Вы находитесь на странице: 1из 41

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Pos Pelayaanan Terpadu (POSYANDU)
Posyandu merupakan suatu strategi yang tepat untuk melakukan

intervensi pembinaan kelangsungan hidup anak dan pembinaan perkembangan

anak (Syarifudin,2009).
Posyandu yang merupakan kegiatan oleh masyarakat yang

menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga

kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak , dengan alih teknologi dari

pemerintah. Dengan demikian masyarakat tidak akan selalu bergantung pada

pemerintah, dan suatu saat nanti akan mandiri. Kemandirian masyarakat akan

membawa dampak kemandirian keluarga, ibu dan individu (Syarifudin,2009).


a. Pengertian Posyandu
1) Suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan dan keluarga

berencana yang dilaksanakan di tingkat dusun dalam wilayah kerja

masing-masing puskesmas.
2) Suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan

masyarakat, oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai

strategi untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini.


3) Salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan

khususnya kesehatan, dengan menciptakan kemampuan untuk

hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat

kesehatan masyarakat yang optimal.


b. Tujuan Posyandu
1). Tujuan Operasional
a) Meluaskan jangkauan kegiatan program
b) Meningkatkan cakupan kegiatan program
c) Untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat.
12

2). Tujuan Jangka panjang/Tujuan Akhir


a) Untuk dapat menurunkan angka kematian bayi atau Ifant

Mortality Rate (IMR)


b) Untuk dapat menurunkan angka kelahiran atau Birth rate
c) Menurunkan angka kematian ibu bersalin atau Maternal

Mortality rate.
c. Manfaat Posyandu
1) Bagi Masyarakat

Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan

pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan

AKI dan AKB.

2) Bagi Kader

Pengurus posyandu dan tokoh masyarakat mendapatkan informasi

terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan

AKI dan AKB.

3) Bagi Puskesmas

Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak

pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan

strata pertama.

4) Bagi Sektor Lain


a). Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan

masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya

penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat


b). Meningkatkan efesiensi melalui pemberian pelayanan secara

terpadu sesuai dengan terpoksi masing-masing sektor.


13

d. Program dan Sasaran Posyandu

Program

1). KIA
Indikator yang strategis untuk mewakili kegiatan pokok KIA adalah

pemeriksaan ibu hamil dan cakupan TT2, mengamati pertumbuhan

dan perkembangan anak-anak balita, memberikan nasihat tentang

makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena kekurangan

protein dan kalori dan memperkenalkan jenis makanan tambahan,

memberikan pelayanan KB kepada PUS, merujuk ibu-ibu atau

anak-anak yang memerlukan pengobatan, mengadakan latihan

untuk dukun bersalin.


2). KB
Mengadakan penyuluhan KB, baik di Puskesmas maupun pada saat

mengadakan kunjungan rumah, Posyandu, pertemuan dengan

kelompok-kelompok masyarakat di dusun (PKK, dasa wisma, dsb).

Termasuk dalam kegiatan untuk PUS, menyediakan alat-alat

kontrasepsi, mengadakan kursus keluarga berencana untuk para

dukun bersalin. Dukun diharapkan bias dan bersedia menjadi

motivator KB untuk ibu-ibu yang mencari pertolongan pelayanan

KB.
3). P2M (Pemberantasan Penyakit Menular)
Survei epidemiologi untuk menemukan kasus penyakit menular

sedini mungkin, imunisasi untuk memberikan perlindungan kepada

kelompok-kelompok masyarakat sehingga dapat mencegah terjadi

penularan penyakit seperti TBC, Tetanus, Difteri, Batuk Rejan

(pertusis), Folio Nyelitis, Campak dan Hepatitis B, pemberantasan

insektisida, Fogging dan abatisasi untuk DHF,Oiling, Drynage,


14

genangan air, dan perbaikan system pembuangan sampah untuk

pemberantasan malaria.
4) Upaya Peningktan Gizi
Mementau pertumbuhan anak melalui penimbangan anak secara

rutun setiap bulan, di Puskesmas atau Postimbang/Posyandu.

Melakukan pemeriksaan HB dan BB ibu hamil secara rutin,

mengembangkan kegiatan perbaikan gizi bekerjasama dengan

masyarakat setempat, sector agama, pertanian, peternakan dan

penerangan yang ada di tingkat kecamatan, masyarakat, pembagian

untuk bayi vitamin A 2x setahun, tablet besi untik ibu hamil bersifat

suplemen dan pemberian obat cacing untuk anak yang kurang gizi

karena gangguan parasit cacing.


Sasaran
a. Ibu hamil
b. Ibu menyusui
c. Pasangan Usia Subur (PUS)
d. Balita

2. Penyelenggaraan Posyandu

Penyelenggaraan dilakukan oleh kader yang terlatih dibidang

kesehatan, berasal dari PKK, tokoh masyarakat , pemuda dan lain-lain dengan

bimbingan tim pembina PKMD tingkat kecamatan. Posyandu direncanakan

dan dikembangkan oleh kader bersama KKL LKMD (Kelompok Kerja

LKMD di tingkat kedukuhan) dengan bimbingan tim LKMD tingkat

kecamatan.
Posyandu dapat melayani semua anggota masyarakat, terutama :

bayi (0-1 tahun), anak balita (1-5 tahun), ibu hamil, dan ibu menyusui.
Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi

oleh masyarakat ditentukan oleh masyarakat sendiri, dengan demikin kegiatan


15

posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah

penduduk, kepala dusun, tempat pertemuan RT/RW atau di tempat khusus

yang dibangun oleh masyarakat (Theresia,2009)

Penyelenggaraan dilakukan dengan “SISTEM LIMA MEJA” yang

dapat dijabarkan sebagai berikut :


