnya siswa diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut.
Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk
yang akan membentuk pola pikir, keterpaduan, keterbukaan, dan keragaman berpikir.
Sajian masalah breersifat kontekstual kaya makna secara matematik
(menggunakan gambar, diagram, tabel), mengembangkan peremasalahan sesuai
dengan kemampuan berpikir siswa, mengkaitkan dengan materui selanjutnya, dan
menyiapkan rencana bimibingan. Pembimbingan dilakukan sedikit demi sedikit dan pada
akhirnya siswa melakukannya secara mandiri.
Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran,
memperhatikan dan mencatat alasan siswa, melakukan bimbingan dan pengarahan,
membuat kesimpulan.
4. Probing-prompting
Pembelajaran ini menggiring siswa untuk melakukan konstruksi pengetahuan
baru melalui serangkaian pertanyaan menuntun. Teknik probing-prompting adalah
pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya
menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan,
sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep, prinsip, aturan menjadi pengetahuan baru
yang sebelumnya tidak diberitahukan guru. Dengan model pembelajaran ini proses tanya
jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak
mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran,
setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan yang akan terjadi
adalah sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi
tersebut, guru hendaknya mengajukan serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah
ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga
suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban
siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah
berpartisipasi.
Sintaknya adalah menghadapkan siswa pada situasi baru, misalnya menunjuk
gambar, memperlihatkan gambar atau lainnya bersifat teka teki, menunggu jawaban
beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan
jawabannya, mengajukan pertanyaan sesuai dengan tujuan pembelajaran kepada
seluruh siswa, menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawabannya, meminta salah seorang siswa untuk menjawab
pertanyaan tersebut, apabila jawaban relevan dan benar, maka mintalah tanggapan
siswa lain untuk meyakini bahwa seluruh siswa terlibat dalam pembelajaran tersebut,
apabila jawaban tidak velevan, maka ajukanlah beberapa pertanyaan susulan dengan
merespon pertama dari pertanyaan yang bersifat observasional lalu diajujakan
pertanyaan pada beberapa siswa yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih
tinggi sampai siswa menjawab pertanyaan tersebut. Selanjunya mengajukan pertanyaan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 4


akhir pada siswa yang berbeda untuk menyakini bahwa tujuan pembelajaran benar-benar
tercapai.
5. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)
Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus,
mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan
aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti
menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti
menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.
Sintaknya adalah melakukan deskripsi atau eksplorasi untuk menggali
pengetahuan siswa, menyajikan data atau fenomena, memberikan pemahaman dan
mengkomunikasikan, selanjutnya melakukan eksplanasi dengan memperkenalkan
konsep baru atau istilah baru dan mengajukan alternatif pemecahan dan terakhir
melakukan aplikasi yakni menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.
6. Kooperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai
penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama antar siswa atau mahasiswa,
membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan
kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif
terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa atau mahasiswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Setiap siswa atau mahasiswa mempunyai kesempatan yang sama
untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa atau mahasiswa dalam bentuk
diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam
memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif siswa atau mahasiswa lebih
termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta
mampu membangun hubungan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif
memungkinkan semua siswa atau mahasiswa dapat menguasai materi pada tingkat
penguasaan yang relatif sama atau sejajar.
Perkembangan pembelajaran koperatif didasari oleh pemikian bahwa siswa
sebagai makhluk sosial tidak bisa berdiri sendiri tetapi selalu bergantung pada siswa lain.
Disamping itu, saling membelajarkan antara siswa dapat mengatasi rasa keengganan
siswa untuk belajar terutama bertanya pada gurunya. Kelompok siswa dalam
pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian
tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok
secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-
komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan
belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok
kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa
heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan tanggung jawab
kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran
langsung. Di samping dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model
pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami
konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model
struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar
akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 5


kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin
menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah
norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik,
siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh
bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.
Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya
karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang
hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting
untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar
dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat
secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa
masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering
pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering
orang menyatakan ketidakpuasan pada sa at diminta untuk bekeda dalarn situasi
kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun
siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan
hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengian
mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas
dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut
( Lundgren, 1994) Keterampilan kooperatif tingkat awal meliputi: (a) menggunakan
kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c) mengambil giliran dan berbagi tugas; (d)
berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g)
mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i)
menghormati perbedaan individu.
Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi: (a) menunjukkan
penghargaan dan simpati; (b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat
diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f)
menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i)
mengurangi ketegangan Keterampilan kooperatif tingkat mahir meliputi: (a)
mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d)
menetapkan tujuan; (e) berkompromi
Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Arends
(2001), yaitu; (1) Student Teams Achievement Division (STAD), (2) Group Investigation,
(3) Jigsaw, dan (4) Structural Approach. Sampai saat ini, banyak modifikasi yang
dilakukan oleh ahli pendidikan terhadap 4 model pembelajaran kooperatif sehingga
banyak model pembelajaran kooperatif baru.
Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah; (1) belajar bersama dengan
teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling
mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri
dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling
mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada mahasiswa sendiri, (8)
mahasiswa aktif (Stahl, 1994). Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson
(1984) serta Hilke (1990) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah; (1)
terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok, (2) dapat

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 6


dipertanggungjawabkan secara individu, (3) heterogen, (4) berbagi kepemimpinan, (5)
berbagi tanggung jawab, (6) menekankan pada tugas dan kebersamaan, (7) membentuk
keterampilan sosial, (8) peran guru/dosen mengamati proses belajar mahasiswa, (9)
efektivitas belajar tergantung pada kelompok.
Sintaks dari pembelajaran kooperatif sangat bergantung pada tipe masing-
masing model pembelajaran kooperatif.

7. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)


Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau
tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan
siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan,
motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi
kondusif, nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas
siswa, siswa melakukan dan mengalami sendiri pembelajarannya, tidak hanya menonton
dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh ciri khas pembelajaran kontekstual, yaitu (1) modeling (pemusatan
perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-
rambu, contoh), (2) questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), (3) learning community (seluruh siswa
partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan), (4) inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), (5) constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), (6) authentic assessment (penilaian selama proses dan
sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara),
dan (7) reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut).

8. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)


Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME)
mulai berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan matematika di
Belanda yang dirasakan kurang bermakna bagi siswa. Gerakan ini mula-mula diprakarsai
oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME
yang ada sampai sekarang sebagian besar ditentukan oleh pandangan Freudenthal
(1977) tentang matematika. Menurut pandangannya matematika harus dikaitkan dengan
kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan
tujuan menjadi bagian dari nilai kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai
subyek yang ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan
kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada siswa
untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan melakukannya. Artinya
dalam pendidikan matematika dengan sasaran utama matematika sebagai kegiatan dan
bukan sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran matematika harus pada kegiatan
bermatematika atau “matematisasi” (Freudental,1968).
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freudental di
Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui
process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip,
algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia
empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio,
pengemabngan mateastika).
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan
proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi,
informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi
(pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 7


penemuan).
9. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan
pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan
pendekatan deduktif, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) transformasi dan ketrampilan
secara langsung; (2) pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; (3) materi
pembelajaran yang telah terstuktur; (4) lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan (5)
distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru
seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape
recorder, gambar, peragaan, dan sebaganya. Informasi yang disampaikan dapat berupa
pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu)
atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta,
konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan model ini antara lain
bahwa model ini tidak dapat digunakan setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan
pembelajaran dan semua siswa. Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural
yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara
pembelajaran langsung.
Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan
terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode
ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks
pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut.
 Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada
siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan
kinerja siswa yang diharapkan.
 Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru
mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang
telah dikuasai siswa.
 Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi,
menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep
dan sebagainya.
 Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan
konsep.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau
menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
 Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu
terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap
respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
 Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-
tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap
materi yang telah mereka pelajari.

10. Reciprocal Learning


Weinstein & Meyer (1991) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus
memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan
memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan
cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.
Pembelajaran resiprocal dari perspektif pembelajaran Strategi Kognitif (Slater &
Horstman, 2002), merupakan upaya pembelajaran timbal balik untuk melatih siswa dalam

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 8


strategi spesifik dan diskrit untuk mencegah kegagalan kognitif selama membaca.
Palincsar dan Brown (1984) mengidentifikasi empat strategi dasar yang dapat membantu
siswa mengenali dan bereaksi terhadap tanda-tanda kegagalan pemahaman: bertanya,
menjelaskan, Meringkas, dan Memprediksi. Strategi ini bertujuan ganda untuk membina
dan memantau pemahaman secara menyeluruh yaitu, mereka dianggap untuk
meningkatkan pemahaman sementara dan pada saat yang sama siswa diberikan
kesempatan untuk memeriksa apa yang terjadi. Guru mengikuti empat langkah dalam
urutan tertentu, yaitu predicting (memprediksi), questioning (bertanya), clariying
(menjelaskan) dan summarizing (meringkaskan).
Sintaks pembelajaran reciprocal, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara
pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKS-
modul, membaca-merangkum.

11. SAVI
Pembelajaran ini merupakan penggabungan cara belajar somatis, auditori, visual
dan intelektual dan disingkat SAVI. Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang
menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa.
Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh
(hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory
yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak,
berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi;
Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui
mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan
alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan
kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan
berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan,
mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
Karakteristik pembelajaran SAVI adalah (a) mengutamakan hasil, (b) bersifat
alamiah, (c) penerimaan yang tinggi, dan (d) bersifat menyeluruh.

12. TGT (Teams Games Tournament)


Teams Games-Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David
DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar
yang terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa
bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai
pelajaran (Slavi, 2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki
prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif.
Games Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja
dalam tim (sama dengan TPS).
TGT memiliki dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan.
Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan
dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain,
tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game temannya tidak boleh membantu,
memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.
Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu
yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera. Turnamen ini
memungkinkan bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal buat kelompoknya.
Turnamen ini juga dapat digunakan sebagai review materi pelajaran.
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok
bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 9


kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi
nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara
guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai
kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa
pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport.
Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok
materi dan mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja
ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan
level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh
siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja
tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.
c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal
yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu
terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan
hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap
individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua
dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good,
good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat
dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan
sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama,
begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang
sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual,
berikan penghargaan kelompok dan individual.

13. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)


Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan
memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, yakni visual (apa yang dilihat), audio (apa
yang didengar) dan kinestik (melakukan gerakan atau mempergakan). Dengan perkataan
lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih,
mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan
somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
Pada pembelajaran VAK, pembelajaran difokuskan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung (direct experience) dan menyenangkan. Pengalaman belajar
secara langsung dengan cara belajar mengingat yang dilihat (Visual), belajar dengan
mendengar (Auditory), dan belajar dengan gerak dan emosi (Kinestethic) (DePorter dkk.
1999). Dan menurut Herdian, model pembelajaran VAK merupakan suatu model
pembelajaran yang menganggap pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan
ketiga hal tersebut (Visual, Auditory, Kinestethic), dan dapat diartikan bahwa
pembelajaran dilaksanakan dengan memanfaatkan potensi siswa yang telah dimilikinya
dengan melatih dan mengembangkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dengan bebas
menggunakan modalitas yang dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan
pembelajaran yang efektif.
Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran ini harus
memperhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Bagi siswa visual, akan mudah
belajar dengan bantuan media dua dimensi seperti menggunakan grafik, gambar, chart,
model, dan semacamnya. Siswa auditory, akan lebih mudah belajar melalui pendengaran

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 10


atau sesuatu yang diucapkan atau dengan media audio. Sedangkan siswa dengan tipe
kinestethic, akan mudah belajar sambil melakukan kegiatan tertentu, misalnya
eksperimen, bongkar pasang, membuat model, memanipulasi benda, dan sebagainya
yang berhubungan dengan system gerak.
Modalitas visual merupakan gaya belajar bagi siswa yang suka menghafal, gaya
belajar auditory merupakan gaya belajar siswa dengan mendengar, sementara gaya
belajar kinestethic adalah gaya belajar siswa dengan melakukan sesuatu hal atau
praktikkum. DePorter (1999) menyebutkan banyak ciri perilaku lain yang dapat dilihat
untuk mengenali modalitas belajar siswa. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1) Ciri orang visual, yakni (a) rapi dan teratur, (b) berbicara dengan cepat, (c)
perencana dan mengatur jangka panjang yang baik, (d) teliti terhadap detail, (e)
mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun prestasi, (f) pengeja
yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka, (g)
mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar, (h) mengingat apa yang dilihat,
daripada yang didengar, (i) mengingat dengan asosiasi visual, (j) biasanya tidak
terganggu oleh keributan, (j) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal
kecuali jika ditulis, dan sering meminta bantuan orang untuk mengulangnya, (k)
pembaca cepat dan tekun, dan (l) lebih suka membaca daripada dibacakan.
2) Ciri orang auditory, yaitu (a) berbicara kepada diri sendiri, (b) mudah terganggu oleh
keributan, (c) menggerakkan bibir/bersuara saat membaca, (d) dapat mengulang
dan menirukan kembali nada-nada, birama, dan warna suara, (e) merasa kesulitan
untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita, (f) berbicara dalam irama yang terpola,
(g) biasanya pembicara yang fasih, (h) lebih suka musik daripada seni, (i) belajar
dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat,
(j) suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar, (k)
bermasalah dengan hal-hal yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-
bagian hingga sesuai satu sama lain, (l) lebih pandai mengeja dengan keras
daripada menuliskannya, dan (m) lebih suka gurauan lisan daripada membaca
komik.
3) Ciri orang kinestethic, yaitu (a) berbicara dengan perlahan, (b) menanggapi
perhatian fisik, (c) menyentuh orang utnuk mendapatkan perhatian mereka, (d)
berdiri dekat ketika berbicara dengan orang, (e) selalu berorientasi pada fisik dan
banyak bergerak, (f) mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, (g)
belajar melalui memanipulasi dan praktik, (h) menggunakan jari isyarat tubuh, (i)
tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama, (j) tidak mengingat geografi, kecuali
jika mereka memang telah berada ditempat itu, (k) menggunakan kata-kata yang
mengandung aksi, (l) menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka
mencerminkan aksi dengan gerak tubuh saat membaca, (m) kemungkinan
tulisannya jelek, (n) ingin melakukan segala sesuatu,dan yang terakhir adalah (o)
menyukai permainan yang menyibukkan.
Dengan mengenali ciri-ciri ketiga modalitas di atas maka guru akan dapat
memperhatikan situasi belajar yang perlu diciptakan untuk menjadikan siswa dengan
modalitas yang berbeda merasa nyaman. Setelah kenyamanan terwujud akan dapat
menjadikan siswa mudah dalam menerima materi pelajaran dan pembelajaran yang
efektif akan dapat tercapai. Ketiga modalitas tersebut pasti dimiliki oleh setiap manusia,
hanya saja ada yang berkembang dengan satu modalitas dan ada pula yang
berkembang dengan ketiganya dalam porsi yang hampir sama. Pembelajaran dengan
model VAK ini membantu para guru untuk memudahkan dalam penyampaian materi dan
memberikan kenyamanan bagi siswa dalam belajar di kelas. Media-media yang dapat
digunakan adalah media audio visual yang kemudian dapat diaplikasikan dalam
pembelajaran sebagai bentuk pengembangan modalitas kinestetik.
Sintaks atau langkah-langkah dalam pembelajaran VAK hampir sama dengan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 11


sintaks pada model pembelajaran SAVI (Somatik, Auditorial, Visual, dan Intelektual).
Berikut disajikan sintaks pembelajaran VAK sebagai berikut.
1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada kegiatan pendahuluan guru memberikan motivasi untuk
membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan perasaan positif
mengenai pengalaman belajar yang akan datang kepada siswa, dan
menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk menjadikan siswa lebih siap
dalam menerima pelajaran.
1) Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi)
Pada kegiatan inti guru mengarahkan siswa untuk menemukan materi
pelajaran yang baru secara mandiri, menyenangkan, relevan, melibatkan
pancaindera, yang sesuai dengan gaya belajar VAK. Tahap ini biasa disebut
eksplorasi.
2) Tahap Pelatihan (kegiatan inti pada elaborasi)
Pada tahap pelatihan guru membantu siswa untuk mengintegrasi dan
menyerap pengetahuan serta keterampilan baru dengan berbagai cara yang
disesuaikan dengan gaya belajar VAK.
3) Tahap penampilan hasil (kegiatan inti pada konfirmasi)
Tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu siswa
dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun keterampilan baru
yang mereka dapatkan, pada kegiatan belajar sehingga hasil belajar mengalami
peningkatan.

14. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)


Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada
Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan
cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.
Menurut Suherman (2004), AIR adalah strategi pembelajaran yang efektif
dengan memperhatikan tiga hal, yaitu :
 Auditory, yang berarti indra telinga digunakan dalam belajar dengan cara
mendengarkan, menyimak, berbicara, mengemukakan pemdapat, menanggapi,
presentasi, dan argumentasi.
 Intellectualy, yang berarti kemampuan berfikir perlu dilatih melalui latihan
bernalar, mengkonstruksi, menerapkan gagasan, mengajukan pertanyaan, dan
memecahkan masalah.
 Repetition (pengulangan), yang berarti pemberian kuis, tugas PR agar
pemahaman siswa lebih luas dan mendalam.
Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR),
yaitu :
1. siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
2. Guru membagikan LKS.
3. guru mengarahkan dan memberi petunjuk cara penyelesaian konsep yang ada di
LKS dengan cara eksplorasi media pembelajaran (auditory).
4. secara berpasangan siswa tampil di depan berbagi ide mendemonstrasikan
media untuk memecahkan permasalahan (Intellectualy).
5. siswa mengerjakan lembar permasalahan secara individu dengan cara
mengajukan pertanyaan (Intellectualy).
6. diskusi kelompok (sharing) berbicara, mengumpulkan informasi, membuat model,
mengemukakan gagasan untuk memecahkan permasalahan yang diajukan
(Intellectualy).
7. wakil dari kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil kerja

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 12


kelompok, kelompok lain menanggapi, melengkapi, dan menyetujui kesepakatan
(Intellectualy).
8. seorang siswa wakil dari kelompok kawan menyimpulkan (Intellectualy).
9. kegiatan penutupan siswa diberi kuis (Repetition).

