Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah adanya tanda- tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Rehabilitasi adalah semua upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari
semua keadaan yang menimbulkan disabilitas dan atau handicap serta memungkinkan
penyandang disabiliti dan atau handicap untuk berpartisipasi secara aktif dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat.
14
Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter
rehabilitasi medis, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rahabilitasi, pekerja sosial
medis, terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-lain. Tim rehabilitasi akan
menjadi sangat efektif apabila upaya-upaya tersebut di koordinasikan dan diadakan
pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai kemajuan dan kendala tiap
pasien serta ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara penderita dan
keluarganya dengan personil medik.
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Stroke
3.1.1. Definisi
Stroke secara klinis (menurut kriteria WHO) didefinisikan sebagai
adanya gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinis, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.1
3.1.2. Klasifikasi
Secara umum, stroke diklasifikasikan berdasarkan sebagai berikut:2,3
1. Letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical
Classification)
a. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)
b. Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)
c. Posterior Circulation Syndrome (POCS)
d. Lacunar Syndrome (LACS)
2. Sifat gangguan aliran darah
a. Non Haemorrhagik (trombosis, emboli)2,4
Trombosis merupakan jenis terbanyak yang paling
dijumpai. Penyebabnya adalah aterosklerosis yang
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah karena
pertumbuhan plak pada dinding pembuluh darah.
Emboli disebabkan oleh terlepasnya embolus dari
sumber asal jantung atau dari pembuluh darah arteri besar
dan masuk ke arteri otak.
b. Haemorrhagik (intraserebral, subaraknoid)2,4,5
Stroke perdarahan (stroke hemoragik) yang terdiri
16
dari perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.
Penyebab tersering dari stroke hemoragik adalah
hipertensi.
3. Waktu terjadinya4
a. Stroke in evolution adalah stroke yang terjadi masih terus
berkembang di mana gangguan yang muncul semakin berat
dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam
beberapa jam atau beberapa hari.
b. Stroke komplit adalah stroke di mana gangguan neurologi
yang timbul bersifat menetap atau permanen.
17
mortalitas dan kecacatan akibat stroke, perlu dilakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko.7
(Dikutip dari: Runtuwene TW. Faktor Risiko dan Pencegahan Stroke. Simposium Stroke Up Date 2001.
Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Manado. 2001: 25)
3.1.4. Patogenesis
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun
stroke hemorragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti
karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke
otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke
jenis ini.5
Dengan bertambahnya usia dan adanya faktor risiko berupa DM,
hipertensi, dan merokok, aterosklerosis akan terbentuk. Aterosklerosis
merupakan kombinasi dari perubahan tunika intima dengan penumpukan
lemak, komposisi darah maupun deposit kalsium dan disertai perubahan
pada tunika media di pembuluh darah besar dan permukaan lumen
menjadi tidak rata. Pada saat aliran darah lambat, dapat terjadi
18
penyumbatan (trombosis).1
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh
dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.5
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh
darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.
Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis
dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di
dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.5
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang
berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke
semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral =
pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru
menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Bila bekuan darah
yang terlepas dapat mengikuti aliran darah dan menimbulkan emboli
arteri intrakranial sehingga menimbulkan iskemia otak.1,5
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak
terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.5
Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke
hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.5 Hipertensi kronis
menyebabkan perubahan degenerasi pada arteri perporata dan arteriol
yang kemudian membentuk mikroaneurisma. Tekanan darah yang secara
tiba-tiba meninggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
19
tersebut. Perdarahan tesebut dapat terletak di putamen, thalamus,
subkortikal, pons, dan serebellum.1,5
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi
menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-
obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.5 Apabila terjadi
stenosis atau oklusi pada arteri proksimal yang menuju ke otak tanpa
mendapatkan aliran kolateral sehingga mengakibatkan penurunan perfusi
serebral secara fokal.1
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami
kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan
jantung atau irama jantung yang abnormal.5
20
3.1.6. Diagnosis
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke,
dilakukan pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan radiologis.1,4
1. Penemuan klinis
a. Anamnesis berupa terjadi keluhan/gejala defisit neurologik
yang mendadak tanpa trauma kepala dan biasanya disertai
adanya faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik berupa adanya defisit neurologis fokal dan
ditemukan adanya faktor risiko, seperti hipertensi, diabetes
mellitus, kelainan jantung, dan lain-lain atau adanya bising
pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan/laboratorium
Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan likuor
serebrospinalis dan pemeriksaan neuroradiologik berupa
Computerized Tomography-scan (CT-Scan), Magnetic Radiation
Imaging (MRI), dan angiografi serebral. Pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan untuk menemukan faktor risiko, seperti Hb,
hematokrit, leukosit, eritrosit, laju endap darah, komponen kimia
dan gas darah, serta elektrolit, Dopler, EKG, Ekokardiografi, dan
lain-lain.
