Вы находитесь на странице: 1из 6

PENDAHULUAN

Pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Pupuk
menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian, khususnya
beras antara tahun 1965-1980 dan keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras di
tahun 1984. Pupuk pun berkontribusi 15-30 persen untuk biaya usaha tani padi. Dengan
demikian sangat penting untuk menjamin kestabilan harga dan kelancaran distribusi pupuk.

Ketersediaan pupuk non-organik (umum disebut pupuk pabrik) setiap saat


dengan harga yang memadai merupakan salah satu penentu kelangsungan produksi
padi dan komoditas pangan lainnya di dalam negeri, yang selanjutnya berarti
terjaminnya ketahanan pangan. Karena pentingnya pupuk bagi pertumbuhan
pertanian, khususnya pangan seperti padi, sejak era Orde Baru hingga saat ini,
pemerintah memberikan subsidi pupuk. Cara yang baru ini merupakan upaya
pemerintah untuk menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dengan harga yang telah
ditetapkan pemerintah yaitu harga eceran tertinggi (HET). Sesuai Keputusan Menteri
(Kepmen) Pertanian No. 106/Kpts/SR.130/2/2004 tentang kebutuhan pupuk bersubsidi
No.64/Kpts/SR.130/2005 dan HET pupuk bersubsidi, pupuk bersubsidi adalah pupuk
yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan HET di tingkat pengecer
resmi.

Tidak semua jenis pupuk yang disubsidi oleh pemerintah. Sesuai Kepmen
tersebut, jenis-jenis pupuk yang disubsidi adalah pupuk Urea, SP-36, ZA dan NPK
dengan komposisi 15:15:15 dan diberi label “Pupuk Bersubsidi Pemerintah”. Semua
pupuk bersubsidi ini disediakan untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan
(usaha milik sendiri atau bukan, dengan luas lahan hingga 25 ha, dan tidak
membutuhkan izin usaha perkebunan), dan makanan ternak.

Pupuk memiliki peran yang penting dalam peningkatan produksi dan


produktivitas petani. Oleh karena itu pemerintah terus mendorong penggunaan pupuk
yang efisien melalui kebijakan melalui aspek teknis, penyediaan dan distribusi maupun
harga melalui subsidi. Kebijakan subsidi dan distribusi pupuk yang telah diterapkan
mulai dari tahap perencanaan kebutuhan, penetapat Harga Eceran Tertinggi (HET),
besaran subsidi hingga sistem distribusi ke pengguna pupuk sudah cukup
komprehensif. Namun demikian, berbagai kebijakan tersebut belum mampu menjamin
ketersediaan pupuk yang memadai dengan HET yang di tetapkan.
Secara lebih spesifik, masih sering terjadi kasus antara lain : kelangkaan
pasokan pupuk yang menyebabkan harga melebihi HET, marjin pemasaran lebih
tinggi dari yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, perencanaan alokasi kebutuhan
pupuk yang belum sepenuhnya tepat, pengawasan yang belum maksimal, yang
menyebabkan penyaluran pupuk bersubsidi belum tepat pada sasaran. Kebocoran
penyaluran pupuk bersubsidi keluar petani masih sering ditemukan, sehingga
menimbulkan kelangkaan dan harga pupuk yang melebihi HET.

Kebijakan penyediaan pupuk dengan harga murah melalui pemberian subsidi


yang terus meningkat setiap tahun menyebabkan semakin tidak efisiensinya
penggunaan pupuk oleh petani dan meningkatkan ketidaktepatan sasaran subsidi
pupuk yang seharusnya dinikmati oleh petani kecil tetapi dinikmati oleh petani lain.
Langkanya pasokan dan lonjakan harga serta penyaluran pupuk brsubsidi yang
kurang tepat sasaran akan terus terjadi dan berulang setiap tahun erat kaitannya
dengan aspek teknis dan aspek manajemen.

Pada pendistribusian pupuk bersubsidi yang dilaksanakan oleh pemerintah


masih banyak ditemukan masalah-masalah. Permasalahan-permasalahan tersebut
antara lain :

 Sistem penetapan alokasi pupuk dan keakuratan data petani


 Implementasi tidak sesuai dengan ketentuan
 Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan dosis anjuran
 HET yang berlaku kurang realistis
 Keterbatasan anggaran belanja pemerintah
 Masih lemahnya pengawasan dilapangan

BAB II

PEMBAHASAN

PRIORITAS
1. Sistem Penetapan Alokasi Pupuk dan Keakuratan Data Petani
Peraturan sistem distribusi pupuk yang berlaku saat ini mengikuti ketentuan
Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008. Peraturan ini hanya memuat proses
perencanaan alokasi pupuk yang didasarkan atas Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK). Hal ini membuka peluang penyimpangan, khususnya terhadap
besarnya penyaluran pupuk. Selain itu Pemda belum memiliki basis data petani yang
akurat terutama soal luas lahan, akibatnya fungsi pengawasan dan pengendalian
kurang berfungsi (Benny Raachman , 2009).