15. TAI (Team Assisted Individualy)


Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok
(BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab belajar adalah pada
siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi
dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Pembelajaran Kooperatif Type Team Assisted Individualization /Team
Accelerated Instruction. Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin.
Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.
Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan
masalah. Ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi
pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke
kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan
semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai
tanggung jawab bersama.
Sintak BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan
berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh
siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi
sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.
Dari hasil kajian pustaka yang penulis lakukan, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
antara pembelajaran TAI (Team Assisted Indivualization) dengan TAI (Team Accelerated
Instruction). Perbedaan terletak pada pemberian bahan ajar untuk siswa. Pada TAI
Assisted bahan ajar yang diberikan terhadap suatu kelompok tidak membedakan
kemampuan individu. Sedangkan pada TAI Accelerated bahan ajar yang diberikan pada
masing-masing individu dalam kelompok dibedakan sesuai dengan kemampuan, siswa
dengan kemampuan bagus memperoleh bahan ajar dengan tingkat kesulitan yang lebih
tinggi dibanding siswa yang memiliki kemampuan kurang.
Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Type TAI Uraian tentang langkah-
langkah pembelajaran kooperatif type TAI dibedakan menjadi 2(dua) yaitu TAI dalam
artian Accelerated dan TAI dalam artian Assisted. Dalam penulisan lebih banyak dibahas
adalah TAI dalam artian Assisted
3.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Accelerated Instruction)
Kegiatan belajar dengan model ini dimulai dengan guru membagi kelas menjadi
beberapa kelompok. Biasanya antara 4-5 siswa di setiap kelompoknya. Masing-masing
siswa memperoleh bahan ajar yang berbeda-beda disesuaikan dengan kemampuan
siswa. Siswa berkemampuan tinggi mendapatkan bahan ajar yang berbeda dengan
siswa berkemampuan rendah. Selanjutnya, siswa diminta mengerjakan beberapa soal.
Tentu saja dengan kualitas yang berbeda pula sesuai dengan kemampuan siswa.
Setelah selesai mengerjakan soal, hasil kerja siswa dalam kelompok dikumpulkan
menjadi satu dan dikoreksi silang dengan kelompok lain. Satu hal yang harus
diperhatikan adalah soal siswa berkemampuan tinggi harus dikoreksi oleh siswa
berkemampuan tinggi juga. Demikian juga dengan soal untuk siswa berkemampuan
sedang dan rendah. Jika hasil yang diperoleh memenuhi kritertia ketuntasan yang telah
ditetapkan, maka siswa tersebut berhak mengikuti tes akhir. Bagi siswa yang belum
memenuhi standar tersebut akan diberikan beberapa soal lagi yang tentu saja harus
setara dengan soal sebelumnya sampai akhirnya memperoleh nilai yang diinginkan guru.
3.2 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 13


a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran
secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar atau skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang
dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta kesetaraan jender.
d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi
kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu
kelompok.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).

16. STAD (Student Teams Achievement Division)


STAD (Salvin, 1995) adalah salah satu model pembelajaran koperatif. Guru
biasanya memberikan pengarahan dan membentuk kelompok heterogen dengan
anggota 4-5 orang. Siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan bahan belajar,
LKS, maupun modul secara kolabratif. Siswa dibiasakan untuk melakukan presentasi
hasil diskusi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas. Selanjutnya guru memberikan kuis
individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok dan mengumumkan
rekor tim dan individual dan memberikan reward.
Sintaksnya sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran
menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
2. Guru menyajikan pelajaran
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis
tidak boleh saling membantu
5. Memberi evaluasi
6. Kesimpulan

17. NHT (Numbered Head Together)


NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengoptimalkan aktivitas
siswa dalam menemukan, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber
yang akan dipresentasikan di depan kelas. Menurut Kagan, model pembelajaran NHT ini
secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan
dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih
produktif dalam pembelajaran.
Berpijak pada penjelasan di atas, model pembelajaran NHT merupakan model
pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan melatih
siswa dalam berinteraksi dengan siswa yang lainnya maupun dengan guru. Dengan
begitu diharapkan siswa akan mampu menerima pelajaran dengan baik.
Pembelajaran NHT dimulai dengan pembagian kelompok kecil. Pembagian
kelompok ini disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Misalnya ada sebuah kelas
yang terdiri dari 32 siswa. Maka dapat dibentuk 8 kelompok yang masing-masing

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 14


beranggotakan 4 siswa. Tiap-tiap siswa dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-4.
Setelah pembagian kelompok dan penomoran selesai, guru memberikan
pertanyaan pada tiap-tiap kelompok. Masing-masing kelompok berdiskusi untuk
menjawab pertanyaan dari guru. Menurut Agus Suprijono (2011), hal ini disebut dengan
heads together yang berarti tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya berdiskusi
memikirkan jawaban atas pertanyaan guru.
Kemudian setelah berdiskusi, guru memanggil siswa dengan nomor yang sama
dari tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan jawabannya. Hal itu terus dilakukan
bergantian hingga semua siswa mendapat kesempatan untuk mempresentasikan
jawabannya. Pengembangan pada diskusi dilakukan oleh guru agar siswa dapat
memahami materi secara keseluruhan.
Sintak model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5
siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
c. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
d. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut nomor dari masing-masing
anggota kelompok untuk menjawab.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
f. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai dari skor yang diperoleh.
Model pembelajaran NHT mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:
Menurut Reikson Panjaitan (2008), kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran NHT adalah sebagai berikut:
a) Kelebihan
1) Setiap siswa menjadi siap semua.
2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
b) Kelemahan
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
3) Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang
mendukung diatur kegiatan kelompok.

18. Jigsaw
Secara etimologi, Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada
yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyusun
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara
bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan
cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan
kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan
Lie ( 1993), bahwa pembelajaran model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif
dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan
enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif
dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 15


keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat
menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008).
Model pembelajaran Jigsaw terdiri dari beberapa anggota dalam suatu kelompok
yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan kepada anggota kelompok lainnya (Arends,1997). Pada model
pembelajaran ini, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Anggota
bersifat heterogen dan memiliki ketergantungan yang positif serta bertanggung jawab
atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang dipelajarinya. Bagian materi yang sudah
tuntas dipelajari siswa kemudian disajikan kepada kelompok asal.
Jigsaw dirancang untuk memberikan kesempatan belajar yang adil kepada
semua siswa untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada setiap siswa
untuk mempelajari bagian materi ajar sehingga ia akan menjadi ahli dibidangnya.
Keahlian yang dimilliki tersebut kemudian dibelajarkan kepada rekannya di kelompok lain.
Rekannya di kelompok lain juga mempelajari materi ajar yang lain dan menjadi ahli di
bidangnya. Interaksi yang terjadi adalah pola pembelajaran saling berbagi
(share). Setiap siswa akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi karna memiliki keahlian
tersendiri yang diperlukan siswa lain. Setiap siswa akan merasa saling memerlukan dan
tergantung dengan siswa lain.
Pola distribusi siswa dalam kelompok jigsaw adalah diawali dengan
pembentukan kelompok asal. Dari kelompok asal kemudian didistribusikan ke kelompok
ahli untuk mempelajari bidang tertentu sampai menjadi ahli. Siswa di kelompok ahli
kemudian kembali ke kelompok asal untuk berbagi tentang ilmu yang sudah didapatkan
melalui presentasi sederhana. Di kelompok asal siswa yang sudah ahli akan bertemu
dengan siswa lain yang ahli di bidang lain untuk saling berbagi menyelesaikan
permasalahan yang diberikan guru.
Distribusi kelompok tersebut akan membentuk ketergantungan positif dengan
teman kelompoknya. Rasa tanggung jawab antar anggota kelompok untuk
memenangkan kuis pada akhir kegiatan menjadi tantangan bersama. Dengan demikian
setiap anggota kelompok akan termotivasi untuk membuat rekan dalam kelompok asal
memahami bagian materi untuk dapat menjawab permasalahan yang diberikan guru.
Model pembelajaran tersebut membuat setiap komponen pembelajaran berelaborasi
secara interaktif.
Sintak model pembeljaran jigsaw sebagai berikut: 1). Membagi siswa ke dalam
kelompok kecil secara heterogen dengan anggota 4 – 6 orang; 2). Menunjuk salah satu
siswa dari tiap kelompok sebagai pemimpin. Awalnya, orang ini harus menjadi siswa
yang paling matang dalam kelompok. 3). Membagi pelajaran hari itu menjadi beberapa
bagian. 4). Menugaskan setiap siswa untuk belajar satu bagian, memastikan siswa
memiliki akses langsung hanya untuk bagian mereka sendiri. 5). Memberikan siswa
waktu untuk membaca lebih bagian mereka setidaknya dua kali dan menjadi akrab
dengannya. Tidak perlu bagi mereka untuk menghafalkannya. 6). Membentuk "kelompok
ahli" dengan memilih salah satu siswa dari setiap kelompok jigsaw, siswa yang berbeda
di bagian yang sama. Memberikan kesempatan siswa dalam kelompok ahli untuk
mendiskusikan poin-poin utama dari bagian mereka. 7). Membawa para siswa kembali
ke kelompok asal. Mintalah setiap siswa untuk mempresentasikannya atau menjelaskan
untuk kelompok asal. Mendorong anggota kelompok lain dalam kelompok untuk
mengajukan pertanyaan sebagai klarifikasi. 8). Peminpin kelompok dapat campur tangan
dalam mengendalikan jalannya diskusi agar tetap tertib sehingga tujuan tercapai. 9).
Pada akhir sesi, memberikan kuis sehingga siswa serius mengikuti pembelajaran.

19. TPS (Think Pairs Share)


Model pembelajaran Think-Paire-Share dikembangkan oleh Frank Lyman dan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 16


kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-Paire-Share merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada
pada untuk siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain.
Keunggulan model pembelajaran ini, yaitu mampu mengoptimalkan partisipasi siswa (Lie,
2004).
Think-Paire-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk
memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu
(Nurhadi dkk, 2003). Setelah guru menyajikan suatu topik atau setelah siswa membaca
suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada
dalam topik/bacaan tersebut. Dalam model ini siswa untuk memikirkan suatu topik,
berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan
seluruh kelas.
Tahap utama dalam pembelajaran Think-Paire-Share menurut Ibrahim (2000)
adalah sebagai berikut:
Tahap 1. Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelajaran.
Kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk
beberapa saat.
Tahap 2. Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa
yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada
kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan merumuskan
jawaban yang dianggap paling benar atau paling meyakinkan.
Tahap 3. Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh
kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan, keterampilan berbagi dalam seluruh
kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia
melapirkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran dengan pasangan hingga sekitar
seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa,
karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi
(berdiskusi) dengan pasangannya. Selanjutnya pasangan-pasangan tersebut harus
berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap
anggota untuk terlibat secara aktif.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah:
a. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung
memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh
kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
b. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran
dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan
masalah.
c. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam
kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
d. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya
dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
e. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses
pembelajaran (Hartina, 2008).
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit
diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang
terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008). Menurut
Lie (2005), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 17


siswa) adalah:
a. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
b. Lebih sedikit ide yang muncul, dan
c. Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
Sintak dalam pembelajaran Think-Paire-Share sebagai berikut:
a. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada
semua kelompok.
b. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri.
c. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi
dengan pasangannya.
d. Kedua pasangan bertemu kemnali dalam kelompok berempat. Siswa
berkesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat
(Lie, 2004).

20. GI (Group Investigation)


Model pembelajaran Group investigation merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks. Hal ini disebabkan oleh model ini memadukan
beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan konstruktivistik, democratic
teaching, dan kelompok belajar kooperatif.
Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan
model group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan
sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic teaching adalah
pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap
kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan
memperhatikan keberagaman peserta didik (Budimansyah, 2007).
Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong
siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group
process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota serta
pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa
dibandingkan belajar secara individual.
Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005) mengemukakan Group investigation
adalah strategi belajar kooperatif yeng menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk
melakukan investigasi terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa metode GI mempunyai fokus utama untuk melakukan investigasi terhadap suatu
topik atau objek khusus.
Model pembelajaran Gorup Investigation paling sedikit memiliki tiga tujuan yang
saling terkait:
1. Group Investigasi membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap suatu
topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai implikasi yang positif
terhadap pengembangan keterampilan penemuan dan membentu mencapai
tujuan.
2. Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang dilakukan melaui
investigasi.
3. Group Investigasi melatih siswa untuk bekerja secara kooperatif dalam
memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan tersebut, siswa dibekali
keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam kehidupan bermasyarakat.
Jadi guru menerapkan model pembelajaran GI dapat mencapai tiga hal, yaitu
dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan belajar untuk bekerjasama
secara kooperatif.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 18


Sintak model pembelajaran Group Investigasi menurut Supandi, (2005),
sebagai berikut.
1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus
dikerjakan.
3. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil materi tugas secara
kooperatif dalam kelompoknya.
4. Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam
kelompoknya.
5. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau
salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.
6. Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.
7. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep
dan memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.
Pada model koperatif tipe GI, guru memberikan pengarahan, membentuk
kelompok heterogen dengan orientasi tugas, merencanakan pelaksanaan investigasi,
tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi
pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan
keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), siswa melakukan
pengoalahan data, menyajikan data hasi investigasi, presentasi, guru memberikan kuis
individual, guru membuat skor perkembangan siswa, mengumumkan hasil kuis dan
memberikan reward.

21. MEA (Means-Ends Analysis)


Berdasarkan terminologi, model pembelajaran MEA terdiri dari 3 kata, yakni
means yang berarti banyak cara, ends berarti akhir atau tujuan dan analysis berarti
analisis atau menyelidiki secara sistematis. Jadi MEA secara harafiah diartikan sebagai
model pembelajaran untuk menganalisis masalah dengan banyak cara untuk mencapai
tujuan akhir. Newel dan Simon (Jacob, 2005) mengembngkan suatu jenis pemecahan
masalah dengan strategi heuristik yang lebih umum yang disebut dengan means-ends-
analysis. Model ini diguanakan untuk pemecahan masalah dimana model ini mencoba
untuk mereduksi perbedaan antara current state (pernyataan sekarang) dan goal state
(pernyataan tujuan). Model pembelajaran ini memcoba membagi permasalahan menjadi
bagian-bagian tertentu. Melalui model pembelajaran ini, seorang guru membagi
permasalahan menjadi sub-sub bagian masalah.
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan
masalah. Pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub
masalah yang lebih sederhana, mengidentifikasi perbedaan, menyusun sub-sub masalah
sehingga terjadi koneksivitas, dan memilih strategi solusi.
Sintaks model pembelajaran MEA sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi perbedaan antara rumusan masalah atau pernyataan sekarang
dengan rumusan tujuan.
b. Menyusun subtujuan untuk mengatasi perbedaan tersebut
c. Memilih operator yang tepat sehingga subtujuan yang telah disusun dapat
tercapai.