Meja I : Pendaftaran + Penyuluhan Kelompok
Meja II : Penimbangan bayi dan ank balita
Meja III : Pencatatan (pengisian KMS, dll).
Meja IV : Penyuluhan Perorangan
Meja V : Pelayanan
1. Sistem 5 Meja
Meja I : Meja pendaftaran + penyuluhan kelompok
a. Mendaftar balita, ibu hamil, ibu menyusui.
b. Setiap pengunjung yang datang ke posyandu didaftarkan oleh kader

sendiri.
c. Para pengunjung secara berkelompok lebih kurang 10-15

pengunjung diberikan penjelasan secara bertahap, tidak perlu

menunggu berkumpulnya seluruh pengunjung.


d. Penyuluhan kelompok diutamakan oleh kader sendiri secara tepat

dan benar dengan bimbingan petugas puskesmas.


e. Sewaktu-waktu penyuluhan juga oleh petugas kesehatan dan

petugas lintas sector (missal dari pertanian, BKKBN, Dinmas dan

lain-lain).
f. Materi penyuluhan : tentang “YANDU” dan topik yang sangat

relevan pada waktu itu.

g. Disesuaikan dengan alat peraga.


h. Pada waktu menunggu dilanjutkan kreatifitas dan inisiatif kader

untuk menyelenggarakan /menyediakan alat permainan edukatif

(APE) dan lebih baik lagi kalau buatan kader sendiri misalnya

balok-balok mainan dari tanah dan sebagainya.


16

i. APE berguna untuk meningkatkan keterampilan alat-alat

permainan secara sederhana, misalnya ayunan dari bahan bekas dan

lain-lain. Hal ini akan menarik anak untuk datang ke posyandu

begitipun dengan orang tuanya.


Meja II : Meja Penimbangan
a. Menimbang balita
b. Penimbangan dilaksanakan oleh kader
c. Penimbangan dilakukan bagi bayi dan balita dilaksanan sebulan

sekali.
d. Ada juga posyandu yang menambah kegiatan di meja II :

penimbangan untuk ibu hamil.


e. Alat penimbangan diusahakan oleh kader sendiri atau berupa

bantuan.
f. Yang perlu ditingkatkan adalah : tempat duduk timbangan yang

nyaman dan cukup untuk memenuhi syarat etis dan sebagainya.


g. Hasil penimbangan dicatat dan dibawa ke meja III.
Meja III : Meja Pencatatan
a. Mencatat hasil penimbangan.
b. Pencatatan oleh kader : dengan bimbingan petugas puskesmas.
c. Semua hasil penimbangan, hasil imunisasi penyakit yang diderita,

pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, dan lain-lain dicatat

dalam KMS.
Meja IV : Meja Penyuluhan dan Penerangan
a. Penyuluhan ibu berdasar hasil penimbanagan anaknya
b. Memberikan pelayanan gizi kepada ibu balita, serta ibu hamil.
c. Penyuluhan penerangan dilakukan oleh kader, tergantung dari

jenis kasus individu.


1) Mengenali balita berdasarkan hasil penimbangan berat

badannya naik/tidak naik, diikuti dengan pemberian makanan

tambahan, oralit dan vitamin A dosis tinggi.


2) Terhadap ibu hamil diberikan tablet besi, ibu hamil resiko

tinngi dirujuk pada petugas puskesmas.


3) Terhadap PUS agar menjadi peserta KB lestari diikuti dengan

pemberian kondom, pil ulangan atau tablet biasa.


17

Meja V : Meja Pelayanan


a. Pelayanan oleh tenaga professional, meliputi pelayanan KIA, KB,

Imunisasi dan pengobatan serta pelayanan lain sesuai dengan

kebutuhan.
b. Di meja V diberikan pelayanan yang sifatnya professional yang

tidak dapat dilakukan kader.


c. Rujukan kasus dari kader dirujuk di meja C tersebut.
d. Intertie IUD diberikan bila tempatnya memenuhi syarat.

2. Peran Serta Masyarakat dalam Posyandu


Peran serta adalah proses dimana individu dan keluarga serta

lembaga swadaya masyarakat termasuk swasta melakukan :


1) Mengambil tanggung jawab atas kesehatan kesejahteraan dirinya

sendiri, keluarga serta masyarakat.


2) Mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam
pengembangan kesehatan mereka sendiri dan masyarakat sehingga

termotivasi untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan yang

dihadapi.
3) Menjadi agen atau perintis pembangunan kesehatan dan pemimpin

dalam penggerakan peran serta masyarakat di bidang kesehatan

yang dilandasi semangat gotong royong.


Pembangunan di bidang kesehatan mempunyai arti penting

di dalam kehidupan nasional, khususnya dalam memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan mayarakat yang erat kaitannya

dengan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai

modal dasar pembangunan nasional. Upaya pengembangan sumber

daya manusia merupakan upaya yang dasar yang tidak dapat

dilaksanakan hanya oleh pemerintah saja melainkan perlu adanya

peran serta masyarakat di bidang kesehatan bertujuan agar masyarakat

dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan (Theresia,2009).


18

3. Strata Posyandu dan Intervensi


a. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang

ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara

rutin serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.

Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu,

disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum

siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk

perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta

menambah jumlah kader.


b. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan

utamanya masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat

dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan

dengan mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator

serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan

Posyandu.
c. Posyandu Purna

Posyandu Purna adalah Posyandu yang sudah melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta

mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah

memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh


19

masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50%

KK di wilayah kerja posyandu.

d. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat

melaksanakan kegiatan ebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata

kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan

utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan

serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang

dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang

bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang

dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan dana sehat,

sehingga terjamin kesinambungannya (Jomina,2009)

3. Masalah-masalah dalam Posyandu

a) Daerah-daerah tertentu masih memegang teguh prinsip bahwa

posyandu tiap bulan harus terdiri dari 5 (lima) program bahwa yang

dilaksanakan dengan pula 5 meja, karena tenaga professional yang

membina terbatas, maka hanya dikembangkan satu Posyandu perdesa

dengan kegiatan lima program lengkap, sehingga dapat didatangi

tenaga profesional setiap bulan.