3. Pemeriksaan berdasarkan skoring dengan Djoenaedi Stroke Score
(1988), Chandra Stroke Score (1989), The Canadian Neurological
Scale (1989) atau Sirijaj Stroke Score (1991).
3.1.7. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan stroke bertujuan untuk
memperbaiki keadaan umum mencegah kematian dan komplikasi.
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia,
penatalaksanaan awal stroke adalah sebagai berikut.1,8
21
• Bebaskan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat
• Kandung kemih yang penuh dikosongkan
• Penanganan tekanan darah secara khusus
• Koreksi hipoglikemi atau hiperglikemi
• Suhu tubuh dipertahankan normal
• Nutrisi per oral/pipa nasogastrik
• Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pengobatan secara khusus disesuaikan dengan jenis stroke yang
dialami, yaitu sebagai berikut.1,8
1. Stroke Iskemik / non hemoragik
a. Pengobatan pada penyebabnya
Strategi pengobatan disini dapat difokuskan pada :
- Prevalensi terjadinya trombosis (antikoagulasi,
antitrombotik, antiagregasi platelet)
- Memperbaiki aliran darah ke otak atau perfusi
(pentoxifilin)
- Proteksi neuronal/sitoproteksi (Ca-Channel Blocker,
metabolik aktivator)
b. Pengobatan pada faktor risiko
- Anti hipertensi ( klonodin, captopril dan lain-lain )
- Anti diabetik ( insulin )
- Terapi untuk kelainan jantung ( aspirin, warparin dan
lain-lain )
- Terapi untuk tekanan intrakranial yang meningkat (
manitol )
2. Stroke Hemoragik
a. Pengobatan Konservatif
- Menjamin jalan nafas bebas hambatan
- Pemberian oksigen
22
- Pemberian cairan, elektrolit dan nutrien
- Pasang kateter untuk monitoring produksi urin
- Pemberian pelunak feses
- Pemberian antiperdarahan (asam traneksamat)
- Bila terjadi edema cerebri diberikan monitol
b. Pengobatan bedah saraf (operatif)
Tujuan operasi
- Pengeluaran bekuan darah
- Penyaluran cairan serebro spinal
- Pembedahan mikro pada pembuluh darah
23
g. Penanganan
h. Motivasi penderita
i. Dukungan keluarga
j. Sarana dan tenaga profesional yang tersedia
Komplikasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut.1
1. Dapat dicegah, seperti subluksasi sendi bahu, kontraktur, kerusakan
saraf perifer, fraktur, osifikasi heterotopik, aspirasi dan pneumonia,
trombosis vena dalam dan emboli pulmonal, ulkus dekubitus dan
gangguan psikososial.
2. Tak dapat dicegah berupa spastisitas, gangguan kandung kemih,
gangguan bowel, sindrom otak organik, kejang, dehidrasi dan
malnutrisi serta problem baru yang berhubungan dengan umur.
24
sampai yang paling buruk adalah sebagai berikut.1
1. Dapat berdikari dalam merawat dirinya sendiri
2. Mampu mencari nafkah serta dapat berekreasi, seperti sebelum sakit
tanpa memerlukan alat bantu.