22. CPS (Creative Problem Solving)


Model pembeljaran CPS pertama kali dikembangkan oleh Alex Osborn (pendiri
the Creative Education Foundation). Pada tahun 1950-an, Sydney Parnes bekerjasama
dengan Alex Osborn melakukan penelitian untuk menyempurnakan model pembelajaran
ini sehingga model ini sering disebut model CPS Osborn-Parnes.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 19


Model pembelajaran ini berpusat pada kemampuan pemecahan masalah yang
diikuti dengan penguatan kreativitas dan mengembangkn ketrampilan berpikir kreatif dan
kritis dalam proses pembelajarannya. Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran
dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan
gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar
melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran
sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

23. TTW (Think Talk Write)


Think-Talk-Write (TTW) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan
oleh Huinker dan Laughlin. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan pada
pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Dalam model pembelajaran ini,
siswa didorong untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik. Metode
ini merupakan metode yang dapat melatih kemampuan berpikir dan berbicara peserta
didik.
Menurut Huinker dan Laughlin (1996) model pembelajaran Think-Talk-
Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasikan ide, kemudian
menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis. Alur model
pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dimulai dari keterlibatan peserta didik dalam
berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi
ide dengan temannya, sebelum siswa menulis.
Model pembelajaran ini terdiri dari 3 tahap penting, yaitu sebagai berikut.
a. Think (Berpikir atau Dialog Reflektif)
Menurut Huinker dan Laughlin (1996) menyatakan bahwa berpikir dan
berbicara/berdiskusi merupakan langkah penting dalam proses membawa pemahaman
ke dalam tulisan siswa.
Pada tahap ini, siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau
metode penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan,
dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. Menurut Martinis
Yamin dan Bansu I. Ansari (2008), bahwa aktivitas berpikir dapat dilihat dari proses
membaca suatu teks atau berisi cerita kemudian membuat catatan tentang apa yang
telah dibaca”. Dalam membuat atau menulis catatan siswa membedakan dan
mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan, kemudian menerjemahkan
kedalam bahasa mereka sendiri.
Siswa membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa
bahan-bahan yang ditulis”. Selain itu, belajar membuat/menulis catatan setelah membaca
merangsang aktivitas berpikir siswa sebelum, selama, dan setelah membaca, sehingga
dapat mempertinggi pengetahuan bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan
menulis.
Pada tahap ini, siswa akan membaca sejumlah masalah yang diberikan pada
Lembar Kegiatan Siswa (LKS), kemudian setelah membaca siswa akan menuliskan hal-
hal yang diketahui dan tidak diketahui mengenai masalah tersebut (membuat catatan
individu). Selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang ada secara
individu. Proses berpikir ada tahap ini akan terlihat ketika siswa membaca masalah
kemudian menuliskan kembali apa yang diketahui dan tidak diketahui mengenai suatu
masalah. Selain itu, proses berpikir akan terjadi ketika siswa berusaha untuk
menyelasaikan masalah dalam LKS secara individu.
b. Talk (Berbicara atau Berdiskusi)
Tahap kedua ini merupakan kegiatan diskusi. Siswa diberikan kesempatan untuk
merefleksikan, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi
kelompok. Menurut Huinker dan Laughlin (1996), siswa yang diberikan kesempatan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 20


untuk berdiskusi dapat: (1) megkoneksikan bahasa yang mereka tahu dari pengalaman
dan latar belakang mereka sendiri, (2) menganalisis dan mensintesis ide-ide, (3)
memelihara kolaborasi dan membantu membangun komunitas pembelajaran di kelas.
Selain itu, Huinker dan Laughlin (1996: 88) juga meyebutkan bahwa Talking
encourages the exploration of words and the testing of ideas. Talking promotes
understanding. When students are given numerous opportunities to talk, the meaning that
is constructed finds its way into students’ writing, and the writing further contributes to the
construction of meaning. Artinya, berdiskusi dapat meningkatkan eksplorasi kata dan
menguji ide. Berdiskusi juga dapat meningkatkan pemahaman. Ketika peserta didik
diberikan kesempatan yang banyak untuk berdiskusi, pemahaman akan terbangun dalam
tulisan peserta didik, dan selanjutnya menulis dapat memberikan kontribusi dalam
membangun pemahaman. Intinya, pada tahap ini peserta didik dapat mendiskusikan
pengetahuan mereka dan menguji ide-ide baru mereka, sehingga mereka mengetahui
apa yang sebenarnya mereka tahu dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk
dipelajari.
Pada tahap talk memungkinkan siswa terampil berbicara. Pada tahap ini siswa
akan berlatih melakukan komunikasi dengan anggota kelompoknya secara lisan.
Masalah yang akan didiskusikan merupakan masalah yang telah peserta didik pikirkan
sebelumnya pada tahap think. Pada umumnya peserta didik menurut Huinker dan
Laughlin (1996:82) talking dapat berlangsung secara alamiah tetapi tidak menulis.
Proses talking dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi
dengan lingkungan sosial. Dengan berdiskusi dapat meningkatkan aktivitas peserta didik
dalam kelas. Berkomunikasi dalam diskusi menciptakan lingkungan belajar yang memacu
siswa berkomunikasi antar mereka sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka
pada saat berdiskusi. Siswa juga mengemukakan ide-ide yang sudah dikonstruksi pada
tahap sebelumnya.
c. Write (Menulis)
Masingila dan Wisniowska (1996) menyebutkan bahwa menulis dapat
membantu siswa untuk mengekspresikan pengetahuan dan gagasan yang tersimpan
agar lebih terlihat dan merefleksikan pengetahuan dan gagasan mereka. Selanjutnya
dikatakan bahwa manfaat tulisan siswa untuk guru adalah (1) komunikasi langsung
secara tertulis dari seluruh anggota kelas, (2) informasi tentang kesalahan-kesalahan,
miskonsepsi, kebiasaan berpikir, dan keyakinan dari para siswa, (3) variansi konsep
siswa dari ide yang sama, dan (4) bukti yang nyata dari pencapaian atau prestasi siswa.
Aktivitas menulis siswa pada tahap ini meliputi: menulis solusi terhadap
masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, mengorganisasikan semua
pekerjaan langkah demi langkah (baik penyelesaiannya, ada yang menggunakan
diagram, grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti), mengoreksi
semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada perkerjaan ataupun perhitungan yang
ketinggalan, dan meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik, yaitu lengkap, mudah
dibaca dan terjamin keasliannya (Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, 2008).
Sintaks model pembelajaran TTW sebagai berikut:
a. Guru membagi Lembar Kerja Peserta didik (LKS) yang berisi masalah yang harus
diselesaikan oleh peserta didik. Jika diperlukan diberikan sedikit petunjuk.
b. Siswa membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara
individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut.
Ketika siswa membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think).
Setelah itu siswa berusaha untuk meyelesaikan masalah tersebut secara individu.
Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang
terdapat pada bacaan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.
c. Siswa berdiskusi dengan teman dalam kelompok membahas isi catatan yang
dibuatnya dan menyelesaikan masalah dikerjakan secara individu (talk). Dalam

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 21


kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk
menyampaikan ide-ide dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi
atas soal yang diberikan. Diskusi akan efektif jika anggota kelompok tidak terlalu
banyak dan terdiri dari anggota kelompok dengan kemampuan yang heterogen. Hal
ini sejalan dengan pendapat Huinker dan Laughlin (1996) yang menyatakan
bahwa metode TTW akan efektif ketika peserta didik bekerja dalam kelompok yang
heterogen yang terdiri dari 2 sampai 6 peserta didik yang bekerja untuk menjelaskan,
meringkas, atau merefleksi.
d. Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa
jawaban atas soal (berisi landasan dan keterkaitan konsep, metode, dan solusi)
dalam bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta
didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi.
e. Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain
diminta memberikan tanggapan.
f. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi
yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa atau satu orang siswa sebagai
perwakilan kelompok untuk menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain
diminta memberikan tanggapan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pembelajaran ini dimulai dengan berpikir
melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi), hasil bacaannya
dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil
presentasi.

24. TS-TS (Two Stay – Two Stray)


Model pembelajaran two stay-two stray atau dua tinggal dua tamu dikembangkn
oleh Spencer Kagan (Lie, 2008). Model pembelajaran ini memberikan kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini
dilakukan dengan cara saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok untuk berbagi
informasi. Dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di
kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain.
Sintaks model pembelajaran TS-TS sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 orang
b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompoknya dan masing-
masing bertamu ke dua kelompok lainnya.
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas untuk membagikan hasil kerja
dan informasi ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya dan menyampaikan temuan
mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok memcocokan dan membahas hasil kerja mereka.

25. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)


Model pembelajaran core yaitu model pembelajaran yang mencakup empat
aspek kegiatan yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending. Adapun keempat
aspek tersebut adalah :
 Connecting (C), merupakan kegiatan menghubungkan informasi lama dan
informasi baru dan antar konsep.
 Organizing (O), merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk
memahami materi.
 Reflecting (R), merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami, dan
menggali informasi yang sudah diperoleh.
 Extending (E), merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas,

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 22


menggunakan, dan menemukan.
Model pembelajaran Core menekankan kemampuan berpikir siswa untuk
menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami, mengelola, dan mengembangkan
informasi yang diperoleh. Dalam model ini aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada
siswa. Siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya.
Pada kegiatan menghubungkan konsep lama-baru, siswa dilatih untuk mengingat
informasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut untuk
menghubungkannya dengan informasi/konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan ide-ide,
dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi yang
telah dimilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan memperdalam, menggali
informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimilikinya. Pada kegiatan extending,
siswa dilatih untuk mengembangkan, memperluas informasi yang sudah didapatnya dan
menggunakan informasi untuk menemukan konsep dan informasi baru yang bermanfaat.
Model pembelajaran CORE memiliki keunggulan sebagai berikut: siswa aktif
dalam belajar, melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep/informasi, melatih daya
pikir kritis siswa terhadap suatu masalah, memberikan pengalaman belajar kepada siswa,
karena siswa banyak berperan aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi
bermakna.
Kelemahan model ini adalah membutuhkan persiapan matang dari guru untuk
menggunakan model ini, menuntut siswa untuk terus berpikir kritis, memerlukan banyak
waktu, tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model core.
Sintaks model pembelajaran ini sebagai berikut:
a. Membuka pelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa yaitu menyanyikan
yang mana isi lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
b. Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru oleh
guru kepada siswa. Connecting (C),
c. Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa
dengan bimbingan guru. Organizing (O)
d. Pembagian kelompok secara heterogen (campuran antara yang pandai,
sedang,dan kurang), terdiri dari 4-5 orang.
e. Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapatdan
dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa. Reflecting (R)
f. Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan, melalui tugas
individu dengan mengerjakan tugas. Extending (E)

26. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)


Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta
kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara
seksama-cermat.
Model pembelajaran SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
dikemukakan oleh Francis P. Robinson di Universitas Negeri Ohio Amerika Serikat.
Metode tersebut bersifat praktis dan bisa diaplikasikan dalam berbagai pendekatan
belajar.
Model pembelajaran SQ3R pada prinsipnya merupakan singkatan dari langkah-
langkah mempelajari teks, yang meliputi:
a. Survey. Pada kegaiatan ini siswa memeriksa atau meneliti atau mengidentifikasi
seluruh teks.
b. Question. Pada kegiatan ini siswa menyusun daftar pertanyaan yang relevan dengan
teks.
c. Read. Pada kegiatan ini, siswa membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun.
d. Recite. Pada kegiatan ini siswa menghafal setiap jawaban yang telah ditemukan.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 23


e. Review. Pada kegiatan ini, siswa meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan
yang tersusun pada langkah ke dua dan ketiga.
Model pembelajaran SQ3R memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model
pembelajaran SQ3R;
1. Siswa diarahkan untuk terbiasa berpikir terhadap bahan bacaan sehingga siswa
menjadi lebih aktif dan teiatih untuk bisa membuat pertanyaan.
2. Siswa berusaha untuk memikirkan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang
mendalami isi bacaan atau teks tersebut.
3. Siswa dapat bekerjasama dalam kelompoknya untuk saling bertukar pendapat
dalam memahami konsep materi yang disajikan dalam uraian teks.
Adapun kekurangan model pembelajaran SQ3R
1. Alokasi waktu yang digunakan untuk memahami sebuah teks dengan model
pembelajaran SQ3R mungkin tidak banyak berbeda dengan mempelajari teks
biasa.
2. Siswa sulit dikondisikan (ramai) saat berdiskusi dengan teman sebangkunya
dalam mempelajari teks materi pelajaran.
Alokasi waktu yang diperlukan untuk memahami sebuah teks dengan model
pembelajaran SQ3R, mungkin tak banyak berbeda dengan mempelajari teks secara
biasa. Akan tetapi, hasil pembelajaran siswa dengan menggunakan model pembelajaran
SQ3R dapat diharapkan lebih memuaskan, karena dengan metode ini siswa menjadi
pembaca aktif dan terarah langsung pada intisari atau kandungan pokok yang tersirat
dan tersurat dalam teks.
Sintaks Model pembelajaran SQ3R sebagai berikut:
a. Siswa melakukan survey untuk memeriksa atau meneliti seluruh struktur teks.
Tujuannya adalah agar siswa mengetahui panjangnya teks, judul, bagian (heading)
dan judul subbagian (subheading), istilah dan kata kunci, dan sebagainya. Dalam
melakukan survey, siswa dianjurkan menyiapkan pensil, kertas, dan alat pembuat ciri
(berwarna kuning, hijau, dan warna lainnya) seperti stabilo untuk menandai bagian-
bagian tertentu. Bagian-bagian penting dan akan dijadikan bahan pertanyaan, perlu
ditandai untuk memudahkan proses penyusunan daftar pertanyaan pada langkah
selanjutnya.
b. Siswa menyusun pertanyaan-pertanyaan yang jelas, singkat, dan relevan dengan
bagian-bagian teks yang telah ditandai pada langkah pertama. Jumlah pertanyaan
tergantung pada panjang pendeknya teks, dan kemampuan siswa dalam memahami
teks yang sedang dipelajari. Jika teks yang sedang dipelajari siswa berisi hal-hal yang
sebelumnya sudah diketahui, mungkin mereka hanya perlu membuat beberapa
pertanyaan. Sebaliknya, apabila latar belakang pengetahuan siswa tidak berhubungan
dengan isi teks, maka perlu menyusun pertanyaan sebanyak-banyaknya.
c. Siswa membaca secara aktif dalam rangka mencari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang telah tersusun. Dalam hal ini membaca secara aktif juga berarti
membaca yang difokuskan pada paragraf-paragraf yang diperkirakan mengandung
jawaban-jawaban yang diperkirakan relevan dengan pertanyaan tadi.
d. Siswa menyebutkan lagi jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah tersusun.
Siswa dilatih untuk tidak membuka catatan jawaban. Jika sebuah pertanyaan tak
terjawab, siswa tetap disuruh menjawab pertanyaan berikutnya. Demikian seterusnya,
hingga seluruh pertanyaan, termasuk yang belum terjawab, dapat diselesaikan
dengan baik.
e. Siswa meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawaban secara singkat.

27. SQ4R (Survey, Question, Read, , Recite, Review, Reflect)


SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect,
yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 24


yang relevan. Model pembelajaran SQ4R terdiri dari enam komponen, yaitu survey,
Question, Read, Recite, Review dan Reflect.
Langkah pertama, siswa diminta untuk Survey buku. Langkah ke dua adalah
question, yakni siswa mengajukan pertanyaan untuk membimbing siswa bersangkutan
dalam kegiatan membaca. Langkah ke tiga adalah Read, yakni membaca isi buku.
Langkah ke empat recite, yakni siswa menceritrakan isi bacaan dengan kata-kata sendiri.
Langkah ke lima adalah review, yakni siswa meninjau kembali isi bacaan dan langkah ke
enam adalah reflect, yakni aktivitas siswa memberikan contoh dari bahan bacaan dan
membayangkan konteks aktual yang relevan.

28. MID (Meaningful Instructionnal Design)


Model ini adalah pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan
efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-
konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait
dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan
fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

29. KUASAI
Model pembelajaran KUASAI dikembangkan oleh Colin Rose dengan cara
mengadaptasi dan mensistensis hasil penelitian dari Dr Howard Gorden tentang multiple
intelligenses. Penelitian Actur Costa untuk gaya belajar dan hasil penelitian pemegang
hadiah nobel, Roger Sperry dan Robert Ornsten, tentang otak. Akan tetapi Colin tidak
hanya merangkum begitu saja, dia juga menciptakan model pembelajaran menjadi efektif
sehingga dapat diterapkan kepada semua orang, baik guru maupun siswa. Colin Rose
menyimpulkan bahwa pembelajaran efektif melibatkan enam tahap. Enam tahapan ini
diakronimkan menjadi KUASAI. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah: (a). Kerangka
pikir untuk sukses. Siswa harus kaya dengan kerangka pikir. Siswa tersebut sebaiknya
rileks dan penuh motivasi. Jika stress, atau tidak percaya pada kemampuan sendiri atau
tidak menetapkan tujuan dari hal yang sedang dipelajari maka yang bersangkutan tidak
akan bisa belajar dengan baik. (b). Uraikan faktanya. Siswa harus melibatkan fakta untuk
disesuaikan dengan gaya belajar yang disukai. Kebutuhan siswa untuk melihat,
mendengar, atau terlibat langsung secara fisik dalam hal yang sedang dipelajari. Saat
mempelajari hal baru, perlu memerlukan sesuatu untuk membuat informasi tersebut lebih
lekat dalam ingatan. Apa yang akan dilakukan bergantung pada gaya pembelajaran
visual, audiotri atau fisik (kinestetik) atau kombinasi ketiganya yang cocok untuk setiap
orang. (c). Apa maknanya. Siswa perlu menjelajahi hal yang sedang dipelajari.
Mengetahui sesuatu dan benar-benar memahami itu berbeda. Saat menjelajahi suatu
topik dengan sungguh-sungguh, maka akan mengubah pengetahuan yang dangkal
menjadi pemahaman dalam. Cara mencapai itu bergantung pada cara unik siswa dalam
menggunakan kecerdasan. (d). Sertakan ingatan. Siswa perlu menghafalkan unsur-unsur
kunci dalam ingatan. (e). Ajukan sesuatu yang anda ketahui. Siswa tidak dapat benar-
benar yakin telah memahami yangtelah dipelajari sampai ia mengujinya. Siswa perlu
menunjukkan bahwa dirinya tahu. Yang dimaksud menunjukkan disini adalah berusaha
membagikan ilmu kepada orang lain. Saat membagikan ilmu kepada orang lain justru
akan memperoleh ilmu yang lebih. (f). Introspeksi. Siswa perlu merenungkan sebaik apa
pembelajaran yang telah ia kerjakan. Tujuannya adalah meningkatkan sesuatu yang
tidak hanya diketahui, tetapi cara ia belajar. Dengan demikian, siswa akan menjadi
pembelajar yang semakin lama semakin baik dan dapat belajar lebih baik setiap saat.
Jika mempelajari teknik-teknik belajar yang paling cocok dengan gaya belajar yang
disukai, maka siswa akan belajar dengan cara yang alami. Karena terasa alami, maka
belajarpun akan terasa lebih mudah.
Sintaksnya sebagai berikut: (1) Kerangka pikir untuk sukses, (2) Uraikan fakta

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 25


sesuai dengan gaya belajar, (3) Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-
menggunakan-memaknai), (4) Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta
koneksinya, (5) Ajukan pengujian pemahaman, dan (6) Introspeksi melalui refleksi diri
tentang gaya belajar.

