Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang
terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam
bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama
yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan
manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-
perintah Al Quran, diantaranya dalam QS. Ali Imran ayat 104 yang artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.”
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya
umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Muhammadiyah?

2. Apa maksud dan tujuan dari Muhammadiyah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui bagaimanakah
sejarah berdirinya Muhammadiyah dan apa saja tujuan Muhammadiyah itu dibentuk.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18


November 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian dikenali sebagai K.H. Ahmad Dahlan.
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak
mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.
Oleh kerana itu beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah
kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan
(Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah
Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan
benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah
berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad
Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan
Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru
Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi
selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam
itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya
dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah
menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-
gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang
tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo.
Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana
Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai
dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri
tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby
Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan
oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang
Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton
Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000:
34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi
sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan
pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-
organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang
didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah”
(kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara
informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum
di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di
kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah
agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu,
tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan
papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah
di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi
baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten
Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru
disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah”
yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak
mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29
tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di
Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng
Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi
Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”

Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata
”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang
selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946
(yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan
Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:

 Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland,

 Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada
lid-lidnya.

Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti
yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran
akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap
dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada
umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana
yang maju dan menggembirakan.

Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai
diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan
untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan
kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar
ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-
turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968,
1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga
mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya
UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah
berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama
Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”.
Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD
Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.

Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan
langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali
pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan,
sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian
hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki
cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang
berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah,
mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan
mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan
membuka ijtihad.

Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung
Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam
bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang
ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan
kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid
untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”

(QS. An-Nisa, ayat 116)

Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad
Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya.
Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan
tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur
dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di
tengah masyarakat.

 Visi dan Misi Muhammadiyah

1. Visi

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak
tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf
nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju
terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Hadist yang menerangkan:

‫ (رواه البخارى‬. َ‫لى هللاِ قَا َل أَد َْو ُم َها َو ِإ ْن قَ َّل َوقَا َل ا ْكلَفُ ْوا مِ نَ األ َ ْع َما ِل َما تُطِ ْيقُ ْون‬
َ ‫ي األ َ ْع َما ِل أ َ َحبُّ ِإ‬
ُّ َ ‫ي صلم أ‬
ُّ ِ‫سئِ َل النَّب‬ ْ َ‫ع ْن َها قَال‬
ُ :‫ت‬ َ ُ‫ي هللا‬ ِ ‫شةَ َر‬
َ ‫ض‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ )

Artinya :” Dari Aisyah r.a. berkata : Nabi pernah ditanya :”Manakah amal yang paling dicintai Allah?
Beliau bersabda :”Yang dilakukan secara terus menerus meskipun sedikit”. Beliau bersabda lagi :”Dan
lakukanlah amal-amal itu, sekadar kalian sanggup melakukannya.” (HR. Bukhari)

2. Misi

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para
Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.

2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk
menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.

3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan
Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.

4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.


 Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah

a. Faktor obyektif yang bersifat Internal

 Kelemahan dan praktek ajaran Islam.

Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk,
1. Tradisionalisme

Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang
kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk
melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek
agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan
perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam
melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap
perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi
pengalaman hidup selama ini.

2. Sinkretisme

Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya
Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara
sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan
persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara
formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang
animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek
moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa.
Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan
mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara
Tauhid.

 Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam


yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran
umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat
kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan
kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah
satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama,
seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak
mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika,
ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami
perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini.
Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu
latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk
melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan
ilmu duniawi.
b. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal

 Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk
mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini
mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi
Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi
Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara
Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan
untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.

 Kolonialisme Belanda

Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan
Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan
terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan
Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui
pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui
jalur pendidikan.

 Gerakan Pembaharuan Timur Tengah

Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata


rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu
Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan
Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH.
Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat
mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke
dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH.
Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar
perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun
implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-
ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai
pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami
dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.

B. Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia

1. Muhammadiyah Pada Masa Penjajahan

Pada masa ini, perintisan yang dilakukan K.H.A.Dahlan mengarah pada ajakan untuk melaksanakan
islam secara benar sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan As-sunah shahihah, wujud rintisan
K.H.A.Dahlan antara lain :
1. Pada tahun 1898, beliau meluruskan arah kiblat secara benar dengan serong kearah
barat laut 24,5 derajat.
2. Bermula dari sekolah yang dirintis di teras rumah K.H.A Dahlan dan akhirnya beliau
membangun gedung standard school med de Qur’an hingga akhirnya pendidikan
Muhammadiyah terus berkembang.
3. K.H.A Dahlan yang dibantu K.H.Suja’ merintis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
pada 15 Februari1923.
4. Pada tahun 1922, didirikan mushala khusus wanita.
Pada 23 Februari 1923, K.H.A Dahlan wafat. Namun perjuangan Muhammadiyah tetap dilanjutkan
oleh murid-murid beliau dan terus mengalami perkembangan seperti :
a. H. Karim Amrullah yang bergelar H. Rasul pemimpin perkumpulan Sandi Aman di Padang bergabung
dengan Muhammadiyah.

b. Dipercayakannya Consul-Consul di luar pulau Jawa kepada :

1. AR Sutan Mansyur consul untuk pulau Sumatera.

2. M.Hasan Tjorong consul untuk pulau Kalimantan.

3. D.Muntu consul untuk pulau Sulawesi.

4. Muhammadiyah Pada Masa Kemerdekaan

Rasa kecintaan Muhammadiyah terhadap tanah air dibuktikan dengan di bentuknya perkumpulan
Hisbul Wathan yang berarti pembela tanah air. Beberapa aktivisnya yaitu bapak Sarbini dan
Jend.Sudirman.