3. Seperti nomor 2, tetapi memerlukan alat bantu
4. Dapat ambulasi dan merawat dirinya dengan atau tanpa alat bantu
5. Untuk ambulasi memerlukan kursi roda dan bantuan untuk merawat
dirinya
6. Hanya bergantung di tempat tidur
25
Syarat rehabilitasi secara khusus adalah sebagai berikut.1
1. Mempunyai derajat kesadaran yang baik
2. Mengerti perintah-perintah/petunjuk yang sederhana
3. Dapat mengingat dan menerangkan kembali apa yang
dipelajari kemarin
Lama program yang direncanakan tergantung dari faktor-faktor
yang mempengaruhi. Pada fase awal pengobatan dan perawatan
ditujukan untuk meenyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi, segera
setelah keadaan umum memungkinkan, rehabilitasi dimulai biasanya
pada hari 2-3. Untuk stroke akibat perdarahaan biasanya setelah hari ke-
14, sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk untuk mencapai
kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas sehari-hari
(Activity of Daily Living-ADL).7
Karakteristik program rehabilitasi penderita stroke menurut
Golberg adalah sebagai berikut.1
1. Mencegah komplikasi
2. Mencegah kekambuhan stroke (progresivitas)
3. Mengidentifikasi defisit fungsional dan kemampuan
4. Memperbaiki fungsional fisik melalui conditioning exercise
5. Meningkatan kemajuan fungsional melalui training yang
ditujukan pada AKS (mobilisasi, perawatan diri, kognisi dan
komunikasi)
6. Menilai kebutuhan yang diperlukan untuk mobilitas dan
AKS serta memberikan persiapan ortosis dan alat bantu
yang spesifik
7. Menilai dan memberikan dukungan terhadap penderita dan
keluarga dalam proses sosialisasi
8. Mengidentifikasi dan menangani gangguan afektif dan
memberikan konseling dan dukungan kepada penderita
26
9. Mencegah komplikasi melaui evaluasi dan penanganan
terhadap seluruh kondisi medik yang berkaitan
10. Mengidentifikasi dan memberikan kemudahan dalam hal
aktivitas rekreasional mencakup : aktivitas waktu luang dan
hobi
11. Mengembalikan penderita ke keadaan mandiri termasuk ke
pekerjaan yang menguntungkan
27
hidup sehari-hari (ADL): makan, mencuci, berpakaian, kebersihan
diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut,
ditentukan derajat kemandirian atas ketergantungan penderita, juga
kebutuhan alat bantu.
Derajat kemandirian tersebut adalah sebagai berikut.6
a. Mandiri (independent)
Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa bantuan, baik berupa
instruksi (lisan) maupun bantuan fisik.
b. Perlu supervisi
Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi lisan atau
bantuan seorang pendamping untuk mewujudkan aktivitas
fungsional.
c. Perlu bantuan
Penderita memerlukan bantuan untuk mewujudkan aktivitas
fungsional tertentu, yang bisa berderajat minimal (ringan), sedang
atau maksimal.
d. Tergantung (dependent)
Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun dengan
bantuan alat dan semua aktivitas harus dilakukan dengan bantuan
orang lain.
4. Evaluasi psikososial dan vokasional
Evaluasi psikososial dan vokasional adalah perlu oleh karena
rehabilitasi medik tergantung tidak hanya pada fungsi cerebral
intrinsik, tetapi juga tergantung faktor psikologik, misal motivasi
penderita. Vokasional dan aktivitas rekreasi, hubungan dengan
keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan juga
harus dievaluasi. Evaluasi psikososial dapat dilakukan dengan
menyuruh penderita mengerjakan suatu hal yang sederhana yg dapat
dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan
pendapat, kemampuan daya ingat, daya pikir dan orientasi
28
3.3.3. Program Rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke
Program rehabilitasi medik dapat dimulai sedini mungkin. Pada
progressing stroke, lebih aman menunggu sampai mencapai completed stroke
baru dimulai program latihan, meskipun pasif. Jika Gangguan Pembuluh Darah
Otak (GPDO) berasal dari aliran sistem karotis, tunggu sampai 18-24 jam. Jika
tidak ada gejala neurologik berarti telah komplit, sedangkan GPDO dari sistem
vertebrobasiler diperlukan observasi selama 72 jam. GPDO karena trombosis
dan emboli tanpa komplikasi, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah onset.
GPDO karena trombosis/emboli pada penderita infark miokardial tanpa
komplikasi dimulai setelah 3 minggu. Jika stabil, tidak ada aritmia, mobilisasi
hati-hati dimulai pada hari ke 10.6
Swenson menyebutkan lama program rehabilitasi medik direncanakan 6-12
minggu (rata-rata 8 minggu) sebagai waktu yang diperlukan penderita rawat
tinggal sebelum diperbolehkan pulang. Pada kasus ringan, program rehabilitasi
medik dilakukan selama 1-2 minggu. Lama waktu keseluruhan program
rehabilitasi pada umumnya 6-12 bulan.6,9
29
untuk melawan dominasi synergictic pattern dan memudahkan nursing care.