30. CRI (Certainly of Response Index)


CRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus
dapat membedakannya dengan tidak tahu konsep (Hasan, et al., 1999). CRI merupakan
ukuran kepastian atau keyakinan responden atau siswa dapat menjawab pertanyaan
atau soal yang diberikan.
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan
dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan
menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa
CRI menggunakan rubrik dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk
amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dan 5 untuk certain.

31. DLPS (Double Loop Problem Solving)


Double-Loop Problem Solving (DLPS) adalah variasi dari pembelajaran dengan
pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama dari
suatu permasalahan yang muncul. Jadi berkenaan dengan jawaban untuk
pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara
menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut. Metode Double-
Loop Problem Solving (DLPS) mempunyai ciri utama, yaitu pembelajarannya yang
berpusat pada pemberian masalah untuk dibahas oleh siswa untuk melatih siswa
berpikir dengan kreatif.
Kelebihan dari metode DLPS adalah dapat lebih menciptakan susana kelas yang
kondusif, menghargai nilai-nilai ilmiah. Siswa akan termotivasi untuk terbiasa
mengadakan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses
pembelajaran serta meningkatkan kemampuan guru itu sendiri. Kekurangan dari metode
DLPS antara lain adalah tidak semua pelajaran dapat mengandung masalah dan
kesulitan mencari masalah yang tepat atau sesuai dengan taraf perkembangan dan
kemampuan siswa.
Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan
solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah
penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal,
mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi,
mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan
pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

32. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)


DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan,
dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok.
Dalam metode diskursus multy reprecentacy (DMR), siswa berusaha
mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari sumber-sumber belajar yang telah
ditetapkan misalnya
artikel dari surat kabar, internet, poster, mencatat siaran berita sebagai bahan
pembelajaran. Informasi juga dapat digali lewat wawancara mendalam terhadap informan
(kepala sekolah, guru, maupun siswa), praktek atau eksperimen pembelajaran,
pemberian tugas, dan dokumentasi. Selanjutnya siswa akan mengemukakan pendapat
mereka berdasarkan data dan fakta yang mereka peroleh dari sumber belajar yang
digunakan.
Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 26


penutup.
33. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif dalam
kelompok. Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
ini dapat dikategorikan pembelajaran terpadu. Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat
keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi: (1) model dalam
satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested
(terangkai);
(2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared
(perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model
integreted (terpadu) dan (3) model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung
jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide
untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk
pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus
mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah
menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan
lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan
UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk
mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk
menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to
live together), (Depdiknas, 2002).
Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan
wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca
bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian
menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.

34. IOC (Inside Outside Circle)


IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran
besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang
bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Salah satu
keunggulan model pembelajaran ini adalah adanya struktur yang jelas dan
menungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang jelas dengan singkat dan
teratur. Selain itu, model pembelajaran ini melatih kemampuan berkomunikasi dari siswa.
Diskusi pertama kali dilakukan oleh dua orang berpasangan (pasangan awal) dalam
suatu lingkaran dalam dan luar.
Sintaksnya adalah: Separuh dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil
menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam,
siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di
lingkran luar berputar kemudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan
seterusnya

35. Tari Bambu


Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur.
Model ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukaran pengalaman dan
pengetahuan antar siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe Bamboo Dancing adalah model
pembelajaran tari bambu. Teknik ini diberi nama tari bambu, karena siswa berjajar dan
saling berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong bambu yang digunakan
dalam tari bambu di Filipina yang juga populer di beberapa daerah di Indonesia. Menurut

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 27


Agus Suprijono (2011) pembel-ajaran dengan menggunakan model Bamboo Dancing
serupa dengan model Inside Outside Circle. Pembel-ajaran diawali dengan pengenalan
topik oleh guru. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau dapat pula guru
bertanya jawab apa yang diketahui peserta didik mengenai topik itu. Kegiatan sumbang
saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta
didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru. Pembelajaran ini diawali dengan
pembagian kelompok yang terdiri dari 2 kelompok besar. Jika dalam satu kelas terdapat
40 siswa, maka tiap kelompok besar terdiri dari 20 siswa, guru mengatur sedemikian rupa
pada setiap kelompok besar yaitu 10 siswa berdiri berjajar saling berhadapan dengan 10
siswa lainya juga berdiri berjajar. Dengan demikian dalam setiap kelom-pok besar saling
berpasangan satu sama lain pasangan ini disebut sebagai pasangan awal, tiap pasangan
diberi tugas atau bahan diskusi yang berbeda kemudian siswa secara berpasangan
membahas atau mendiskusikan materi yang diperoleh. Pada kesempatan ini beri waktu
yang cukup kepada siswa agar diskusi berjalan dengan baik dan siswa dapat
memahaminya. Setelah diskusi masing-masing kelompok yang berdiri berjajar saling
berhadapan bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini tiap-tiap peserta didik
mendapat pasangan yang baru dan mendapatkan materi yang berbeda, demikian
seterusnya sampai kembali ke pasangan awal. Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar
kemudian dipersen-tasikan kepada seluruh kelas. Guru memfasilitasi terjadinya
intersubjektif, dialog interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Kegiatan ini dimaksudkan
agar pengetahuan yang diperoleh melalui dikusi di tiap-tiap kelompok besar dapat
disatukan dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas.
Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depan kelas atau di sela
bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa
pertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalaman dan pengetahuan, siswa yang
berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya pada jajarannya, dan kembali
berbagai informasi.

36. Artikulasi
Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan
berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan
penjelasan guru pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model
pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus
berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa aktif
dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing
siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya
tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode
pembelajaran ini.
Sintaksnya sebagai berikut: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk
kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru
diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya,
guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

37. Debate
Model pembelajaran Debate melatih siswa untuk mengemukakan pendapat
seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam
debate situasi pembelajaran sengaja dibuat menjadi 2 kelompok yang berseberangan
(pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan
mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat
dipertanggungjawabkan. Di sini siswa juga dilatih untuk menghargai adanya perbedaan.
Debat adalah model pembalajaran dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 28


kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh
masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu
kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara
bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya dengan hal-
hal yang perlu.

38. Role Playing


Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang
didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield,
1986). Dalam role playing siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun
saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali
dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana siswa membayangkan dirinya
seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Model Role Playing mengutamakan penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda
mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung
kepada apa yang diperankan.
Pada model bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan
emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata
dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan
praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada
situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri siswa
(Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami
kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih
berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah,
melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan
sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi,
mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi,
dalam pembelajaran siswa harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses
pembelajaran tidak mungkin terjadi.
Sintaks dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario
pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut,
pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk
melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang
dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

39. Talking Stick


Talking stick telah digunakan selama berabad-abad oleh suku Indian terutama
sebagai sarana untuk mendengarkan secara adil dan tidak memihak. Talking stick
umumnya digunakan di kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang memiliki hak
untuk berbicara. Ketika membahas suatu masalah yang besar, Ketua dewan memegang
talking stick dan memulai diskusi. Setelah berbicara, ketua dewan memberikan tongkat
ke salah seorang anggota dn yang berangkutan berhak untuk berbicara. Setelah selesai
berbicara, tongkat diberikan kepada orang lain. Dengan cara ini, tongkat akan diteruskan
dari satu orang ke orang lain sampai semua orang yang ingin berbicara telah
melakukannya. Tongkat tersebut kemudian diteruskan kembali ke ketua untuk
mengamankan.
Dalam konteks pembelajaran, Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu
model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang
tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari
materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 29


kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.
Dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stik ini, guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 orang yang
heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan
atau minat, yang dalam topik selanjutnya menyiapkan dan mempersentasekan
laporannya kepada seluruh kelas.
Sintaks pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok,
siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan
tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru,
tongkat diberikan kepada siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan
seterusnya, guru membimbing siswa untuk mebuat kesimpulan.

40. Refleksi-evaluasi.
Pembelajaran Refleksi merupakan proses mental yang menerapkan
kegiatan pembelajaran dengan mengaktifkan siswa untuk menggunakan pemikiran
yang kritis (critical thinking) untuk menguji informasi yang didapat, bertanya tentang
kebenarannya dan menyimpulkan berdasarkan ide-ide yang dihasilkannya. Proses yang
dilakukan secara berkesinambungan mengarahkan individu untuk mampu membuat
alternatif pemecahan dan kesimpulan akhir, sehingga memiliki pemahaman yangg lebih
baik. Tanpa refleksi, pembelajaran menjadi berakhir sementara pengelolaan cara berfikir
yangg dalam memerlukan proses pembelajaran (Ewell, 1997).
Pembelajaran yang efektif mensyaratkan waktu bagi peserta untuk selalu
berfikir. Siswa perlu merefleksikan apa yang mereka pelajari dengan
mengevaluasi proses berfikir yang digunakan dalam menentukan strategi kerja yang
terbaik. Kemudian menerapkan pengetahuan yang didapat dari proses pembelajaran
sebagai pendekatan yang akan digunakan pada pembelajaran selanjutnya. Proses
berfikir yang terus menerus tentang apa yang ditemukan dan dikerjakan merupakan
proses yang membangkitkan kreatifitas untuk selalu melakukan perubahan dan inovasi,
sportivitas untuk menilai kelemahan dan kelebihan yang dimiliki.
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok,
pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja
kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain,
kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi

41. Student Facilitator and Explaining


Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model
pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada
rekan peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara
untuk menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri.
Metode Teman Sejawat atau Student Facilitator And Explaining ini merupakan
salah satu dari tipe model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-
kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.
Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan
kelompok, kuis dan menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Metode Student
Facilitator And Explaining merupakan suatu metode dimana siswa mempresentasikan ide
atau pendapat pada siswa lainnya. Sedangkan menurut Agus (2009:129) metode
Student Facilitator And Explaining mempunyai arti metode yang menjadikan siswa dapat
membuat peta konsep maupun bagan untuk meningkatkan kreatifitas siswa dan prestasi
belajar siswa. Perbedaan metode Student Facilitator And Explaining dengan metode
diskusi terletak pada cara pertukaran pikiran antar siswa. Dimana dalam metode Student
Facilitator And Explaining siswa dapat menerangkan dengan bagan atau peta konsep.
Sintaks pembelajarannya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 30


mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi,
refleksi.

42. Course Review Horay


Model pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran
yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena
setiap siswa yang dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak ’hore!’
atau yel-yel lainnya yang disukai.
Jadi, model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model
pembelajaran yang dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di
dalam kelas yang lebih menyenangkan. Sehingga siswa merasa lebih tertarik. Karena
dalam model pembelajaran course review horay ini, apabila siswa dapat menjawab
pertanyaan secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “hore”
ataupun yel-yel yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa
itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode
pembelajaran dengan pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban
soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau
kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih
dahulu harus langsung berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini pengujian
pemahaman siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan
jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar
harus langsung segera menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.
Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah
maka seiring dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse Review
Horay menjadi salah satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada
pemahaman konsep. Pembelajaran Course Review Horay, merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan
siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Pembelajaran Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu
pembelajaran dalam rangka pengujian terhadap pemahaman konsep siswa
menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan
jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak
horay atau yel-yel lainnya. Melalui Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat
melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.
Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk
pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke
dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya
nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban
benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya,
pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

43. Demonstration
Model pembelajaran demonstrasi adalah pembelajaran dengan memperagakan
barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu kegiatan baik secara langsung
maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang dibeljarkan Muhibbin Syah, 2000). Metode demontrasi adalah
metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu
benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi yaitu sebagai berikut: (a).
Lebih memfokuskan perhatian siswa, (b). proses belajar siswa lebih terarah pada materi

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 31


yang sedang dipelajari, dan (c). Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih
melekat dalam diri siswa (Daradjat, 1985)
Langkah pembelajarannya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum
materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk
siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan
dan evaluasi, refleksi.

44. Explicit Instruction


Model Explicit Instruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat
membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang
dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut
Model Pengajaran Langsung.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2011) Model Explicit Instruction adalah salah
satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap,
selangkah demi selangkah.
Explicit Instruction menurut Kardi (dalam Uno dan Nurdin, 2011) dapat berbentuk
“ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktik, dan kerja kelompok”. Explicit Instruction
digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru
kepada siswa.
Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan
dan ketrampilan procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman
dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

45. Scramble
Kata scramble berasal dari bahasa Inggris yang berarti perebutan, pertarungan,
perjuangan. Seperti yang diungkapkan oleh Fadmawati (2009), pembelajaran kooperatif
metode scramble adalah pembelajaran secara berkelompok dengan mencocokkan kartu
pertanyaan dan kartu jawaban yang telah disediakan sesuai dengan soal, sedangkan
Soeparno (1998) berpendapat bahwa metode scramble adalah salah satu permainan
bahasa, pada hakikatnya permainan bahasa merupakan suatu aktivitas untuk
memperoleh keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan.
Scramble merupakan metode mengajar dengan membagikan lembar soal dan
lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia. Siswa diharapkan
mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal yang ada. Dijelaskan juga oleh
(Daud, 2010) bahwa istilah scramble berasal dari bahasa Inggris yang berarti “perebutan,
pertarungan, perjuangan”. Scramble dipakai untuk jenis permainan anak-anak yang
merupakan latihan pengembangan dan peningkatan wawasan pemikiran kosa kata.
Sesuai dengan sifat jawabannya scramble terdiri atas bermacam-macam bentuk yakni :
(a). Scramble kata, yakni sebuah permainan menyusun kata-kata dan huruf-huruf yang
telah dikacaukan letaknya sehingga membentuk suatu kata tertentu yang bermakna
misalnya : alpjera = pelajar; ktarsurt = struktur ; (b). Scramble kalimat : yakni sebuah
permainan menyusun kalimat dari kata-kata acak. Bentuk kalimat hendaknya logis,
bermakna, tepat, dan benar. Contoh nya : komme – Ich – aus – Bandung = Ich komme
aus Bandung dan (c). Scramble wacana : yakni sebuah permainan menyusun wacana
logis berdasarkan kalimat-kalimat acak. Hasil susunan wacana hendaknya logis,
bermakna.
Melalui pembelajaran kooperatif metode scramble, siswa dapat dilatih berkreasi
menyusun kata, kalimat, atau wacana yang acak susunannya dengan susunan yang
bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya.
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 32


jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada
kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu
soal untuk jawaban yang cocok.

46. Pair Checks


Metode pembelajaran pair checks (kelompok sebangku) merupakan metode
pembelajaran siswa berpasangan. “Menurut Moody & Gifford dalam Slavin (2005)
menemukan bahwa sementara tidak ada perbedaan dalamperolehan pencapaian dari
kelompok-kelompok yang homogendan heterogen, pembagian siswa berpasangan
menunjukkanpencapaian yang jauh lebih besar dalam bidang ilmupengetahuan dari pada
kelompok yang terdiri atas empat ataulima orang, dan kelompok dengan jenis kelamin
homogen kinerjanya lebih baik dari pada kelompok campuran”. Menurut Sanjaya, Wina
(2007) yaitu pembelajaran pair checks adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
berpasangan (kelompok sebangku) yang bertujuan untuk mendalami atau melatih materi
yang telah dipelajarinya. salah satu keunggulan metode ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep / topik dalam suasana yang
menyenangkan, metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia.
Model pembelajaran kooperatif tipe Pairs Check adalah suatu model
pembelajaran yang mengajarkan kepada siswa untuk dapat bertanggungjawab dalam
mengkoordinasi kelompoknya masing-masing dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berperan aktif dalam belajar sambil bermain sehingga membuat siswa dapat
meningkatkan minat dan motivasi dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran
ini bertumpu pada kerja kelompok kecil, berlawanan dengan pembelajaran klasikal (satu
kelas penuh).
Sintaks adalah: (1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan (2) Guru
membentuk kelompok berpasangan (3) Satu orang bekerja menyelesaikan soal dan
pasangannya bertugas sebagai tutor, memeriksa dan mengecek (4) Pemeriksa
mengecek pekerjaan pasangannya, jika ada pertentangan diantara mereka, mereka
boleh menanyakannya pada pasangan lain dalam kelompok (5) Jika pasangan setuju
dengan jawaban, yang berarti benar, tutor memberi pujian (6) Pembelajar berganti peran
dan mengulangi langkah 3 – 5. Pembelajar yang berperan sebagai tutor menjadi
pemecah masalah (7) Jika jawaban benar, mereka sling berjabat tangan (8) Kelompok
mempersentasekan hasil diskusi (9) guru memberikan penghargaan kepada kelompok
yang paling baik.

47. Make-A Match


Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Pada Model Pembelajaran Make a Match, setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal
atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia
pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan riuh,
tetapi sangat asik dan menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan make a match sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
b) Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
c) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
d) Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:
pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan
berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 33


e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
f) Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak
dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman,
yang telah disepakati bersama.
g) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
h) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu
yang cocok.
i) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.

48. Mind Mapping


Mind Mapping adalah salah satu model pembelajaran untuk membantu siswa
untuk menggali ide-ide kreatif dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran yang dilakukan akan menjadi lebih hidup, variatif, dan membiasakan siswa
memecahkan permasalahan dengan cara memaksimalkan daya pikir dan kreatifitas.
Dengan demikian tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan dapat tercapai.
Mind mapping merupakan cara untuk menetapkan informasi ke dalam otak dan
mengambilnya kembali ke luar otak . Bentuk mind mapping seperti sebuah jalan
di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat
pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat
luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat
dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. Mind mapping bisa
disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita menyusun fakta dan
fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak
awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan dari pada
menggunakan teknik mencatat biasa.
Mind mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam
yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind mapping juga
berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Mind mapping merupakan
teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi anak
agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan.
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa.
Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa
berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi
hasuil diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi
dan refleksi.