b) Pos-pos pelayanan yang sudah ada seperti pos timbang, pos Keluarga

Berencana (KB) dan sebagainya yang jumlahnya lebih banyak dari

pada Posyandu dibiarkan tanpa ada pembinaan yang akibatnya lambat

laun kegiatan tersebut akan mati, sedangkan Posyandu yang hanya

satu per Desa, kenyataannya hanya meliputi penduduk yang bertempat


20

tinggal di sekitar pos. Hal ini berakibat cakupannya rendah, Posyandu

cenderung menjadi perpanjangan puskesmas dan masyarakat menjadi

obyek pasif.

c) Beberapa daerah berinisiatif untuk melakukan modifikasi kegiatan

posyandu. Tenaga profesional puskesmas yang ada dibagi sedemikian

rupa sehingga dapat menggunjungi semua Posyandu yang ada

walaupun tidak setiap bulan. Dengan demikian semua pos dapat di

bina dan diberi pelayanan profesional dengan kegiatan mengikuti pola

lima meja meskipun tidak menjalankan sepenuhnya kelima kegiatan

(dalam hal ini kelima kegiatan tidak dilakukan tiap bulan tetapi dalam

2 atau 3 bulan sekali) dengan demikian jumlah penduduk yang

dicakup lebih banyak dan peran serta masyarakat yang sudah tumbuh

tetap terpelihara serta berkembang.

d) Berdasarkan kebijaksanaan pemerintah, pengembangan jumlah

Posyandu harus cepat sehingga proses penyiapan masyarakat berupa

survei mawas diri, musyawarah masyarakat Desa, pelatihan kader

Posyandu berjalan tidak intensif. Kader dipilih dengan penunjukkan

dan pelatihan kader dilaksanakan dalam tempo singkat yang berakibat

banyak kader Posyandu kurang cakap melakukan penyuluhan

perorangan di meja empat (Jomina,2009).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan


21

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

diamati secara langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati oleh pihak

luar (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-

faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Dalam perilaku kesehatan

menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) terbagi tiga teori

penyebab masalah kesehatan yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor

yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku

seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,

nilai-nilai tradisi.
b. Faktor pemungkin (enabling factor) adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan .Artinya

faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing) adalah faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa perilaku berawal dari adanya pengalaman seseorang serta

didukung oleh faktor lain (lingkungan) baik fisik maupun non fisik

kemudian dipersepsikan, diyakini, sehingga menimbulkan motivasi,

niat untuk bertindak, yang pada akhirnya terjadi perwujudan niat yang

berupa melakukan perilaku.

5. Faktor yang Mempengaruhi peran serta masyarakat.


22

Faktor yang mempengaruhi peran serta masyarakat dalam Posyandu

dipengaruhi oleh: (Theresia,2009)

a) Faktor perilaku individu: Faktor yang mempengaruhi perilaku individu

meliputi tingkat pengetahuan, keyakinan, sikap mental, tingkat

kebutuhan, tingkat keterikatan dalam kelompok dan tingkat

kemampuan sumber daya yang ada.


b) Faktor Perilaku Masyarakat: Faktor yang mempengaruhi perilaku

masyarakat meliputi keadaan politik, ekonomi, sosial budaya,

pendidikan dan agama.


c) Faktor Pendidikan: Pendidikan secara hakiki merupakan bantuan dalam

rangka untuk proses penyandaran yaitu agar manusia sadar akan dirinya

sendiri, sadar akan lingkungan serta sadar akan alam hidup kita itu

dalam naungan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan juga merangsang

pikiran, perasaan dan kehendak manusia untuk bertindak secara

bijaksana. Proses pendidikan membantu seseorang untuk berkembang

maju, kritis serta kreatif. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat

maka semakin kritis terhadap mutu pelayanan kesehatan termasuk

dalam program Posyandu akan semakin mantap.

6. Tingkat Peran Serta Masyarakat

Kesehatan merupakan hak dan menjadi kewajiban dan tanggung

jawab bagi setiap orang oleh karena itu masyarakat termasuk swasta

mempunyai peranan penting dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan diri dan keluarganya. Peran serta masyarakat dalam

meningkatkan derajat kesehatan mempunyai beberapa tingkat yaitu

tingkat peran serta karena imbalan atau insentif, karena perintah atau
23

paksaan atau karena kesadaran karena hak asasi dan tanggungjawab,

kreasi dan daya cipta (Syarifudin,2009)

a. Tahap-tahap Peran Serta Masyarakat .

Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan mempunyai

beberapa tahap yaitu berpartisipasi dalam tahap pengenalan masalah

dan penentuan prioritas, partisipasi dalam tahap penentuan cara

pemecahan masalah atau tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap

pelaksanaan, termasuk penyediaan sumber daya, partisipasi dalam

tahap-tahap penilaian dan pemantapan, keuntungan peran serta

masyarakat (Jomina,2009).

b. Peran serta masyarakat dibidang kesehatan

Keuntungan baik untuk masyarakat maupun bagi

penyelenggara pelayanan (provider). Keuntungan tersebut meliputi :

 Upaya kesehatan yang di laksanakan benar-benar sesuai

dengan masalah yang dihadapi masyarakat, tidak hanya

bertolak dari asumsi para penyelenggara semata.


 Upaya kesehatan bisa diterima, baik secara fisik, sosial

maupun secara ekonomis yang disebabkan karena masyarakat

berpartisipasi dalam merumuskan upaya kesehatan

(Syarifudin,2009)

7. Pengertian Balita

Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan

karakteristik pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun


24

dimana umur 5 bulan BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1

tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada

masa pra sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian

pertumbuhan konstan mulai berakhir (Soetjiningsih, 2001).

Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah

lima tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita

merupakan kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA

(Kesehatan Ibu dan Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan

masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian

keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita,

karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan

menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran

sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan

landasan perkembangan berikutnya (supartini, 2006).

Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita, merupakan

salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang

usia balita dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau bisa

digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-60 bulan.

8. Keaktifan Ibu Balita

Keaktifan ibu yang memiliki balita akan menimbulkan

permasalahan secara langsung yang berdampak pada balitanya, yaitu apa

yang harus diperoleh sebagai haknya misalnya dalam mendeteksi secara


25

dini gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan balita terabaikan

yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, dan hak perlindungan. Kehadiran

ibu balita, dalam membawa ke posyandu akan memperbaiki kondisi

kesehatannya serta memberi motivasi kerja pada para kader setempat,

untuk lebih aktif dalam kegiatan posyandu (Jomima,2009).

9. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidakaktifan Ibu Balita Untuk

Kunjungan Ke Posyandu.
a. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai berulang tahun dan begitu seterusnya sampai meninggal dunia.

Semakin tua seseorang semakin bijaksana, semakin banyak informasi

yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga

menambah pengetahuan. Seseorang yang bertambah usia menjadi tua

maka IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia.

(Notoatmodjo,2007).
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan

menerimainformasi kesehatan dari media massa dan petugas

kesehatan. Banyak kasus kesakitan dan kematian masyarakat

diakibatkan rendahnya tingkat pendidikan penduduk. Suatu laporan

dari negara bagian di India Utara menyatakan bahwa status kesehatan

disana sangat baik, jauh diatas rata-rata status kesehatan nasional.

Setelah ditelusuri ternyata tingkat pendidikan kaum wanitanya sangat

tinggi diatas kaum pria (Widoyono,2008).

Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan

menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam


26

berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang

memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya

mempunyai wawasan luas sehingga lebih mudah menyerap dan

menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam

mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya (DinkesJawa

Tengah, 2007).

Jenjang pendidikan memegang peranan penting dalam kesehatan

masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka

sulit diberi tahu mengenai pentingnya kebersihan perorangan dan

sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular.

Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka

tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular.

Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi

berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang

masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik.

Pada perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah

angka kematian bayi dankematian ibu (Widyastuti, 2005).

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan

sikap menuju perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang tinggi

akan memudahkan seseorang atau masyarakat memperoleh dan

mencerna informasi untuk kemudian menentukan pilihan dalam

pelayanan kesehatan dan menerapkan hidup sehat. Tingkat

pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi

derajat kesehatan (Depkes, 2009).


27

Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual

seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan,

cara berfikir, baik dalam cara pengambilan keputusan maupun dalam

pembuatan kebijakan. Semakin tinggi pendidikan formal, akan

semakin baik pengetahuan tentang kesehatan (Hastono, 2003).

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Dari

kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan

seseorang lebih tanggap adanya informasi tentang keaktifan ibu ke

Posyandu dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Kodyat,

dkk,2003).

Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan

ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk berkunjung ke

Posyandu, serta kesadarannya terhadap program Posyandu yang

bermanfaat khususnya untuk kesehatan balitanya. Tingkat pendidikan

ibu yang memiliki balita yang rendah mempengaruhi penerimaan

informasi sehingga pengetahuan tentang Posyandu terhambat atau

terbatas (Suhardjo,2000).

Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang ketat serta nilai dan

kepercayaan akan takhayul disamping tingkat penghasilan yang masih

rendah, merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan,

sehingga sikap hidup dan perilaku yang mendorong timbulnya

kesadaran masyarakat masih rendah. Semakin tinggi pendidikan ibu,

mortalitas dan morbilitas semakin menurun, hal tersebut tidak hanya


28

akibat kesadaran ibu yang memiliki balita yang terbatas, tetapi juga

karena adanya kebutuhan sosial ekonominya yang belum tercukupi

(Kodyad, dkk, 2003).

Ketidakaktifan ibu yang memiliki balita merupakan sikap dari

ibu terhadap salah satu program Posyandu dalam kunjungan ke

Posyandu, proses pendidikan maupun sebagai dampak dari

penyebaran informasi (Sediaoetama, 2000). Dimana semakin tinggi

tingkat pengetahuan ibumaka kesedaran untuk berkunjung ke

Posyandu semakin baik dan akan aktif dalam kegiatan pelayanan

kesehatan balitanya (Sediaoetama,2000).

Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat

pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan.

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan

dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari:

 Pendidikan dasar: Jenjang pendidikan awal selama 9

(sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang

melandasi jenjang pendidikan menengah.

 Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan

dasar.

 Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor,

dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

c. Status Pekerjaan
29

Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk

kepentingan sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak

berpengaruh pada peran ibu yang memiliki balita sebagai timbulnya

suatu masalah pada ketidakaktifan ibu kunjungan ke Posyandu, karena

mereka mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang belum

cukup, yang bedampak pada tidak adanya waktu para ibu balita untuk

aktif pada kunjungan ke Posyandu, serta tidak ada waktu ibu mencari

informasi karena kesibukan mereka dalam bekerja. Kondisi kerja yang

menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan (DepKes,

2005). Hal ini dapat menyebabkan frekuensi ibu yang memiliki balita

untuk kunjungan ke Posyandu akan berkurang.

d. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan dapat membentuk suatu sikap dan menimbulkan

suatu perilaku didalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat pengetahuan tentang Posyandu pada kader kesehatan yang

tinggi dapat membentuk sikap positif terhadap program Posyandu

khususnya ketidakaktifan ibu balita untuk kunjungan ke Posyandu.

Pada gilirannya akan mendorong seseorang untuk aktif dan ikutserta

dalam pelaksanaan Posyandu. Tanpa adanya pengetahuan maka para

ibu balita sulit dalam menanamkan kebiasan kunjungan ke Posyandu.