Posisi ini terdiri dari :6,9
a. Posisi baring terlentang
Ekstremitas atas diletakkan di atas bantal sehingga bahu sedikit abduksi
dan ke depan, siku dalam ekstensi lengan dalam rotasi keluar,
pergelangan tangan dan tangan dalam ekstensi. Ekstremitas bawah,
sendi paha agak ekstensi dengan meletakkan bantal di bawah paha dan
sendi paha, lutut dalam fleksi, tungkai atas dalam internal rotasi
ringan.6,9
30
Perhatikan posisi ekstremitas atas. Bahu yang sakit jangan sampai
tertindih ke belakang, tetapi dalam posisi ke depan.6,9
d. Posisi bridging
Penderita diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah terjadinya
ulkus dekubitus, kemudian diberikan latihan luas gerak sendi (ROM).6,9
31
3.3.2. Fase Lanjutan
Penekanan fase lanjutan adalah untuk mencapai kemandirian
fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas hidup sehari-hari (ADL). Fase ini
dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil. Aktivitas
mobilisasi mulai dengan aktivitas di tempat tidur, berlanjut ke duduk,
berdiri dan ambulasi. Perhatian selama fase ini ditujukan untuk memelihara
ROM dan meningkat dari latihan ROM secara pasif ke aktif.6,9
Latihan penguatan otot dilakukan pada sisi yang sehat maupun yang
sakit, terutama untuk otot-otot yang dipakai untuk transfer dan ambulasi.
Latihan penguatan otot ini dimulai dari latihan secara aktif-assistif sampai
kemudian progresif-resistif, bila kekuatan telah pulih kembali. Latihan
koordinasi dan keseimbangan juga diperlukan.9
32
Posisi duduk dipinggir tempat tidur ditingkatkan keduduk di
kursiroda. Bila toleransi terhadap posisi duduk telah tercapai, suatu
program latihan transfer pada posisi berdiri dan latihan toleransi pada
posisi berdiri dimulai. Penderita dengan hemiparese biasanya dilatih
transfer pada posisi berdiri dengan mempergunakan tungkai yang sehat
untuk menahan berat badan serta mempergunakan lengan yang sehat untuk
mendorong badan ke atas sampai dapat berdiri tegak. Untuk menyelesaikan
transfer ini, penderita bertumpu pada kaki yang sehat, lalu memindahkan
lengan yang sehat ke sandaran tangan kursi roda dan kemudian
merendahkan tubuh sampai duduk di kursi roda. Transfer harus selalu
dilakukan dengan meletakkan kursi roda pada sisi yang sehat dari tubuh
(lihat gambar).6,9
33
34
Bersamaan dengan prosedur transfer dimulai, program latihan
berdiri dan ambulasi juga dimulai. Awalnya bantuan dari terapis diperlukan
untuk membantu penderita berdiri di antara paralel bar, kemudian dimulai
latihan keseimbangan dan toleransi berdiri. Jika dianggap perlu dapat
memakai knee back slab, yaitu semacam posterior splint untuk
menstabilkan lutut yang sakit dalam posisi ekstensi.6,9
Latihan ini termasuk stand-up exercise berguna untuk penguatan
tungkai yang sehat sehingga kuat mengangkat tubuh juga merangsang
kembalinya refleks serta fungsi motorik tungkai yang sakit dan juga
menguatkan tungkai yang sehat. Mulai dengan kursi tinggi, tiap kali latihan
10 kali stand-up, kemudian kursi direndahkan 1 atau 2 inci sampai setinggi
kursi umum.6,9
Seterusnya penderita dilatih berjalan diantara paralel bar, pertama
dengan bantuan selanjutnya tanpa bantuan. Tahap berikutnya penderita
dilatih jalan di luar paralel bar, bila perlu dengan bantuan tongkat yang
bisa berupa tongkat kaki 4, kaki 3, atau kaki tunggal, untuk diteruskan
dengan jalan tanpa alat bantu bila telah ada kemajuan. Penderita juga
dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama kali penderita menaiki tangga
rumah setapak demi setapak untuk tiap tingkat Pada waktu naik tungkai
sehat melangkah lebih dulu, sewaktu turun tungkai sakit terlebih dulu.9
Untuk membantu program ambulasi, diperlukan alat bantu sebagai
berikut.9
a. Brace
Untuk kasus foot drop, dapat digunakan short leg brace dengan
90 post, sedangkan long leg brace dilakukan untuk
menghentikan recurvatum genue.
b. Sepatu untuk menambah stabilitasi pergelangan kaki
Pada sepatu pasien, dilakukan pemberian tumit lebar atau
penambahan pada sole sebelah samping.