49. Examples Non Examples


Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example
and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai
media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak
dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai
apa yang ada di dalam gambar.
Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan
pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun
dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat
perkembangan siswa kelas rendah seperti ; kemampuan berbahasa tulis dan lisan,
kemampuan analisis ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya.
Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat
melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang
kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 34


belakang dapat juga melihat dengan jelas.
Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang
kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi
konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk
mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara
cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu
definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai
dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi
contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-example memberikan
gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep
adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada
dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-
example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih
dalam mengenai materi yang ada.
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode example and nonexample antara
lain:
a) Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas
pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek
b) Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong
mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari
example dan non example
c) Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari
suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang
dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter
dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Tennyson dan Pork (1980) dalam Slavin 1994 menyarankan bahwa jika guru
akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya
diperhatikan, yaitu: (1). mengurutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit, (2).
memiilih contoh-contoh yang berbeda satu sama lain, dan (3). membandingkan dan
membedakan contoh-contoh dan bukan contoh.
Sintask pembelajaran ini adalah: mempersiapkan gambar, diagram, atau tabel
sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, menyajikan gambar dengan cara ditempel,
memakai OHP atau slide ppt, dengan petunjuk guru siswa mencermati gambar,
mendiskusikan dalam kelompok tentang gambar tadi, mempresentasikan hasil kelompok,
guru membimbing siswa membuat kesimpulan, evaluasi dan refleksi.

50. Picture and Picture


Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang
menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran
ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses
pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran.
Sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan
baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar atau slide ppt.
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran
kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut:
a) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
b) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 35


yang sama di antara anggota kelompoknya.
d) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
e) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses
pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi
urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis
sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Sintaks pembelajaran sebagai beikut: menyajikan informasi kompetensi,
menyajikan materi, siswa memperlihatkan gambar yang berkaitan dengan materi, siswa
(wakil) mengurutkan gambar secara benar, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut,
guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

51. Cooperative Script


Pembelajaran cooperative script merupakan salah satu bentuk atau model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran cooperative script dalam
perkembangannya mengalami banyak adaptasi sehingga melahirkan beberapa
pengertian dan bentuk yang sedikit berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Pengertian model pembelajaran cooperative script menurut Dansereau dalam Slavin
(1994) adalah skenario pembelajaran kooperatif. Artinya setiap siswa mempunyai peran
dalam saat diskusi berlangsung.
Schank dan Abelson dalam Hadi (2007), bahwa pembelajaran cooperative script
menggambarkan interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial siswa dengan
lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat
yang lebih luas. Brousseau (2002) dalam Hadi (2007:18) menyatakan bahwa model
pembelajaran cooperative script adalah secara tidak langsung terdapat kontrak belajar
antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, jelas bahwa maksud yang sama yaitu
adanya kesepakatan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk
berkolaborasi memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan caracara yang
kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial
siswa. Pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara siswa tentang
aturan-aturan dalam berkolaborasi, yaitu siswa satu dengan yang lainnya bersepakat
untuk menjalankan peran masing-masing yaitu siswa yang berperan menjadi pembicara
membacakan hasil pemecahan yang diperoleh beserta prosedurnya dan siswa yang
menjadi pendengar menyimak dan mendengar penjelasan dari pembicara, mengingatkan
pembicara jika ada kesalahan.
Masalah dipecahkan bersama untuk kemudian disimpulkan bersama. Sedangkan
kesepakan antara guru dan siswa yaitu peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan
siswa untuk mencapai tujuan belajar. selain itu, guru mengontrol selama pembelajaran
berlangsung dan guru mengarahkan siswa jika merasa kesulitan. Pada interaksi siswa
terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling
mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama.
Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa. Dalam
aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script benar-benar memberdayakan
potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-
benar sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.
Sintaks pembelajaran ini adalah: membentuk kelompok berpasangan sebangku,
membagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat
rangkuman, menyajikan hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi,

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 36


bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.
52. LAPS-Heuristik
Dalam Model Penemuan Murni, yang oleh Maier (1995: 8) disebutnya sebagai
“heuristik“, diartikan sebagai tujuan yang hendak ditemukan, jalan atau proses semata-
mata ditentukan oleh peserta didik itu sendiri. Siswa dituntun untuk meyelesaikan
permasalahan dengan diberi pertanyaan pancingan yang mengarah kepada apa yang
akan dicari. Menurut Jerome Bruner (Cooney, Davis: 1975,138), penemuan adalah suatu
proses, suatu jalan atau cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk
atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum
melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di
dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan,
di mana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya
ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.
Penyelesaian masalah dalam metode heuristik dapat diselesaikan menggunakan
sistematika yang disebut dengan LAPS ( Logan Avenue Problem Solving), yaitu masalah
didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara
penyelesaiannya, kemudian dicari jalan masuk untuk mengetahui kunci untuk mencari
atau menemukan cara penyelesaian. Untuk menyelesaikannya digunakan kata tanya apa
masalahnya, adakah alternatif, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana
sebaiknya mengerjakannya. Dalam proses ini siswa diajari untuk menyelesaikan melalui
empat tahapan. Tahapan tersebut dimulai dari tahap pemahaman masalah, pembuatan
perencanaan, sistem pengerjaannya, sampai pada tahapan mengevaluasi jawaban yang
sudah dikerjakannya. Langkah ini dikenal dengan langkah Polya.
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bersifat tuntunan dalam rangaka
solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa
masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana
sebaiknya mengerjakannya.
Menurut Polya, dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus
dilakukan yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahannya; (3)
menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua; (4) memeriksa kembali hasil
yang diperoleh (looking back).

53. Improve
Model pembelajaran IMPROVE (Introducing the New Concept, Meta-cognitive
Questioning, Practicing, Reviewing and Reducing Difficulties, Obtaining Mastery,
Verification, and Enrichment) merupakan model pembelajaran dimana setiap kata dalam
akronimnya merupakan langkah pembelajaran:
a. Introducing the New Concept. Siswa diberikan suatu konsep baru oleh guru
tanpa memberikan hasil akhir atau bentuk jadinya saja. Konsep ini diberikan
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa terlibat
secara aktif dan dapat menggali kemampuan diri mereka sendiri.
b. Meta-cognitive Questioning. Pertanyaan yang dapat diajukan guru kepada siswa
meliputi pertanyaan pemahaman misalnya seorang guru memberikan
permasalahan kepada siswa mengenai suatu materi, setelah itu guru bertanya
kepada siswa, “Apa masalah ini?”, pertanyaan koneksi merupakan pertanyaan
mengenai apa yang siswa dapat sekarang dengan apa yang telah didapatnya
dahulu, misalnya, “Apakah masalah sekarang sama atau berbeda dari
pemecahan masalah yang telah Anda lakukan dimasa lalu?”, Pertanyaan strategi
berkaitan dengan solusi-solusi yang akan diajukan siswa untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapinya seperti “Strategi apa yang cocok untuk
memecahkan masalah tersebut?”dan pertanyaan refleksi yang mendorong siswa
untuk mempertimbangkan cara atau strategi yang telah diajukannya seperti

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 37


“Apakah strategi itu merupakan solusi yang masuk akal untuk memecahkan
masalah ini?”.
c. Practicing. Siswa diajak untuk berlatih memecahkan masalah secara langsung.
Hal ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan penguasaan materi dan
mengasah kemampuan serta keterampilan siswa.
d. Reviewing and Reducing Difficulties. Biasanya pada saat latihan langsung, siswa
banyak mengalami kesulitan. Pada tahap ini guru mencoba untuk melakukan
review terhadap kesalahan-kesalahan yang dihadapi siswa dalam memahami
materi dan memecahkan permasalahan.
e. Obtaining Mastery. Siswa diberikan tes yang bertujuan untuk mengetahui
penguasaan materi siswa.
f. Verification. Pada tahap ini, dilakukan identifikasi siswa mana yang telah
mencapai batas kelulusan yang dikategorikan sebagai siswa yang sudah
menguasai
Sintaknya adalah menyajikan pertanyaan untuk mengantarkan konsep-konep
baru dengan berbagai tipe pertanyaan metakognisi, siswa berlatih menjawab pertanyaan
metakognisinya dan bertanya, guru mengadakan sesi umpan balik-perbikan-pengayaan.

54. Generatif
Intisari dari model pembelajaran genertif adalah bahwa otak tidak menerima
informasi dengan pasif melainkan justru juga aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari
informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan.
Di antara alternatif model pembelajaran matematika yang dapat mendukung
tercapainya tujuan mata pelajaran matematika adalah model pembelajaran yang
berlandaskan pada paham konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan
dikonstruksi dalam pikiran siswa yaitu Model Pembelajaran Generatif (MPG). Menurut
Astuti (2005) model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivis salah satunya adalah
MPG yang di usulkan oleh Osborn & Wittrock (1985).
Menurut Hassard (2008) MPG adalah suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada suatu pandangan bahwa pengetahuan itu dikonstruksi oleh siswa itu
sendiri. Menurut Tytler (dalam Fahinu, 2007) bahwa MPG merupakan salah satu model
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika yang terdiri dari empat fase.
Untuk lebih jelasnya kelima tahapan dalam model pembelajaran generatif
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk membangun kesan mengenai
konsep yang sedang dipelajari dengan mengaitkan materi dengan pengalaman
sehari-hari. Tujuannya agar siswa termotivasi mempelajari konsep tersebut.
b) Pengungkapan ide, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan ide
mereka mengenai konsep yang dipelajari. Pada tahap ini siswa akan menyadari
bahwa ada pendapat yang berbeda mengenai konsep tersebut.
c) Tantangan dan restrukturisasi, yaitu guru menyiapkan suasana dimana siswa
diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan
mengemukakan keunggulan dari pendapat mereka tentang konsep yang
dipelajari. Kemudian guru mengusulkan peragaan demonstrasi untuk menguji
kebenaran pendapat siswa. Pada tahap ini diharapkan siswa sudah mulai
mengubah struktur pemahaman mereka (conceptual change).
d) Penerapan, yaitu kegiatan dimana siswa diberi kesempatan untuk menguji ide
alternatif yang mereka bangun unuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi.
Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan konsep baru yang dia
kembangkan. Melalui tahap ini guru dapat meminta siswa menyelesaikan
persoalan baik yang sederhana maupun yang kompleks.
e) Melihat kembali, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 38


dari konsepnya yang lama. Siswa juga diharapkan dapat mengingat kembali apa
saja yang mereka pelajari selama pembelajaran.

55. Circuit Learning


Model pembelajaran Circuit Learning adalah model pembelajaran yang
memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan
mengulang.
Langkah-Langkah pembelajaran Circuit Learning sebagai berikut:
a) Melakukan tanya jawab tentang apa saja kegiatan manusia yang dapat merusak
alam
b) Menempelkan peta konsep yang telah dibuat tentang kegiatan manusia yang
merusak ekosistem.
c) Menjelaskan tentang peta konsep yang telah ditempel. (terlampir)
d) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
e) Menjelaskan bahwa setiap mengisi lembar kerja siswa dan mengisi bagian dari
peta konsep sesuai dengan bahasa mereka sendiri
f) Menjelaskan bahwa bagian peta konsep yang mereka kerjakan akan
dipersentasikan.
g) Melaksanakan persentasi dari setiap kelompok bagian peta konsep yang telah
dikerjakannya.
h) Memberikan penguatan berupa pujian atau hadiah atas hasil persentasi yang
bagus serta memberikan semangat kepada yang belum dapat pujian atau hadiah
untuk berusaha lebih giat lagi

56. Complete Sentence


Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran mudah dan
sederhana di mana siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan
menggunakan kunci jawaban yang tersedia.
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas:
sisapkan blanko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan
kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS
dibagikan berupa paragraph yang kalimatnya belum lengkap, siswa berkelompok
melengkapi, dan presentasi.

57. Concept Sentence


Model concept sentence merupakan salah tipe model pembelajaran yang
dikembangkan dari Cooperative Learning. Model Concept Sentence adalah model
pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan kartu-kartu yang berisi beberapa kata
kunci kepada siswa, kemudian kata kunci-kata kunci tersebut disusun menjadi beberapa
kalimat dan dikembangkan menjadi paragraf-paragraf. Model ini dilakukan dengan siswa
dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata kunci sesuai
materi yang disajikan.
Model Concept Sentence merupakan model pembelajaran yang diawali dengan
menyampaikan kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru
menyiapkan kata kunci, sesuai materi bahan ajar, dan tiap kelompok membuat kalimat
berdasarkan kata kunci (Guruclub, 2008). Prosedur selanjutnya dalam pembelajaran ini
adalah mempresentasikan hasil belajar secara bergantian di depan kelas.
Sintaksnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk
kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tiap
kelompok membuat kalimat berdasarkan kata kunci, presentasi.

58. Time Token

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 39


Model pembelajaran Time Token merupakan salah satu contoh dari penerapan
pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis adalah
proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subyek. Mereka harus mengalami
sebuah perubahan ke arah yang lebih positif.
Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dan dari
tidak tahu menjadi tahu. Di sepanjang proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik
perhatian utama. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif. Guru berperan
mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan
ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.
Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap
siswa. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap
tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa
lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih
memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
Sintak Model Pembelajaran Time Token Arends sebagai berikut :
a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
b) Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
c) Guru memberi tugas pada siswa.
d) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon
pada tiap siswa.
e) Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau
memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi
setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak
boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai
semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
f) Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa.

59. Take and Give


Model Pembelajaran Take and Give pada dasarnya mengacu pada
konstruktivisme, yaitu pembelajaran yang dapat membuat siswa itu sendiri yang aktif dan
membangun pengetahuan yang akan menjadi miliknya (Slavin, 1997). Dalam proses itu
siswa mengecek dan menyesuaikan pengetahuan baru yang dipelajari dengan kerangka
berpikir yang telah mereka miliki. Menurut Suparno (2001) mengajar bukan merupakan
kegiatan memindah atau mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Peran guru dalam
proses pembelajaran Take and Give lebih mengarah sebagai mediator dan fasilitator.
Pembelajaran Take and Give merupakan proses pembelajaran yang berusaha
mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Pernyataan lebih mengarah ke teori belajar bermakna yang tergolong pada aliran
psikologi belajar kognitif. Ausubel, sebagaimana yang dikutip Dahar (1989) menyatakan
bahwa belajar bermakna adalah suatu proses mengaitkan pengetahuan baru pada
pengetahuan relevan yang telah terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Model pembelajaran menerima dan memberi dengan sintaks, siapkan kartu
dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang diberi, informasikan
kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan
mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya
kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain
secara bergantian, evaluasi dan refleksi

60. Superitem
Biggs dan Collis (dalam Sumarmo 1993) melakukan studi tentang struktur hasil
belajar dengan tes yang disusun dalam bentuk superitem. Biggs dan Collis dalam

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 40


temuannya mengemukakan bahwa pada tiap tahap atau level kognitif terdapat struktur
respon yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang abstrak.
Struktur tersebut dinamakan Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning
Outcome). Menurut Biggs dan Collis berdasarkan kualitas model respon anak, tahap
SOLO anak diklasifikasikan pada empat tahap atau level. Keempat tahap tersebut
adalah unistruktural, multistruktural, relasional, dan abstrak.
Studi tentang tahap SOLO, juga dilakukan Sumarmo (1993). Temuan dalam
studi ini menguatkan keyakinan bahwa dalam pembelajaran, penjelasan konsep kepada
siswa hendaknya tidak langsung pada konsep atau proses yang kompleks, tetapi harus
dimulai dari konsep dan proses yang sederhana. Berdasarkan keyakinan tersebut,
Sumarmo (1993) memberikan alternatif pembelajaran yang dimulai dari yang sederhana
meningkat pada yang lebih kompleks. Pembelajaran tersebut menggunakan soal-soal
bentuk superitem sebagai tugas.
Pembelajaran menggunakan tugas bentuk superitem adalah pembelajaran yang
dimulai dari tugas yang sederhana meningkat pada yang lebih kompleks dengan
memperhatikan tahap SOLO siswa. Dalam pembelajaran tersebut digunakan soal-soal
bentuk superitem. Alternatif pembelajaran yang direkomendasikan Sumarmo tersebut,
dirancang agar dapat membantu siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Juga
membantu dalam memacu kematangan penalaran siswa. Hal itu dilakukan agar siswa
dapat memecahkan masalah matematika.
Sebuah superitem terdiri dari sebuah stem yang diikuti beberapa pertanyaan
atau item yang semakin meningkat kekompleksannya. Biasanya setiap superitem terdiri
dari empat item pada masing-masing stem. Setiap item menggambarkan dari empat level
penalaran berdasarkan Taksonomi SOLO. Semua item dapat dijawab dengan merujuk
secara langsung pada informasi dalam stem dan tidak dikerjakan dengan mengandalkan
respon yang benar dari item sebelumnya. Pada level 1 diperlukan penggunaan satu
bagian informasi dari stem. Level 2 diperlukan dua atau lebih bagian informasi dari
stem. Pada level 3 siswa harus mengintegrasikan dua atau lebih bagian dari informasi
yang tidak secara langsung berhubungan dengan stem, dan pada level 4 siswa telah
dapat mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem.
Kemampuan memahami hubungan antar konsep, kematangan dalam bernalar
dan keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran merupakan bagian yang diperlukan
dalam memecahkan masalah. Dengan demikian pembelajaran menggunakan tugas
bentuk superitem dapat diharapkan menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang
dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan meyelesaikan pemecahan
masalah.
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara
bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya
adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat,
berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi,
integrasi, dan hipotesis.