Pengetahuan tentang Posyandu akan berdampak pada sikap

terhadap manfaat yang ada dan akan terlihat dari praktek dalam

ketidakaktifan ibu balita terhadap masalah kesehatan balitanya.

Kurangnya pengetahuan sering dijumpai sebagai faktor yang penting


30

dalam masalah ketidakaktifan ibu balita karena kurang percaya dirinya

para kader kesehatan menerapkan ilmunya serta kurang mampu dalam

menerapkan informasi penyuluhan dalam kehidupan sehari-hari

(Sediaoetama,2004). Semakin tinggi pengetahuan dalam penyuluhan

maka akan semakin berkurang masalah gizi yang terjadi. Orang

dengan pengetahuan penyuluhan yang rendah akan berperilaku tidak

ada rasa percaya diri yang berdampak menjadi tidak aktif

(Sediaoetama,2004).

Tingkat pengetahuan seseorang banyak mempengaruhi

perilaku individu, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang

ibu tentang manfaat Posyandu, maka semakin tinggi pula tingkat

kesadaran untuk berperan serta dalam program Posyandu.

Pengetahuan tentang Posyandu yang rendah akan menyebabkan

rendahnya tingkat kesadaran ibu yang memiliki balita untuk

berkunjung ke Posyandu (Sediaoetama,2009).

1) Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk

tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, insaf,

mengerti, dan pandai (Salam, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan (knowledge)

adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab

pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba.


31

Pengatahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah

kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang

diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan,

bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu

stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan

(Notoatmodjo, 2003).

2) Kategori Pengetahuan

Menurut Wardjinan (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori,

yaitu:

Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 80%

-100% dari seluruh pertanyaan

Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 65%-

79% dari seluruh pertanyaan

Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar <65%

dari seluruh pertanyaan

3) Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang


32

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan

tingkat pengatahuan yang paling rendah.

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya).

d) Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi

masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis


33

adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada.

f) Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

e. Tingkat Pendapatan

Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi daya

beli seseorang untuk membeli sesuatu. Pendapatan merupakan faktor

yang paling menentukan kuantitas maupun kualitas makanan sehingga

ada hubungan yang erat antara pendapatan dengan keadaan balita.

Namun, pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang

menunjang bagi keadaan kesehatan balita yang memadai (Ngastiyah).

f. Jumlah Balita
Jumlah anak merupakan individu yang menjadi tanggungan

keluarga. Jumlah balita dalam suatu keluarga mempengaruhi perhatian

seorang ibu kepada balitanya, dimana semakin banyak anak dalam

keluarga akan menambah kesibukan ibu dan pada akhirnya tidak

punya waktu untuk keluarga dan akan gagal membawa balita ke

Posyandu (Theresia,2009).
g. Kondisi wilayah
Jarak antara rumah dengan kegiatan posyandu juga dapat

mempengaruhi kehadiran balita ke posyandu, dari penelitian terdahulu

didapat bahwa responden pengguna posyandu terutama mengatakan


34

karena tempat posyandu dekat. Disamping jaraknya, juga dipengaruhi

oleh faktor geografis seperti keadaan tanah, melewati hutan dan

fasilitas kendaraan sulit (Fatimah,2008).


h. Fasilitas dan Petugas Kesehatan
Kegitan posyandu yang dilaksanakan dipengaruhi oleh sarana

dan prasarana yang lengkap dan sarana penunjang yaitu puskesmas

dan rumah sakit yang senantiasa siap siaga menerima balita yang

terkena masalah gizi misalnya masalah gizi buruk, dimana dalam

kegitannya dilakukan secara intensif.

B. Landasan Teoritis

1. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Ibu Balita Untuk

Kunjungan Ke Posyandu.
a. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun dan begitu seterusnya sampai

meninggal dunia. Semakin tua seseorang semakin bijaksana,

semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal

yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan. Seseorang yang

bertambah usia menjadi tua maka IQ akan menurun sejalan dengan

bertambahnya usia. (Notoatmodjo,2007).


Diusia dewasa adalah masa dimana secara kepribadian

seseorang sudah siap secara koqnitif, perkembangan intelegensia

dan pola pikirnya sudah matang, pada usia yang dewasa ini orang

tua memiliki semangat yang tinggi untuk memperoleh pekerjaan

atau memberi nafkah kepada keluarganya sehingga seringkali


35

mereka lebih memilih untuk bekerja dari pada hanya sekedar untuk

mengantarkan anak mereka ke posyandu.


b. Pendidikan

Tinggi rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan

ketidakaktifan ibu yang memiliki balita untuk berkunjung ke

Posyandu, serta kesadarannya terhadap program Posyandu yang

bermanfaat khususnya untuk kesehatan balitanya. Tingkat

pendidikan ibu yang memiliki balita yang rendah mempengaruhi

penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang Posyandu

terhambat atau terbatas (Suhardjo,2000).

Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang ketat serta nilai

dan kepercayaan akan takhayul disamping tingkat penghasilan

yang masih rendah, merupakan penghambat dalam pembangunan

kesehatan, sehingga sikap hidup dan perilaku yang mendorong

timbulnya kesadaran masyarakat masih rendah. Semakin tinggi

pendidikan ibu, mortalitas dan morbilitas semakin menurun, hal

tersebut tidak hanya akibat kesadaran ibu yang memiliki balita

yang terbatas, tetapi juga karena adanya kebutuhan sosial

ekonominya yang belum tercukupi.