35
c. Sling
Sling dipasangkan pada ekstremitas atas yang mengalami
paralisis berat untuk mengurangi tarikan pada bahu dan
mencegah terjadinya sindroma nyeri bahu. Sling juga akan
mencegah efek ekstremitas atas yang nonfungsional terhadap
keseimbangan penderita waktu jalan.
d. Kursi roda
Jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan
berjalannya memang sudah tidak dapat mencapai tingkat yang
fungsional, pilihan terakhir adalah kursi roda.
36
3.4.4. Gangguan Bicara Atau Komunikasi
Pelaksanaan terapi dilakukan oleh tim medik dan keluarga dan
umumnya memerlukan waktu 3 bulan. Gangguan bicara atau komunikasi
ditangani oleh speech therapist dengan cara sebagai berikut.6,9
1. Latihan pernafasan (pre-speech training) berupa latihan nafas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata. Untuk afasia motorik, contoh gerakan
dan instruksi secara tertulis, sedangkan untuk afasia sensorik,
rangsangan suara lebih ditekankan, bicara perlahan-lahan serta
jelas.
3. Latihan bagi penderita disartri lebih ditekankan ke artikulasi dan
pengucapan kata-kata.
Sekitar 40% penderita stroke dengan kelumpuhan sebelah kanan akan
terdapat gangguan bahasa. Kelainan ini bersifat sementara dan menetap.
Bila fungsi gerak mengalami peningkatan biasanya fungsi bahasa juga,
walaupun tidak pasti sejalan. 6,9
37
• Waktu : fase akut
• Gejala : agak panik
• Program : dorongan semangat bagi penderita untuk
melakukan aktivitas yang dapat dikerjakan, pemberian
“hadiah” atas usaha yang dapat dikerjakan
3. Fase penyesuaian
• Waktu : fase pemulihan awal
• Gejala : cemas, rasa kepahitan hidup, depresi
• Program : secara bertahap memberikan aktivitas baru
yang bersifat tantangan
4. Fase penerimaan
• Waktu : fase pemulihan lanjut
• Gejala : kenaikkan terhadap gairah hidup
• Program : “paksa” penderita untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan
Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedang
sebagian lagi mengalaminya secara lambat, berhenti pada salah satu fase
atau bahkan kembali ke fase yang sudah lewat. Rehabilitasi memerlukan
pendidikan dan motivasi. Penderita harus berada pada fase psikologi yang
sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.6
38
1. Pemulihan Neurologis
Pemulihan neurologis tergantung mekanisme stroke dan lokasi
lesi. Pemulihan neurologis secara spontan umumnya terjadi pada bulan
ke 3- 6 setelah serangan stroke. Pada pemulihan neurologis akan
terjadi proses sebagi berikut:resolusi terhadap udema lokal, rosorpsi
toksin secara lokal, perbaikan sirkulasi lokal dan perbaikan secara
parsial neuron yang rusak.
2. Pemulihan Fungsional
Perbaikan fungsi motorik biasanya terjadi setelah stroke. Dan
akan menjadi komplit setelah 3-6 bulan setelah serangan stroke.
Pemulihan ini akan terjadi secara kontinue setiap bulan dan setiap
tahun, tergantung dimana penderita ditempatkan dan berapa banyak
latihan serta motivasi yang didapatkan dari lingkungan. Pada suatu
studi pernah dilaporkan bahwa pemulihan extremitas bawah lebih dini
dibandingkan extremitas atas. Kebanyakan program rehabilitasi stroke
dapat diselesaikan oleh penderita sebelum akhir hari ke-40 setalah
serangan stroke. Untuk menilai untung ruginya rehabilitasi stroke juga
perlu dipikirkan bukan hanya keuntungan secara finansial tetapi semua
keuntungan termasuk dalam memperbaiki kualitas hidup.