61. Hibrid
Model pembelajaran hybrid yaitu sebuah model pembelajaran yang
menggabungkan beberapa metode pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan
pengalaman yang paling efektif dan efisien dengan cara menggabungkan pertemuan
konvensional atau tatap muka (face to face) di kelas dengan pengelolaan lingkungan e-
learning secara integrasi. Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang
berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep.
Secara teknis, pengembangan pembelajaran model hybrid/blended merupakan
kombinasi model pembelajaran yang menggunakan beberapa model pembelajaran yang
dilakukan dalam konteks on-line dan off-line, yakni model pembelajaran tatap muka on-

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 41


line dan off-line, model pembelajaran menggunakan modul elektronik dan pembelajaran
menggunakan teks, audio, video dan multimedia.
Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop,
virtual workshop menggunakan computer-internet.

62. Treffinger
Model pembelajaran Treffinger merupakan salah satu model yang membutuhkan
kreativitas dalam menangani masalah secara secara langsung, dengan melibatkan baik
keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat dari model ini. Treffinger
menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong
belajar kreatif. Model pembelajaran Treffinger dapat membantu siswa untuk berpikir
kreatif dalam memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep
materi yang diajarkan, serta memberikan kepada siswa untuk menunjukkan potensi-
potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan kemampuan
pemecahan masalah. Dengan kreativitas yang dimiliki siswa, berarti siswa mampu
menggali potensi dalam berdaya cipta, menemukan gagasan serta menemukan
pemecahan atas masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses berpikir.
Model pembelajaran Treffinger mendorong siswa belajar kreatif sehingga dapat
mengembangkan kreativitas siswa, melibatkan kemampuan afektif dan kognitif yang
digambarkan melalui tiga tingkatan berpikir yang meliputi tingkat I adalah basic tools yaitu
pengembangan fungsi-fungsi divergen, tingkat II adalah practice with proses yaitu berpikir
secara kompleks dan perasaan majemuk, serta tingkat III adalah working with real
problem yaitu keterlibatan dalam tantangan nyata. Misalnya pada tingkat I, Treffinger
memusatkan perhatian pada bagaimana anak dapat berpikir secara divergen atau
terbuka tanpa memikirkan bahwa pendapat yang disampaikan benar atau salah.
Kemampuan afektif yang dikembangkan meliputi rasa ingin tahu (dapat dilihat dari
keaktifan siswa dalam bertanya), keberanian mengambil resiko (keberanian dalam
menjawab pertanyaan walaupun jawaban yang disampaikan salah), percaya diri (siswa
berani dalam menentukan jawaban yang berbeda dengan jawaban temannya) dan lain
sebagainya. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan meliputi
kelancaran (dapat dilihat dari waktu yang digunakan anak dalam menjawab dan
mengungkapkan gagasan yang berbeda), kelenturan (dilihat dari banyaknya idea tau
gagasan yang berbeda yang disampaikan siswa) dan lain sebagainya. Pada tingkat II,
Treffinger lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan kemampuan
penyelesaian masalah dan keterbukaan terhadap perbedaan. Kemampuan afektif pada
tingkat ini meliputi keterbukaan perasaan majemuk (yaitu keterbukaan dalam menerima
gagasan yang berbeda), meditasi dan kesantaian (kebiasaan dan ketenangan dalam
menerima gagasan yang berbeda), penggunaan khayalan dan tamsil (kemampuan
berimajinasi dalam menggambarkan masalah yang dihadapi) dan lain sebagainya.
Sedangkan kemampuan kognitif yaitu meliputi penerapan (penggunaan apa yang
tersedia dalam menyelesaikan masalah yang diberikan), analisis (mendiskripsikan segala
masalah yang ada), sintesis (ketrampilan memadukan hal yang didapat dengan
pengetahuan sebelumnya), evaluasi (penilaian terhadap jawaban teman dan diri sendiri
sehingga menghasikan jawaban yang paling tepat) dan lain-lain. Pada tingkat III,
Treffinger memusatkan pada bagaimana anak dapat mengelola dirinya sendiri dan
kemampuannya sehubungan dengan keterlibatannya dalam tantangan-tantangan yang
ada dihadapannya. Kemampuan afektif pada tingkat ini meliputi pemribadian nilai
(berkaitan dengan pengevaluasian diri dan ide-ide sebelumnya), pengikatan diri terhadap
hidup produktif (berusaha untuk tetap menghasilkan ide baru dalam setiap kegiatan
penyelesaian masalah), dan lain-lain. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat
dikembangkan meliputi pengajuan pertanyaan secara mandiri (pertanyaan yang timbul
dari pemikiran sendiri), pengarahan diri (mampu menentukan sendiri langkah-langkah

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 42


menyelesaikan masalah tanpa terpengaruh penyelesaian dari teman), pengelolaan
sumber (menggunakan segala yang ada disekitar untuk memperoleh jawaban yang
diinginkan), dan pengembangan produk (mengembangkan ide yang ada sebelumnya
sehingga diperoleh ide baru), dan lain sebagainya.
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap dengan
sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill,
proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-
minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

63. Kumon
Kumon adalah suatu model pembelajaran dari Jepang, dikembangkan oleh Toru
Kumon, seorang guru matematika SMU yang ingin membantu pelajaran matematika
anaknya yang masih duduk di kelas 2 SD.
Model Kumon memberikan program belajar secara perseorangan sesuai dengan
kemampuan masing-masing, yang memungkinkan siswa menggali potensi dirinya dan
mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Selain itu, pembelajaran Kumon
mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual dan menjaga suasana nyaman-
menyenangkan.
Metode Kumon menggunakan bahan pelajaran berupa lembar kerja yang
disusun sedemikian rupa secara sistematis dan small step yang berisi materi pelajaran
dari tingkat prasekolah sampai dengan tingkat SMU. Bahan pelajarannya dirancang
sehingga siswa dapat mengerjakan dengan kemampuannya sendiri, bahkan
memungkinkan bagi siswa untuk memperlajari bahan pelajaran di atas tingkatan
kelasnya di sekolah.
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual,
dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep,
latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung
dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

64. Quantum
Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti
efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Quantum Learning
pertama kali digunakan di Supercamp. Di Supercamp ini menggabungkan rasa percaya
diri, keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang
menyenangkan.
Belajar dengan menggunakan quantum learning akan didapatkan berbagai
manfaat yaitu:
a) Bersikap positif.
b) Meningkatkan motivasi.
c) Keterampilan belajar seumur hidup.
d) Kepercayaan diri.
e) Sukses atau hasil belajar yang meningkat.
Langkah-langkah pembelajaran Quantum sebagai berikut:
1. Kekuatan Ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara
manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan [3]. Motivasi sangat diperlukan dalam
belajar karena dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu
ada. Pada langkah ini siswa akan diberi motivasi oleh guru agar siswa dapat
mengidentifikasi dan mengetahui manfaat atau makna dari setiap pengalaman atau
peristiwa yang dilaluinya dalam hal ini adalah proses belajar.
2. Penataan lingkungan belajar
Dalam proses belajar dan mengajar diperlukan penataan lingkungan yang

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 43


dapat membuat siswa merasa aman dan nyaman, dengan perasaan aman dan
nyaman ini akan menumbuhlkan konsentrasi belajar siswa yang baik. Dengan
penataan lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan dalam diri
siswa.
3. Memupuk sikap juara
Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu dalam belajar
siswa, seorang guru hendaknya jangan segan-segan untuk memberikan pujian atau
hadiah pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya, tetapi jangan pula
mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi. Dengan memupuk sikap
juara ini siswa akan merasa lebih dihargai.
4. Bebaskan gaya belajarnya
Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa, gaya belajar
tersebut yaitu: visual, auditorial dan kinestetik. Dalam quantum learning guru
hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan janganlah
terpaku pada satu gaya belajar saja.
5. Membiasakan mencatat
Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika siswa tidak
hanya bisa menerima, melainkan bisa mengungkapkan kembali apa yang
didapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya
belajar siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan simbol-
simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu sendiri, simbol-simbol
tersebut dapat berupa tulisan.
6. Membiasakan membaca
Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah membaca. Karena dengan
membaca akan menambah perbendaharaan kata, pemahaman, menambah
wawasan dan daya ingat akan bertambah. Seorang guru hendaknya membiasakan
siswa untuk membaca, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang lain.
7. Jadikan anak lebih kreatif
Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan senang
bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan mampu menghasilkan
ide-ide yang segar dalam belajarnya.
8. Melatih kekuatan memori
Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar anak, sehingga siswa
perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik.
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-
simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif,
partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna,
semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi
quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa,
namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi,
ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan
senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 44


BAB IV
METODE PEMBELAJARAN SISWA AKTIF

Dalam pembelajaran konvensional, guru lebih sering menggunakan metode


pengajaran yang berpusat pada guru. Salah satu metode pembelajaran yang paling
banyak digunakan, yaitu metode ceramah.
Seiring dengan perubahan paradigma dari pengajaran menjadi pembelajaran,
maka para ahli pendidikan mengembangkan metode pebelajaran baru yang lebih
berpusat pada siswa. Metode-metode pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa
meliputi : kerja kelompok, karya wisata, penemuan, eksperimen, pengajaran unit, dan
pengajaran dengan modul ini dikembangkan berdasarkan tulisan Kartawisastra, dkk
(1980), Sumantri dan Permana (1998), Tareja, dkk (1980), Mainuddin dan Gunawan
(1980), dan Sagala (2000). Metode-metode pembelajaran itu secara rinci dapat Anda kaji
dalam uraian berikut :

A. Metode Kerja Kelompok

1. Pengertian
Dilihat dari namanya, metode ini mengatur tentang cara pembelajaran dalam
kelompok. Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar
dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas
kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai
metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai bermacam-macam
tujuan pengajaran. Pelaksanaannya tergantung pada beberapa faktor misalnya tujuan
khusus yang akan dicapai, umur, kemampuan siswa, serta fasilitas pengajaran di dalam
keIas. Sagala (2006) mengatakan bahwa metode kerja kelompok adalah cara
pembelajaran dimana siswa dalam kelas dibagi dalam beberapa kelompok, dimana
setiap kelompok dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditetapkan untuk diselesaikan secara bersama-sama.
Pada umumnya materi pelajaran yang harus dikerjakan secara bersama-sama
dalam kelompok itu diberikan atau disiapkan oleh guru. Materi itu harus cukup kompleks
isinya dan cukup luas ruang lingkupnya sehingga dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang
cukup memadai bagi setiap kelompok. Materi hendaknya membutuhkan bahan dan
informasi dari berbagai sumber untuk pemecahannya. Masalah yang bisa diselesaikan
hanya dengan membaca satu sumber saja tentu tidak cocok untuk ditangani melalui kerja
kelompok. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perbedaan individual dalam
kemampuan belajar, perbedaan bakat dan minat belajar, jenis kegiatan, materi pelajaran,
dan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tugas yang harus diselesaikan, siswa dapat
dibagi atas kelompok paralel yaitu setiap kelompok menyelesaikan tugas yang sama, dan
kelompok komplementer dimana setiap kelompok berbeda-beda tugas yang harus
diselesaikan.
Unsur-unsur yang menjiwai metode kerja kelompok, yakni saling ketergantungan
positif, adanya tanggung jawab individual, tatap muka, komunikasi antar anggota dan
evaluasi proses kelompok.

2. Tujuan
Metode kerja kelompok yang digunakan dalam suatu strategi pembelajaran
bertujuan untuk :
1) memecahkan masalah pembelajaran melalui aktivitas kelompok
2) mengembangkan kemampuan bekerjasama di dalam kelompok

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 45


3. Alasan Penggunaaan Metode Kerja Kelompok
Dalam pembelajaran, guru menggunakan metode kerja kelompok dengan
alasan:
a) Kerja kelompok dapat mengembangkan perilaku gotong royong dan demokratis.
b) Kerja kelompok dapat memacu siswa aktif belajar.
c) Kerja kelompok tidak membosankan siswa melakukan kegiatan belajar diluar kelas
bahkan diluar sekolah yang bervariasi, seperti observasi, wawancara, cari buku di
perpustakaan umum, dan sebagainya.

4. Kekuatan dan Keterbatasan Metode Kerja Kelompok


a. Kelebihan metode kerja kelompok
1) membiasakan siswa bekerja sama, musyawarah dan bertanggung jawab
2) memungkinkan persaingan yang sehat antar kelompok, sehingga
membangkitkan kemauan belajar yang sungguh-sungguh.
3) Guru dipermudah tugasnya karena tugas kerja kelompok cukup disampaikan
kepada para ketua kelompok.
4) Ketua kelompok dilatih menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, dan
anggotanya dibiasakan patuh pada aturan yang ada.
b. Kelemahan Metode Kerja Kelompok
1) Sulit membentuk kelompok yang homogen baik segi minat, bakat, prestasi
maupun intelegensi.
2) Pemimpin kelompok sering sukar untuk memberikan pengertian kepada anggota,
menjelaskan, dan pembagian kerja
3) Anggota kadang-kadang tidak mematuhi tugas-tugas yang diberikan pemimpin
kelompok
4) Dalam menyelesaikan tugas, sering menyimpang dari rencana karena kurang
kontrol dari pemimpin kelompok atau guru.
5) Sulit membuat tugas yang sama sulit dan luasnya terutama bagi kerja kelompok
yang komplementer.

5. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Kerja Kelompok


Kelemahan Metode Kerja Kelompok dapat diatasi dengan cara:
a) Mengkaji lebih dulu materi pelajaran dengan cermat, lalu buat garis besar rincian
tugasnya untuk setiap kelompok agar bobot tugas tersebut sama beratnya.
b) Adakan tes sosiometri dan hasilnya digunakan untuk pembentukan kelompok yang
mereka kehendaki.
c) Bimbingan dan pengawasan kepada setiap kelompok harus dilakukan terus
menerus.
d) Jumlah anggota dalam satu kelompok jangan terlalu banyak
e) Motivasi yang diberikan jangan sampai menimbulkan persaingan antar kelompok
yang kurang sehat.

6. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Metode Kerja Kelompok


a. Kegiatan Persiapan
1) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2) Menyiapkan materi pembelajaran dan menjabarkan materi tersebut kedalam
tugas-tugas kelompok.
3) Mengidentifikasi sumber-sumber yang akan menjadi sasaran kegiatan kerja
kelompok.
4) Menyusun peraturan pembentukan kelompok, cara kerja, saat memulai dan
mengakhiri, dan tata tertib lainnya.
b. Kegiatan Pelaksanaan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 46


1. Kegiatan Membuka Pelajaran
 Melaksanakan apersepsi, yaitu pertanyaan tentang materi pelajaran sebelumnya.
 Memotivasi belajar dengan mengemukakan kasus yang ada kaitannya dengan
materi pelajaran yang akan diajarkan
 Mengemukakan tujuan pelajaran dan berbagai kegiatan yang akan dikerjakan
dalam mencapai tujuan pelajaran itu.
2. Kegiatan Inti Pelajaran
 Menyampaikan cakupan materi pelajaran yang akan dipelajari
 Membentuk kelompok
 Mengemukakan tugas setiap kelompok kepada ketua kelompok atau langsung
kepada semua siswa
 Mengemukakan peraturan dan tata tertib serta saat memulai dan mengakhiri
kegiatan kerja kelompok.
 Mengawasi, memonitor, dan bertindak sebagai fasilitator selama siswa
melakukan kerja kelompok.
 Pertemuan klasikal untuk pelaporan hasil kerja kelompok, pemberian balikan dari
kelompok lain atau dari guru.
3. Kegiatan Mengakhiri Pelajaran
 Meminta siswa merangkum materi yang telah dikaji melalui kerja kelompok.
 Melakukan evaluasi hasil dan proses
 Melaksanakan tindak lanjut baik berupa mengajari ulang materi yang belum
dikuasai siswa maupun memberi tugas pengayaan bagi siswa yang telah
menguasai materi tersebut.

B. Metode Karya Wisata

1. Pengertian
Metode karya wisata adalah cara pembelajaran yang dilaksanakan dengan jalan
mengajak para murid keluar kelas mengunjungi suatu tempat untuk mempelajari atau
menyelidiki hal tertentu, dibawah bimbingan guru.
Sagala (2006) menyatakan bahwa karya wisata atau studi wisata sebagai
metode pembelajaran adalah siswa dibawah bimbingan guru mengunjungi tempat-tempat
tertentu dengan maksud untuk mempelajari obyek belajar yang ada di tempat itu. Lalu,
apa perbedaannya dengan tamasya? Tamasya berbeda dari karya wisata dalam hal
bahwa kepergian orang ke suatu tempat itu dengan maksud untuk mencari hiburan.

2. Tujuan
Rusyan (dalam Sagala, 2006) menyatakan walaupun karya wisata banyak unsur
non akademisnya, tetapi tujuan pendidikan dapat pula tercapai terutama mengenai
wawasan dan pengalaman tentang dunia luar seperti tempat yang memiliki situs
bersejarah, musium, peternakan, atau pertanian (agro wisata), dan sebagainya. Tetapi
kalau karya wisata itu sengaja disiapkan sebagai metode pembelajaran maka unsur
akademiknya harus menonjol. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas,
materi pembelajaran yang akan dipelajari harus ditulis berupa tugas yang harus diperoleh
melalui observasi atau wawancara dengan nara sumber yang ada ditempat wisata itu,
dan ketika akan kembali atau setelah sampai di sekolah guru harus mengevaluasi hasil
belajar yang baru mereka kerjakan melalui karya wisata itu. Dengan demikian tujuan
karya wisata sebagai metode pembelajaran adalah untuk :
a) Mengkaji materi pembelajaran tertentu sebagaimana direncanakan dalam
kurikulum/silabus. Misalnya untuk mempelajari cara berternak sapi perah dan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 47


pengelolahan susunya, maka siswa diajak berkarya wisata ke peternakan sapi
perah.
b) Melengkapi materi pelajaran yang tertulis di buku sehingga pemahaman siswa
menjadi lebih jelas dan konkrit.
c) Memupuk rasa cinta lingkungan, daerah, tanah air, dan penghargaan terhadap
pahlawan serta pemimpin yang berjasa dimasa silam.