Hal ini diperkuat oleh IB Mantra (1995) yang mengatakan

bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

memperoleh/menerima informasi baik dari orang lain maupun

media massa, semakin banyak informasi yang didapat semakin

banyak pula pengetahuan tentang kesehatan. Semakin rendah

pengetahuan seseorang, semakin buruk pula keputusan yang


36

diambil. Teori-teori ini jelas bahwa rendahnya pendidikan

seseorang, maka seseorang akan sulit menerima informasi-

informasi yang diberikan yang menyebabkan pengetahuannya

menjadi rendah sehingga makin buruk keputusan yang

diambilnya, dalam hal ini ibu tidak akan berkunjung ke posyandu.

c. Status Pekerjaan

Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk

kepentingan sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak

berpengaruh pada peran ibu yang memiliki balita sebagai

timbulnya suatu masalah pada ketidakaktifan ibu kunjungan ke

Posyandu, karena mereka mencari nafkah untuk memenuhi

kebutuhan yang belum cukup, yang bedampak pada tidak adanya

waktu para ibu balita untuk aktif pada kunjungan ke Posyandu,

serta tidak ada waktu ibu mencari informasi karena kesibukan

mereka dalam bekerja. Kondisi kerja yang menonjol sebagai

faktor yang mempengaruhi ketidakaktifan (DepKes, 2002). Hal

ini dapat menyebabkan frekuensi ibu yang memiliki balita untuk

kunjungan ke Posyandu akan berkurang.

Bagi pekerja wanita, bagaimanapun mereka adalah ibu

rumah tangga yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan

keluarga. Wanita memiliki beban dan hambatan lebih berat

dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dulu


37

mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal lain yang

menyangkut rumah tangga. Pada kenyataannya banyak wanita

yang tidak cukup mampu mengatasi hambatan itu, sekalipun

mereka mempunyai kemampuan teknis yang cukup tinggi jika

mereka tidak mampu menyeimbangkan peran gandanya tersebut,

akhirnya mereka akan keteteran sehingga mereka tidak

mempunyai waktu untuk membawa anaknya ke posyandu dan

lebih mementingkan pekerjaan.

Faktor bekerja saja nampak berpengaruh pada peran ibu

yang memiliki balita sebagai timbulnya suatu masalah pada

ketidakaktifan ibu kunjungan ke Posyandu, karena mereka

mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang belum cukup,

yang bedampak pada tidak adanya waktu para ibu balita untuk

aktif pada kunjungan ke Posyandu, serta tidak ada waktu ibu

mencari informasi karena kesibukan mereka dalam bekerja.

Hal ini sesuai dengan teori Notoadmodjo (2005) yang

mengatakan bahwa manusia pada umumnya lebih sering

termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk memberikan

keuntungan/intensif kepda dirinya.

Teori ini diperkuat oleh teori Salam (2004) mengatakan

bahwa kondisi kerja yang menonjol sebagai faktor yang

mempengaruhi ketidakaktifan. Hal ini

d. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dapat membentuk suatu sikap dan

menimbulkan suatu perilaku didalam kehidupan sehari-hari


38

(Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan tentang Posyandu

pada kader kesehatan yang tinggi dapat membentuk sikap positif

terhadap program Posyandu khususnya ketidakaktifan ibu balita

untuk kunjungan ke Posyandu. Pada gilirannya akan mendorong

seseorang untuk aktif dan ikutserta dalam pelaksanaan Posyandu.

Tanpa adanya pengetahuan maka para ibu balita sulit dalam

menanamkan kebiasan kunjungan ke Posyandu.

Pengetahuan tentang Posyandu akan berdampak pada

sikap terhadap manfaat yang ada dan akan terlihat dari praktek

dalam ketidakaktifan ibu balita terhadap masalah kesehatan

balitanya. Kurangnya pengetahuan sering dijumpai sebagai faktor

yang penting dalam masalah ketidakaktifan ibu balita karena

kurang percaya dirinya para kader kesehatan menerapkan ilmunya

serta kurang mampu dalam menerapkan informasi penyuluhan

dalam kehidupan sehari-hari.

Tingkat pengetahuan seseorang banyak mempengaruhi

perilaku individu, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan

seorang ibu tentang manfaat Posyandu, maka semakin tinggi pula

tingkat kesadaran untuk berperan serta dalam program Posyandu.

Pengetahuan tentang Posyandu yang rendah akan menyebabkan

rendahnya tingkat kesadaran ibu yang memiliki balita untuk

berkunjung ke Posyandu (Notoatmodjo,2003).


e. Tingkat Pendapatan

Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi

daya beli seseorang untuk membeli sesuatu. Pendapatan


39

merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas maupun

kualitas makanan sehingga ada hubungan yang erat antara

pendapatan dengan keadaan balita. Namun, pendapatan yang

meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi keadaan

kesehatan balita yang memadai (Ngastiyah).

f. Jumlah anak
Jumlah anak merupakan individu yang menjadi

tanggungan keluarga. Jumlah balita dalam suatu keluarga

mempengaruhi perhatian seorang ibu kepada balitanya, dimana

semakin banyak anak dalam keluarga akan menambah kesibukan

ibu dan pada akhirnya tidak punya waktu untuk keluarga dan akan

gagal membawa balita ke Posyandu (Theresia,2009).


g. Kondisi Wilayah
Jarak antara rumah dengan kegiatan posyandu juga dapat

mempengaruhi kehadiran balita ke posyandu, dari penelitian

terdahulu didapat bahwa responden pengguna posyandu terutama

mengatakan karena tempat posyandu dekat. Disamping jaraknya,

juga dipengaruhi oleh faktor geografis seperti keadaan tanah,

melewati hutan dan fasilitas kendaraan sulit (Fatimah,2008).


h. Fasilitas dan Petguas Kesehatan
Kegitan posyandu yang dilaksanakan dipengaruhi oleh

sarana dan prasarana yang baik dan sarana penunjang yaitu

puskesmas dan rumah sakit yang senantiasa siap siaga menerima

balita yang terkena masalah gizi misalnya masalah gizi buruk,

dimana dalam kegitannya dilakukan secara intensif.