2. Implementasi Tidak Sesuai dengan Ketentuan


Berdasarkan peraturan yang berlaku, produsen bertanggung jawab terhadap
penyaluran pupuk sampai ke pengecer resmi dengan HET yang berlaku. Namun
kenyataannya, produsen pupuk kurang peduli terhadap penyaluran pupuk dan
penunjukkan distributor yang tidak memenuhi persyaratan (Benny Rachman, 2009).

3. Penggunaan Pupuk yang Tidak Sesuai dengan Dosis yang Dianjurkan


Penggunaan pupuk (khusus nya Urea) saat ini oleh petani sudah banyak yang
melewati dosis yang di anjurkan, yaitu berkisar 300-500 kg/ha. Sedangkan dosis yang
dianjurkan hanya 200-300 kg/ha (Rachman et al , 2005 dan Syafaat et al, 2006). Selain
itu kebutuhan pupuk meningkat tajam pada saat musim tanam sedangakan persediaan
pupuk hampir merata di sepanjang tahun. Penggunaan pupuk yang berlebih menjadi
pemicu utama melonjaknya permintaan pupuk diawal musim tanam yang berdampak
pada kelangkaan pupuk.

4. HET yang Berlaku Kurang Realistis


Komponen HET yang dianggap kurang realistis adalah marjin pemasaran yang
terdiri dari fee pelaku distribusi dan biaya pemasaran. Dengan HET yang kurang
realistis, maka pelaku distribusi menaikkan fee diatas ketentuan dan melakukan
penyesuaian biaya pemasaran secara tidak resmi. Tindakan pelaku distribusi ini
mennyebabkan meningkatnya marjin pemasaran diatas ketentuan (Kariyasa et al,
2004; PESKP, 2006 dan Rachman et al, 2008).

5. Keterbatasa Anggran Belanja Pemerintah


Ketrbatasan anggran belanja pemerintah akan menyebabkan kondisi :
pmberian subsidi pupuk dipriortaskan untuk usahatani tanaman pangan usaha kecil
dan perhitungan total volume pupuk bersubsidi untuk usahatani tanaman pangan
didasarkan atas luas tanam yang kadang kala kurang akurat jika dikalikan dengan
dosis pupuk yang dianjurkan.
6. Masih Lemahnya Pengawasan di Lapangan
Konsep pengawasan pupuk bersubsidi masih bersifat parsial dimana
pengawasan pada tahap perencanaan, pengadaan, dan pendistribusian masih berjalan
sendiri-sendiri. Dalam aspek pengawasan tersebut, Pemda cenderung bersifat pasif
karena menganggap bahwa kebijakan tersebut merupakan tanggung jawab
Pemerintah Pusat.

PROGRAM YANG DILAKUKAN


Berbagai macam alternatif telah dilakukan, baik oleh Pemerintah maupun
produsen pupuk untuk mengatasi masalah kelangkaan pupuk tersebut. Pemerintah
telah meminta kepada produsen pupuk lainnya untuk memasok pupuk di daerah yang
membutuhkan. Langkah ini diharapkan dapat mengatasi kelangkaan serta meredam
gejolak kenaikan harga pupuk di pasar.
Dengan ini, subsidi memang betul-betul mencerminkan biaya yang dikeluarkan
untuk men-deliver pupuk sampai ke petani. Namun sebelumnya, audit atas struktur
biaya produksi dan operasional produsen pupuk harus dilakukan. Ini mengingat,
dalam beberapa kasus dapat dijumpai adanya biaya-biaya yang tidak relevan dengan
operasional produsen pupuk dan jumlahnya cukup besar, tetapi dimasukkan dalam
biaya operasional perusahaan.