3. Alasan Menggunakan Metode Karya Wisata


a) Memvariasikan penggunaan metode pembelajaran agar siswa termotivasi belajar.
b) Dengan karya wisata siswa berkembang rasa kebersamaanya, tanggung jawabnya,
kerjasamanya, dan toleransinya.
c) Penguasaan materi yang dipelajari secara langsung melalui karya wisata akan lebih
cepat dikuasai dan lama diingat.
d) Karena keunggulan dan tujuan karya wisata sebagai metode pembelajaran
sebagaimana dikemukakan dalam naskah ini.

4. Keunggulan dan Kelemahan Metode Karya Wisata


a. Keunggulan
Apa saja keunggulan metode karya wisata ? Metode karya wisata mempunyai
keunggulan sebagai berikut :
1) Siswa dapat belajar langsung di lapangan sehingga pengetahuan yang diperoleh
nyata, hidup, bermakna, dan komperhensif.
2) Siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan tentang
materi yang dipelajari dengan melihat, mendengar, mencoba dan membuktikan
sendiri secara langsung.
3) Motivasi dan minat belajar siswa tinggi. Siswa senang belajar melalui karya
wisata.
4) Guru diperingan tugasnya dalam menyampaikan materi pelajaran, karena materi
disampaikan oleh nara sumber atau observasi langsung oleh siswa sendiri.
5) Siswa aktif belajar melalui observasi, wawancara, percobaan, menggolong-
golongkan, dan sebagainya.
b. Kelemahan
Apakah ada kelemahan metode karya wisata ? Ada beberapa kelemahan
metode karya wisata, antara lain :
1) Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak.
2) Memerlukan waktu yang cukup lama, apalagi kalau dilaksanakan terlalu sering dan
jauh dari sekolah, sehingga dapat mengganggu jadwal pelajaran.
3) Memerlukan biaya yang relatif tinggi.
4) Memerlukan pengawasan yang ketat agar siswa fokus kepada tugasnya.
5) Laporan hasil karya wisata biasanya diserahkan tidak tepat waktu.

5. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Karya Wisata


Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan metode
karya wisata antara lain :
a. Rumuskan tujuan secara jelas dan konkrit.
b. Tentukan secara jelas tugas-tugas yang harus dilakukan sewaktu karya wisata dan
sesudah karya wisata.
c. Bentuk panitia pelaksanaan karya wisata yang bertugas menyiapkan semua hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan karya wisata.
d. Pilih waktu libur untuk pelaksanaan karya wisata.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 48


e. Rencanakan pembiayaan jauh sebelum karya wisata itu dilaksanakan. Bila
mungkin masukkan rencana pembiayaan itu dalam DUK (Daftar Usulan Kegiatan)
anggaran sekolah.
f. Buat tata tertib pelaksanaan karya wisata secara jelas dan dikomunikasikan
secepatnya kepada siswa.

6. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Karya Wisata dalam Pembelajaran


a. Kegiatan Persiapan
1) Merumuskan tujuan pembelajaran
2) Menyiapkan materi pelajaran yang sesuai silabus/kurikulum yang ada
3) Melakukan studi awal ke lokasi sasaran karya wisata
4) Menyiapkan skenario pelaksanaan karya wisata
5) Menyiapkan tata tertib pelaksanaan karya wisata
b. Kegiatan Pelaksanaan Karya Wisata
1) Kegiatan Pembukaan
Kegiatan pembukaan ini dilaksanakan di sekolah sebelum berangkat ke lokasi
karya wisata, atau dapat pula dilaksanakan di lokasi karya wisata sebelum turun ke
lapangan. Kegiatan pembukaan ini meliputi :
a) Mengingatkan kembali pelajaran yang pernah diberikan melalui pertanyaan
apersepsi.
b) Memotivasi siswa dengan membuat kaitan materi pelajaran yang akan dipelajari
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat atau melalui pertanyaan-
pertanyaan.
c) Mengemukakan tujuan pelajaran yang akan dipelajari dan kegiatan-kegiatan
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pelajaran tersebut selama karya
wisata.
d) Mengemukakan tata tertib selama karya wisata.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti pelajaran ini dilakukan selama karya wisata :
a) Melakukan observasi terhadap obyek sasaran belajar, lalu mendiskripsikannya
dalam bentuk kalimat, mengambil gambarnya, dan sebagainya.
b) Mewawancarai nara sumber dan mencatat informasi yang disampaikan secara
lisan oleh nara sumber.
c) Mengumpulkan leaflet atau booklet yang ada.
Sesuai dengan skenario yang disiapkan guru, dapat diselenggarakan seminar
atau dikusi dengan nara sumber, penguasa/pejabat yang relevan.
3) Kegiatan Penutup
Kegiatan mengahiri karya wisata ini dapat dilakukan ketika masihberada di lokasi
wisata atau setelah kembali ke sekolah, kegiatannya meliputi :
a) Menyuruh siswa melaporkan hasil karya wisata dan membuat rangkuman.
b) Melakukan evaluasi proses dan hasil karya wisata.
c) Melakukan tindak lanjut berupa tugas yang sifatnya memperkaya hasil karya
wisata.

C. Metode Penemuan (Discovery)

1. Pengertian
Penemuan (discovery) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan penyelidikan
(inquiry). Penemuan (discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada
pengalaman langsung. Pembelajaran dengan metode penemuan lebih mengutamakan
proses daripada hasil belajar. Dalam metode ini tidak berarti sesuatu yang ditemukan
oleh siswa benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh orang yang lain.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 49


Sund (dalam Kartawisastra, 1980) berpendapat bahwa penemuan adalah proses
mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Sedangkan inquiry
(inkuiri) menurut Sund meliputi juga penemuan. Dengan kata lain, inkuiri adalah
perluasan proses penemuan yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inkuiri
mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya : merumuskan
masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data,
menganalisis data, menarik kesimpulan, dan sebagainya. Akhirnya Sund berpendapat
bahwa penggunaan metode penemuan baik untuk siswa kelas rendah, sedangkan inkuiri
baik untuk kelas tinggi. Dengan demikian penemuan diartikan sebagai prosedur
pembelajaran yang mementingkan pembelajaran perseorangan, manipulasi obyek,
melakukan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Metode penemuan
mengutamakan cara belajar siswa aktif (CBSA), berorientasi pada proses, mengarahkan
sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.
2. Tujuan
Tujuan penggunaan metode penemuan antara lain :
a. Untuk memperoleh metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Untuk mengatifkan siswa belajar (CBSA) sesuai dengan materi dan tujuan
pembelajaran.
c. Untuk memvariasikan metode pembelajaran yang digunakan agar siswa tidak
bosan.
d. Agar siswa dapat menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, dan memecahkan sendiri
masalah yang dipelajari, sehingga hasilnya setia dan tahan lama dalam ingatan, dan
tidak mudah dilupakan.

3. Alasan Digunakan Metode Penemuan


Alasan guru menggunakan metode penemuan sebagai berikut:
a. Memungkinkan untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif.
b. Pengetahuan yang ditemukan sendiri melalui metode penemuan akan betul-betul
dikuasai, dan mudah digunakan / ditransfer dalam situasi lain.
c. Siswa dapat menguasai salah satu metode ilmiah yang sangat berguna dalam
kehidupannya.
d. Siswa dibiasakan berpikir analitis dan mencoba memecahkan masalah yang akan
ditransfer dalam kehidupan masyarakat.

4. Kebaikan dan Kelemahan Metode Penemuan


a. Kebaikan Metode Penemuan
1) Siswa belajar bagaimana belajar melalui proses penemuan.
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan sangat kokoh.
3) Metode penemuan membangkitkan gairah siswa dalam belajar.
4) Metode penemuan memungkinkan siswa bergerak untuk maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
5) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia
merasa lebih terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.
6) Metode ini berpusat pada anak, dan guru sebagai teman belajar atau fasilitator.
b. Kelemahan Metode Penemuan
Kelemahan metode penemuan antara lain :
1) Metode ini mempersyaratkan kesiapan mental, dalam arti siswa yang pandai
akan memonopoli penemuan dan siswa yang bodoh akan frustrasi.
2) Metode ini kurang berhasil untuk kelas besar karena habis waktu guru untuk
membantu siswa dalam kegiatan penemuannya.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 50


3) Dalam pelajaran tertentu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba
ide-ide mungkin terbatas.
4) Metode ini terlalu mementingkan untuk memperoleh pengertian, sebaliknya
kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.
5) Metode ini kurang memberi kesempatan untuk berpikir kreatif kalau pengertian-
pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi oleh guru, begitu pula proses-
prosesnya dibawah pembinaannya.

5. Cara mengatasi Kelemahan Metode Penemuan


a) Bentuklah kelompok-kelompok kecil, yang anggotanya terdiri dari siswa pandai
dan siswa kurang pandai, agar siswa yang pandai bisa membimbing siswa yang
kurang pandai. Dengan cara ini pula kelemahan kelas besar dalam penggunaan
metode ini dapat diatasi.
b) Metode penemuan untuk IPA dapat pula dilakukan di luar kelas sehingga tidak
memerlukan fasilitas atau bahan yang umumnya mahal.
c) Mulailah dengan penemuan terbimbing, kemudian jika siswa sudah terbiasa
dengan metode ini maka gunakanlah metode penemuan bebas, agar siswa
benar-benar dapat berkembang berpikir kreatifnya.

6. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Penemuan


Langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan sebagai berikut:
a. Kegiatan Persiapan
1) Mengidentifikasi kebutuhan bekajar siswa (need assessment).
2) Merumuskan tujuan pembelajaran.
3) Menyiapkan problem (materi pelajaran) yang akan dipecahkan. Problem itu
dinyatakan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan. Problem tentang konsep
atau prinsip yang akan ditemukan itu perlu ditulis dengan jelas.
4) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b. Kegiatan Pelaksanaan Penemuan
1). Kegiatan Pembukaan
 Melakukan apersepsi, yaitu mengajukan pertanyaan mengenai materi pelajaran
yang telah diajarkan.
 Memotivasi siswa dengan cerita pendek yang ada kaitannya dengan materi yang
diajarkan.
 Mengemukakan tujuan pembelajaran dan kegiatan/tugas yang dilakukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran itu.
2) Kegiatan Inti
 Mengemukakan problema yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan
penemuan.
 Diskusi pengarahan tentang cara pelaksanaan penemuan/pemecahan problema
yang telah ditetapkan.
 Pelaksanaan penemuan berupa kegiatan penyelidikan/percobaan untuk
menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan.
 Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan siswa.
 Membantu siswa melakukan analisis data hasil temuan, jika diperlukan.
 Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa.
 Memuji siswa yang giat dalam melaksanakan penemuan.
 Memberi kesempatan siswa melaporkan hasil penemuannya.
3) Kegiatan Penutup
 Meminta siswa membuat rangkuman hasil-hasil penemuannya.
 Melakukan evaluasi hasil dan proses penemuan.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 51


 Melakukan tindak lanjut, yaitu meminta siswa melakukan penemuan ulang jika ia
belum menguasai materi, dan meminta siswa mengerjakan tugas pengayaan
bagi siswa yang telah melakukan penemuan dengan baik.

D. Eksperimen, Pembelajaran Unit dan Pembelajaran dengan Modul


1. Metode Eksperimen
a. Pengertian
Metode eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains,
karena mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri
konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam
kehidupannya.
Dalam metode eksperimen, guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan
mental, serta emosional siswa. Siswa mendapat kesempatan untuk melatih ketrampilan
proses agar memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pengalaman yang dialami secara
langsung dapat tertanam dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan mental serta
emosional siswa diharapkan dapat diperkenalkan pada suatu cara atau kondisi
pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga perilaku yang inovatif
dan kreatif.
Sagala (2006), Sumantri dan Permana (1998) menyatakan bahwa eksperimen
adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu.
Eksperimen dapat dilakukan pada suatu laboratorium atau diluar laboratorium.
Sedangkan metode eksperimen dalam pembelajaran adalah cara penyajian bahan
pelajaran yang memungkinkan siswa melakukan percobaan untuk membuktikan sendiri
suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Dalam proses pembelajaran dengan
metode eksperimen siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan
sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan
menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses tertentu. Peranan
guru dalam metode eksperimen adalah memberi bimbingan agar eksperimen itu
dilakukan dengan teliti sehingga tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan.

b. Tujuan
Tujuan metode eksperimen sebagai berikut:
a. Siswa mampu menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau data yang diperoleh.
b. Siswa mampu merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan
percobaannya.
c. Siswa mampu menggunakan logika berpikir induktif untuk menarik kesimpulan
dari fakta, informasi atau data yang dikumpulkan melalui percobaan.
d. Siswa mampu berpikir sistematis, disiplin tinggi, hidup teratur dan rapi.

c. Alasan Penggunaan Metode Eksperimen


Alasan penggunaan metode eksperimen sebagai berikut:
1) Dapat menumbuhkan cara berpikir rasional dan ilmiah.
2) Dapat memungkinkan siswa belajar secara aktif dan mandiri.
3) Dapat mengembangkan sikap dan perilaku kritis, tidak mudah percaya sebelum
ada bukti-bukti nyata.

d. Kekuatan dan Kelemahan Metode Eksperimen


1. Kekuatan Metode Eksperimen
a) Membuat siswa percaya pada kebenaran kesimpulan percobaannya sendiri
daripada menurut cerita orang atau buku.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 52


b) Siswa aktif mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukan melalui
percobaan yang dilakukannya.
c) Dapat digunakan untuk melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir
ilmiah.
d) Hasil belajar dikuasai siswa dengan baik dan tahan lama dalam ingatan.
e) Menghilangkan verbalisme.
2. Kelemahan Metode Eksperimen
a) Memerlukan peralatan dan bahan percobaan yang lengkap serta umumnya
mahal.
b) Dapat menghambat lajunya pembelajaran sebab eksperimen umumnya
memerlukan waktu lama.
c) Kesalahan dalam eksperimen akan berakibat pada kesalahan kesimpulannya.
d) Belum tentu semua guru dan siswa menguasai metode eksperimen.

e. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Eksperimen


Cara untuk mengatasi kelemahan metode eksperimen sebagai berikut:
1) Guru harus menjelaskan secara gamblang hasil yang ingin dicapai dengan
eksperimen.
2) Guru harus menjelaskan prosedur eksperimen, bahan-bahan eksperimen yang
diperlukan, peralatan yang diperlukan dan cara penggunaannya, variabel yang
perlu dikontrol, dan hal yang perlu dicatat selama eksperimen.
3) Mengawasi pelaksanaan eksperimen dan memberi bantuan jika siswa
mengalami kesulitan.
4) Meminta setiap siswa melaporkan proses dan hasil eksperimennya,
membanding-bandingkannya dan mendiskusikannya, untuk mengetahui
kekurangan dan kekeliruan yang mungkin terjadi.

f. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode Eksperimen


Langkah-langkah pembelajaran dengan metode eksperimen tersebut meliputi:
1. Kegiatan Persiapan
a) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan metode
eksperimen.
b) Menyiapkan materi pembelajaran yang diajarkan melalui eksperimen.
c) Menyiapkan alat, sarana dan bahan yang diperlukan dalam eksperimen.
d) Menyiapkan panduan prosedur pelaksanaan eksperimen, termasuk Lembar Kerja
Siswa (LKS).
2) Kegiatan Pelaksanaan Eksperimen
a. Kegiatan Pembukaan
 Menanyakan materi pelajaran yang telah diajarkan minggu lalu (opersepsi).
 Memotivasi siswa dengan mengemukakan ceritera anekdot yang ada kaitannya
dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.
 Mengemukakan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dan prosedur
eksperimen yang akan dilakukan.
b. Kegiatan Inti
 Siswa diminta membantu menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam
eksperimen.
 Siswa melaksanakan eksperimen berdasarkan panduan dan LKS yang telah
disiapkan guru.
 Guru memonitor dan membantu siswa yang mengalami kesulitan.
 Pelaporan hasil eksperimen dan diskusi balikan.
c. Kegiatan Penutup