C. Kerangka Teori
40

Umur

Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah anak Kunjungan
Pengetahuan Keaktifan ibu balita
Pendapatan keposyandu
Kondisi
Wilayah
Fasilitas dan
Petugas Gambar 2.1 Kerangka Teori.
Kesehatan

D. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependen

 Umur

 Pendidikan

 Pekerjaan Keaktifan kunjungan


ibu balita ke posyandu
 Jumlah anak

 Tingkat pengetahuan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian.
 Tingkat pendapatan

 Kondisi wilayah

 Fasilitas dan petugas


kesehatan
41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif kuantitatif yang

bertujuan untuk menggambarkan hubungan antar variabel independen dan

dependent (Alimul,2003). Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan

cross sectional yaitu penelitian dari semua variabel independent yang diambil

secara bersamaan pada satu waktu (Murti,2003).


B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di wilayah RT 47 Posyandu Cempaka Sari

Kelurahan Basirih Banjarmasin karena berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, ibu-ibu yang mempunyai balita

di wilayah ini kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan posyandu setiap

bulannya.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan mulai 1 Januari 2019 – 15 Januari 2019.

C. Populasi
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari subjek peneliti (Arikunto, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di

Wilayah Posyandu Cempaka Sari Kelurahan Basirih Banjarmasin. Dari

hasil studi pendahuluan terdapat 50 ibu balita.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Aziz,2007). Pada


42

penelitian ini menggunakan sampel ibu yang memiliki anak balita yang

berumur 0-5 tahun di Posyandu Cempaka Sari Kelurahan Basirih dimana

teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah total sampling.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik yang dimilliki oleh subjek (orang, benda

atau situasi) yang berbeda dari yang dimilki oleh kelompok tersebut (Hidayat,

2007).

1. Variabel Independen pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang

berhubungan dengan keaktifan kunjungan ibu balita ke Posyandu Cempaka

Sari Wilayah Kerja Puskesmas Purnasakti Basirih Banjarmasin tahun 2019

yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, tingkat

pengetahuan, tingkat pendapatan, kondisi wilayah, dan fasilitas.

2. Variabel Dependen pada penelitian ini adalah keaktifan kunjungan ibu balita

ke Posyandu Cempaka Sari Wilayah Kerja Puskesmas Purnasakti Basirih

Banjarmasin tahun 2019.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk


43

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2011). Berikut ini adalah definisi operasional variabel

penelitian.
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Defini Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional

Umur Lamanya a. <20 tahun Kuesioner Rasio a.Remaja


b. 20-35 tahun
kehidupan ibu
c. >35 tahun b.Produktif
balita yang
dihitung sejak c.Tidak
lahir sampai produktif
dilakukan
penelitian
dalam tahun.

Pendidikan Jenjang a. SD Kuesioner Ordinal a. Dasar


b. SMP b. Menengah
pendidikan
c. SMA c. Tinggi
formal d. Perguruan
terakhir. Tinggi

Pekerjaan Aktivitas a. Ibu RT Kuesioner Nominal a. Bekerja


b. Buruh b. Tidak
seorang ibu
c. Swasta
bekerja
balita untuk d. PNS
e. Lain-lain
mencari
nafkah baik
untuk diri
sendiri
maupun
keluarga.

Jumlah anak Jumlah anak Orang Kuesioner Ordinal a. ≤ 2


b. > 2
dalam keluarga
yang menjadi
44

responden

Tingkat Suatu proses a. Pengertian Kuesioner Ordinal a. Baik


b. Tujuan b. Cukup
Pengetahuan untuk
c. Manfaat c. Kurang
mengetahui d. Program
e. Sasaran
dan mengingat
kembali
apakah ibu
balita
mengetahui
atau mengerti
tentang
posyandu.

Tingkat Jumlah a. > Rp Kuesioner Ordinal a. Tinggi


b. Sedang
Pendapatan penghasilan 2.000.000
c. Rendah
b. Rp 500.000-
yang dimiliki
Rp
keluarga yang
1.000.000
digunakan
c. ≤ Rp
untuk
500.000
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari.

Kondisi Keadaan a. < 30 KM Kuesioner Nominal a. Jauh


b. < 30 Menit b. Dekat
Wilayah wilayah dari
rumah
responden
sampai tempat
dilakukannya
kegiatan
45

posyandu

Fasilitas dan Sarana dan a. Tempat Kuesioner Nominal a. Lengkap


b. Alat b. Tidak
Petugas prasarana yang
-penimbang
lengkap
Kesehatan digunakan an
-obat
untuk
-vaksin
melakukan Dll
c. Petugas
kegiatan
-Kader
posyandu -Petugas
Kesehatan

Keaktifan Keikutsertaan Datang sesuai Kuesioner a. Aktif


b. Tidak aktif
ibu balita jadwal
dalam kegiatan (minimal
posyandu 8x/tahun)

E. Instrument Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

baku yang diadopsi dari penelitian sebelumnya oleh Hery (2010). Kuesioner

yang digunakan adalah bentuk pertanyaan tertutup yang secara langsung

kepada responden, responden tinggal memberikan tanda check list (√) pada

pilihan jawaban “ya” dan “tidak” yang tersedia. Setiap pertanyaan favorable

jawaban “ya” skor 0, jawaban “tidak” skor 1, sedangkan pertanyaan

unfavorable jawaban “ya” skor 1, jawaban “tidak” skor 0.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner

Indikator No.item No.item Jumlah


Favorable Unfavorable

Tingkat Pengetahuan 1,3,5,7,8,10 2,4,6,9 10


46

Kondisi Wilayah 1,3,6 2,4,5 6


Fasilitas dan Petugas 1,2,3 - 3
Kesehatan

Total 9 11 20

F. Tehnik Pengumpulan Data


1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan pengumpulan data dilakukan sesuai dengan

prosedur administrasi yang berlaku yaitu mendapatkan izin dari Ketua

Program Studi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin

dan izin dari kepala Puskesmas Purnasakti Kelurahan Basirih

Banjarmasin.

2. Tahap Pengumpulan Data


Data tentang gambaran partisipasi kunjungan ibu balita ke posyandu

diperoleh melalui kuesioner terhadap responden yaitu dengan cara

membagikan kuesioner kepada sampel penelitian yang diikuti dengan

penjelasan untuk setiap kategori tentang tujuan penelitiannya.