Mengenai masalah distribusi hulu ke hilir ini tidak ada yang mengontrol.
Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Pertanian harus memberi tanggung jawab
pupuk ini melalui jalur birokrasi yaitu kepala daerah. Supaya kepala daerah dapat
mendistribusikan pupuk kepada aparatnya mulai dari kecamatan, lurah dan kepala
desa. Bukan hanya mendistribusikan, tapi juga harus ikut menginventarisasi
berdasarkan luas lahan pertaniannya. Dengan demikian ini akan menjadi basis pangan
daerah. Karena tidak mungkin dalam pola sekarang penyaluran pupuk harus dikontrol
dari pusat.

ALTERNATIF KEBIJAKAN

Aspek Teknis
1. Meningkatkan Ketepatan Penggunaan Pupuk
Tingkat pemupukan bervariasi, sebagian lokasi terdapat kebiasan
melakukan pemupukan melebihi rekomendasi, sebaliknya dilokasi lain petani
cenderung menggunakan pupuk lebih rendah dari rekomendasi. Penggunaan
pupuk yang berlebih atau kurang akan menurunkan efisiensi dan efektifitas
penggunaan pupuk. Empat hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pupuk menurut Benny Rachman :
 Tepat jenis, yaitu memilih kombinasi jenis pupuk berdasarkan
komposisi unsure hara utama dan tamabahan berdasarkan sifat
kelarutan, sifat sinergis, dan antagonis antat unsur hara dan sifat
tanahnya.
 Tepat waktu dan frekuensi yang ditentukan oleh iklim, sifat fisik tanah,
dan logistic pupuk.
 Tepat cara, yaitu cara pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis
pupuk , umur tanaman, dan jenis tanah.
 Tepat dosis, yaitu dosis yang diperlukan berdasarkan analisa status
haratanah dan kebutuhan tanaman.
2. Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk Anorganik melalui Penggunaan Pupuk
Organik.

Aspek Manajemen
1. Peningkatan Ketepatan dalam Penetapan Alokasi Kebutuhan Pupuk
Bersubsidi.
2. Peningkatan Pemantauan dan Pengawasan Pelaksanaan
Pembentukan perangkat pengawasan serta mekanisme pemantauan dalam
pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi adalah mengacu pada
Permendag No.21 /M-DAG/PER/6/2008 dan Permentan No.42/Permentan
/OT.140/09/2008. Berdasarkan peraturan tersebut telah dibentuk badan-badan
pengawasan pupuk bersubsidi. Meskipun telah dibentuk badan –badan pengawas
pupuk bersubsidi, penyimpangan masih terjadi (Deptan, 2008).

3. Peningkatan Ketepatan Penyaluran Pupuk Bersubsidi


Pihak pemerintah daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, sampai kecamatan dan
desa/kelompok tani perlu mempersiapkan kelembagaan dan infrstruktur distribusi pupuk
bersubsidi melalui pemberdayaan BUMD. Disamping itu, Pemda melalui Dinas Pertanian
dapat lebih berperan aktif dalam pemantauan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di
wilayahnya.

BAB III

PENUTUPAN
KESIMPULAN

1. Pupuk memiliki peran yang penting dalam peningkatan produksi dan produktivitas
petani. Oleh karena itu pemerintah terus mendorong penggunaan pupuk yang efisien
melalui kebijakan melalui aspek teknis, penyediaan dan distribusi maupun harga
melalui subsidi.
2. Pada pendistribusian pupuk bersubsidi yang dilaksanakan oleh pemerintah masih
banyak ditemukan masalah-masalah. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain
:
- Sistem penetapan alokasi pupuk dan keakuratan data petani
- Implementasi tidak sesuai dengan ketentuan
- Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan dosis anjuran
- HET yang berlaku kurang realistis
- Keterbatasan anggaran belanja pemerintah
- Masih lemahnya pengawasan dilapangan
3. Mengenai masalah distribusi hulu ke hilir ini tidak ada yang mengontrol. Pemerintah
Pusat dalam hal ini Menteri Pertanian harus memberi tanggung jawab pupuk ini
melalui jalur birokrasi yaitu kepala daerah. Supaya kepala daerah dapat
mendistribusikan pupuk kepada aparatnya mulai dari kecamatan, lurah dan kepala
desa. Bukan hanya mendistribusikan, tapi juga harus ikut menginventarisasi
berdasarkan luas lahan pertaniannya. Dengan demikian ini akan menjadi basis pangan
daerah. Karena tidak mungkin dalam pola sekarang penyaluran pupuk harus dikontrol
dari pusat.
SARAN

Gunakanlah pupuk dengan bijak.

Вам также может понравиться