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 53


 Guru meminta siswa untuk merangkum hasil eksperimen.
 Guru mengadakan evaluasi hasil dan proses eksperimen.
 Tindak lanjut, yaitu meminta siswa yang belum menguasai materi eksperimen
untuk mengulang lagi eksperimennya, dan bagi yang sudah menguasai diberi
tugas untuk pendalaman.
2. Metode Pembelajaran Unit
a. Pengertian
Pembelajaran unit lebih dikenal dengan istilah ”unit teching”
merupakan pembelajaran yang mengarahkan kegiatan peserta didik pada pemecahan
suatumasalah yang dirumuskan dahulu secara bersama-sama. Metode pengajaran unit
didefinisikan sebagai cara penyajian pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah,
kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahanya secara
keseluruhan dan bermakna. Dalam perkembangan terakhir ini pengajaran unit sering
diungkapkan sebagai pembelajaran berkorelasi atau pembelajaran terpadu.
Taredja, dkk. (1980), dan Sumantri dan Permana (2006) menyatakan bahwa
metode pengajaran unit adalah suatu cara pembelajaran dimana siswa dan guru
mengarahkan segala kegiatannya pada pemecahan suatu masalah yang dipelajari
melalui berbagai segi yang berhubungan, sehingga pemecahannya secara keseluruhan
dan bermakna. Pengajaran unit ini sekarang dinamakan pembelajaran terpadu. Menurut
Sumantri dan Permana (1998/1999) terdapat beberapa jenis keterpaduan dalam
pembelajaran terpadu : (1) Keterpaduan antara dua atau lebih masalah, konsep,
keterampilan, tugas, atau ide-ide lain dalam satu bidang studi, (2) Keterpaduan beberapa
topik atau sub tema dalam berbagai bidang studi (model jaring laba-laba/webbed model)
dan (3) lintas bidang studi yaitu pemecahan masalah yang melibatkan adanya prioritas
kurikuler dan menemukan pengetahuan atau konsep, keterampilan dan sikap yang
tumpang tindih dari beberapa bidang studi.

b. Tujuan
Sumantri dan Permana (1998/1999) mengemukakan tujuan metode
pembelajaran unit sebagai berikut :
1) Melatih siswa berpikir komprehensif dengan cara mengkaji dan memecahkan
masalah dari berbagai disiplin ilmu atau aspek.
2) Melatih siswa menggunakan keterampilan proses atau metode ilmiah dalam
pemecahan masalah.
3) Membentuk sikap kritis, kerjasama, rasa ingin tahu, menghargai waktu dan
menghargai pendapat orang lain.
4) Melatih siswa agar memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisasikan dan
memimpin suatu kegiatan.
5) Mengembangkan keterampilan berkomunikasi.

c. Alasan menggunakan Metode Pembelajaran Unit


Sumantri dan Permana (1998/1999) memberi alasan mengapa guru memilih
menggunakan metode pembelajaran unit sebagai berikut :
1) Dalam kurikulum terdapat keterkaitan antara satu topik dengan topik lain, atau
antara bidang studi satu dengan bidang studi lainnya dalam suatu pemecahan
masalah, sehingga perlu ada satu metode yang dapat menciptakan kesatuannya.
2) Dapat memberikan pengalaman belajar tentang pemecahan masalah dari berbagai
disiplin ilmu.
3) Dapat melibatkan peserta didik secara fisik maupun psikis dalam kegiatan
pembelajaran.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 54


d. Kekuatan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Unit

1. Kekuatan Metode Pembelajaran Unit


Taredja, dkk. (1980) mengemukakan kekuatan metode pembelajaran unit
sebagai berikut :
a) Siswa dapat belajar secara keseluruhan (utuh). Semua atau beberapa mata
pelajaran dipadu jadi satu dalam satu masalah. Dengan demikian ilmu-ilmu yang
ada dihayati secara utuh.
b) Pelajaran menjadi lebih berarti. Kalau pada pelajaran tradisional semua siswa harus
melakukan apa yang diajarkan seperti apa adanya, maka dalam pembelajaran
terpadu, siswa belajar sesuai minat, bakat dan tingkat perkembangannya. Karena itu
siswa belajar lebih bemakna.
c) Situasi kelas lebih demokratis. Hal ini dimungkinkan karena prinsip dari
pembelajaran terpadu adalah perencanaan bersama, dilaksanakan oleh siswa, guru
hanya sebagai pembimbing. Karena itu suasana belajar menjadi lebih demokratis.
d) Digunakannya asas-asas didaktik secara lebih wajar. Asas-asas didaktik seperti
peragaan, minat, kerja kelompok, kerjasama, kerja sendiri, dan sebagainya benar-
benar dimanfaatkan.
e) Digunakannya prinsip-prinsip psikologi belajar modern, seperti minat anak
berhubungan pengalamannya, anak mempersepsi lingkungannya secara
keseluruhan tidak terpisah-pisah, anak yang sehat selalu aktif bergerak melakukan
sesuatu, dan siswa SD perkembangan kognitifnya masih ada pada phase
operasional konkrit. Dalam pembelajaran terpadu ini semua diakomodasikan.

2. Kelemahan Metode Pembelajaran Unit


Taredja, dkk. (1980) mengemukakan kelemahan metode pembelajaran unit, antara
lain :
a) Memilih pokok masalah yang akan dijadikan unit bukan suatu pekerjaan yang
mudah.
b) Melaksanakan pembelajaran unit menuntut kecakapan tersendiri, sedangkan guru
belum semuanya mampu menyelenggarakannya.
c) Memerlukan ketekunan, pekerjaan dan waktu yang lebih banyak.
d) Karena melibatkan banyak siswa maka dimungkinkan memerlukan biaya yang lebih
banyak.

e. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Pembelajaran Unit


1) Kesulitan dalam memilih pokok masalah dapat diatasi dengan cara membentuk tim
atau panitia. Melalui rapat tim atau panitia yang terdiri dari beberapa guru dapat
dirumuskan masalah yang hangat dan relevan dengan kurikulum dan tingkat
perkembangan siswa.
2) Kesulitan guru karena dalam pembelajaran unit diperlukan banyak waktu energi dan
biaya, maka pembelajaran unit dapat dicarikan waktu yang luang dan dilaksanakan
secara block waktu (tak ada kegiatan lain selain pembelajaran unit). Masalah biaya
dapat diatasi dengan memasukkan biaya pembelajaran unit ke DUK sekolah atau
sumber lain yang halal.
3) Masalah kedangkalan pelajaran dapat diatasi dengan perencanaan yang matang
jangan asal-asalan saja.

f. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pembelajaran Unit


Langkah-langkah pembelajaran dengan metode pembelajaran unit sebagai
berikut :
1. Kegiatan Persiapan

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 55


a) Menjelaskan kepada siswa tentang bagaimana cara melaksanakan pembelajaran
dengan metode unit.
b) Guru bersama siswa menetapkan pokok masalah yang akan dijadikan unit. Pokok
masalah itu hendaknya sesuai dengan minat dan latar belakang siswa, sesuai
dengan kurikulum dan kebutuhan siswa, dan sesuai dengan ketersediaan sumber
baik buku, para ahli maupun instansi.
c) Guru dan siswa menetapkan aspek-aspek pokok masalah dan mata pelajaran- mata
pelajaran yang ikut serta pada pemecahan pokok masalah tersebut.
d) Guru bersama siswa menetapkan tujuan instruksional khusus (TIK) untuk setiap
aspek masalah.
e) Guru dan siswa menetapkan kelompok-kelompok kerja dan tugas-tugasnya.
Biasanya jumlah kelompok disesuaikan dengan banyaknya aspek masalah/unit.
f) Guru dan siswa menetapkan organisasi kelas : ketua, wakil ketua, sekretaris,
bendahara, seksi-seksi, dan sebagainya. Organisasi ini yang akan mengelola
penyelesaian kegiatan unit.
g) Guru dan siswa menetapkan jadwal kegiatan, sasaran, target, dan tata tertib yang
harus dipatuhi selama pembelajaran unit ini.

2. Kegiatan Pelaksanaan
a) Kegiatan Persiapan
 Guru menanyakan materi pelajaran sebelumnya.
 Guru berceritera tentang kehidupan di masyarakat yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang akan diajarkan melalui pembelajaran unit.
 Guru mengingatkan kembali tentang TIK yang telah dirumuskan dan bagaimana
penyelesaiannya oleh kelompok.
b) Kegiatan Inti
 Para siswa mengatur tempat mereka belajar / bekerja, apakah tempat belajar itu
di dalam kelas maupun di luar kelas.
 Mempelajari sesuatu sesuai dengan tugas masing-masing, misalnya : melakukan
percobaan-percobaan, mengerjakan soal-soal, menggambar, mempelajari
nyanyian, mengunjungi tempat-tempat yang telah direncanakan, mengikuti
ceramah dari nara sumber, dan sebagainya
 Dalam rangka penyelesaian tugas, siswa mengadakan diskusi, mengatur bahan,
dan berkoordinasi dengan kelompok lain.
 Menyiapkan laporan kelompok untuk disajikan pada laporan kelompok sewaktu
diadakan pleno.
 Laporan kelompok yaitu laporan lisan dan tertulis yang dilakukan oleh setiap
kelompok dalam sidang pleno, sehingga semua siswa dapat belajar dari
kelompok lain.
 Pameran. Setelah laporan kelompok selesai, kegiatan berikutnya adalah
melakukan pameran. Yang dipamerkan adalah semua yang telah dihasilkan oleh
kelompok. Pameran dapat berbentuk :
 Statis, yaitu pameran tentang karya belajar yang berwujud laporan
tertulis/paper, gambar-gambar, hasil pekerjaan tangan, hasil memasak,
grafik, bagan, dan sebagainya.
 Dinamis, yaitu pameran tentang hasil belajar yang berupa pementasan
sandiwara, pembacaan puisi, pagelaran seni (tari, nyanyi, dan sebagainya),
pidato dan sebagainya.

 Dalam pameran ini dapat diundang siswa dari sekolah lain, instansi lain yang
berkaitan dengan pendidikan, dan terutama adalah orang tua siswa.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 56


c) Kegiatan Penutup
 Guru meminta siswa merangkum hasil belajar melalui kegiatan dalam metode
pembelajaran unit.
 Melakukan evaluasi hasil belajar dan evaluasi proses pelaksanaan pembelajaran
melalui metode pembelajaran unit.
 Tindak lanjut, yaitu menjelaskan kembali materi pelajaran yang belum dikuasai
siswa dan menugasi untuk memperdalam penguasaan materi pelajaran melalui
Penugasan Rumah (PR).

3. Metode Pengajaran dengan Modul


a. Pengertian
Pembelajaran modul di Indonesia dikembangkan sejak tahun 1974. Sampai saat
ini, pembelajaran modul masih digunakan pada SMP Terbuka dan Universitas Terbuka.
Dalam pembelajaran modul, para siswa belajar secara individual, mereka dapat
menyesuaikan kecepatan belajarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan
juga pengajaran modul ini telah dicobakan pada sejumlah sekolah PPSP (Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan) pada berbagai IKIP dan juga pada lembaga pendidikan tinggi.
Juga untuk pendidikan jarak jauh, pengajaran modul ini dapat digunakan dengan baik.
Russel dalam Mainuddin dan Gunawan, (1980) menyatakan bahwa modul adalah suatu
paket pembelajaran yang membicarakan satu satuan konsep tunggal mata pelajaran. Hal
ini dalam usaha untuk mengindividualisasikan belajar dengan memberi kemampuan
siswa menguasai satu unit isi sebelum pindah ke unit yang lain.
Metode pembelajaran dengan modul merupakan salah satu bentuk dari bentuk-
bentuk belajar mandiri. Sagala (2006) mengemukakan ada empat bentuk belajar mandiri
yaitu : (1) self instruction semacam modul, (2) independent study, (3) individualized
prescribed instruction, dan (4) self package learning.
Russel dalam Mainuddin dan Gunawan, (1980) mengemukakan 8 karakteristik
umum modul, yaitu :
1) Self contained, atau self instructional packages. Modul itu merupakan satuan paket
bahan pelajaran yang lengkap untuk belajar sendiri.
2) Memperhitungkan perbedaan individu. Siswa bebas menentukan sendiri proses
belajarnya.
3) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara eksplisit dan spesifik dalam perumusan
tingkah laku yang bisa diukur.
4) Adanya asosiasi, struktur dan urutan yang disajikan. Ide-ide dasar disajikan lebih
dulu.
5) Pemakaian bermacam-macam media.
6) Partisipasi aktif siswa. Siswa belajar sendiri dari modul.
7) Reinforcement langsung. Dalam modul, reinforcement segera didapat setelah siswa
menunjukkan respon yang disetujui.
Komponen modul yang pernah dikembangkan oleh Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) meliputi : petunjuk guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja
siswa, kunci jawaban untuk lembar kerja, lembar penilaian/tes, dan kunci jawaban untuk
lembar tes.

b. Tujuan
Tujuan metode pembelajaran dengan modul adalah:
1) Agar siswa aktif belajar secara mandiri.
2) Agar siswa terbiasa mengontrol kecepatan dan mengevaluasi belajarnya sendiri.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 57


3) Memberi reinforcement secepatnya setelah siswa selesai mengerjakan materi modul
dengan memperbolehkan pindah ke modul berikutnya. Penguatan ini memotivasi
siswa untuk mengulang kembali perbuatan belajarnya yang baik itu.
4) Melatih disiplin, taat peraturan dan petunjuk yang ada, serta melatih kebiasaan
mengoreksi diri sendiri dan kejujuran.
c. Alasan Penggunaan Metode Pembelajaran dengan Modul
Beberapa alasan guru memilih metode pembelajaran dengan modul, yaitu:
1) Siswa dapat belajar lebih aktif dan mandiri (CBSA)
2) Siswa dapat menyesuaikan diri dengan keunikan cara belajarnya masing-masing.
3) Siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan perbedaan kemampuan,
potensi dan kecepatan belajar masing-masing.
4) Dimungkinkan untuk mendukung modul digunakan multi media, seperti ; audio
visual, internet, web, dan sebagainya sehingga perbedaan-perbedaan dan keunikan
individu dapat diakomodasi.
5) Dengan metode pembelajaran dengan modul mutu proses pembelajaran dapat
ditingkatkan.
6) Dapat mengatasi kekurangan guru, dan mengatasi persoalan jauhnya tempat tinggal
siswa dari kampus.
d. Kekuatan dan Kelemahan Metode Pembelajaran dengan Modul
1. Kekuatan Metode Pembelajaran dengan Modul
a) Ratio guru dan siswa dapat ditingkatkan menjadi sekitar 1 : 200, padahal dengan
sistem biasa ratio tersebut adalah 1 : 40
b) Siswa aktif belajar secara mandiri.
c) Meningkatkan kualitas hasil belajar, karena siswa yang belum mencapai mastery
learning 80% harus mengkaji ulang materi modul dan tes.
d) Siswa termotivasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh untuk segera
menyelesaikan modul yang ditargetkan.
2. Kelemahan Metode Pembelajaran dengan Modul
a) Ikatan kelas renggang, belajar bersama berkurang, padahal motivasi belajar
dipengaruhi pula oleh kebersamaan.
b) Aspek estetis dan etis kurang diperhatikan.
c) Kesulitan dalam menulis modul. Modul yang baik menuntut keahlian,
keterampilan dan pengalaman.
d) Pembelajaran dengan modul umumnya kurang memperhatikan aspek perasaan.
Manusia dianggap sebagai mesin yang reaktif terhadap stimulus (modul) yang
disajikan padanya.
e) Cenderung untuk memuat materi yang banyak dalam modul, sehingga
memberatkan siswa.
f) Modul menuntut siswa pintar membaca dengan pemahaman, hal ini menjadi
hambatan bagi siswa yang kurang trampil membaca.
e. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Pembelajaran dengan Modul
1) Perlu dibuat modul yang penguasaannya dilakukan melalui diskusi atau kerja
kelompok.
2) Modul harus disusun oleh orang yang selain ahli dibidang mata kuliah juga
berpengalaman dalam menulis modul.
3) Materi harus disusun berdasarkan kompetensi yang ingin dicapai yang telah
dirumuskan dalam silabus mata kuliah.
4) Bahasa yang digunakan hendaknya bahasa baku, yaitu Bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Disamping itu tingkat kesukaran bahasa perlu disesuaikan
dengan umur dan pengetahuan siswa.

f. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Modul

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 58


1. Kegiatan Persiapan
a) Guru menyiapkan modul yang akan dipelajari oleh siswa dan berbagai media
pendukungnya. Untuk ini guru harus mempunyai arsip nomor atau judul modul
yang telah diselesaikan siswa.
b) Guru membaca modul yang akan diajarkan agar isi modul dikuasai sehingga
kalau nanti ada siswa bertanya dapat memberi penjelasan. Disamping itu guru
juga perlu menyiapkan pertanyaan apersepsi.
2. Kegiatan Pelaksanaan
a. Kegiatan Pembukaan
 Guru menanyakan isi materi modul yang telah diselesaikan (apersepsi).
 Guru memotivasi siswa dengan pertanyaan-pertanyaan atau cerita anekdot yang
berkaitan dengan materi modul yang akan dipelajari.
 Karena tujuan pembelajaran telah ditulis dalam modul, maka dalam acuan ini
guru cukup memberi petunjuk untuk membaca tujuan pembelajaran yang ada
dalam modul, begitu pula halnya dengan petunjuk cara pengerjaan modul.
b. Kegiatan Inti
 Guru meminta siswa menyiapkan dan mempelajari modul.
 Guru mengawasi kegiatan belajar siswa.
 Guru sebagai fasilitator membantu siswa memecahkan kesulitan belajar,
pengarah diskusi (jika diperlukan), dan sebagainya.
 Menentukan langkah selanjutnya setelah siswa menyelesaikan modulnya,
misalnya memberi modul pengayaan bagi siswa yang telah mencapai belajar
tuntas 80%, dan meminta siswa mempelajari lagi modul jika hasil tes formatif
kurang dari 80%.
c. Kegiatan Penutup
 Memberi kesempatan siswa membuat rangkuman pokok-pokok materi yang
dipelajari dari modul.
 Evaluasi telah dilaksanakan sewaktu mempelajari modul. Karena itu guru tidak
melakukan evaluasi lagi.
 Tindak lanjut, berupa PR baik mengerjakan soal-soal dari buku yang ada
ataupun membuat rangkuman dari buku yang dibacanya.

Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 59


Moses K. Tokan-Dosen Prodi Pend. Biologi FKIP Undana Page 60

Вам также может понравиться