Kevalidan data pada kuesioner tergantung dari lengkap tidaknya isi

kuesioner sehingga apabila ada yang belum lengkap, maka peneliti akan

memberikan petunjuk dalam pengisian kuesioner serta akan mengadakan

pengawasan dan penjelasan kembali pada responden apabila responden

mengalami kesulitan dalam hal-hal yang kurang jelas. Peneliti akan

mengecek kembali kelengkapan kuesioner yang telah diisi oleh responden

dan jika masih ada yang belum lengkap jawabannya maka peneliti akan
47

menjelaskan kembali kepada responden yang belum jelas dan akan

dipandu dengan kuesioner oleh peneliti sendiri.

G. Jalannya Penelitian
Tahap pertama dimulai dengan menyusun proposal penelitian. Peneliti

menentukan lokasi penelitian yang akan diteliti dengan cara observasi pada

bulan Nopember serta menyelesaikan perizinan dan administrasi penelitian,

setelah itu peneliti mengadakan pengenalan tempat penelitian dan melakukan

studi pendahuluan serta mencari data-data yang mendukung dengan penelitian

dan mentukan sampel penelitian.


Penelitian dilaksanakan di Posyandu Cempaka Sari wilayah kerja

Puskesmas Purnasakti Kelurahan Basirih Banjarmasin . Data akan diambil

dengan menggunakan kuesioner yang telah disebarkan kepada responden yang

telah menandatangani informed consent. Pembagian kuesioner dilakukan

langsung oleh peneliti. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan tentang cara

pengisian kuesioner setelah dijelaskan baru para responden mengisi kuesioner

dengan jujur, jelas dan lengkap. Untuk pengisian kuesioner diberikan waktu ±

5 menit dan ditunggu oleh peneliti.


Setelah kuesioner terkumpul peneliti memeriksa kelengkapan apakah

memenuhi syarat atau tidak. Adapun kuesioner yang memenuhi syarat adalah

pengisian yang sesuai dengan petunjuk pada format pengisian kuesioner.


48

Keseluruhan data yang sudah terkumpul tersebut kemudian

ditabulasikan sesuai dengan skor yang telah ditetapkan pada tiap pilihan

jawaban.Setelah itu barulah peneliti mengklasifikasikan serta menganalisi data.

H. Metode Pengolahan Data dan Cara Analisa Data


1. Metode Pengolahan Data
a. Setelah kuesioner diisi oleh responden, peneliti akan mengecek jumlah

kuesioner dan kelengkapan data, diantaranya kelengkapan identitas,

lembar kuesioner dan kelengkapan isian kuesioner, sehingga apabila

terdapat kesalahan dapat dilengkapi segera oleh peneliti.


b. Kemudian peneliti memberikan code berupa angka untuk memudahkan

pengolahan data tersebut. Angka yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu 0 dan 1, angka 1 untuk jawaban yang sesuai dengan ketentuan

(benar) dan angka 0 untuk jawaban yang tidak memenuhi ketentuan

(tidak benar).
c. Selanjutnya peneliti menghitung data menggunakan program

computer.
d. Kemudian peneliti mentabulasikan data yang telah didapat meliputi

memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai

kriteria yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah

ditentukan skornya.
2. Analisis Data
a. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memberikan

gambarankarakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Hastono,

2006). Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

sebagai bahan informasi meliputi tingkat pendidikan, tingkat prngetahuan,


49

pekerjaan, umur balita dan jumlah balita dengan menggunakan rumus

(Ircham, 2010).

P = F/N.100%

Keterangan :

P = Persentase
F = Jumlah hasil
N = Jumlah soal
Hasil prosentase dari pencapaian setiap responden kemudian

diinterpretasikan kedalam beberapa kategori : (Arikunto,2010)


 Baik : nilai mencapai 80%-100%
 Cukup : nilai mencapai 65%-79%
 Kurang baik : nilai mencapai < 65%
Pada analisa data dalam penelitian ini menggunakan distribusi

frekuensi. Misalnya dari 5 pernyataan tentang tingkat pengetahuan,

3 pernyataan dijawab mendapatkan skor masing-masing 1

perhitungannya adalah sebagai berikut :


P = 3/5.100%
= 60%
Jadi hasil yang didapat adalah 60%, kemudian dilihat

kembali kategorinya yaitu kurang. Perhitungan yang sama akan

peneliti lakukan kepada setiap kuesioner. Maka dari perhitungan

tersebut dapat dilihat gambaran tingkat pengetahuan ibu balita di

daerah tersebut.

b. Analisa Bivariat
Analisis Crosstab merupakan analisis dasar untuk hubungan antar

variabel kategori (nominal atau ordinal). SubMenu Crostab digunakan

untuk menyajikan data dalam bentuk tabulasi, yang meliputi baris dan
50

kolom. Dengan demikian ciri tabulasi silang adalah adanya dua

variable atau lebih yang mempunyai hubungan.

I. Etika Penelitian

Nursalam (2003) menyebutkan dalam melakukan penelitian peneliti harus

memperhatikan masalah etika peneliti yang meliputi:

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti.

Peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan

dilakukan serta dampak yang mungkin terjadiselama dan sesudah

pengumpulan data, bila subjek menolak maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Dalam menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup

dengan memberi kode masing-masing lembar tersebut.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil riset sesuai dengan tujuan peneliti.

J. Kelemahan Penelitian

Kelemahan penelitian adalah adanya keterbatasan waktu yang harus

dilakukan selama penelitian di tempat tersebut. Pada saat menyebarkan

kuesioner terkadang terhambat pada ibu yang tidak ada karena bekerja
51

sehingga pada saat datang ketempat tidak ada ibunya dan harus datang

berulang-ulang bahkan sampai malam hari.

Вам также может понравиться