Beberapa instrumen yang sering dipaki untuk menilai kemampuan
fungsional pada penderita stroke adalah sebagai berikut. 1,6,9
1. Secara Umum
a. Indeks Barthel
Indeks Barthel merupakan indeks kemandirian yang
sederhana untuk menilai kemampuan fungsional penderita dengan
gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal dan merupakan
instrumen yang paling populer dan paling banyak digunakan untuk
mengukur kemampuan fungsional penderita stroke dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Untuk penampilan
berjalan telah dipakai sub skor indeks barthel denganskla 3 poin,
39
yaitu tidak dapat berjalan, berjalan dengan bantuan dan berjalan
secara independen.1,6
Indeks Barthel terdiri dari 10 item meliputi sebagai
berikut.1
40
3 : bantuan sedang (subyek 25-75 %)
3. Complited dependence
2 : bantuan maksimal (subyek: 25-50%)
1 : bantuan toatal (subyek 0-25 %)
Keenam kategori fungsi terdiri dari poin-poin sebagai berikut.9
1. Perawatan diri:
- Nilai maksimal 42 poin (6 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi,
memakai baju bagian atas ,memakai baju bagian bawah dan
pergi ke toilet
2. Kontrol sfingter
- Nilai maksimal 14 point (2 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah manajment kandung kencing dan
usus
3. Mobilitas
- Nilai maksimal 21 point ( 3 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah kemampuan transfer untuk BAB
dan BAK, transfer untuk mandi dan transfer ke tempat tidur,
kursi dan kursi roda.
4. Lokomotorik
- Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah berjalan/kursi roda, naik/turun
tangga
5. Komunikasi
- Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)
- Aktivitas yang dinilai adalah komprehensi/ dapat memahami
ekspresi
6. Social cognition
- Nilai maksimal 21 point (3 aktivitas)
41
- Aktivitas yang dinilai adalah pemecahan masalah, intereaksi
sosial dan memori.
c. PULSES Profile
PULSES profile dirancang untuk mengevaluasi fungsional pada
penderita penyakit kronis dan orang tua termasuk stroke. Profile ini
umumnya digunakan untuk memprediksi rehabilitasi yang potensial,
untuk mengevaluasi perkembangan penderita dan untuk membantu
dalam perencanaan program.6,9
PULSES merupakan akronim yang dibentuk dari huruf-huruf
awal subseksi instrumen. Subseksi-subseksi ini didesain untuk
mengukur :1
1. Physical condition (kondisi fisik)
2. Upper Extremity (kemampuan untuk menggunakan
ekstremitas atas)
3. Lower Extremity (kemampuan untuk menggunakan
ekstremitas bawah)
4. Sensory Performance (komponen sensorik yang
berhubungan dengan komunikasi, yaitu bicara,
pendengaran dan penglihatan)
5. Excretory performance (kemampuan untuk mengontrol
BAB dan BAK)
6. Social and mental status (status sosial dan status mental)
Dalam setiap subseksi, nilainya antara 1 s/d 4 (dari normal
sampai abnormal berat yang mengakibatkan ketergantungan),
PULSES profile merupakan instrumen untuk mengukur kemampuan
fungsional dan telah banyak digunakan secara luas di pusat-pusat
rehabilitasi di Amerika.1
PULSES profile lebih berguna untuk mendeteksi perubahan-
perubahan sebelum meninggalkan rumah sakit (KRS) dan sangat
efektif pada perubahan substansial pada status fungsional pada
42
penderita stroke atau cedera medula spinalis.1
2. Secara Khusus
Fungsional Ambulation Category (FAC) adalah alat ukur yang
dapat digunakan untuk menilai kemampuan gait penderita seperti
penderita pasca stroke, palsi serebralis dan pasca trauma medula
spinalis. Tes tersebut meliputi 6 level terhadap dukungan personel
yang diperlukan untuk gait tetapi tidak mencatat apakah alat bantu
digunakan atau tidak.1,9
Level 0 menggambarkan seorang penderita tidak mampu
berjalan atau memerlukan bantuan dua orang atau lebih.
Level 1 menggambarkan seorang penderita memerlukan
sokongan yang kontinyu dari satu orang untuk membantu
mengangkat berat dan keseimbangannya.
Level 2 menggambarkan seorang penderita tergantung pada
sokongan yang kontinyu atau intermiten terhadap satu
orang untuk membantu keseimbangan atau koordinasi.
Level 3 menggambarkan penderita hanya memerlukan
supervisi verbal.
Level 4 menggambarkan bantuan diperlukan pada tangga
dan permukaan yang tidak rata
Level 5 menggambarkan seorang penderita yang dapat
berjalan secara independen di mana saja
43