Setelah Indonesia merdeka, putera terbaik Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusuma menjadi anggota
BPUPKI untuk merumuskan Pancasila.Pada 17 Agustus 1945, Muhammadiyah
membidani lahirnya partai Masyumi yang diresmikan pada 7 November 1945.

3. Muhammadiyah Pada Masa Orde Lama

Kemenangan Partai Masyumi pada 1955, membuat PKI dan antek-anteknya menaruh dendam
hingga menuduh Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatera. PKI membujuk
penguasa pada saat itu untuk membubarkan Masyumi yang tentu akan mengancam eksistensi
Muhammadiyah. Tetapi,keputusan tertingi tetap di tangan presiden Soekarno.

Dampak dari permasalahan tersebut, banyak tokoh Masyumi yang notabene


aktivis Muhammadiyah dijebloskan ke penjara yakni :

a. Buya HAMKA

b. Mr.Kasman Singidimejo

c. dr.Yusuf Wibisono

Pada 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang memberi waktu pada Masyumi untuk membubarkan
diri. Lalu dalam rangka menyelamatkan Muhammadiyah dari hasutan PKI terhadap presiden,
diberikanlah predikat “Anggota Setia Muhammadiyah” kepada Ir.Soekarno.

4. Muhammadiyah Pada Masa Orde Baru

Pada masa ini, Muhammadiyah menata kembali organisasinya dan turut membantu pemerintah
dalam menumpas PKI. Namun setelah cukup lama berkuasa, mulai terjadi penyelewengan-
penyelewengan. Semua organisasi Massa dan politik tidak ada yang boleh menentang kata-kata
pemerintah. Pada 1977, munculnya krisis moneter yang menyerang bangsa Indonesia. Hal ini
mendorong para aktivis untuk ikut bersama gelombang masyarakat untuk melengserkan rezim
orde baru. Akhirnya pada 22 Mei 1998, rezim orde baru tumbang, dan digantikan dengan Masa
Reformasi yang satu diantara penggeraknya ialah Prof. DR.H.Amien Rais.

5. Muhammadiyah Pada Masa Reformasi

Dalam sidang Tanwir di Semarang pada 1998, Muhammadiyah merelakan Prof.DR.H. Amien Rais
untuk melepaskan jabatannya sebaga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah guna menjaga agar
kondisi perpolitikan tidak menghambat gerak juang Muhammadiyah.

Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah bulan Februari 2002 di Bali, Muhammadiyah merumuskan
khittah berbangsa dan bernegara yang isi nya mempertegas statement Ujung Pandang dan Khittah
Surabaya.

Muhammadiyah mengihimbau kadernya yang berpolitik riil agar memperhatikan :

1. Mengedepankan kejujuran

2. Menjadi Uswatun Khasanah

3. Melakukan Islah

C. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah mengalami
beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah. Tetapi, dari segi isi,
maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula. Pada waktu pertama berdirinya
Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:

 Rumusan pertama Menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta. Dan Memajukan hal agama Islam kepada
anggota-anggotanya.

 Rumusan kedua terjadi setelah muhammadiyah meluas ke berbagai daerah di luar Yogyakarta.
Memperhatikan jumlah cabang yang ada di luar Yogyakarta maka maksud dan tujuan
muhammadiyah harus direvisi sesuaii dengan keadaan riil yang dialaminya. Adapun isinya adalah
memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Belanda, serta
memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan Agama Islam kepada sekutu-
sekutunya.

 Rumusan ketiga rumusan ketiga ini terjadi ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Pemerintahan fasis ini mengharuskan terjadinya perubahan redaksional yang sesuai dengan yang
dikehendakinya. Maka rumusanya adalah sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan
kemakmuran bersamaseluruh Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai Nippon, dan memang
diperintahkan oleh Allah maka perkumpulan ini:

a. Hendaknya menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya.

b. Hendak melakukan pekerjaan perbaikan umum.


c. Hendak memajukan pengetahuan dan keepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggoya-
anggotanya.

 Rumusan keempat terjadi setelah Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta. Adapaun


rumusanya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

 Rumusan kelima ini diubah pada Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta. Perubahan ini
hanya pada redaksionalnya saja dari kata dapat mewujudkan menjadi terwujudnya. Sihingga
rumusan resminya adalah, Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

 Rumusan keenam terjadi pada Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta. Pada tahun itu
Muhammadiyah harus merubah maksud dan tujuan azaznya, dikarenakan kehadiran Undang-
undang nomor 8 tahun 1985 tentang kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non agama
untuk mencantumkan asas pancasila. Adapun maksud dan tujuan hasil Muktamar ke 41 itu adalah
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan
makmur yang diridhai Allah SWT.

 Rumusan ketujuh Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar ma’ruf Nahi Munkar,
berasaskan Islam yang bersumber pada al Qur’an dan As-Sunnah.

Вам также может понравиться