Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Pupuk
menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian, khususnya
beras antara tahun 1965-1980 dan keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras di
tahun 1984. Pupuk pun berkontribusi 15-30 persen untuk biaya usaha tani padi. Dengan
demikian sangat penting untuk menjamin kestabilan harga dan kelancaran distribusi pupuk.
Tidak semua jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Sesuai Kepmen
tersebut, jenis-jenis pupuk yang disubsidi adalah pupuk Urea, SP-36, ZA dan NPK
dengan komposisi 15:15:15 dan diberi label “Pupuk Bersubsidi Pemerintah”. Semua
pupuk bersubsidi ini disediakan untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan
(usaha milik sendiri atau bukan, dengan luas lahan hingga 25 ha, dan tidak
membutuhkan izin usaha perkebunan), dan makanan ternak.
BAB II
PEMBAHASAN
PRIORITAS
1. Sistem Penetapan Alokasi Pupuk dan Keakuratan Data Petani
Peraturan sistem distribusi pupuk yang berlaku saat ini mengikuti ketentuan
Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008. Peraturan ini hanya memuat proses
perencanaan alokasi pupuk yang didasarkan atas Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK). Hal ini membuka peluang penyimpangan, khususnya terhadap
besarnya penyaluran pupuk. Selain itu Pemda belum memiliki basis data petani yang
akurat terutama soal luas lahan, akibatnya fungsi pengawasan dan pengendalian
kurang berfungsi (Benny Raachman , 2009).
Mengenai masalah distribusi hulu ke hilir ini tidak ada yang mengontrol.
Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Pertanian harus memberi tanggung jawab
pupuk ini melalui jalur birokrasi yaitu kepala daerah. Supaya kepala daerah dapat
mendistribusikan pupuk kepada aparatnya mulai dari kecamatan, lurah dan kepala
desa. Bukan hanya mendistribusikan, tapi juga harus ikut menginventarisasi
berdasarkan luas lahan pertaniannya. Dengan demikian ini akan menjadi basis pangan
daerah. Karena tidak mungkin dalam pola sekarang penyaluran pupuk harus dikontrol
dari pusat.
ALTERNATIF KEBIJAKAN
Aspek Teknis
1. Meningkatkan Ketepatan Penggunaan Pupuk
Tingkat pemupukan bervariasi, sebagian lokasi terdapat kebiasan
melakukan pemupukan melebihi rekomendasi, sebaliknya dilokasi lain petani
cenderung menggunakan pupuk lebih rendah dari rekomendasi. Penggunaan
pupuk yang berlebih atau kurang akan menurunkan efisiensi dan efektifitas
penggunaan pupuk. Empat hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pupuk menurut Benny Rachman :
Tepat jenis, yaitu memilih kombinasi jenis pupuk berdasarkan
komposisi unsure hara utama dan tamabahan berdasarkan sifat
kelarutan, sifat sinergis, dan antagonis antat unsur hara dan sifat
tanahnya.
Tepat waktu dan frekuensi yang ditentukan oleh iklim, sifat fisik tanah,
dan logistic pupuk.
Tepat cara, yaitu cara pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis
pupuk , umur tanaman, dan jenis tanah.
Tepat dosis, yaitu dosis yang diperlukan berdasarkan analisa status
haratanah dan kebutuhan tanaman.
2. Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk Anorganik melalui Penggunaan Pupuk
Organik.
Aspek Manajemen
1. Peningkatan Ketepatan dalam Penetapan Alokasi Kebutuhan Pupuk
Bersubsidi.
2. Peningkatan Pemantauan dan Pengawasan Pelaksanaan
Pembentukan perangkat pengawasan serta mekanisme pemantauan dalam
pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi adalah mengacu pada
Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008 dan Permentan No.42/Permentan
/OT.140/09/2008. Berdasarkan peraturan tersebut telah dibentuk badan-badan
pengawasan pupuk bersubsidi. Meskipun telah dibentuk badan –badan pengawas
pupuk bersubsidi, penyimpangan masih terjadi (Deptan, 2008).
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
1. Pupuk memiliki peran yang penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas
petani. Oleh karena itu pemerintah terus mendorong penggunaan pupuk yang efisien
melalui kebijakan melalui aspek teknis, penyediaan dan distribusi maupun harga
melalui subsidi.
2. Pada pendistribusian pupuk bersubsidi yang dilaksanakan oleh pemerintah masih
banyak ditemukan masalah-masalah. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain
:
- Sistem penetapan alokasi pupuk dan keakuratan data petani
- Implementasi tidak sesuai dengan ketentuan
- Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan dosis anjuran
- HET yang berlaku kurang realistis
- Keterbatasan anggaran belanja pemerintah
- Masih lemahnya pengawasan dilapangan
3. Mengenai masalah distribusi hulu ke hilir ini tidak ada yang mengontrol. Pemerintah
Pusat dalam hal ini Menteri Pertanian harus memberi tanggung jawab pupuk ini
melalui jalur birokrasi yaitu kepala daerah. Supaya kepala daerah dapat
mendistribusikan pupuk kepada aparatnya mulai dari kecamatan, lurah dan kepala
desa. Bukan hanya mendistribusikan, tapi juga harus ikut menginventarisasi
berdasarkan luas lahan pertaniannya. Dengan demikian ini akan menjadi basis pangan
daerah. Karena tidak mungkin dalam pola sekarang penyaluran pupuk harus dikontrol
dari pusat.
SARAN